Anda di halaman 1dari 98

Dokumen

MUKERNAS PMI tahun 2012


NO:

4.b.

PETUNJUK PELAKSANAAN BIDANG PENANGGULANGAN


BENCANA:
1. PENANGGULANGAN BENCANA
PETUNJUK TEKNIS BIDANG PENANGGULANGAN BENCANA:
1. KESIAPSIAGAAN, PRB, DAN API
2. TANGGAP DARURAT BENCANA
3. PEMULIHAN, REHABILITASI, DAN REKONSTRUKSI

PETUNJUK PELAKSANAAN
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA
PALANG MERAH INDONESIA

PETUNJUK PELAKSANAAN
TENTANG
PENANGGULANGAN BENCANA PALANG MERAH INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1.

Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana di


dunia. Wilayah Indonesia tepat berada pada cincin api (ring of fire) yakni
pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu Indo-Australia, Eurasia dan
Pasific. Tabrakan antar lempeng tektonik tersebut membentuk jalur
gempa dengan ribuan titik pusat gempa yang menjadikan Indonesia sangat
rawan gempa bumi. Selain itu, Wilayah Indonesia memiliki sabuk vulkanik
sepanjang 7.000 km dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali, NTB, serta NTT.
Terdiri dari 129 gunung berapi aktif (70 di antaranya sangat aktif) serta
500 gunung tidak aktif. Gunung berapi aktif di Indonesia merupakan 13 %
dari seluruh gunung berapi aktif di dunia. Selain itu, wilayah pantai
Indonesia sepanjang 81.000 km dengan pemukiman padat merupakan
wilayah dengan kerentanan dan berisiko terhadap bencana tsunami dan
gelombang pasang.

2.

Peristiwa bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia merupakan


gejala yang tidak pernah dapat diperhitungkan oleh siapapun. Kerugian
apapun yang ditimbulkan selalu mengakibatkan dampak yang
berkepanjangan terhadap menurunnya kualitas hidup manusia, khususnya
masyarakat yang paling rentan. Selama beberapa dekade terakhir, kejadian
bencana di Indonesia baik bencana alam maupun non alam dari tahun ke
tahun terus meningkat. Data dari BNPB diketahui bahwa antara tahun 2003
s.d 2005 di Indonesia telah terjadi sebanyak 1.429 kejadian bencana. Dari
data tersebut ternyata bencana hidrometeorologi merupakan bencana
yang paling sering terjadi yaitu sebesar 53,3 %. Dari total bencana
hidrometeorologi tersebut, kejadian terbanyak adalah banjir (34,1%), dan
disusul oleh tanah longsor (16%).

3.

Masyarakat yang hidup disekitar hazard (bahaya) terkadang tidak


menyadari bahwa bencana dapat terjadi kapan saja. Selain itu, bahkan
sebagian dari masyarakat justru melakukan eksploitasi lingkungan yang
dapat memunculkan bahaya-bahaya baru yang dapat menimbulkan risiko
dan kerentanan masyarakat di lingkungannya. Belum adanya kesadaran
umum bahwa bencana darurat sekecil apapun, juga berdampak pada rumah
tangga ataupun masyarakat setempat,yang pada akhirnya akan
menimbulkan instabilitas kehidupan ditingkat lokal, nasional maupun
global. Realita ini mendorong perlu adanya kesiapan untuk memprediksi,
mencegah, mensiapsiagakan serta melakukan upaya-upaya mengurangi
dampak bencana yang terpadu dengan sistem respon bencana maupun
upaya-upaya pemulihan dalam sistem penanggulangan bencana, yang
mencakup periode pra-bencana, situasi tanggap darurat bencana dan
paska-bencana.

4.

Keadaan darurat dalam skala sekecil apa pun, yang berdampak pada rumah
tangga atau pun pada masyarakat setempat, menimbulkan gangguan di
tingkat nasional bahkan global. Keadaan darurat didefinisikan sebagai
keadaan mengancam keselamatan yang membuat orang berisiko kehilangan
nyawa atau mengalami penurunan derajat kesehatan atau kondisi
kehidupan secara signifikan, dan yang berpotensi mengungguli kemampuan
menanggulangi yang dimiliki oleh sistem dukungan perorangan, keluarga,
masyarakat dan negara. Keadaan darurat menimbulkan dampak berbeda
pada laki-laki dan perempuan, dan pada gilirannya mereka juga memiliki
cara yang berbeda dalam hal menanggulangi keadaan darurat itu. Oleh
karenannya, PMI disemua jajaran, hendaknya mampu bertindak dalam
segala keadaan yang mengancam keselamatan terlepas dari ruang lingkup
keadaan darurat itu, dan tindakan-tindakannya harus dikendalikan oleh
kebijakan yang sama tanpa melihat ukuran dan tingkat tanggap.

5.

Dalam rangka
memenuhi tanggungjawabnya untuk memberikan
pelayanan
terbaiknya kepada mereka yang membutuhkan, maka
diperlukan adanya kesadaran kolektif agar PMI melakukan penguatan
kapasitas untuk melaksanakan mandat utama yakni tugas-tugas bantuan
pertama pada tiap-tiap bentjana alam atau perang. Dalam kontek ini,
maka pelayanan tanggap darurat harus ditempatkan pada prioritas sangat
tinggi. Sedangkan disisi lain, PMI juga harus terlibat lebih aktif pada upaya
upaya ke arah hulu, yakni upaya kesiapsiagaan dan pengurangan risiko
bencana.

6.

Untuk itu, segenap komponen Palang Merah Indonesia baik di Pusat,


Provinsi maupun Kabupaten / Kota bersama-sama dengan masyarakat dan
mitra kerja lainnya perlu terlibat secara aktif mengaktualisasikan
Manajemen Bencana secara komprehensif yang menfokus pada upaya
meringankan beban penderitaan masyarakat rentan melalui langkahlangkah antisipasi dan meminimalisasi dampak bencana serta melakukan
upaya tanggap darurat bencana yang cepat, tepat dan terkoordinasi.

B. MAKSUD DAN TUJUAN


1. Menyempurnakan Buku Pedoman Penanggulangan Korban Bencana Tahun
1990 sebagai Juklak yang telah disesuaikan dengan keadaan dan
perkembangan pembangunan nasional, kebijakan- kebijakan IFRC, ICRC
dan PMI yang baru serta kemajuan strategi dan pendekatan
penanggulangan bencana di tingkat global.
2. Menetapkan arah pelaksanaan operasional PMI untuk dapat berperan serta
dalam penanggulangan bencana, khususnya komitmen untuk back to basic.
3. Memberikan pegangan dasar bagi unsur-unsur pelaksana PMI di tingkat
Pusat, Provinsi dan Kabupaten / Kota dalam usaha menangani para korban
bencana.

C. RUANG LINGKUP
1. Dalam pedoman ini dijabarkan peranan PMI dalam penanggulangan korban
bencana di Indonesia khususnya bagi Pengurus Pusat, Provinsi dan
Kabupaten
/
Kota
beserta
aparat
penyelenggaranya
dengan
menitikberatkan prinsip kebijaksanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengendalian, pendidikan, dan upaya pembinaan serta kaitannya dengan
BNPB dan BPBD.
2. Tata Urut adalah:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Pendahuluan
Prinsip Bantuan Palang Merah
Kebijaksanaan Dasar dalam menhadapi Bencana
Organisasi dan peranan PMI
Kegiatan dan Siklus Bencana
Pendidikan dan Pelatihan
Pembinaan
Penutup

BAB II
POKOK-POKOK KEBIJAKAN PMI
DALAM PENANGGULANGAN BENCANA
A. TUJUAN
Kegiatan pelayanan Penanggulangan bencana yang dilaksanakan oleh PMI
dalam perseptif jangka panjang adalah
terwujudnya pelayanan
penanggulangan bencana yang tepat, profesional, terkoordinasi dan
berkesinambungan.
Untuk memastikan agar tujuan tersebut dapat dicapai, maka kegiatan
pelayanan penanggulangan bencana PMI diarahkan pada :
1. PMI mampu melaksakan kegiatan pelayanan penanggulangan bencana
secara tepat, profesional, terkoordinasi, menyeluruh dan terpadu sesuai
standar mutu dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat, baik
sebelum, saat dan setelah bencana.
2. Meningkatnya kemampuan dan ketangguhan masyarakat dalam menghadapi
berbagai bencana serta penyakit yang berpotensi wabah, yang difokuskan
pada pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan iklim.
B.

