4.b.
PETUNJUK PELAKSANAAN
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
PALANG MERAH INDONESIA
PETUNJUK PELAKSANAAN
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA PALANG MERAH INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1.
2.
3.
4.
Keadaan darurat dalam skala sekecil apa pun, yang berdampak pada rumah
tangga atau pun pada masyarakat setempat, menimbulkan gangguan di
tingkat nasional bahkan global. Keadaan darurat didefinisikan sebagai
keadaan mengancam keselamatan yang membuat orang berisiko kehilangan
nyawa atau mengalami penurunan derajat kesehatan atau kondisi
kehidupan secara signifikan, dan yang berpotensi mengungguli kemampuan
menanggulangi yang dimiliki oleh sistem dukungan perorangan, keluarga,
masyarakat dan negara. Keadaan darurat menimbulkan dampak berbeda
pada laki-laki dan perempuan, dan pada gilirannya mereka juga memiliki
cara yang berbeda dalam hal menanggulangi keadaan darurat itu. Oleh
karenannya, PMI disemua jajaran, hendaknya mampu bertindak dalam
segala keadaan yang mengancam keselamatan terlepas dari ruang lingkup
keadaan darurat itu, dan tindakan-tindakannya harus dikendalikan oleh
kebijakan yang sama tanpa melihat ukuran dan tingkat tanggap.
5.
Dalam rangka
memenuhi tanggungjawabnya untuk memberikan
pelayanan
terbaiknya kepada mereka yang membutuhkan, maka
diperlukan adanya kesadaran kolektif agar PMI melakukan penguatan
kapasitas untuk melaksanakan mandat utama yakni tugas-tugas bantuan
pertama pada tiap-tiap bentjana alam atau perang. Dalam kontek ini,
maka pelayanan tanggap darurat harus ditempatkan pada prioritas sangat
tinggi. Sedangkan disisi lain, PMI juga harus terlibat lebih aktif pada upaya
upaya ke arah hulu, yakni upaya kesiapsiagaan dan pengurangan risiko
bencana.
6.
C. RUANG LINGKUP
1. Dalam pedoman ini dijabarkan peranan PMI dalam penanggulangan korban
bencana di Indonesia khususnya bagi Pengurus Pusat, Provinsi dan
Kabupaten
/
Kota
beserta
aparat
penyelenggaranya
dengan
menitikberatkan prinsip kebijaksanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengendalian, pendidikan, dan upaya pembinaan serta kaitannya dengan
BNPB dan BPBD.
2. Tata Urut adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Pendahuluan
Prinsip Bantuan Palang Merah
Kebijaksanaan Dasar dalam menhadapi Bencana
Organisasi dan peranan PMI
Kegiatan dan Siklus Bencana
Pendidikan dan Pelatihan
Pembinaan
Penutup
BAB II
POKOK-POKOK KEBIJAKAN PMI
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
A. TUJUAN
Kegiatan pelayanan Penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh PMI
dalam perseptif jangka panjang adalah
terwujudnya pelayanan
penanggulangan bencana yang tepat, profesional, terkoordinasi dan
berkesinambungan.
Untuk memastikan agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka kegiatan
pelayanan penanggulangan bencana PMI diarahkan pada :
1. PMI mampu melaksakan kegiatan pelayanan penanggulangan bencana
secara tepat, profesional, terkoordinasi, menyeluruh dan terpadu sesuai
standar mutu dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat, baik
sebelum, saat dan setelah bencana.
2. Meningkatnya kemampuan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi
berbagai bencana serta penyakit yang berpotensi wabah, yang difokuskan
pada pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.
B.
PENDEKATAN
1. Penguatan kapasitas dan kinerja pelayanan penanggulangan bencana
a. PMI hanya akan mampu melakukan tanggap darurat bencana secara
cepat, tepat dan terkoordinasi bila seluruh PMI Kabupaten / Kota
dan Provinsi serta Pusat memiliki kapasitas organisasi yang
memadai, serta memiliki kinerja yang dan berfungsi dengan baik
(well functioned).
b. PMI Kabupaten / Kota sebagai pelaksana operasional kegiatan
pelayanan harus disiapkan semaksimal mungkin agar mampu
menjadi pelaku utama penanggulangan bencana di wilayah masingmasing.
c. Pembinaan organisasi di semua tingkatan harus diarahkan bagaimana
agar PMI senantiasa mampu memberikan pelayanan terbaiknya
dalam penanggulangan bencana. Untuk itu diperlukan upaya
peningkatan kapasitas penanggulangan bencana secara menyeluruh,
transparan, akuntabel dan berkesinambungan di tiap tingkatan
sesuai dengan mandat utama organisasi.
6. Sensitifitas Gender
Untuk
memastikan
agar
pengarusutamaan
gender
dapat
terimplementasikan
secara
tepat
dalam
kegiatan
pelayanan
penanggulangan bencana, PMI di semua tingkatan organisasi memiliki
komitmen sebagai berikut:
a. Merumuskan berbagai strategi dan pendekatan serta pengkajian yang
sistematis dalam hal pengarusutamaan gender sebagai bagian dari
program pengembangan kapasitas pelayanan penanggulangan bencana,
dengan perhatian khusus pada penyempurnaan sistem dan prosedur
pelayanan PMI yang sensitif gender.
b. Mengembangkan kegiatan advokasi, sosialisasi dan promosi pentingnya
sensitif gender dalam kegiatan penanggulangan bencana, termasuk
kesetaraan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.
c. Mengembangkan tindakan yang positif untuk memfasilitasi akses yang
setara bagi perempuan maupun laki laki dalam menejemen dan
kepemimpinan penanggulangan bencana.
7. Peningkatan Citra PMI
a. Kegiatan pelayanan penanggulangan bencana perlu didukung kegiatan
publikasi dan promosi yang memadai sehingga keberhasilan dalam
pelaksanaannya akan memberikan kontribusi dalam peningkatan citra
positif PM.
b. Diseminasi dan sosialiasi/publikasi untuk membangun citra PMI harus
dilakukan terus menerus, baik pada saat sebelum saat kejadian
dan setelah bencana.
c. Dalam rangka meningkatkan citra dan image building, maka PMI
Provinsi / Kabupaten / Kota harus mempublikasikan seluruh kegiatan
pelayanan penanggulangan bencana yang telah dilaksanakan melalui
media cetak atau elektronik.
BAB III
RUANG LINGKUP KEGIATAN
PENANGGULANGAN BENCANA
Sesuai dengan siklus kejadian bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana
yang dilaksanakan oleh PMI terdiri atas 3 (tiga) tahapan, meliputi (1). Pra bencana
(Sebelum terjadi bencana), (2). Saat tanggap darurat; dan (3). Pascabencana.
j.
k.
l.
Petunjuk
Petunjuk
BAB IV
PENGORGANISASIAN SERTA
PEMBAGIAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
A. PENGORGANISASIAN
1. Pengorganisasian serta peran dan tanggungjawab PMI dalam
Penanggulangan Bencana merujuk pada ketentuan organisasi PMI
sebagaimana diatur dalam AD dan ART PMI, rencana strategi, Peraturan
Organisasi PMI Nomor 003/PO/PP PMI/I/2011 serta peraturan terkait
lainnya.
2. Penanggungjawab kegiatan pelayanan penanggulangan bencana PMI adalah
a. penanggungjawab umum adalah Ketua PMI di masing-masing tingkatan;
b. penanggungjawab operasional kegiatan pelayanan PB adalah ketua
bidang Penanggulangan Bencana di masing-masing tingkatan;
c. dalam hal penanggungjawab operasional sebagaimana dimaksud hurup
b tidak dapat melaksanakan tugas, maka Penanggungjawab Umum
dapat menunjuk unsur Pengurus lainnya.
3. Penanggungjawab operasional kegiatan pelayanan penanggulangan bencana
di tingkat Pusat adalah Ketua Bidang Penanganan Bencana yang dalam
pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Divisi Penanggulangan Bencana
Markas Pusat PMI. Penanggungjawab pelaksanaan penanggulangan bencana
di tingkat Provinsi adalah Ketua Bidang Penanganan Bencana, atau
Sekretaris PMI Provinsi atau Anggota Pengurus PMI Provinsi yang ditunjuk,
yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Markas Provinsi
dan Kepala Bidang Penanganan Bencana.
4. PMI Kabupaten / Kota merupakan pelaku operasional terdepan dalam
pelayanan Penanggulangan Bencana. Penanggungjawab pelaksanaan
penanggulangan bencana di tingkat Kabupaten / Kota ini adalah Pengurus
Kabupaten / Kota PMI yang membidangi Penanggulangan Bencana, yang
dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Markas Kabupaten /
Kota / Kepala Seksi yang membidangi Penanggulangan Bencana.