PENDEKATAN
1. Penguatan kapasitas dan kinerja pelayanan penanggulangan bencana
a. PMI hanya akan mampu melakukan tanggap darurat bencana secara
cepat, tepat dan terkoordinasi bila seluruh PMI Kabupaten / Kota
dan Provinsi serta Pusat memiliki kapasitas organisasi yang
memadai, serta memiliki kinerja yang dan berfungsi dengan baik
(well functioned).
b. PMI Kabupaten / Kota sebagai pelaksana operasional kegiatan
pelayanan harus disiapkan semaksimal mungkin agar mampu
menjadi pelaku utama penanggulangan bencana di wilayah masingmasing.
c. Pembinaan organisasi di semua tingkatan harus diarahkan bagaimana
agar PMI senantiasa mampu memberikan pelayanan terbaiknya
dalam penanggulangan bencana. Untuk itu diperlukan upaya
peningkatan kapasitas penanggulangan bencana secara menyeluruh,
transparan, akuntabel dan berkesinambungan di tiap tingkatan
sesuai dengan mandat utama organisasi.

2. Peningkatan kapasitas dan kompetensi SATGANA dan TSR SIBAT


Bantuan PMI dalam penanggulangan bencana senantiasa diberikan dan
dilaksanakan secara profesional oleh para relawan yang tergabung dalam
Tim SATGANA (Satuan Tugas Penanganan Bencana) maupun TSR SIBAT
(Siaga Bencana Berbasis Masyarakat) yang memenuhi kapasitas, kompetensi
dan profesionalisme yang memadai. Hal ini diwujudkan oleh PMI Kabupaten
/ Kota dengan selalu memiliki sejumlah relawan (baik KSR maupun TSR)
dalam jumlah yang cukup serta yang memiliki kualitas memadai (terlatih,
tanggap, teladan dan peduli).
3. Desentralisasi kewajiban dan wewenang
Berhubung keadaan geografi negara kepulauan yang sangat luas serta
adanya kendala keterbatasan sarana pengangkutan/ perhubungan, maka
perlu diadakan desentralisasi. Hal ini diwujudkan dengan memberi
kewajiban dan wewenang yang luas kepada Kabupaten / Kota, sehingga
PMI Kabupaten / Kota yang Provinsinya terkena musibah/bencana dapat
segera bertindak tanpa menunggu instruksi dari Pengurus Pusat/ Provinsi.
4. Dekonsentrasi logistik dan sumber daya
Desentralisasi wewenang mangharuskan adanya dekonsentrasi logistik. Hal
ini diwujudkan sebagai berikut :
a. Markas Kabupaten / Kota PMI perlu memiliki kemampuan dukungan
logistik lini pertama untuk langsung menghadapi bencana (emergency
storage).
b. Markas Provinsi PMI perlu memiliki gudang (warehouse) sebagai
dukungan logistik lini ke dua. Tujuannya adalah supaya persediaan
logistik serta alat yang diperlukan dekat denangan lokasi tempat
kejadian bencana. Dengan demikian setiap saat warehouse tersebut
dapet mendukung permintaan bantuan yang datang dari PMI Kabupaten
/ Kota.
c. Gudang regional didirikan di lokasi-lokasi yang strategis untuk
mendukung penyediaan stok yang diperlukan saat saat emergensi.
d. Markas Pusat PMI hanya memiliki persediaan terbatas (minimal), yaitu
untuk menghadapi permohonan akut dari Provinsi. Ini adalah dukungan
logistik lini ke tiga. Mengingat dukungan logistik dari luar negeri tetap
mungkin, maka gudang sentral PMI perlu tersedia.

5. Peningkatan Kemitraan, Koordinasi dan Komunikasi


Pada setiap tingkat organisasi PMI perlu mengintegrasikan diri dan
mengadakan sinkronisasi upaya sehingga tercapai ketepatan, efektifitas
dan efisiensi yang optimal dalam setiap penanganan korban bencana
a. Kerjasama yang harmonis dengan IFRC, ICRC, serta Perhimpunan
Palang Merah/ Bulan Sabit Merah Negera lainnya maupun dengan
pelbagai dunia usaha dan instansi Pemerintah/Swasta perlu selalu
dilaksanakan, agar nanti dalam suasana darurat dapat tercapai
kesamaan pendapat dan keseragaman tindak menuju ekonomi
/efisiensi.
b. Koordinasi dan Komunikasi Internal.
1) Hubungan koordinasi dan komunikasi internal dilaksanakan secara
berjenjang antara Pengurus, Staff dan Relawan di masing-masing
tingkatan pelaksana operasional (PMI Kabupaten / Kota).
2) Tugas pokok dan fungsi pengurus, staff dan relawan PMI di masingmasing tingkatan, antar jenjang tingkatan organisasi (Kabupaten /
Kota-Provinsi-Pusat) lebih ditekankan sebagai berikut :
a) Pengurus Pusat PMI melakukan fungsi pembinaan
b) Pengurus Provinsi PMI melakukan fungsi koordinasi
c) Pengurus Kabupaten / Kota PMI melakukan fungsi pelaksana
operasional penanggulangan bencana.
c. Koordinasi dan Komunikasi Eksternal
1) Hubungan eksternal kerjasama penanggulangan bencana dengan
Pemerintah Pusat IFRC, ICRC dan PNSs serta juga badan-badan
internasional lainnya seperti badan-badan di bawah PBB,
Interasional NGO dilakukan oleh PMI Pusat. Mekanisme koordinasi
internal di PMI Pusat dijelaskan dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersendiri.
2) Pengurus Provinsi PMI dan Pengurus Kabupaten / Kota PMI dapat
melakukan kerjasama dengan pemerintah Provinsi, maupun LSM
lokal.
3) Hubungan koordinasi dan komunikasi dengan lintas sektoral
dilakukan baik secara horizontal maupun vertical.
d. Kemitraan dengan pemerintah dilakukan dibawah koordinasi BNPB,
BPBD Kota / Kabupaten, dimana wakil PMI akan mengadakan integrasi
kemampuan nyata dan sinkronisasi upaya sesuai tugas pokok PMI.
Identitas dan segala peraturan yang berlaku dalam gerakan dan PMI
harus di sinkronkan dalam rencana penanggulangan korban tersebut.

6. Sensitifitas Gender
Untuk
memastikan
agar
pengarusutamaan
gender
dapat
terimplementasikan
secara
tepat
dalam
kegiatan
pelayanan
penanggulangan bencana, PMI di semua tingkatan organisasi memiliki
komitmen sebagai berikut:
a. Merumuskan berbagai strategi dan pendekatan serta pengkajian yang
sistematis dalam hal pengarusutamaan gender sebagai bagian dari
program pengembangan kapasitas pelayanan penanggulangan bencana,
dengan perhatian khusus pada penyempurnaan sistem dan prosedur
pelayanan PMI yang sensitif gender.
b. Mengembangkan kegiatan advokasi, sosialisasi dan promosi pentingnya
sensitif gender dalam kegiatan penanggulangan bencana, termasuk
kesetaraan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.
c. Mengembangkan tindakan yang positif untuk memfasilitasi akses yang
setara bagi perempuan maupun laki laki dalam menejemen dan
kepemimpinan penanggulangan bencana.
7. Peningkatan Citra PMI
a. Kegiatan pelayanan penanggulangan bencana perlu didukung kegiatan
publikasi dan promosi yang memadai sehingga keberhasilan dalam
pelaksanaannya akan memberikan kontribusi dalam peningkatan citra
positif PM.
b. Diseminasi dan sosialiasi/publikasi untuk membangun citra PMI harus
dilakukan terus menerus, baik pada saat sebelum saat kejadian
dan setelah bencana.
c. Dalam rangka meningkatkan citra dan image building, maka PMI
Provinsi / Kabupaten / Kota harus mempublikasikan seluruh kegiatan
pelayanan penanggulangan bencana yang telah dilaksanakan melalui
media cetak atau elektronik.

BAB III
RUANG LINGKUP KEGIATAN
PENANGGULANGAN BENCANA
Sesuai dengan siklus kejadian bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana
yang dilaksanakan oleh PMI terdiri atas 3 (tiga) tahapan, meliputi (1). Pra bencana
(Sebelum terjadi bencana), (2). Saat tanggap darurat; dan (3). Pascabencana.

A. Tahap Pra Bencana (Sebelum Terjadi Bencana)


1. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pra bencana
meliputi:
a. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
b. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
2. Kegiatan PMI dalam situasi tidak terjadi bencana, meliputi:
a. penilaian tingkat ancaman, kerentanan dan kapasitas;
b. analisis risiko, ancaman dan kerentanan bencana;
c. perencanaan penanggulangan bencana (rencana kontinjensi);
d. pemetaaan daerah rawan bencana;
e. advokasi dan sosialisasi tentang kesiapsiagaan bencana;
f. pendidikan dan pelatihan pengurus, staf dan relawan;
g. upaya-upaya nyata pengurangan risiko bencana dan adaptasi perubahan
iklim;
h. promosi perilaku siaga bencana;
i. pengembangan sekolah siaga bencana dan kampus siaga bencana;

j.
k.
l.

pengembangan masyarakat siaga bencana;dan


gladi dan simulasi penanggulangan bencana.
Melakukan mitigasi dampak bencana :
Mitigasi dilakukan untuk mendorong masyarakat lokal agar memiliki
kapasitas dan kemandirian untuk mengurangi risiko bencana. Mitigasi
yang dilakukan lebih fokus pada mitigasi berskala kecil dengan
memanfaatkan sumber daya setempat. Namun bila diperlukan dan
adanya dukungan dari pihak donor maupun pemerintah, PMI dapat
melakukan mitigasi berskala besar.

3. Kegiatan PMI dalam situasi terdapat potensi bencana:


a. menyiapkan rencana operasi bencana;
b. melaksanakan sistem peringatan dini berbasis masyarakat;dan
c. melakukan mitigasi, khususnya mitigasi non struktural.
d. melaksanakan upaya kesiapsiagaan tanggap darurat bencana;
Upaya kesiapsiagaan PMI ini dilakukan untuk memastikan upaya yang
cepat, tepat dan terkoordinasi dalam menghadapi kejadian bencana,
antara lain melalui:
1) penyusunan dan simulasi tanggap darurat bencana melibatkan
semua stakeholder;
2) pengembangan SIB (Sistem Informasi Bencana) serta menfungsikan
DMIS (Disaster Management Information System) dengan baik.
3) Pengembangan sistem peringatan dini di Markas PMI maupun Sistem
Peringatan Dini berbasis masyarakat.
4) penyediaan dan penyiapan barang bantuan untuk pasokan
pemenuhan kebutuhan dasar;
5) pengorganisasian promosi perilaku siaga bencana, mencakup
penyuluhan, pelatihan, simulasi dan gladi tentang mekanisme
tanggap darurat;
6) membantu masyarakat dalam penentuan jalur-jalur evakuasi
maupun lokasi evakuasi yang paling aman, termasuk dalam
pembuatan rambu-rambu peringatan dini dan evakuasi;
7) penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur
tetap tanggap darurat bencana; dan
8) penyediaan dan penyiapan perlengkapan standart maupun sarana
tanggap darurat bencana yang digunakan oleh Tim SATGANA dan
SIBAT.
4. Kegiatan PMI pada pra bencana (sebelum terjadi bencana) dijabarkan
secara rinci dalam Petunjuk Teknis Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko
Bencana.

B. Tahap Saat Bencana (Saat Terjadi Bencana)


Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat yang
dilakukan PMI dengan memperhatikan kapasitas masing-masing serta situasi
dan dukungan stakeholder lainnyam, antara lain adalah :
1. Melakukan kegiatan assessment untuk mengkaji secara cepat dan tepat
terhadap tingkat kerugian dan kerusakan lokasi dan sumber daya.
2. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana, mencakup
kegiatan;
a. pencarian dan penyelamatan korban;
b. pertolongan pertama; dan/atau
c. evakuasi korban.
3. Pemenuhan kebutuhan dasar, antara lain:
a. pelayanan air bersih dan sanitasi (watsan);
b. pangan;
c. sandang;
d. pelayanan kesehatan;
e. pelayanan dukungan sosial psikososial; dan
f. penampungan dan tempat hunian.
4. Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
5. Mendorong masyarakat agar mampu melakukan upaya pemulihan secara
mandiri.
Kegiatan PMI pada saat bencana dijabarkan secara rinci dalam
Pelaksanaan Tanggap Darurat Bencana.

Petunjuk

C. Tahap Paska Bencana (Setelah Bencana)


Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pascabencana hanya
lebih fokus pada tahap pemulihan awal. PMI akan terlibat dalam kegiatan
recovery dan rekonstruksi fisik, bila ada dukungan dana dan dukungan teknis
yang memadai.
Kegiatan pemulihan yang dilaksanakan oleh PMI lebih banyak diarahkan untuk
mendorong agar masyarakat memiliki kapasitas untuk melakukan upaya
pemulihan secara mandiri, dengan cakupan kegiatan sebagai berikut :
1. Dukungan pemulihan dan penyedian air;
2. Kebersihan lingkungan wilayah yang dilanda bencana;
3. Promosi kesehatan paska bencana;
4. Dukungan sosial psikologis;
5. Pelayanan kesehatan dasar;
6. pelayanan pemulihan hubungan keluarga; dan
7. pemulihan awal dan rekonstruksi.
Kegiatan PMI pada paska bencana dijabarkan secara rinci dalam
Pelaksanaan Pemulihan, Rehabilitasi dan Rekonstruksi.

Petunjuk

BAB IV
PENGORGANISASIAN SERTA
PEMBAGIAN WEWENANG, TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
A. PENGORGANISASIAN
1. Pengorganisasian serta peran dan tanggungjawab PMI dalam
Penanggulangan Bencana merujuk pada ketentuan organisasi PMI
sebagaimana diatur dalam AD dan ART PMI, rencana strategi, Peraturan
Organisasi PMI Nomor 003/PO/PP PMI/I/2011 serta peraturan terkait
lainnya.
2. Penanggungjawab kegiatan pelayanan penanggulangan bencana PMI adalah
a. penanggungjawab umum adalah Ketua PMI di masing-masing tingkatan;
b. penanggungjawab operasional kegiatan pelayanan PB adalah ketua
bidang Penanggulangan Bencana di masing-masing tingkatan;
c. dalam hal penanggungjawab operasional sebagaimana dimaksud hurup
b tidak dapat melaksanakan tugas, maka Penanggungjawab Umum
dapat menunjuk unsur Pengurus lainnya.
3. Penanggungjawab operasional kegiatan pelayanan penanggulangan bencana
di tingkat Pusat adalah Ketua Bidang Penanganan Bencana yang dalam
pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Divisi Penanggulangan Bencana
Markas Pusat PMI. Penanggungjawab pelaksanaan penanggulangan bencana
di tingkat Provinsi adalah Ketua Bidang Penanganan Bencana, atau
Sekretaris PMI Provinsi atau Anggota Pengurus PMI Provinsi yang ditunjuk,
yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Markas Provinsi
dan Kepala Bidang Penanganan Bencana.
4. PMI Kabupaten / Kota merupakan pelaku operasional terdepan dalam
pelayanan Penanggulangan Bencana. Penanggungjawab pelaksanaan
penanggulangan bencana di tingkat Kabupaten / Kota ini adalah Pengurus
Kabupaten / Kota PMI yang membidangi Penanggulangan Bencana, yang
dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Markas Kabupaten /
Kota / Kepala Seksi yang membidangi Penanggulangan Bencana.

B. WEWENANG SERTA TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB


1. Pengurus Pusat PMI
a. Wewenang Pengurus Pusat PMI
1) Menetapan Kebijakan Umum Penanggulangan Bencana PMI tingkat
Nasional. Kebijakan umum PMI tesebut antara lain mencakup:
a) Kebijakan pokok, strategi dan pendekatan penanggulangan
bencana yang diarahkan pada pencapaian sasaran dan tugas
pokok PMI;
b) Sistem, prosedur dan tata cara pengerahan, penggunaan dan
administrasi sumber daya yang berhasil diperoleh dari dalam
dan luar negeri untuk keperluan penanggulangan korban
bencana.
2) Menetapkan fokus peranan dan tugas PMI sesuai dengan tahapan
siklus bencana.
3) Menetapkan sistim, prosedur dan tata cara mobilisasi sumbersumber daya PMI, dan penyediaan sumber daya untuk
pembangunan tingkat kesiapsiagaan dan kapasitas tanggap darurat
maupun pemulihan dan rekonstruksi.
b. Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Pusat PMI
1) Mengkoordinasikan sumber daya nasional, baik yang dimiliki oleh
PMI Pusat, PMI Provinsi maupun PMI Kab/ Kota untuk mendukung
kegiatan penanggulangan bencana.
2) Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah dan pemerintah daerah
serta para pemangku kepentingan lainnya.
3) Membangun kemitraan, komunikasi dan koordinasi dengan
pemerintah Pusat, IFRC, ICRC, PNSs, dunia usaha serta pihak-pihak
terkait, khususnya dengan instansi lintas sektoral di tingkat
nasional dan internasional.
4) Memberikan dukungan teknis kepada PMI Provinsi/ Kabupaten /
Kota tentang pelaksanaan kegiatan pelayanan baik pada upaya
kesiapsiagaan dan pengurangan risiko bencana, tanggap darurat
bencana maupun pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi.