BAB V
SARANA DAN SUMBER DAYA
A. SARANA PENANGGULANGAN BENCANA
Dalam menyelanggarakan fungsi-fungsi tersebut diatas, PMI mengerahkan,
membangun, mengarahkan dan menggiatkan serta mengendalikan sarana
/prasarana sebagai berikut :
1. Personal;
2. Satuan Pelaksana;
3. Sarana / Fasilitas Medis /Sosial;
4. Sarana / Fasilitas Logistik;
5. Sarana / Fasilitas Administrasi;
6. Prasarana / Fasilitas Diklat;
7. Prasarana / Fasilitas Pengendalian.
B. SUMBER DAYA UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA
1. Untuk mendukung pembiayaan serta operasionalisasi pelayanan
Penanggulangan Bencana PMI di semua tingkatan berkewajiban
menghimpun sumber sumber daya dan dana dari sumber sumber tertentu
untuk diteruskan kepada masyarakat diwilayah lain yang sedang tertimpa
bencana.
2. Dalam rangka ini PMI harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat dan
harus membuktikan dirinya sebagai organisasi yang bekerja secara
bertanggung jawab, jujur dan berteguh pendirian memperhatikan dan
menolong korban bencana.
3. PMI harus mengatur langkah yang sederhana dengan prinsip bahwa setiap
sumbangan yang diberikan oleh masyarakat dan disalurkan lewat PMI harus
sampai ketangan para korban secara tepat dan cepat. Untuk itu perlu
dikembangkan system pertanggung jawaban secara jelas dan terbuka.
4. PMI harus menjaga dan meningkatkan citra di mata masyarakat sehingga
masyarakat akan makin mempercayakan sumbangan yang diserahkan
secara sukarela atas dasar kemanusiaan pada para korban bencana lewat
PMI.
BAB VI
PELAKSANAAN, PENGENDALIAN, DAN
PENGAWASAN OPERASI PENANGGULANGAN BENCANA
A. Pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan operasi penanggulangan bencana
pada setiap tahapan diselenggarakan oleh PMI di masing-masing tingkatan.
Secara teknis operasional pelaksanaannya diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersendiri.
B. Posko Penanggulangan Bencana
Untuk mendukung operasi itu diperlukan Pos Komando Penanggulangan
Bencana (POSKO PB) PMI. Tata cara pembentukan Posko PB PMI, mekanisme
koordinasi dan tata kerja Posko PB PMI diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersendiri.
C. Sistem Peringatan Dini dan Komunikasi Informasi Tanggap Darurat
Peran PMI dalam sistem peringatan dini ini lebih menfokuskan pada upaya
membantu pemerintah dan masyarakat dalam hal memberikan informasi
bencana dan peringatan dini kepada masyarakat dan ikutserta membantu
memobilisasi masyakat agar setelah menerima informasi bencana segera
melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan tanggap darurat maupun upaya-upaya
penyelamatan. Lingkup tugas dan peran PMI dalam Sistem Peringatan Dini
diatur dalam Petunjuk Teknis Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat.
D. Prosedur Administrasi dan Keuangan.
Pelaksanaan pelayanan Penanggulangan Bencana di setiap tahapannya, perlu
penanganan khusus kegiatan administrasi dan keuangan, antara lain berupa
pendokumentasian dan pencatatan keuangan, filling/arsip dan laporan
pertanggungjawaban. Mekanisme pengelolaan administrasi dan keuangan serta
tata cara pertanggungjawaban penanggulangan bencana di atur dalam Juknis
tersendiri.
E. Dukungan logistik
Dukungan logistik merupakan kebutuhan mutlak untuk mendukung pelaksanaan
pelayanan penanggulangan bencana. Dukungan ini berupa transportasi,
komunikasi, barang bantuan pembekalan dan penambahan satuan/sarana
lainnya. Dukungan logistik dalam penanggulangan bencana diatur dalam
Petunjuk pelaksanaan tersendiri.
BAB VII
PEMBINAAN
A. Umum
1. Pembinaan mencakup segala usaha, tindakan dan kegiatan yang
berhubungan
dengan
perencanaan,
penyusunan
pembangunan,
pengembangan, pengerahan, penggunaan serta pengendalian segala
sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan ini meliputi
kegiatan melaksanakan atau menyelenggarakan pengaturan sesuatu,
supaya dapar dikerjakan dengan baik, tertib rapih dan seksama menurut
rencana/
program
pelaksanaan
(dengan
ketentuan,
petunjuk,
norma,sistem dan metode) secara berhasil guna dan berdaya guna
mencapai tujuan serta memperoleh hasil maksimal.
2. Aspek pembinaan yang khusus yang sesuai dengan tujuan penanggulangan
bencana yang harus dilakukan oleh PMI adalah:
a. Kapasitas dan kompetensi;
b. Penguatan Organisasi dan Kelembagaan;
c. Pengembangan Sumber Daya;
d. Peningkatan Citra;
e. Pembinaan Kepemimpinan;
f. Pembinaan jiwa korsa dan karakter;
g. Penanganan Teknologi Informasi;
h. Perencanaan Strategis;
i. Penelitian dan pengembangan.
B. Pembinaan Kapasitas dan Kompetensi
1. Membangun kapasitas markas untuk dapat memenuhi syarat minimal dalam
penanggulangan bencana sesuai dengan rencana kontijensi
2. Membangun kapasitas personil PMI di setiap tingkatan agar memiliki
kompetensi dalam penanggulangan bencana sesuai dengan rencana
kontijensi.
3. Peningkatan kompetensi dapat dicapai melalui berbagai cara sesuai
standarisasi pelatihan PMI, antara lain:
a. Pelatihan;
b. Orientasi;
c. Gladi operasi / Simulasi.
E. Peningkatan Citra
Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan
peningkatan citra organisasi PMI, antara lain:
1. Pelatihan kepada para diseminator dan staff kehumasan.
2. Peningkatan kegiatan diseminasi kepalangmerahan
3. Peningkatan kegiatan advokasi kepada mitra kerja untuk memperoleh
dukungan
4. Penguatan akses eksternal yang mendukung pelaksanaan penanggulangan
bencana
5. Memastikan adanya dukungan efektif kehumasan PMI dalam promosi dan
publikasi kegiatan pelayanan penanggulangan PMI.
F. Pembinaan Kepemimpinan
Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan
kepemimpinan anggota pengurus, staff dan relawan di wilayahnya, antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap mandat utama
organisasi;
2. Membangun komitmen bersama yang solid baik pengurus, staf maupun
relawan dalam penanggulangan bencana;
3. Menetapkan
struktur
dan
pembidangan
kepengurusan
dalam
penanggulangan bencana yang kemudian diikuti pada tataran manajemen;
4. Proses pengambilan keputusan mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan;
5. Membangun kerjasama tim yang baik antara pengurus, staf dan relawan.
G. Pembinaan Jiwa Korsa dan Karakter
1. Oleh karena kerja dalam lingkungan bencana memerlukan disiplin sikap
dan prilaku yang terampil, tanggap, trengginas, teladan dan peduli serta
beretika / berkarakter palang merah, maka diperlukan sekali pemupukan
jiwa korsa secara terus menerus dan berkelanjutan.
2. Upaya pembinaan ini menjadi tanggung jawab masing-masing Markas dan
diselenggarakan oleh Pembina/ pelatih PMI pada masing-masing tingkatan.
3. Pelaksanaanya dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip Palang Merah dan
dilakukan pada tiap kesempatan, baik dalam pelaksanaan tugas rutin,
maupun dalam pelaksanaan pendidikan/pelatihan maupun pada saat-saat
penugasan. Upaya ini dilaksanakan secara sadar, bermartabat, manusiawi
dan beretika palang merah.
4. Wahana dan sarana serta cara melakukan sepenuhnya dilaksanakan oleh
masing-masing pembina-pelatih. Pengurus dan staff memberi contoh
teladan bagaimana sebenarnya pemupukan ini dilakukan secara praktis
dengan sikap, tutur kata dan perilaku sepanjang bertugas dilingkungan PMI
maupun di masyarakat.
5. Beberapa sasaran yang perlu di capai, ialah antara lain:
a. Kepercayaan terhadap diri sendiri setiap petugas PMI (Pengurus,
Pembina, Pelatih, Anggota KSR dan TSR);
b. Kepercayaan kepada pimpinan;
c. Kepercayaan kepada kebenaran/ prinsip PMI.
Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis pelayanan penanggulangan bencana menjadi tanggung
jawab Pengurus PMI di masing-masing tingkatan dibantu oleh staf dari Markas
PMI yang bersangkutan.
BAB IX
PENUTUP
Implementasi Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Bencana ini memerlukan
komitmen, iktikat, niat serta rasa tanggungjawab dan pengabdian yang tinggi dari
seluruh unsur-unsur PMI, baik Pengurus, staf maupun relawannya.
Seluruh pihak diharapkan dapat memahami dan mendalami serta menjabarkannya
dalam panduan dan petunjuk yang lebih operasional dengan harapan agar mandat
utama yakni memenuhi kewajibannya dalam memberikan pelayanan
penanggulangan bencana secara cepat, tepat, terkoordinasi, transparan dan
akuntabel.
Dengan penerbitan Pedoman Penanggulangan Bencana ini, maka pedoman
penanggulangan bencana yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi.
Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan perlindungan-Nya, sehingga
upaya penanggulangan bencana oleh PMI di Indonesia selalu dapat terlaksana lebih
baik. Amin.