2. Pengurus Provinsi PMI


a. Wewenang Pengurus Provinsi PMI
1) Menjabaran Kebijakan Umum dalam bentuk Strategi Provinsi atau
Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Bencana tingkat Provinsi.
2) Menentukan prioritas pelayanan penanggulangan bencana yang
harus di capai oleh PMI di tingkat Kabupaten / Kota.
3) Menjabarkan secara rinci pengarahan dan strategi Pengurus Pusat,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Provinsi masing-masing.
b. Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Provinsi PMI
1) Memberikan bimbingan dan arahan pelaksanaan pelayanan
penanggulangan bencana bagi PMI Kabupaten / Kota di wilayah
kerjanya, termasuk bantuan lintas Kabupaten / Kota.
2) Mengkoordinir sumber daya PMI Kabupaten / Kota lain di wilayah
kerjanya untuk mendukung operasi pelayanan penanggulangan
bencana PMI Kabupaten / Kota yang wilayahnya dilanda bencana.
3) Memberikan bantuan teknis operasional pelayanan penanggulangan
bencana kepada PMI Kabupaten / Kota di wilayah kerjanya.
4) Memberikan bantuan teknis kepada PMI Provinsi lainnya bilamana
diperlukan.
5) Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah daerah serta para
pemangku kepentingan lainnya di wilayah Provinsinya masingmasing.
6) Membangun kemitraan, komunikasi dan koordinasi dengan
Pemerintah Daerah, Institusi/ lembaga/ Dinas serta pihak-pihak
terkait, termasuk dunia usaha untuk mendukung pelayanan
penanggulangan bencana di wilayah Provinsinya masing-masing.
3. Pengurus Kabupaten / Kota PMI
a. Wewenang Pengurus Kabupaten / Kota PMI
Dalam organisasi PMI, kedudukan PMI Kabupaten / Kota merupakan
pelaku operasional terdepan (kekuatan lapis pertama) dalam
penanggulangan bencana. Oleh karena itu, Pengurus PMI Kabupaten /
Kota berwenang:
1) menjabarkan strategi daerah menjadi rencana operasi/kegiatan
maupun petunjuk teknis; dan
2) mengembangkan rencana pelayanan, berkoordinasi dengan
lembaga/instansi terkait di tingkat Kota/Kabupaten.

b. Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Kabupaten / Kota PMI


1) Menyiapkan dan membina kemampuan operasional pelayanan
penanggulangan bencana, mencakup kapasitas organisasi, sumber
daya, serta kapasitas dan kompetensi relawan (Tim Satgana, KSR
dan TSR, serta TSR SIBAT).
2) Menyiapkan sarana operasional penanggulangan bencana serta
sistim dan prosedur mobilisasinya.
3) Membina kemitraan, koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah
Kab/ Kota, Institusi/ lembaga/ Dinas serta pihak-pihak terkait,
termasuk dunia usaha untuk mendukung pelayanan penanggulangan
bencana di wilayah Kabupaten / Kota masing-masing.
4) Menyelenggarakan kegiatan operasional pelayanan tanggap darurat
bencana baik pada tahap sebelum, saat dan setelah bencana secara
tepat, profesional, terencana, terpadu dan menyeluruh sesuai
standar mutu.
4. Dalam kondisi darurat bencana wewenang penanggung jawab umum dan
penanggungajawab operasional PMI di masing-masing tingkatan meliputi:
a. Penanggung jawab umum:
1) menetapkan kebijakan operasi tanggap darurat berdasarkan rapat
pengurus;
2) mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan operasi tanggap darurat;
dan
3) meminta
laporan
hasil
operasi
tanggap
darurat
dari
Penanggungjawab Operasional.
b. Penanggung jawab operasional:
1) memimpin operasi tanggap darurat;
2) mengaktifkan posko;
3) mengorganisir dan mengkoordinir bantuan dari Internal PMI maupun
eksternal;
4) membangun jejaring dengan pihak yang memiliki relevansi dalam
pelayanan tanggap darurat bencana;
5) melakukan koordinasi dengan semua pihak yang terlibat; dan
6) membuat laporan pertanggung jawaban kegiatan/anggaran.

BAB V
SARANA DAN SUMBER DAYA
A. SARANA PENANGGULANGAN BENCANA
Dalam menyelanggarakan fungsi-fungsi tersebut diatas, PMI mengerahkan,
membangun, mengarahkan dan menggiatkan serta mengendalikan sarana
/prasarana sebagai berikut :
1. Personal;
2. Satuan Pelaksana;
3. Sarana / Fasilitas Medis /Sosial;
4. Sarana / Fasilitas Logistik;
5. Sarana / Fasilitas Administrasi;
6. Prasarana / Fasilitas Diklat;
7. Prasarana / Fasilitas Pengendalian.
B. SUMBER DAYA UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA
1. Untuk mendukung pembiayaan serta operasionalisasi pelayanan
Penanggulangan Bencana PMI di semua tingkatan berkewajiban
menghimpun sumber sumber daya dan dana dari sumber sumber tertentu
untuk diteruskan kepada masyarakat diwilayah lain yang sedang tertimpa
bencana.
2. Dalam rangka ini PMI harus mampu menjaga kepercayaan masyarakat dan
harus membuktikan dirinya sebagai organisasi yang bekerja secara
bertanggung jawab, jujur dan berteguh pendirian memperhatikan dan
menolong korban bencana.
3. PMI harus mengatur langkah yang sederhana dengan prinsip bahwa setiap
sumbangan yang diberikan oleh masyarakat dan disalurkan lewat PMI harus
sampai ketangan para korban secara tepat dan cepat. Untuk itu perlu
dikembangkan system pertanggung jawaban secara jelas dan terbuka.
4. PMI harus menjaga dan meningkatkan citra di mata masyarakat sehingga
masyarakat akan makin mempercayakan sumbangan yang diserahkan
secara sukarela atas dasar kemanusiaan pada para korban bencana lewat
PMI.

BAB VI
PELAKSANAAN, PENGENDALIAN, DAN
PENGAWASAN OPERASI PENANGGULANGAN BENCANA
A. Pelaksanaan, pengendalian dan pengawasan operasi penanggulangan bencana
pada setiap tahapan diselenggarakan oleh PMI di masing-masing tingkatan.
Secara teknis operasional pelaksanaannya diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersendiri.
B. Posko Penanggulangan Bencana
Untuk mendukung operasi itu diperlukan Pos Komando Penanggulangan
Bencana (POSKO PB) PMI. Tata cara pembentukan Posko PB PMI, mekanisme
koordinasi dan tata kerja Posko PB PMI diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
tersendiri.
C. Sistem Peringatan Dini dan Komunikasi Informasi Tanggap Darurat
Peran PMI dalam sistem peringatan dini ini lebih menfokuskan pada upaya
membantu pemerintah dan masyarakat dalam hal memberikan informasi
bencana dan peringatan dini kepada masyarakat dan ikutserta membantu
memobilisasi masyakat agar setelah menerima informasi bencana segera
melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan tanggap darurat maupun upaya-upaya
penyelamatan. Lingkup tugas dan peran PMI dalam Sistem Peringatan Dini
diatur dalam Petunjuk Teknis Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat.
D. Prosedur Administrasi dan Keuangan.
Pelaksanaan pelayanan Penanggulangan Bencana di setiap tahapannya, perlu
penanganan khusus kegiatan administrasi dan keuangan, antara lain berupa
pendokumentasian dan pencatatan keuangan, filling/arsip dan laporan
pertanggungjawaban. Mekanisme pengelolaan administrasi dan keuangan serta
tata cara pertanggungjawaban penanggulangan bencana di atur dalam Juknis
tersendiri.
E. Dukungan logistik
Dukungan logistik merupakan kebutuhan mutlak untuk mendukung pelaksanaan
pelayanan penanggulangan bencana. Dukungan ini berupa transportasi,
komunikasi, barang bantuan pembekalan dan penambahan satuan/sarana
lainnya. Dukungan logistik dalam penanggulangan bencana diatur dalam
Petunjuk pelaksanaan tersendiri.

F. Mobilisasi Sumber Daya


1. Kegiatan operasional penting yang lainya dalam penggulangan bencana
adalah pengerahan sumber daya. Sasaranya selalu diarahkan pada
masyarakat instansi yang memiliki sumber ( baik personal, material,
maupun financial) untuk di himpun oleh PMI dan kemudian disalurkan pada
keluarga/individu selaku korban bencana.
2. PMI di semua tingkatan berkewajiban melakukan upaya mobilisasi sumber
daya ini secara terpadu dan berkesinambungan melalui kemitraan dengan
pemerintah, lembaga donor, maupun dunia usaha disesuaikan dengan
situasi/ kondisi setempat. Markas Provinsi memberi pengarahan secara
strastegis, sedangkan Markas Pusat PMI merumuskan pelbagai pola yang
dapat diterapkan dalan negeri atau yang dapat dikembangkan khusus untuk
situasi luar negeri. Setiap program/kegiatan pengerahan sumber daya
harus dikoordinasikan dengan Pemerintah setempat (Menteri/ Gubernur /
Bupati atau Walikota)
3. Khusus untuk pengerahan sumber daya luar negeri adalah tanggung jawab
dan wewenang Pengurus Pusat dan pelaksanaanya dilakukan oleh Markas
Pusat PMI, berdasarkan prosedur IFRC, ICRC dan Peraturan Pemerintah atau
dokumen resmi lainnya.
4. Dalam tahapan sebelum dan setelah bencana, relawan PMI di mobilisasi
dalam wadah KSR dan TSR. Sedangkan dalam tahap Tanggap Darurat
Bencana, mobilisasi personal PMI baik Pengurus, Staff dan Relawan
dilakukan dalam wadah SATGANA maupun TSR SIBAT.
Terkait dengan mobilisasi relawan dalam operasional pelayanan
Penanggulangan Bencana, PMI di masing-masing tingkatan mengupayakan halhal sebagai berikut:
1. Memastikan pembagian tugas sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya
masing-masing;
2. Menyediakan perlengkapan selama penugasan (APD);
3. Memberikan perlindungan hukum;
4. Briefing bagi relawan tentang kondisi lapangan, safer access dan kode
perilaku, dan melakukan debriefing selasai penugasan;
5. Penyediaan fasilitas selama penugasan (akomodasi, personal hygiene);
6. Penanganan relawan spontan, relawan korban bencana;
7. Dukungan psikososial bagi relawan;
8. Pemenuhan hak-hak relawan selama penugasan, antara lain: asuransi,
transport, makan, pengobatan dan posko kesehatan;
9. Memberikan kesempatan yang sama bagi relawan perempuan maupun lakilaki, termasuk pula memperhatikan aplikasi sensitivitas gender dalam
mobilisasi relawan;
10. Evaluasi kinerja relawan selama penugasan;
11. Koordinasi relawan dari luar wilayah bencana.
Mekanisme penggalangan dan pengerahan sumber daya dalam penanggulangan
bencana diatur dalam Petunjuk pelaksanaan tersendiri.
G. Promosi, Diseminasi dan Publikasi.

1. Setiap kegiatan penanggulangan bencana PMI, harus memberikan kontribusi


pada peningkatan citra PMI. Oleh karena itu, setiap kegiatan pelayanan
penanggulangan bencana harus didukung oleh kegiatan promosi, diseminasi
dan publikasi yang tepat dan efektif.
2. Cakupan tugas dan tanggungjawab PMI di masing-masing tingkatan harus
melakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Pendokumentasian kegiatan penanggulangan bencana;
b. Publikasi kegiatan penanggulangan bencana secara internal dan
eksternal;
c. Advokasi terhadap pihak eksternal berkaitan dengan peran PMI dalam
penanggulangan bencana;
d. Peningkatan hubungan dengan media massa dan mitra lainnya;
e. Promosi untuk mendukung penggalangan dana;
f. Memastikan adanya identitas PMI yang jelas dan mudah dikenali, baik
pada barang bantuan, maupun dalam berbagai atribut (seragam,
barang bantuan, kendaraan dan pendukung lainnya).

BAB VII
PEMBINAAN
A. Umum
1. Pembinaan mencakup segala usaha, tindakan dan kegiatan yang
berhubungan
dengan
perencanaan,
penyusunan
pembangunan,
pengembangan, pengerahan, penggunaan serta pengendalian segala
sesuatu secara berdaya guna dan berhasil guna. Pembinaan ini meliputi
kegiatan melaksanakan atau menyelenggarakan pengaturan sesuatu,
supaya dapar dikerjakan dengan baik, tertib rapih dan seksama menurut
rencana/
program
pelaksanaan
(dengan
ketentuan,
petunjuk,
norma,sistem dan metode) secara berhasil guna dan berdaya guna
mencapai tujuan serta memperoleh hasil maksimal.
2. Aspek pembinaan yang khusus yang sesuai dengan tujuan penanggulangan
bencana yang harus dilakukan oleh PMI adalah:
a. Kapasitas dan kompetensi;
b. Penguatan Organisasi dan Kelembagaan;
c. Pengembangan Sumber Daya;
d. Peningkatan Citra;
e. Pembinaan Kepemimpinan;
f. Pembinaan jiwa korsa dan karakter;
g. Penanganan Teknologi Informasi;
h. Perencanaan Strategis;
i. Penelitian dan pengembangan.
B. Pembinaan Kapasitas dan Kompetensi
1. Membangun kapasitas markas untuk dapat memenuhi syarat minimal dalam
penanggulangan bencana sesuai dengan rencana kontijensi
2. Membangun kapasitas personil PMI di setiap tingkatan agar memiliki
kompetensi dalam penanggulangan bencana sesuai dengan rencana
kontijensi.
3. Peningkatan kompetensi dapat dicapai melalui berbagai cara sesuai
standarisasi pelatihan PMI, antara lain:
a. Pelatihan;
b. Orientasi;
c. Gladi operasi / Simulasi.

C. Penguatan Organisasi dan Kelembagaan


Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan
kapasitas dan menejemen organisasi PMI, antara lain:
1. Penguatan struktur/mekanisme penanggulangan bencana baik sebelum,
pada saat maupun setelah.
2. Penguatan sistem pembinaan dan database relawan sesuai kompetensi
3. Menyiapkan sistem pengawasan dan evaluasi.
4. Memastikan semua pengurus, staff dan relawan memahami segala
pedoman, prosedur dan juklak/juknis PB
D. Pengembangan Sumber Daya
Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan
pengembangan sumber daya PMI, antara lain:
1. Menyiapkan sistem pelaporan baik pertanggungjawaban keuangan maupun
pelaporan kegiatan
2. Menetapkan prosedur penerimaan sumbangan, baik dalam bentuk dana,
barang atau bentuk lainnya
3. Menyiapkan sistem pengendalian internal keuangan yang sesuai dengan
kebutuhan operasional yang juga memenuhi aspek akuntabilitas dan
transparansi.
4. Membangun jejaring dan kemitraan dengan pihak pihak yang potensial
dapat membantu PMI dalam penanggulangan bencana baik sebelum, saat
maupun setelah.
5. Membangun hubungan yang baik dengan donor (donor relationship) yang
telah melakukan donasi melalui PMI sebelumnya. Hubungan ini dapat
dipelihara dengan cara:
a. Memberikan layanan informasi, termasuk akses informasi terhadap
organisasi, program penanggulangan bencana, mekanisme dan
perkembangan operasi bantuan
b. Menyediakan informasi/laporan pemanfaatan donasi.
c. Memberikan pengakuan (acknowledgement) terhadap donor dalam
bentuk terima kasih dan penghargaan, bahkan melakukan ekspose
bantuan yang diberikan apabila donor menginginkan/mengijinkan.
d. Menyiapkan database donor donor yang sudah pernah membantu PMI
di setiap tingkatan.
6. Memastikan semua sumber daya dalam kondisi siap dimobilisasi/siap pakai.

E. Peningkatan Citra
Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan
peningkatan citra organisasi PMI, antara lain:
1. Pelatihan kepada para diseminator dan staff kehumasan.
2. Peningkatan kegiatan diseminasi kepalangmerahan
3. Peningkatan kegiatan advokasi kepada mitra kerja untuk memperoleh
dukungan
4. Penguatan akses eksternal yang mendukung pelaksanaan penanggulangan
bencana
5. Memastikan adanya dukungan efektif kehumasan PMI dalam promosi dan
publikasi kegiatan pelayanan penanggulangan PMI.
F. Pembinaan Kepemimpinan
Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan
kepemimpinan anggota pengurus, staff dan relawan di wilayahnya, antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap mandat utama
organisasi;
2. Membangun komitmen bersama yang solid baik pengurus, staf maupun
relawan dalam penanggulangan bencana;
3. Menetapkan
struktur
dan
pembidangan
kepengurusan
dalam
penanggulangan bencana yang kemudian diikuti pada tataran manajemen;
4. Proses pengambilan keputusan mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan;
5. Membangun kerjasama tim yang baik antara pengurus, staf dan relawan.
G. Pembinaan Jiwa Korsa dan Karakter
1. Oleh karena kerja dalam lingkungan bencana memerlukan disiplin sikap
dan prilaku yang terampil, tanggap, trengginas, teladan dan peduli serta
beretika / berkarakter palang merah, maka diperlukan sekali pemupukan
jiwa korsa secara terus menerus dan berkelanjutan.
2. Upaya pembinaan ini menjadi tanggung jawab masing-masing Markas dan
diselenggarakan oleh Pembina/ pelatih PMI pada masing-masing tingkatan.
3. Pelaksanaanya dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip Palang Merah dan
dilakukan pada tiap kesempatan, baik dalam pelaksanaan tugas rutin,
maupun dalam pelaksanaan pendidikan/pelatihan maupun pada saat-saat
penugasan. Upaya ini dilaksanakan secara sadar, bermartabat, manusiawi
dan beretika palang merah.
4. Wahana dan sarana serta cara melakukan sepenuhnya dilaksanakan oleh
masing-masing pembina-pelatih. Pengurus dan staff memberi contoh
teladan bagaimana sebenarnya pemupukan ini dilakukan secara praktis
dengan sikap, tutur kata dan perilaku sepanjang bertugas dilingkungan PMI
maupun di masyarakat.
5. Beberapa sasaran yang perlu di capai, ialah antara lain:
a. Kepercayaan terhadap diri sendiri setiap petugas PMI (Pengurus,
Pembina, Pelatih, Anggota KSR dan TSR);
b. Kepercayaan kepada pimpinan;
c. Kepercayaan kepada kebenaran/ prinsip PMI.