Ditetapkan di
Pada Tanggal
: Jakarta
: 30 Januari 2012
PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,
M. JUSUF KALLA
PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
KESIAPSIAGAAN,
PENGURANGAN RISIKO
BENCANA DAN
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
PALANG MERAH INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
KESIAPSIAGAAN, PENGURANGAN RISIKO BENCANA, DAN ADAPTASI
PERUBAHAN IKLIM PALANG MERAH INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. UMUM
1. Peristiwa bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia
merupakan gejala yang tidak pernah dapat diperhitungkan oleh
siapapun. Kerugian apapun yang ditimbulkan selalu mengakibatkan
dampak yang berkepanjangan terhadap menurunnya kualitas hidup
manusia, khususnya masyarakat yang paling rentan. Berdasarkan data
dari Data dan Informasi Bencana Indonesia (DiBi) BNPB (2011), total
kejadian bencana dari tahun 1815-2011 tercatat sejumlah 8.711 bencana
yang memberikan dampak pada sejumlah lebih dari 19.5 juta penduduk
di Indonesia. Dari total kejadian bencana ini, bencana meningkat tajam
pada dua dekade terakhir (lihat pada grafik dibawah). Pada tahun 2010
saja, tercatat bahwa 729 bencana terjadi di Indonesia dengan total
korban sejumlah 1789 (termasuk didalamnya meninggal, luka, dan
hilang).
2. Lebih lanjut mengenai kejadian bencana di Indonesia, dalam hampir 10
dekade, 84% adalah kejadian bencana yang tergolong dalam jenis
bencana hidrometeorologi seperti banjir 31% (baik genangan maupun
bandang), longsor 12% , angin rebut 12%, , dan kekeringan 13%. Hal ini
kemudian diperparah dengan adanya fenomena pemanasan global dan
perubahan iklim yang dapat meningkatkan frekuensi terjadinya cuaca
ekstrim.
3. Masyarakat yang hidup disekitar hazard (ancaman) terkadang tidak
menyadari bahwa ancaman dan tingkat risiko bencana dapat terjadi
kapan saja. Selain itu, kegiatan pembangunan dan aktifitas kehidupan
masyarakat ada yang justru terlalu eksploitasi lingkungan yang dapat
memunculkan ancaman-ancaman baru yang dapat menimbulkan risiko
dan kerentanan masyarakat di lingkungannya. Dampak dan risiko
bencana/ perubahan iklim ini hanya akan menambah masyarakat rentan
menjadi semakin rentan.
4. Menyadari sepenuhnya bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang
paling rawan bencana, dan kita hidup dikelilingi oleh berbagai ancaman
bencana. Realita ini mendorong perlunya perubahan paradigma dan pola
pikir yang lebih rasional dan proporsional bagaimana masyarakat yang
tinggal bersama ancaman bencana ini lebih aman dan tangguh
menghadapi dampak/ risiko bencana.
Harus ada upaya revitalisasi
sistem penanggulangan yang komprehensif untuk mewujudkan perilaku
yang adaptif, aman dan tangguh
menghadapi dampak bencana/
perubahan iklim. Pola penanggulangan bencana harus diarahkan sebagai
investasi jangka panjang yang memungkinkan seluruh masyarakat bisa
hidup harmoni dengan ancaman dan risiko bencana.
BAB II
PRINSIP-PRINSIP, PENDEKATAN DAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
A. PRINSIP-PRINSIP DAN PENDEKATAN
Pengalaman kerja nyata PMI bersama masyarakat dibeberapa wilayah di
Indonesia, telah menunjukkan bahwa, terlepas dari tantangan yang dihadapi,
keberhasilan dan keberlanjutan upaya Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko
Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) ditentukan oleh tingkat
kualitas kerjasama, dukungan, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat,
lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang didasarkan kepada kebutuhan
masyarakat yang teridentifikasi.
Belajar dari pengalaman tersebut, penerapan upaya Kesiapsiagaan dan
PRB/API oleh PMI diarahkan agar memperhatikan prinsip dan pendekatan
sebagai berikut:
1. Data Berbasis bukti. Informasi mengenai pola berbagai macam
ancaman/ancaman, kerentanan dan kapasitas yang dimiliki dan
digunakan dalam perencanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API harus berbasis
bukti. Informasi tersebut disosialisasikan kepada seluruh komponen PMI
dan masyarakat. Hal ini juga berarti menggunakan pendekatan multihazard secara efektif, effisien dan keberlanjutan.
2. Pengarusutamaan kerangka kerja Kesiapsiagaan dan PRB/API tidak
hanya di dalam struktur dan program PMI, melainkan juga memperkuat
masyarakat dan sistem institusi untuk kesehatan, edukasi, pelayanan
sosial dan livelihood.
3. Memberdayakan kelompok masyarakat rentan.
Mengingat bahwa
membangun ketahanan terhadap bencana, sejalan dengan prinsip dasar
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, maka upaya Kesiapsiagaan dan
PRB/API diprioritaskan kepada kelompok masyarakat yang paling
membutuhkan. Pelibatan dan Pemberdayaan masyarakat, terutama
kelompok masyarakat yang paling rentan, dilakukan disemua tahapan
sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan
memastikan ketepatan upaya PRB/API sesuai dengan tingkat kerentanan,
kebutuhan dan kapasitas masyarakat yang bersangkutan.
4. Pengembangan kapasitas untuk membangun, mempertahankan dan
memelihara kemampuan masyarakat dan organisasi PMI dalam
mengurangi risiko bencana / dampak perubahan iklim global secara
efektif. Termasuk di dalamnya adalah pelatihan, pertukaran informasi
dan teknologi, bantuan teknis khusus dan penguatan kapasitas komunitas
dan masyarakat untuk mengenali pola ancaman dan kerentanan serta di
risiko di daerahnya.
B. INDIKATOR KEBERHASILAN
Upaya kesiapsiagaaan dan PRB/API difokuskan untuk membangun kapasitas
PMI di setiap tingkatan sebagai upaya mempersiapkan tanggap darurat
bencana dan mengurangi potensi dampak bencana secara cepat, tepat dan
terkoordinasi.
1. Kesiapsiagaan
Agar PMI di setiap tingkatan mampu memainkan peran sebagai pelaku
terdepan dalam menjalankan pelayanan tanggap darurat bencana secara
cepat, tepat dan terkoordinasi, maka upaya kesiapsiagaan yang
dilaksanakan sebelum bencana harus memastikan:
a. Kesiapsiagaan untuk tanggap darurat yang cepat
PMI di setiap tingkatan, khususnya PMI Kabupaten/Kota memastikan:
1) Kecepatan merespon kejadian bencana.
2) Adanya mekanisme dan alur informasi bencana berdasarkan hasil
asesmen.
3) Adanya mekanisme mobilisasi Tim SATGANA dan Tim SIBAT.
4) Adanya mekanisme mobilisasi peralatan penanganan bencana.
BAB III
RUANG LINGKUP
KESIAPSIAGAAN, PENGURANGAN RISIKO BENCANA
DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Penyelenggaraan upaya Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana /
Adaptasi Perubahan Iklim meliputi:
A. Kesiapsiagaan; terfokus pada upaya-upaya mempersiapkan kapasitas PMI dan
Masyarakat untuk menangani bencana.
B. Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API);
terfokus pada upaya-upaya yang dapat mengurangi ancaman/ancaman dan
kerentanan yang ada dengan meningkatkan kapasitas PMI dan masyarakat
melalui kegiatan-kegiatan pengelolaan risiko dan meminimalkan dampak
yang mungkin timbul apabila terjadi bencana, termasuk dampak perubahan
iklim.
A. KESIAPSIAGAAN
Terjadinya Bencana sulit diprediksi atau bahkan tidak dapat diketahui kapan
dan dimana akan terjadi. Mengantisipasi hal ini, PMI berupaya untuk bersiap
siaga memberikan pelayanan terbaiknya, terutama kepada kelompok
masyarakat yang paling rentan. Kegiatan kesiapsiagaan yang dilaksanakan
oleh PMI antara lain:
1. Membangun rencana operasi penanganan bencana;
a. Melakukan identifikasi dan membangun pangkalan data (database)
informasi ancaman, kerentanan dan kapasitas, yang dimutakhirkan
secara berkala di setiap tingkatan PMI.
b. Melakukan Pemetaan Risiko dan penyusunan rencana aksi
penanganan bencana, bersama masyarakat dan pemerintah disetiap
tingkatan,
untuk membangun pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap risiko bencana yang ada diwilayahnya sekaligus
mengupayakan strategi penanganannya, seperti pementaan zona
aman, penyiapan jalur evakuasi, tempat pengungsian sementara dll.
c. Menyusun rencana kontijensi PMI di tingkat pusat, provinsi, kab/kota
dan Kecamatan yang terintegrasi dengan rencana kontijensi
Pemerintah disetiap tingkatan.
10
11
i.
12
f.