6. Dalam pelaksanaan tugas kepalang merahan secara rutin, teknik yang


dipakai dapat berupa antara lain:
a. Penyelenggaraan pembinaan rohani;
b. Teknik kepemimpinan PMI;
c. Disiplin kerja;
d. Program Diklat PMI (pembinaan fisik/ mental/ sikap dan keterampilan).
7. Pengurus pada tiap tingkatan mengeluarkan pengarahan/kebijaksanaan
sesuai situasi dan kondisi serta wawasan Palang Merah Indonesia.
H. Penanganan Teknologi Informasi
1. Penanganan informasi mencakup pencarian, pengerahan, pengumpulan,
pengolahan, pencatatan, analisa dan pelaporan informasi. Seluruh
komponen informasi ini tentu perlu dibina dengan cermat dan tepat.
2. Upaya pengumpulan, penyusunan dan pencatatan serta pelaporan
informasi ini menjadi tugas dan tanggung jawab setiap unit pelaksana yang
dilibatkan secara operasional Markas PMI yang lebih tinggi bertanggung
jawab mengevaluasi dan menganalisa laporan dari satuan operasional PMI
itu.
3. Laporan dan evaluasi ini kemudian sesuai jaringan struktural dikirim ke
Markas Pusat setelah disaring oleh Markas Provinsi PMI.
4. Markas Pusat mengusahakan dan menyusun pola pembinaan informasi
bencana ini yang berlaku untuk seluruh PMI. Markas Provinsi menyiapkan
wahana dan sarana pokok untuk pengumpulan dan pengolahan informasi
tersebut di Provinsi. Markas Kabupaten / Kota melakukan dan menjalankan
sistim tersebut yang disesuaikan dengan sistim pencatatan, analisa dan
pelaporan BPBD setempat.
I.

Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis pelayanan penanggulangan bencana menjadi tanggung
jawab Pengurus PMI di masing-masing tingkatan dibantu oleh staf dari Markas
PMI yang bersangkutan.

J. Penelitian Dan Pengembangan


Kegiatan penelitian dan pengembangan dilakukan di masing-masing tingkatan
PMI untuk mengetahui kekuatan, kelemahan serta peluang dan tantangan
penyelenggaraan pelayanan penanggulangan bencana. Hasil hasil kegiatan
litbang PMI harus dijadikan sebagai umpan balik bagi upaya peningkatan dan
pengembangan penyelenggaraan pelayanan penanggulangan bencana di masa
yang akan datang

BAB IX
PENUTUP
Implementasi Petunjuk Pelaksanaan Penanggulangan Bencana ini memerlukan
komitmen, iktikat, niat serta rasa tanggungjawab dan pengabdian yang tinggi dari
seluruh unsur-unsur PMI, baik Pengurus, staf maupun relawannya.
Seluruh pihak diharapkan dapat memahami dan mendalami serta menjabarkannya
dalam panduan dan petunjuk yang lebih operasional dengan harapan agar mandat
utama yakni memenuhi kewajibannya dalam memberikan pelayanan
penanggulangan bencana secara cepat, tepat, terkoordinasi, transparan dan
akuntabel.
Dengan penerbitan Pedoman Penanggulangan Bencana ini, maka pedoman
penanggulangan bencana yang lama dinyatakan tidak berlaku lagi.
Semoga Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan perlindungan-Nya, sehingga
upaya penanggulangan bencana oleh PMI di Indonesia selalu dapat terlaksana lebih
baik. Amin.

Ditetapkan di
Pada Tanggal

: Jakarta
: 30 Januari 2012

PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,

M. JUSUF KALLA

PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
KESIAPSIAGAAN,
PENGURANGAN RISIKO
BENCANA DAN
ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
PALANG MERAH INDONESIA

PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
KESIAPSIAGAAN, PENGURANGAN RISIKO BENCANA, DAN ADAPTASI
PERUBAHAN IKLIM PALANG MERAH INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. UMUM
1. Peristiwa bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia
merupakan gejala yang tidak pernah dapat diperhitungkan oleh
siapapun. Kerugian apapun yang ditimbulkan selalu mengakibatkan
dampak yang berkepanjangan terhadap menurunnya kualitas hidup
manusia, khususnya masyarakat yang paling rentan. Berdasarkan data
dari Data dan Informasi Bencana Indonesia (DiBi) BNPB (2011), total
kejadian bencana dari tahun 1815-2011 tercatat sejumlah 8.711 bencana
yang memberikan dampak pada sejumlah lebih dari 19.5 juta penduduk
di Indonesia. Dari total kejadian bencana ini, bencana meningkat tajam
pada dua dekade terakhir (lihat pada grafik dibawah). Pada tahun 2010
saja, tercatat bahwa 729 bencana terjadi di Indonesia dengan total
korban sejumlah 1789 (termasuk didalamnya meninggal, luka, dan
hilang).
2. Lebih lanjut mengenai kejadian bencana di Indonesia, dalam hampir 10
dekade, 84% adalah kejadian bencana yang tergolong dalam jenis
bencana hidrometeorologi seperti banjir 31% (baik genangan maupun
bandang), longsor 12% , angin rebut 12%, , dan kekeringan 13%. Hal ini
kemudian diperparah dengan adanya fenomena pemanasan global dan
perubahan iklim yang dapat meningkatkan frekuensi terjadinya cuaca
ekstrim.
3. Masyarakat yang hidup disekitar hazard (ancaman) terkadang tidak
menyadari bahwa ancaman dan tingkat risiko bencana dapat terjadi
kapan saja. Selain itu, kegiatan pembangunan dan aktifitas kehidupan
masyarakat ada yang justru terlalu eksploitasi lingkungan yang dapat
memunculkan ancaman-ancaman baru yang dapat menimbulkan risiko
dan kerentanan masyarakat di lingkungannya. Dampak dan risiko
bencana/ perubahan iklim ini hanya akan menambah masyarakat rentan
menjadi semakin rentan.
4. Menyadari sepenuhnya bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang
paling rawan bencana, dan kita hidup dikelilingi oleh berbagai ancaman
bencana. Realita ini mendorong perlunya perubahan paradigma dan pola
pikir yang lebih rasional dan proporsional bagaimana masyarakat yang
tinggal bersama ancaman bencana ini lebih aman dan tangguh
menghadapi dampak/ risiko bencana.
Harus ada upaya revitalisasi
sistem penanggulangan yang komprehensif untuk mewujudkan perilaku
yang adaptif, aman dan tangguh
menghadapi dampak bencana/
perubahan iklim. Pola penanggulangan bencana harus diarahkan sebagai
investasi jangka panjang yang memungkinkan seluruh masyarakat bisa
hidup harmoni dengan ancaman dan risiko bencana.