13
BAB IV
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB
A. PENGORGANISASIAN
1. Peran dan tanggungjawab PMI dalam Kesiapsiagaan dan Pengurangan
Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) merujuk pada
14
15
16
c. Menyusun
database
relawan
(KSR
dan
TSR)
sekaligus
pemutakhirannya secara berkala.
d. Membangun kerjasama dan komunikasi dengan para pemangku
kepentingan terkait setempat, meliputi, Dinkes, Dinsos, BPBD,
Bagian Kesra, SAR, RAPI, ORARI, Kepolisian, TNI, Bappeda dan swasta
e. Menyelenggarakan kegiatan rutin Kesiapsiagaan dan Pengurangan
Risiko Bencana yang sewaktu-waktu dapat ditingkatkan menjadi aksi
tanggap darurat bencana.
f. Melaksanakan pelatihan yang sesuai dengan jenis ancaman lokal,
yang terintegrasi dengan rencana kontijensi serta analisa kerawanan
dari BPBD Kab/Kota.
g. Meningkatkan kegiatan pelatihan dan peningkatan kesadaran
masyarakat tentang Kesiapsiagaan dan PRB/API di tingkat Kabupaten
melalui pelbagai program promosi siaga bencana, Sekolah Siaga
Bencana, pendidikan dan pelatihan, dan sebagainya.
h. Mengembangkan program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis
Masyarakat (PERTAMA/ ICBRR), khususnya di desa atau kelurahan
yang rawan bencana, termasuk pula CBFA, PHAST, POS PP, POSKES,
dll.
i. Menyelenggarakan posko Penanganan Bencana PMI yang terintegrasi
dalam tugas-tugas Kesiapsiagaan dan PRB/API maupun sistem
peringatan dini.
j. Menyusun dan membina sistem komunikasi dengan jaringan-jaringan
yang terintegrasi dalam Sistem Komunikasi (SISKOM) BPBD Kab/Kota.
k. Menyebarluaskan nomor telepon maupun frekuensi pesawat radio PMI
kepada masyarakat di daerah rawan bencana.
l. Melaksanakan kegiatan pengerahan sumberdaya masyarakat untuk
membangun dan mengembangkan kemampuan nyata PMI di
Kabupaten/Kota dalam rangka kesiapsiagaan dan PRB/API.
m. Melaksanakan gelada atau simulasi penanganan bencana bagi
relawan PMI.
n. Meningkatkan kapasitas logistik
17
18
BAB V
PEMBINAAN
Pembinaan yang dilaksanakan mencakup kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pengembangan, pengerahan, penggunaan serta pengendalian
upaya kesiapsiagaan dan PRB/API secara berdaya guna dan berhasil guna.
Pembinaan ini dilaksanakan untuk memastikan agar seluruh upaya PRB/API dapat
dikerjakan dengan tepat, efektif dan efisien baik, sesuai dengan ketentuan,
petunjuk teknis / prosedur yang berlaku.
Aspek pembinaan khusus, sesuai dengan tujuan Kesiapsiagaan dan PRB/API yang
harus dilakukan oleh PMI antara lain:
A. Kapasitas dan kompetensi
B. Manajemen organisasi
C. Pengembangan sumber daya
D. Peningkatan Citra
E. Kepemimpinan
F. Jiwa Kerelawanan Dan Karakter Kepalangmerahan
G. Relawan
H. Penanganan Informasi
A. KAPASITAS DAN KOMPETENSI
1. Membangun kapasitas markas dan personil PMI disetiap tingkatan untuk
dapat memenuhi syarat minimal dalam Kesiapsiagaan dan PRB/API sesuai
dengan rencana kontijensi
2. Peningkatan kompetensi dapat dicapai melalui berbagai cara sesuai
standarisasi pelatihan PMI, antara lain:
a. Orientasi
b. Pelatihan
c. Geladi atau Simulasi
B. MANAJEMEN ORGANISASI
Pengurus PMI di tiap tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan kapasitas
dan manajemen organisasi PMI, antara lain:
1. Penguatan struktur/mekanisme Kesiapsiagaan dan PRB/API.
2. Penguatan sistem pembinaan dan database relawan sesuai kompetensi
3. Menyiapkan sistem pengawasan dan evaluasi.
4. Memastikan semua pengurus, staff dan relawan memahami petunjuk
pelaksanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API.
19
E. KEPEMIMPINAN
20
21
22
23
BAB VI
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Untuk memastikan apakah kegiatan kesiapsiapsiagaan dan PRB/API dapat
dilaksanakan secara cepat, tepat dan berkualitas maka perlu dilakukan
monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan disetiap tingkatan PMI.
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan pada masing-masing tahapan perencanaan
sampai dengan implementasinya.
A. MONITORING DAN EVALUASI
1.
IDENTIFIKASI
MASALAH
FORMULASI
PROGRAM
Hal-hal
yang perlu
dimonitor
Analisa
Permasala
han;
Evaluasi
kegiatan
pada
waktu
lalu;
Dokumen
terkait;
Data2
primer;
Kapasitas
lembaga
Pembina
Program
Pelaksana
Program
Kebijakan
Kerangka Kerja
dan Kegiatan;
Tujuan
Program;
Hasil yg.
diharapkan;
Input yg.
diperlukan;
Pelaksana
Pembina
Program
Pelaksana
Program
TINDAK LANJUT
PENYELESAIAN
AKHIR
Laporan2
Kesimpulan
kegiatan
dan
rekomendasi
Verifikasi atau
Pengamatan
Pelajaran yang
lapangan
diperoleh dari
Hasil
yang
pelaksanaan
kegiatan
dicapai
Data2 statistik Hal-hal
yang
Laporan lainperlu
lain
diperbaiki atau
ditambahkan
IMPLEMENTASI
PROGRAM
Pengurus PMI
Pembina
Program
Pihak Donor
Pengurus PMI
Pembina
Program
Pelaksana
Program
Pihak Donor
24
2. Evaluasi
a. Evaluasi dimaksudkan untuk menilai tingkat ketepatan, efektifitas
dan efisiensi dari kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API yang
dilaksanakan, untuk memastikan keberlangsungan program/kegiatan.
b. Kegiatan evaluasi program terdiri dari baseline, tinjauan internal
jangka menengah, dan end line serta evaluasi akhir.
Survey Baseline dilakukan pada bulan pertama pelaksanaan program
untuk mengumpulkan data yang relevan dimasyarakat yang menjadi
target dalam pelaksanaan program. Informasi ini akan dibandingkan
dengan tinjauan pertengahan projek dan survey end line yang akan
menentukan keefektifan program. Temuan dari survey baseline akan
disertakan untuk meninkatkan kualitas rancangan program.
Tinjauan pertengahan program akan dilakukan pada pertengahan
program untuk mengukur perkembangan program dan hasil serta
tujuan program. Tinjauan pertengahan juga akan menghasilkan
rekomendasi untuk meningkatkan pelaksanaan program untuk
mencapai tujuan sasarannya.
Survey akhir program akan dilakukan pada akhir dari pelaksanaan
program untuk mengukur output pelaksanaan program dibandingkan
dengan hasil survey baseline, evaluasi hasil pertengahan projek dan
tujuan program.
c. Metode, alat dan waktu evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan secara partisipatif, melibatkan seluruh
unsur program, dengan metode, alat dan pengaturan waktu sebagai
berikut:
No.
Metode
Alat
1.
Kunjungan berkala
Kuesioner
Kerangka acuan
Laporan
Database
Dokumentasi kegiatan
2.
Wawancara
3.
Pengamatan
Panduan pertanyaan
Kuesioner
Laporan
Dokumentasi kegiatan
Database
Laporan
Dokumentasi kegiatan
Database
4.
Pertemuan rutin
Kuesioner
Kerangka acuan
Laporan
Database
Dokumentasi kegiatan
Waktu
25
B. SISTEM PELAPORAN
Sistem pelaporan dikembangkan ditingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi
dan Pusat. sebelumnya meringkas berbagai laporan ditingkat tersebut.
Sistem pelaporan diatur dalam juknis tersendiri
BAB VII
PENUTUP
Komitmen dan itikad baik dari seluruh komponen PMI baik pengurus, staf dan
Relawan PMI di setiap tingkatan dalam menerapkan Petunjuk Teknis
Kesiapsiagaan dan PRB/API ini sangat diperlukan.
Petunjuk Teknis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API untuk memberdayakan
kapasitas PMI dan masyarakat agar memiliki ketahanan dan ketangguhan dalam
menghadapi dampak bencana / perubahan iklim.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2012
PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,
M. JUSUF KALLA
26
PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
TANGGAP DARURAT BENCANA
PALANG MERAH INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
TANGGAP DARURAT BENCANA PALANG MERAH INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wilayah Indonesia secara geografis, dan geologis merupakan salah satu
wilayah yang paling rawan berbagai bencana dengan frekuensi kejadian dan
kualitas dampak yang semakin meningkat. Terjadinya perubahan situasi politik
nasional dan ekonomi global juga menyebabkan Indonesia semakin rawan
terhadap konflik.
Penanganan bencana yang terjadi beberapa dekade selama ini, memberikan
nilai pembelajaran yang sangat berharga bagi PMI. Tindakan tanggap darurat
bencana yang dilakukan oleh PMI dan berbagai pihak terkait sudah cukup
maksimal, tetapi dalam proses penanganannya masih banyak kendala dan
hambatan yang dihadapi.
Sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi, Palang Merah Indonesia
berkewajiban melakukan upaya memberikan pertolongan dan bantuan pada
fase darurat kepada yang membutuhkan secara profesional dengan memegang
teguh prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
Menyadari pengalaman tersebut, untuk dapat melakukan kegiatan pemberian
pertolongan dan bantuan secara cepat, tepat dan terkoordinasi perlu adanya
satu kesatuan sikap, pikiran dan tindakan.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
Meningkatkan kecepatan, ketepatan dan koordinasi dalam tanggap darurat
bencana di jajaran PMI.
2. Tujuan
Memberikan arahan pelaksanaan upaya tanggap darurat bencana bagi
unsur-unsur pelaksana PMI di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
sesuai dengan skala dan tingkat dampak bencana / konflik yang terjadi.
C. RUANG LINGKUP
Petunjuk teknis ini memuat :
1. Pendahuluan
2. Prinsip-prinsip Bantuan PMI, Penentuan Skala dan Dukungan
3. Mekanisme Dukungan Operasional Tanggap Darurat Bencana
4. Mekanisme Koordinasi dan Pengorganisasian Tanggap Darurat Bencana
5. Pengendalian dan Pengawasan
6. Penutup
BAB II
PRINSIP-PRINSIP BANTUAN PMI
A. PRINSIP-PRINSIP UMUM
1. Bantuan dan pelayanan tanggap darurat PMI dikhususkan bagi korban dan
masyarakat yang paling rentan yang bertempat tinggal di daerah yang
terkena dampak bencana mencakup korban luka-luka, warga keluarga yang
mengungsi, anggota keluarga yang terpisah dari keluarganya.
2. Peran PMI dalam Tanggap Darurat Bencana adalah membantu pemerintah
dalam hal layanan kemanusiaan, bukan sebaliknya menggantikan atau
mengambilalih tanggung-jawab negara dalam penanggulangan bencana.
3. Bekerja dalam kompetensi, profesionalisme serta kapasitas yang
dimilikinya.
4. Melibatkan masyarakat penerima manfaat bantuan, baik laki-laki dan
perempuan secara proporsional dengan memperhatikan sensitif gender.
5. Pemberian bantuan dan pelayanan tidak bertentangan mandat PMI, dan
dasar Negara, Code of Conduct bantuan kemanusiaan serta 7 Prinsip Dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
6. Bantuan PMI diupayakan semaksimal mungkin agar memenuhi standard
minimal pelayanan kemanusiaan (SPHERE).
7. Bantuan kepada masyarakat yang sifatnya sangat darurat hendaknya
bersifat edukatif, sehingga menumbuhkan harga diri, kepercayaan diri dan
kemandirian. Bantuan agar tidak bersifat konsumtif yang dapat
menyebabkan ketergantungan berlebihan terhadap bantuan pihak luar.
8. Bantuan PMI bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan
B. PRINSIP OPERASIONAL BANTUAN
1. Langsung
a. Bantuan PMI kepada korban diberikan secara langsung oleh tenaga
PMI, tanpa perantara pihak ketiga. Hal ini berlaku pula apabila dalam
pemberian ini PMI bekerjasama dengan pihak lain.
b. Bantuan PMI tersebut baik berupa jasa maupun natura harus dapat
dirasakan atau dinikmati secara langsung oleh para korban. Bantuan
diupayakan tidak dalam bentuk uang. Bantuan uang, sarana maupun
fasilitas umum hanya dapat diberikan dalam keadaan sangat khusus,
apabila tidak ada pilihan lain.
d.
e.
Tepat jumlah
Tepat Kualitas (jenis dan mutu)
3. Bersifat Darurat
Bantuan PMI diberikan pada tahap darurat dan paling lama berlangsung 14
hari. Setelah itu, selanjutnya penanganan para korban bencana sepenuhnya
diserahkan kepada Pemerintah. Namun bila skala dan cakupan
bencanannya sangat besar (mega disaster) dimana situasi mengharuskan
untuk memperpanjang waktu darurat, dalam situasi dan kebutuhan khusus
serta adanya dukungan dari bila dirasakan ada dengan disertai dengan
dukungan dana dan sarana lainya atas permintaan dan sesuai dengan
kemampuan PMI dapat melampaui batas 14 hari itu.
4. Beridentitas PMI
Untuk memudahkan pengenalan, pengendalian, pengawasan, demi
menegakan dan memelihara citra PMI, maka setiap petugas
penanggulangan korban diharuskan memakai tanda lambang Palang Merah
atau PMI. Hal ini juga dilakukan pada tempat, sarana dan fasilitas yang
digunakan oleh PMI dilapangan. Sekaligus upaya ini dilaksanakan dalam
rangka lebih memasyarakatkan PMI.
BAB III
PENENTUAN STATUS, SKALA SERTA
MEKANISME DUKUNGAN TANGGAP DARURAT BENCANA
A. PENENTUAN STATUS DARURAT, SKALA BENCANA, DAN TANGGUNG JAWAB
OPERASI
1. Dalam hal penentuan status darurat dan skala bencana, PMI mengacu
keputusan Pemerintah dan UU PB No. 24 Tahun 2007.
2. Lama Dukungan serta bentuk pelayanan PMI pada saat darurat, ditentukan
oleh PMI di masing-masing tingkatan disesuaikan dengan hasil asesmen dan
kondisi setempat.
3. Penetapan bentuk kegiatan pelayanan serta lamanya kegiatan pelayanan
yang dilakukan didasarkan atas indikator sebagai berikut:
a. Jumlah korban jiwa, baik meninggal maupun mengungsi;
b. Kerugian harta benda;
c. Kerusakan sarana dan prasarana;
d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana;
e. Dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkan;
f. Dampak psikologis masyarakat;
g. Kapasitas PMI.
4. Dalam hal penentuan skala bencana, PMI mengacu pada ketentuan sebagai
berikut:
Skala Bencana dan Dampak Berdasarkan PMI
Ukuran
Kecil
Menengah
Besar
Cakupan
Wilayah
< = 1 Kabupaten
2 - 3 Kabupaten
> 3 Kabupaten
Dampak fisik
(kerusakan)
25 % -
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Besar
Skala Bencana
Menengah
Kecil
Provinsi
Kab/kota
Kab/kota
Pusat
Provinsi
Kab/Kota
Pusat
Provinsi
Kab/Kota
Catatan Catatan :
Respon awal merujuk kepada PO Pelayanan selanjutnya merujuk kepada SOP yang
ada.
Menengah
Provinsi (1,2,3)
Skala Bencana
Menengah
Kab/kota (1,2,3)
Rendah
Kab/kota (1)
Pusat (1,2,3,4)
Provinsi (1,2,3)
Kab/Kota (1)
Pusat (1,2,3,4)
Provinsi (1,2,4)
Kab/Kota
(1,2,3,4)
Keterangan :
Bentuk dukungan yang diperlukan
1. Monev
2. Dana
3. Peralatan & Perelengkapan
4. SDM
2. PMI Kabupaten/Kota
a. Upaya tanggap darurat bencana di tingkat PMI Kabupaten / kota
merupakan upaya tanggap darurat lapis pertama.
b. Untuk mengkoordinasikan penanganan Bencana PMI Kabupaten / kota
dapat membentuk Posko Tanggap Darurat Bencana PMI dengan
mendayagunakan unsur-unsur Pengurus, Pegawai dan Tim Satgana
dalam fungsi-fungsi operasional dan pelayanan yang digambarkan
dalam Posko Tanggap Darurat PMI Kabupaten / kota.
c. Untuk operasional tanggap darurat bencana berbasis masyarakat,
khususnya di desa/kelurahan rawan bencana, PMI Kabupaten / kota
3. PMI Provinsi
a. Bila skala bencana melampaui kapasitas PMI Kabupaten / kota
setempat, maka PMI Kabupaten / kota dapat meminta bantuan PMI
Provinsi.
b. PMI Provinsi dapat mengkoordinir bantuan dari PMI Kabupaten / kota di
wilayahnya maupun pihak terkait lainnya serta memobilisasi Tim
Satgana. Bantuan ini merupakan upaya tanggap darurat lapis kedua.
c. PMI Provinsi dapat membentuk Posko Tanggap Darurat Bencana PMI
Provinsi atau Posko PMI Provinsi dengan mendayagunakan unsurunsur Pengurus, Pegawai dan Satgana/Relawan ke dalam fungsi-fungsi
yang digambarkan dalam Posko Tanggap Darurat PMI.
4. PMI Pusat
a. Bila skala bencana melampaui kapasitas PMI Provinsi, maka PMI
Provinsi dapat meminta bantuan PMI Pusat.
b. Selanjutnya PMI Pusat dapat mengkoordinir bantuan dari PMI Provinsi
maupun pihak terkait lainnya serta memobilisasi Tim Satgana. Bantuan
ini merupakan upaya tanggap darurat lapis ketiga.
c. PMI Pusat dapat membentuk Posko Tanggap Darurat Bencana PMI Pusat
atau Posko PMI Pusat dengan mendayagunakan unsur-unsur Pengurus,
Pegawai dan Satgana/Relawan kedalam fungsi-fungsi operasional dan
pelayanan yang digambarkan dalam Posko Tanggap Darurat PMI Pusat.
5. Jika terjadi bencana dilintas wilayah administratif maka PMI terdekat
diharuskan memberikan bantuan tanggap darurat dengan berkoordinasi
kepada PMI diwilayah setempat dan setingkat diatasnya.
6. PMI dimasing-masing tingkatan diharuskan membuat rencana operasi awal
tanggap darurat dan pemulihan dini berdasarkan kebutuhan dengan
mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia.
7. Dukungan PMI setingkat di atasnya berdasarkan pertimbangan kapasitas,
geografis, demografi dan peran/kultur masyarakat.
8. Mekanisme penerimaan bantuan internasional khususnya dari kelompok
mitra gerakan (IFRC, ICRC dan PNSs) maupun badan badan PBB dan LSM
Internasional yang sudah ada di Indonesia maupun dari luar negeri diatur
secara tersendiri dalam Juknis Bantuan Internasional.
10
BAB IV
MEKANISME KOORDINASI DAN PENGORGANISASIAN
TANGGAP DARURAT BENCANA
A. MEKANISME KOORDINASI
1. Mekanisme koordinasi dan pengorganisasian Tanggap Darurat Bencana
dijelaskan sebagai berikut :
Mekanisme Koordinasi dan Pengorganisasian Tanggap Darurat Bencana
11
12
Ketua Posko
(PMI Kab/ Kota)
Koordinator
Lapangan
Tingkat
Wilayah
Operasi
Telkom
Assmnt
Adm
PPK
Humas
Keu
Ev/Shelter
Medis
Tim Ambulans
DU
Logistik
Watsan
Rel/Dist
RFL
PSP
Catatan:
Pembentukan Unit Pelayanan Operasional disesuaikan dengan
kebutuhan dan situasi / kondisi bencana.
b. Uraian tentang tugas dan fungsi dalam Posko diuraikan dalam Juknis
terpisah
3. PMI Provinsi memiliki satuan tugas penanggulangan bencana yang bersifat
ad-hoc dalam penanganan bencana yang disebut Satgana PMI Provinsi.
Pengorganisasian operasional tanggap darurat bencana di tingkat Provinsi
mengacu pada Lampiran 7.
Pengorganisasian Kegiatan Operasional Tanggap Darurat Bencana Berskala
Menengah (Tingkat Provinsi)
a.
Pengarah Operasi
(PMI Provinsi)
Perwakilan Mitra
Ketua Posko
(PMI Kab/ Kota)
Koordinator
Lapangan
Telkom
Assmnt
Adm
PPK
Humas
Keu
Ev/Shelter
Medis
Tim Ambulans
DU
Logistik
Rel/Dist
Watsan
RFL
PSP
Tingkat
Wilayah
13
Operasi
Catatan:
Pembentukan Unit Pelayanan Operasional disesuaikan dengan
kebutuhan dan situasi / kondisi bencana.
b. Uraian tentang tugas dan fungsi dalam Posko diuraikan dalam Juknis
terpisah
a.
4. PMI Pusat memiliki satuan tugas penanggulangan bencana yang bersifat adhoc dalam penanganan bencana yang disebut Satgana PMI Pusat.
Pengorganisasian Operasional Tanggap Darurat Bencana berskala besar
mengacu pada struktur pengorganisasian pada Lampiran 6.
Pengorganisasian Kegiatan Operasional Tanggap Darurat Bencana Berskala
Nasional dan Internasional
Bakornas PB
IFRC, ICRC, PNSs,
Donor, UN Agency
NGO/INGO
PP PMI/Sekjen
Tingkat
Pusat
Ketua Posko
(PMI Pusat,
Daerah, Cabang)
Perwakilan Mitra
Koordinator
Lapangan
Telkom
Assmnt
Adm
PPK
Humas
Keu
Ev/Shelter
Medis
Tim Ambulans
DU
Logistik
Rel/Dist
Watsan
RFL
PSP
Tingkat
Wilayah
Operasi
14
Catatan:
Pembentukan Unit Pelayanan Operasional disesuaikan dengan
kebutuhan dan situasi / kondisi bencana.
b. Uraian tentang tugas dan fungsi dalam Posko diuraikan dalam Juknis
terpisah
5. Dalam menunjang Kegiatan Operasi Tanggap Darurat Bencana PMI, Markas
PMI di masing-masing tingkatan membentuk Posko (Pos Komando
Operasional). Mekanisme kerja Posko Tanggap Darurat Bencana merujuk
pada juknis Posko PMI.
6. Struktur Organisasi Operasional Tanggap Darurat Bencana terdiri dari :
a. Tim Pengarah Operasional Tanggap Darurat yaitu Pengurus PMI di masingmasing tingkatan yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Pengurus
PMI
b. Penanggung jawab posko adalah wakil ketua bidang PB atau pengurus
yang ditunjuk
c. Pelaksana Posko di pimpin oleh Kepala Markas PMI di masing-masing
tingkatan PMI
d. Pelaksana Operasional Tanggap Darurat Bencana dipimpin oleh Koordinator
Lapangan / Manajer Operasional
e. Unit fungsional pendukung operasional Tanggap darurat bencana terdiri
atas:
1) Administrasi dan Pelaporan
2) Keuangan
3) Humas (Hubungan Masyarakat)
4) Logistik
5) Teknologi Informasi.
a.
f.
15
BAB V
PELAKSANAAN BANTUAN DAN PELAYANAN
TANGGAP DARURAT BENCANA
A. PMI KECAMATAN
Pelaksanaan upaya tanggap darurat bencana di tingkat Kecamatan berada di
bawah pengawasan dan pembinaan PMI Kabupaten / kota, yang dalam
pelaksanaannya dibantu oleh ketua PMI Kecamatan dengan tugas dan
tanggungjawab sebagai berikut :
1. Umum:
a. Menjabarkan dan melaksanakan arah kebijakan PMI Kabupaten/kota
sesuai dengan karakteristik situasi dan kondisi PMI Kecamatan.
b. Mengkoordinir sumber daya PMI Kecamatan dan mitra terkait dalam hal
tanggap darurat bencana.
c. Melaksanakan koordinasi dengan berbagai pihak terkait.
d. Melaksanakan kegiatan operasional tanggap darurat bencana. Dalam
hubungan ini, PMI Kecamatan wajib mengerahkan Relawan Masyarakat
terlatih
e. Menyampaikan laporan kepada PMI Kabupaten/kota dengan tembusan
kepada pemerintah kecamatan.
2. Operasional:
a. Sebelum melakukan tanggap darurat bencana :
1) Mengumpulkan relawan/ anggota masyarakat terlatih, melakukan
briefing;
2) Memastikan dukungan logistik dan transportasi untuk bantuan,
operasional perorangan dan tim;
3) Melakukan koordinasi dan komunikasi internal PMI;
4) Koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait;
5) Mobilisasi relawan/anggota masyarakat terlatih.
b. Tiba di lokasi bencana
Setibanya di lokasi bencana, relawan/anggota masyarakat terlatih
segera melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat dalam
upaya tanggap darurat secara terpadu, berupa:
1) Menempatkan identitas PMI di lokasi dimana ada kegiatan PMI,
sehingga mudah dilihat dan dikenali;
2) Memberikan informasi awal;
3) Melaksanakan upaya pencarian dan pertolongan dan evakuasi;
4) Membantu pendirian tempat penampungan darurat;
5) Membantu penyelenggaraan dapur umum;
6) Penyaluran bantuan pangan/non pangan beridentitas PMI;
7) Melakukan komunikasi di lokasi bencana dengan pihak terkait.
8) Melakukan koordinasi dan evaluasi internal setiap hari yang
dipimpin oleh Ketua Posko PMI Kecamatan.
16
17
18
b.
c.
d.
e.
kerjanya;
Menyiapkan dan mengirimkan kebutuhan operasional pendukung tanggap
darurat bencana ke PMI Kabupaten / kota di wilayah yang terkena
bencana;
Mengorganisir dan mengkoordinasikan bantuan-bantuan (SDM, material,
dana) dari PMI Kabupaten / kota di wilayah kerjanya untuk membantu PMI
Kabupaten / kota yang terkena bencana;
Menugaskan seorang anggota Pengurus/Pegawai untuk memantau,
memastikan serta mengkoordinasikan bantuan-bantuan seperti tersebut
pada butir c.
Membuat dan menyampaikan laporan kepada PMI Pusat.
D. PMI PUSAT
Pelaksanaan upaya tanggap darurat bencana berada di bawah pengawasan dan
pembinaan Ketua Bidang PB PMI, yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu
oleh Divisi Penanganan Bencana Markas Pusat PMI dengan tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
1. Umum:
a. Menetapkan kebijakan umum Penanggulangan Bencana PMI tingkat
Nasional. Menetapkan peran dan tugas PMI dalam hal tanggap darurat
bencana;
b. Penyediaan dan mobilisasi sumber daya untuk mendukung kegiatan
tanggap darurat bencana baik dari sumber Nasional maupun
Internasional;
c. Mengkoordinir sumber daya PMI Provinsi untuk mendukung PMI
Kabupaten / kota yang wilayahnya dilanda bencana. Dalam hubungan
ini, berdasarkan persetujuan PMI Provinsi dan Kabupaten / kota yang
berkepentingan, PMI pusat dapat memobilisasi satuan tugas yang
bersifat ad-hoc yang disebut sebagai Tim Satgana PMI Pusat;
d. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait.