5. Merespon kondisi tersebut, Musyawarah Nasional (Munas) Palang Merah


Indonesia (PMI) tahun 2009 telah memutuskan bahwa program pelayanan
Penanggulangan Bencana tidak hanya difokuskan pada tanggap darurat
bencana semata, namun juga harus memperkuat upaya Kesiapsiagaan
dan Pengurangan Risiko Bencana. PMI harus memberdayakan kapasitas
dan kompetensi masyarakat dan pemerintah lokal bagaimana
mengantisipasi, mencegah, mensiapsiagakan sumber dayanya serta
melakukan upaya-upaya mengurangi dampak/risiko bencana yang
terpadu dengan sistem penanggulangan bencana. PMI juga harus
terlibat aktif dalam pembentukan perilaku siaga bencana dan
adaptasi perubahan iklim untuk kehidupan masyarakat yang lebih aman,
tahan dan tangguh dengan melaksanakan berbagai upaya Pengurangan
Risiko Terpadu Berbasis Masyarakat (PERTAMA). Segenap komponen
PMI baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota dapat menggunakan
petunjuk pelaksanaan ini sebagai acuan untuk merencanakan dan
melaksanakan upaya Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
Meningkatkan kapasitas, kinerja dan kualitas upaya Kesiapsiagaan dan
Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) di
jajaran PMI.
2. Tujuan
Memberikan arahan pelaksanaan upaya Kesiapsiagaan dan PRB/API bagi
unsur-unsur pelaksana PMI di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
sesuai dengan keadaan dan perkembangan pembangunan nasional,
kebijakan- kebijakan IFRC, ICRC dan PMI serta kemajuan strategi dan
pendekatan penanggulangan bencana di tingkat global.
3. Ruang Lingkup
Petunjuk teknis ini memuat:
a. Pendahuluan
b. Prinsip-prinsip, Pendekatan dan Indikator Keberhasilan
c. Ruang Lingkup Upaya Kesiapsiagaan, Pengurangan Risiko Bencana dan
Adaptasi Perubahan Iklim
d. Peran dan Tanggungjawab.
e. Pembinaan
f. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan
g. Penutup

BAB II
PRINSIP-PRINSIP, PENDEKATAN DAN
INDIKATOR KEBERHASILAN
A. PRINSIP-PRINSIP DAN PENDEKATAN
Pengalaman kerja nyata PMI bersama masyarakat dibeberapa wilayah di
Indonesia, telah menunjukkan bahwa, terlepas dari tantangan yang dihadapi,
keberhasilan dan keberlanjutan upaya Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko
Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) ditentukan oleh tingkat
kualitas kerjasama, dukungan, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat,
lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang didasarkan kepada kebutuhan
masyarakat yang teridentifikasi.
Belajar dari pengalaman tersebut, penerapan upaya Kesiapsiagaan dan
PRB/API oleh PMI diarahkan agar memperhatikan prinsip dan pendekatan
sebagai berikut:
1. Data Berbasis bukti. Informasi mengenai pola berbagai macam
ancaman/ancaman, kerentanan dan kapasitas yang dimiliki dan
digunakan dalam perencanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API harus berbasis
bukti. Informasi tersebut disosialisasikan kepada seluruh komponen PMI
dan masyarakat. Hal ini juga berarti menggunakan pendekatan multihazard secara efektif, effisien dan keberlanjutan.
2. Pengarusutamaan kerangka kerja Kesiapsiagaan dan PRB/API tidak
hanya di dalam struktur dan program PMI, melainkan juga memperkuat
masyarakat dan sistem institusi untuk kesehatan, edukasi, pelayanan
sosial dan livelihood.
3. Memberdayakan kelompok masyarakat rentan.
Mengingat bahwa
membangun ketahanan terhadap bencana, sejalan dengan prinsip dasar
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, maka upaya Kesiapsiagaan dan
PRB/API diprioritaskan kepada kelompok masyarakat yang paling
membutuhkan. Pelibatan dan Pemberdayaan masyarakat, terutama
kelompok masyarakat yang paling rentan, dilakukan disemua tahapan
sejak perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi akan
memastikan ketepatan upaya PRB/API sesuai dengan tingkat kerentanan,
kebutuhan dan kapasitas masyarakat yang bersangkutan.
4. Pengembangan kapasitas untuk membangun, mempertahankan dan
memelihara kemampuan masyarakat dan organisasi PMI dalam
mengurangi risiko bencana / dampak perubahan iklim global secara
efektif. Termasuk di dalamnya adalah pelatihan, pertukaran informasi
dan teknologi, bantuan teknis khusus dan penguatan kapasitas komunitas
dan masyarakat untuk mengenali pola ancaman dan kerentanan serta di
risiko di daerahnya.

5. Mengarusutamakan sensitif Gender. Tiap kelompok usia baik laki-laki


dan perempuan menerima dan merasakan dampak bencana / perubahan
iklim yang berbeda. Mereka juga memiliki cara yang berbeda dalam hal
mengurangi risiko bencana tersebut. Sensitivif Gender perlu
diidentifikasi dan digunakan untuk memastikan bahwa upaya PRB/API
diarahkan kepada kelompok masyarakat yang tepat dan rentan.
6. Mengembangkan kemitraan dan jejaring dengan masyarakat, lembaga
swadaya masyarakat, lembaga pemerintah, lembaga pendidikan, media,
dll. Kemitraan dan jejaring memberi peluang dalam mengurangi risiko
bencana / dampak perubahan iklim global dengan cara bertindak
bersama-sama dan memobilisasi sumberdaya secara efektif.
7. Menguatkan desentralisasi tanggung jawab dan kontek lokal untuk
mengenali karakterisktik risiko, kebutuhan, kapasitas dan memotivasi
munculnya partisipasi lokal untuk efektifitas dan efisiensi sumberdaya.

B. INDIKATOR KEBERHASILAN
Upaya kesiapsiagaaan dan PRB/API difokuskan untuk membangun kapasitas
PMI di setiap tingkatan sebagai upaya mempersiapkan tanggap darurat
bencana dan mengurangi potensi dampak bencana secara cepat, tepat dan
terkoordinasi.
1. Kesiapsiagaan
Agar PMI di setiap tingkatan mampu memainkan peran sebagai pelaku
terdepan dalam menjalankan pelayanan tanggap darurat bencana secara
cepat, tepat dan terkoordinasi, maka upaya kesiapsiagaan yang
dilaksanakan sebelum bencana harus memastikan:
a. Kesiapsiagaan untuk tanggap darurat yang cepat
PMI di setiap tingkatan, khususnya PMI Kabupaten/Kota memastikan:
1) Kecepatan merespon kejadian bencana.
2) Adanya mekanisme dan alur informasi bencana berdasarkan hasil
asesmen.
3) Adanya mekanisme mobilisasi Tim SATGANA dan Tim SIBAT.
4) Adanya mekanisme mobilisasi peralatan penanganan bencana.

b. Kesiapsiagaan untuk tanggap darurat yang tepat

PMI di setiap tingkatan memastikan:


1) Kapasitas Organisasi yang memadai di setiap tingkatan.
2) Pengurus, staf, dan Relawan PMI memahami dan mampu
menerapkan pelayanan tanggap darurat bencana sesuai dengan
Mandat, Peraturan Organisasi, Pedoman, Juklak/ Juknis dan
Protap.
3) Tenaga pelaksana penanggulangan bencana yaitu Tim SATGANA
dan TSR-SIBAT yang terlatih, terampil, teladan, peduli dan
berpengalaman serta memiliki
kapasitas dan kinerja dalam
merespon bencana sesuai dengan standar pelayanan
palang
merah.
4) Tersedianya seragam, peralatan standar yang beridentitas PMI
sesuai coorporate identity.
5) Terjabarkannya perencanaan kesiapsiagaan yang baik, dalam
rencana kontinjensi baik di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/
kota.
6) Tersedianya
dukungan
dana,
logistik,
peralatan
dan
perlengkapan tanggap darurat standar dalam jumlah yang
memadai sesuai dengan kebutuhan.
7) Tersedianya Posko Penanganan Bencana PMI yang didukung oleh
Sistem Informasi Bencana dan Disaster Manajemen Information
Sistem (DMIS).
c. Kesiapsiagaan untuk tanggap darurat yang terkoordinasi
PMI di setiap tingkatan memastikan:
1) Terjalin koordinasi dan komunikasi intensif baik internal dan
ekternal.
2) Adanya pertemuan koordinasi rutin dengan pemerintah
setempat, dan para pelaku tanggap darurat bencana lainnya.
3) Meningkatnya kemitraan dengan Pemerintah, Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Nasional /Internasional, dan para pihak terkait
lainnya.
2. Pengurangan Risiko Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim
Semua upaya Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim
(PRB/API) yang dilaksanakan oleh PMI harus memperhatikan indikator
pencapaian sebagai berikut:
a. Terwujudnya pengarusutamaan dan integrasi kerangka kerja PRB/API
yang sensitif Gender baik di internal PMI maupun di institusi/
lembaga/ organisasi yang sudah ada di masyarakat.
b. Teridentifikasinya risiko (ancaman, kerentanan dan kapasitas) yang
sensitif Gender di wilayah sasaran.
c. Tersedianya akses komunikasi, informasi dan edukasi yang sensitif
Gender, khususnya bagi kelompok masyarakat yang paling rentan.
d. Terbangunnya pemahaman dan kemampuan masyarakat untuk
menilai, memantau, melindungi diri serta mengurangi risiko dan
dampak dari bencana / perubahan iklim yang ada diwilayahnya

e. Terkuatkannya kolaborasi dan integrasi antara PMI dengan


masyarakat, lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah,
swasta, perguruan tinggi dan para pemangku kepentingan terkait.
f. Meningkatnya kesadaran, komitmen dan kapasitas masyarakat dalam
melakukan upaya PRB/API.
g. Masyarakat mampu membangun kemitraan dan kemandirian untuk
upaya PRB/API yang berkelanjutan.
h. Terbangunnya rencana aksi PRB/ API yang sensitif Gender di tingkat
Individu, keluarga, dan masyarakat
i. Masyarakat memiliki kapasitas untuk pulih dari kondisi setelah
bencana dan melanjutkan upaya PRB/API yang berkelanjutan.