2. Operasional:
Setelah mendapatkan permohonan bantuan dari PMI Provinsi yang
wilayahnya terkena bencana, mengingat skala bencana yang terjadi diluar kapasitas
PMI Provinsi setempat, maka PMI Pusat melakukan :
a. Mengalokasikan dana darurat bencana untuk mendukung operasi;
b. Komunikasi dan koordinasi secara intensif dengan PMI Provinsi yang
terkena bencana;
c. Mengeluarkan Surat Edaran kepada PMI Provinsi se-Indonesia berkenaan
dengan kebutuhan bantuan bencana;
d. Komunikasi dan koordinasi dengan sumber-sumber penyedia
bantuan/donasi, baik domestik maupun masyarakat Internasional;
e. Mengorganisir
dan
mengkoordinasikan
bantuan-bantuan (SDM,
Material, Dana) seperti tersebut dalam butir a, b, c, dan d untuk
membantu PMI Kabupaten / kota yang terkena bencana;
f. Membuat laporan secara periodik kepada publik melalui media massa.
g. Bertindak selaku focal point dalam hubungannya dengan sumber-
19
20
Standar format pencatatan dan pelaporan yang dimaksud disini adalah formatformat isian yang sudah dibakukan oleh PMI, terdiri dari:
21
BAB VI
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
A. KEGIATAN PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Dalam operasi tanggap darurat bencana, kegiatan pengendalian dan pengawasan mencakup:
personil, keuangan, metode/cara, logistik dan penerima bantuan. Untuk
melaksanakan tindakan pengendalian dan pengawasan menggunakan perangkat yang
terdiri dari: koordinasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Kegiatan pengendalian
dan pengawasan dilakukan oleh pengurus PMI di semua tingkatan. Sebagai penanggung
jawab kegiatan pengendalian dan pengawasan adalah Pengurus PMI yang membidangi
Penanggulangan Bencana
C. PEMANTAUAN
1. Pemantauan dilakukan untuk memastikan kegiatan tanggap darurat
bencana berjalan sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.
2. Hal-hal yang dilakukan dalam pemantauan yaitu :
a.
b.
c.
D. EVALUASI
1.
2.
3.
2. Laporan penanggulangan bencana dilengkapi foto dan atau film dokumenter yang
memuat informasi, perubahan situasi dan kondisi masyarakat akibat dampak
bencana yang telah ditimbulkan.
22
BAB VII
PENUTUP
Dengan berlakunya Petunjuk Teknis Tanggap Darurat Bencana ini, semua pedoman
dan Panduan yang berkaitan dengan operasional tanggap darurat bencana
dinyatakan masih dapat dijadikan sebagai referensi / acuan sepanjang tidak
bertentangan dengan juknis ini.
PMI Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat menindaklanjuti petunjuk pelaksanaan ini
sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Hal-hal yang belum dijelaskan dalam Juklak Tanggap Darurat ini akan diatur
tersendiri dalam Petunjuk Teknis dan Prosedur Tetap.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2012
PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,
M. JUSUF KALLA
23
PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
PEMULIHAN, REHABILITASI, DAN
REKONSTRUKSI
PALANG MERAH INDONESIA
PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
PEMULIHAN, REHABILITASI, & REKONSTRUKSI PALANG MERAH INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana di
dunia. Wilayah Indonesia tepat berada pada cincin api (ring of fire) yakni
pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu Indo-Australia, Eurasia dan
Pasific. Tabrakan antar lempeng tektonik tersebut membentuk jalur gempa
dengan ribuan titik pusat gempa yang menjadikan Indonesia sangat rawan
gempa bumi. Selain itu, Wilayah Indonesia memiliki sabuk vulkanik
sepanjang 7.000 km dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali, NTB, serta NTT.
Terdiri dari 129 gunung berapi aktif (70 di antaranya sangat aktif) serta 500
gunung tidak aktif. Gunung berapi aktif di Indonesia merupakan 13 % dari
seluruh gunung berapi aktif di dunia. Selain itu, wilayah pantai Indonesia
sepanjang 81.000 km dengan pemukiman padat merupakan wilayah dengan
kerentanan dan berisiko terhadap bencana tsunami dan gelombang pasang.
2. Masyarakat yang hidup disekitar hazard (bahaya) terkadang tidak
menyadari bahwa bencana dapat terjadi kapan saja. Selain itu, bahkan
sebagian dari masyarakat justru melakukan eksploitasi lingkungan yang
dapat memunculkan bahaya-bahaya baru yang dapat menimbulkan risiko
dan kerentanan masyarakat di lingkungannya. Belum adanya kesadaran
umum bahwa bencana darurat sekecil apapun, juga berdampak pada
rumah tangga ataupun masyarakat setempat,yang pada akhirnya akan
menimbulkan instabilitas kehidupan ditingkat lokal, nasional maupun
global. Realita ini mendorong perlu adanya kesiapan untuk memprediksi,
mencegah, mensiapsiagakan serta melakukan upaya-upaya mengurangi
dampak bencana yang terpadu dengan sistem respon bencana maupun
upayaupaya pemulihan dalam sistem penanggulangan bencana, yang
mencakup periode pra-bencana, situasi tanggap darurat bencana dan
paska-bencana.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
a. Menetapkan arah kebijakan dan pelaksanaan operasional PMI untuk
dapat berperan serta dalam penanggulangan bencana.
b. Menafsirkan Peraturan Organisasi bidang pelayanan No. 003/PO/PPPMI/2011.
2. Tujuan
a. Memberikan acuan pelaksanaan dasar bagi unsur-unsur pelaksana PMI
di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten dalam penanggulangan
bencana.
b. Memberikan arahan dasar bagi unsur-unsur pelaksana PMI di Tingkat
Pusat, Provinsi, dan Kabupaten dalam upaya pemulihan, rehabilitasi,
rekonstruksi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat.
BAB II
RUANG LINGKUP DAN PENGORGANISASIAN
A. RUANG LINGKUP
1. Prinsip prinsip pemulihan:
a. Hasil assessment dan Database
Hasil analisis data detail assessment merupakan dasar dalam
melakukan penyusunan perencanaan program pemulihan. Penentuan
kebijakan program didasarkan analisis tersebut
Data base tersebut menggambarkan situasi masyarakat sebelum
intervensi program dan menjadi dasar dalam pengukuran dampak dari
program pemulihan
b. Kerjasama dan Koordinasi
1) Internal PMI
Pada tingkat organisasi PMI perlu dilakukan koordinasi untuk
melaksanakan program pemulihan antara PMI Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Pada tingkat organisasi PMI perlu adanya nota kesepakatan,
perjanjian kerjasama dan sinkronisasi kebijakan dengan Palang
Merah dan Bulan sabit merah sehingga tercapai kegiatan program
yang optimal dalam setiap pelaksanaan program.
2) Eksternal
Pada saat merancang program pemulihan perlu ada koordinasi dan
kerjasama yang tertuang dalam perjanjian kerjasama dengan
pemerintah setempat.
c. Transparasi dan akuntabilitas
Dalam pelaksanaan program pemulihan perlu menjamin transparasi dan
akuntabilitas untuk menjamin kepercayaan masyarakat, pemerintah
dan mitra.
d. Pemberdayaan masyarakat
Program pemulihan dilakukan dengan cara melibatkan partisipasi
masyarakat.
2. Masa pemulihan
Operasi pemulihan akan ditentukan berdasarkan hasil assessment tentang
kebutuhan masyarakat oleh Tim Tanggap Darurat dan berdasarkan
koordinasi dengan pemerintah tentang ruang gerak PMI.
a. Masa Awal
Penyiapan operasi pemulihan dilaksanakan sejak masa tanggap darurat
dengan memperhatikan hasil identifikasi kebutuhan dan sumber daya
manusia PMI, kesiapan masyarakat, ketersediaan dana, sumber daya
lain untuk memulai dan koordinasi dengan pemerintah.
b. Masa Akhir
Pelayanan pemulihan berakhir apabila:
1) Target pelayanan telah tercapai.
2) Kondisi masyarakat yang telah berangsur pulih dan mampu
mengambil alih kembali layanan yang diberikan PMI.
3) Layanan pemerintah terkait ruang lingkup layanan PMI telah
berfungsi kembali.
3. Jenis pelayanan
Jenis layanan PMI untuk masa pemulihan adalah :
a. Mengacu pada Pedoman Pelayanan (PO) Nomor 003/PO/PP PMI/2011
pasal 7 yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Hunian sementara;
Dukungan mata pencaharian;
Air dan sanitasi;
Kebutuhan masyarakat lainnya.
Pengurus Kabupaten/Kota
Korlap Pelayanan
Kesehatan(Div Yankesos)
Ass Korlap
Ass Korlap
R E L A W A N / MASYARAKAT
= Garis Koordinasi
BAB III
PERENCANAAN DAN PENGERAHAN SUMBER DAYA
A. PERENCANAAN
1. Analisis kebutuhan
Analisa dilakukan setelah data primer dan sekunder dikumpulkan oleh tim
assessment yang telah disusun. Data ini dan informasi yang dikaji langsung
oleh ahli di lapangan bencana kemudian akan diolah dan dianalisa sebagai
masukan dalam menentukan langkah strategis dan rencana program/
bantuan yang akan diberikan kepada masyarakat korban.
10
11
dan demi efisiensi dan efektivitas kerja PMI dan Informasi spesifik dari
masing-masing sector layanan dapat dilihat pada petunjuk teknis
pelaksanaan kajian sosial budaya.
Penetapan kegiatan pemulihan
Hasil analisis kebutuhan dan kajian sosial budaya ini kemudian dibahas
secara terpadu antar tim teknis. Kriteria yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih kegiatan yang akan dilaksanakan operasi pemulihan adalah:
a. Dampak bagi kesehatan fisik atau kesehatan psikologis, ketahanan
hidup, kenyamanan dan keamanan yang akan ditimbulkan JIKA TIDAK
dilakukan intervensi.
Resiko ancaman/bahaya terhadap kelangsungan hidup yang belum
ditangani sejak tanggap darurat
b. Umpan balik dari masyarakat tentang kebutuhan prioritas masyarakat;
c. Jumlah penerima manfaat yang mampu ditangani;
d. Aktivitas dari lembaga lain;
e. Pendekatan sinergis agar masing masing sektor saling melengkapi dan
tidak diterapkan satu sektor dimana tidak diperlukan.
3. Perencanaan operasional dan exit strategi
Ketika gambaran tentang kegiatan pemulihan sudah diperoleh, perencana
kegiatan perlu mempertimbangkan bagaimana pengerahan sumber daya
harus dilakukan guna mempercepat pelaksanaan kegiatan, jika kebutuhan
utama masyarakat adalah sesuatu yang baru dari layanan PMI sebaiknya
melakukan uji coba skala kecil melalui kerjasama dengan pihak yang
berpengalaman dan minta umpan balik dari masyarakat tentang layanan
baru ini dan jika cocok dikembangkan dengan lebih luas.
Pada umumnya program pemulihan akan mengalami keterbatasan. Agar
program pemulihan dapat dilaksanakan secara tuntas maka perlu
mempertimbangkan faktor antara lain:
a. Manusia, para perencana perlu menghitung memetakan jumlah dan
kapasitas relawan yang ada dan kemungkinan mengembangkan
kapasitas
dengan
melalui
pelatihan
singkat.
Sebaiknya
memperhitungkan cost benefit masing masing peran menggunakan
relawan atau masyarakat lokal yang memilihi keahlian tertentu
(misalnya : tukang)
Pengelolaan program pemulihan sebaiknya juga mempertimbangkan
kesempatan untuk mengembangkan relawan baru di wilayah bencana
dan kesempatan relawan SATGANA dari provinsi/Kabupaten/Kota lain
mendapatkan pengalaman tambahan.
Jika masa penugasan melebihi 15 hari sebaiknya relawan diberikan
kontrak kerja dan perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dan biaya ditanggung oleh dana program pemulihan.
12
13
14
15
BAB IV
PELAKSANAAN OPERASI PEMULIHAN PASKA BENCANA
A. PERSIAPAN
1. Perekrutan dan penyiapan kemampuan teknis relawan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga, PMI Kabupaten/kota dapat
melakukan seleksi khusus dari relawan, diutamakan relawan yang ada di
PMI kabupaten/kota setempat atau jika diperlukan dikerahkan dari
kabupaten/kota lain. Kriteria seleksi antara lain:
a.
b.
c.
d.
Kepemimpinan;
Ketrampilan bekerja bersama masyarakat;
Kecakapan khusus sesuai jenis pelayanan;
Bersedia tinggal dilokasi program selama operasi pemulihan.
16
17
18
C. Penutupan program
PMI wajib menjamin sosialisasi penyelesaian program baik secara tertulis dan
juga dalam bentuk kegiatan tertentu.
Pelaksana program wajib secara resmi berpamitan pada pemerintah setiap
tingkatan serta melakukan evaluasi secara partisipatif ditingkat desa.
Program pemulihan wajib mengalokasikan dana untuk mengadakan evaluasi
dampak dan pembelajaran oleh tim independent dengan mengikut sertakan
perwakilan semua pihak yang pernah terlibat dalam program.
Sesuai dengan petunjuk pedoman KSR setiap relawan sesudah mengikuti
program pemulihan mendapatkan pembinaan konsultasi psikologis (debriefing)
dan diberikan penghargaan.
19
BAB V
SISTEM DAN MEKANISME PELAPORAN
A. MEKANISME PELAPORAN MANAJEMEN
Pelaksana program pemulihan akan mengirim laporan manajemen (kemajuan
dan keuangan) secara berjenjang dari PMI Kabupaten/Kota ke PMI Provinsi
dilanjutkan ke PMI Pusat sekali seminggu serta ditembuskan ke para mitra nya.
1. Skema mekanisme pelaporan manajemen
20
B. PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat wajib menerima informasi kemajua program secara tertulis
di papan informasi di tingkat desa/RT di perbaharui setiap minggunya selama
program berlangsung. Jika mungkin laporan juga diberikan lewat media massa.
Biaya tersebut diambil dari dana program pemulihan.
C. MITRA
Kegiatan program disampaikan ke Mitra tentang kemajuan program pada
secara rutin dan berkala dan pada akhir program.
D. RAPAT KOORDINASI
Laporan kegiatan ditindak lanjuti dengan diadakan rapat koordinasi secara
rutin dan berkala yang dihadiri oleh pengurus PMI Daerah, Kepala Operasi, staff
keuangan, koordinator progam masing masing bidang PMI Daerah dan PMI
Cabang dan Mitra.
Rapat koordinasi antara PMi dan masyarakat sasaran wajib dilakukan secara
berkala oleh pelaksana program dan secara acak oleh tim pengendali mutu
21
E. KEUANGAN
Pelaporan keuangan disesuaikan dengan juknis keuangan menurut tahapan
berikut:
1. Sebelum program dimulai : rencana kebutuhan dana program disusun dan
disepakati secara internal PMI bersama mitra dan donor.
Selama program dilaksanakan laporan keuangan digunakan untuk meninjau
kembali anggaran dana yang ada dan menyesuaikan target program dengan
dana yang tersisa demikian menghindari pembatalan komitmen
pelaksanaan program karena alasan kekurangan/kehabisan dana.
2. Masa pelaksanan program : revisi rencana kebutuhan dana untuk 2 bulan
kedepan secara berkala serta data monitoring dan laporan keuangan dari
PMI Cabang.
3. Penutupan program : pertanggung jawaban keuangan dari awal sampai
akhir program dapat dilaporkan pada publik melalui media massa.
Selama program berjalan PMI Pusat berkewajiban untuk memobilisasikan
tenaga keuangan dan memantau pengelolaan dana program agar supaya
pencairan dana dapat di sinkronkan dengan kebutuhan program.
22
BAB VI
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
A. MONITORING DAN PENDAMPINGAN
1. Monitoring
a. Monitoring kemajuan: untuk merekam kemajuan program dan memberi
saran cara meningkatkan efisiensi program secara periodik dan berkala
b. Monitoring kualitas: dilakukan secara kontinu oleh internal audit dan
pegendali mutu (bidang terkait), untuk memperbaiki kekurangan dan
mengatasi permasalahan.
2. Pendampingan
Pendampingan dilakukan oleh PMI Pusat, PMI Provinsi, PMI Cabang dan atau
bersama mitra sesuai dengan kesepakatan dan kebutuhan. Ongkos
pendampingan dapat diambil dari dana program pemulihan
3. Peran Serta Masyarakat
Setiap program pemulihan sebaiknya
masyarakat seoptimal mungkin:
mengembangkan
peran
serta
23
B. EVALUASI
Dalam setiap operasi pemulihan maka evaluasi disarankan dilakukan secara
internal setelah program percontohan (pilot), dan dengan fasilitator luar saat
akhir program.
C. AUDIT INDEPENDEN
Laporan keuangan program pemulihan harus bersedia diaudit secara external
sesuai dengan standart yang disepakati oleh PMI dan Donor. PMI di semua
tingkatan wajib member dukungan terhadap proses audit tersebut oleh auditor
independen. Hasil audit akan dipergunakan untuk perbaikan program.
D. DOKUMENTASI PROGRAM
Dokumentasi program baik untuk mempermudahkan pelaksanaan program
misalnya peraga video/buku dan perlu disiapkan sebagai bagian persiapan
program dan untuk merekam proses program maupun hasil akhir program
sebagai bahan pembelajaran,acuan dan pencitraan PMI di masa yang akan
datang.
Ongkos dokumentasi dapat diambil dari dana program pemulihan.
E. LESSONS LEARNED
Sebelum tim pelaksana program pemulihan selesai operasi, pelaksana program
wajib melakukan workshop para pihak, (pengurus, staf dan relawan) untuk
mengali lessons learned , kemudian hasil dikirim ke PMI Provinsi dan PP PMI.
BAB VII
PENUTUP
Juklak Pemulihan, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi PMI ini merupakan acuan yang
dipergunakan sebagai standart operasi Program Pemulihan, Rehabilitasi dan
Rekonstruksi di berbagai tingkatan di seluruh Indonesia.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2012
PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,
M. JUSUF KALLA
24