BAB III
RUANG LINGKUP
KESIAPSIAGAAN, PENGURANGAN RISIKO BENCANA
DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Penyelenggaraan upaya Kesiapsiagaan dan Pengurangan Risiko Bencana /
Adaptasi Perubahan Iklim meliputi:
A. Kesiapsiagaan; terfokus pada upaya-upaya mempersiapkan kapasitas PMI dan
Masyarakat untuk menangani bencana.
B. Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API);
terfokus pada upaya-upaya yang dapat mengurangi ancaman/ancaman dan
kerentanan yang ada dengan meningkatkan kapasitas PMI dan masyarakat
melalui kegiatan-kegiatan pengelolaan risiko dan meminimalkan dampak
yang mungkin timbul apabila terjadi bencana, termasuk dampak perubahan
iklim.
A. KESIAPSIAGAAN
Terjadinya Bencana sulit diprediksi atau bahkan tidak dapat diketahui kapan
dan dimana akan terjadi. Mengantisipasi hal ini, PMI berupaya untuk bersiap
siaga memberikan pelayanan terbaiknya, terutama kepada kelompok
masyarakat yang paling rentan. Kegiatan kesiapsiagaan yang dilaksanakan
oleh PMI antara lain:
1. Membangun rencana operasi penanganan bencana;
a. Melakukan identifikasi dan membangun pangkalan data (database)
informasi ancaman, kerentanan dan kapasitas, yang dimutakhirkan
secara berkala di setiap tingkatan PMI.
b. Melakukan Pemetaan Risiko dan penyusunan rencana aksi
penanganan bencana, bersama masyarakat dan pemerintah disetiap
tingkatan,
untuk membangun pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap risiko bencana yang ada diwilayahnya sekaligus
mengupayakan strategi penanganannya, seperti pementaan zona
aman, penyiapan jalur evakuasi, tempat pengungsian sementara dll.
c. Menyusun rencana kontijensi PMI di tingkat pusat, provinsi, kab/kota
dan Kecamatan yang terintegrasi dengan rencana kontijensi
Pemerintah disetiap tingkatan.

2. Melaksanakan upaya kesiapsiagaan tanggap darurat bencana

a. Penguatan ketrampilan sumber daya manusia PMI dan masyarakat


melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran, pelatihan, Geladi
atau simulasi secara rutin di internal PMI maupun di masyarakat
bekerjasama dengan para pihak terkait di setiap tingkatan.
b. Memastikan ketersediaan dan kesiapan perlengkapan, sarana dan
logistik tanggap darurat bencana sesuai dengan kebutuhan
daerahnya.
c. Mengalokasikan dana kontijensi disetiap tingkatan PMI.
d. Mengaktifkan fungsi Posko dan SATGANA PMI di setiap tingkatan.
3. Melaksakan geladi atau simulasi Penanganan Bencana
a. Menyusun perencanaan geladi atau simulasi penanganan bencana
komprehensif, baik secara table top exercise maupun field exercise,
dengan memberdayakan masyarakat dan para pihak terkait disetiap
tingkatan PMI
b. Melaksanakan kegiatan geladi atau simulasi lapangan secara rutin,
baik diinternal PMI maupun bersama dengan masyarakat, lembaga
pemerintah, lembaga non-pemerintah dan para pihak terkait lainnya,
untuk mengasah kecakapan dan meningkatkan budaya kesiapsiagaan
organisasi PMI dan masyarakat.
4. Melaksanakan sistem peringatan dini berbasis masyarakat
a. Mengembangkan Sistem Informasi Bencana (SIB) dan memfungsikan
Disaster Management Information Sistem (DMIS), sehingga semua
informasi bencana dapat terinformasikan secara aktual.
b. Mengembangkan sistem peringatan dini, baik di intenal PMI maupun
sistem Peringatan Dini berbasis masyarakat. Pembangunan sistem
peringatan dini di PMI dan masyarakat mutlak dibutuhkan untuk
meminimalkan dampak bencana.
B. PENGURANGAN RISIKO BENCANA DAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM
Merujuk pada kerangka kerja Pengurangan Risiko Bencana Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah International, upaya Pengurangan Risiko
Bencana PMI dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Partisipatif dan pemberdayaan kapasitas masyarakat
2. Sensitif Gender
3. Peningkatan kapasitas organisasi PMI dan masyarakat lokal
4. Terintegrasi
5. Advokasi dan sosialisasi
6. Peningkatan kesadaran dan kemandirian masyarakat
7. Keberlanjutan

Ruang lingkup kegiatan upaya Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi


Perubahan Iklim di jajaran PMI adalah sebagai berikut:
1. Penilaian ancaman, kerentanan dan kapasitas

Penilaian tingkat ancaman, kerentanan dan kapasitas dilakukan secara


komprehensif, mempertimbangkan faktor-faktor alam, non alam,
maupun ulah manusia dengan mengumpulkan informasi atau data baik
secara kualitatif dan kuantitatif dengan bekerja sama dengan instansi
dan lembaga terkait baik yang ada di lingkungan masyarakat maupun di
luar untuk mengumpulkan informsi tentang ancaman, kerentanan dan
kapasitas di masyarakat secara komprehensif
2. Pengkajian risiko bencana / dampak perubahan iklim
Pengkajian risiko bencana dilakukan secara partisipatif bersama
masyarakat, berkoordinasi dengan instansi terkait, melihat potensi
terjadinya bencana dengan mengkombinasikan faktor ancaman,
kerentanan, dan kapasitas
3. Melakukan proses perencanaan kontijensi penanganan bencana
a. Rencana kontijensi dilakukan untuk proses perencanaan menangani
kemungkinan terjadinya bencana dimasa yang akan datang, dalam
keadaan yang tidak menentu, dimana skenario dan tujuan
disepakati, tindakan teknis dan manajerial ditetapkan, dan sistem
tanggapan dan pengerahan potensi disetujui bersama untuk
mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik dalam situasi
darurat atau kritis.
b. Rencana kontijensi sedapat mungkin dibuat dengan melibatkan,
mengintegrasikan dan memberdayakan kapasitas dam sumberdaya
para pemangku kepentingan baik Pemerintah, non-pemerintah,
swasta, perguruan tinggi, lembaga internasional dan masyarakat
berdasarkan area intenvensi upaya PRB.
c. Rencana kontijensi pada tingkatan masyarakat pada wilayah tertentu
dapat diintegrasikan pada kegiatan pengurangan risiko berbasis
masyarakat
d. Melakukan identifikasi dan pemetaan wilayah rawan bencana
diwilayah kerja PMI setiap tingkatan
1) PMI disetiap tingkatan memiliki data dan informasi (profil
wilayah) mengenai kebencanaan (termasuk didalamnya
permasalahan kesehatan masyarakat) di wilayahnya masingmasing
2) PMI disetiap tingkatan mengenali tingkat kerentanan bencana
diwilayah kerjanya masing-masing.
3) Identifikasi wilayah rawan bencana dilakukan secara partisipatif
dan memberdayakan potensi sumber daya dan data yang
tersedia.

4. Melakukan advokasi dan sosialisasi


a. Proaktif dalam melakukan advokasi yang terencana untuk
pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan
Iklim pada setiap kegiatan kepalangmerahan di masyarakat.

10

b. Mendorong PMI disetiap tingkatan untuk aktif melakukan advokasi


dan fasilitasi kegiatan mitigasi dampak bencana dan perubahan
iklim.
c. Secara aktif mendorong masyarakat untuk berperilaku hidup sehat
demi terciptanya daya dukung lingkungan menuju hidup yang
berkualitas
d. Penerapan strategi pencegahan dan proaktif pada tiap kegiatan
kepalangmerahan
5. Melakukan pendidikan dan pelatihan PRB/API
a. Menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan mengenai PRB/API pada
pengurus, staff, dan relawan pada setiap tingkatan PMI
b. Melakukan studi banding dan program magang baik untuk staff
maupun relawan dalam rangka pengembangan kegiatan PRB/API.
6. Melakukan upaya nyata Pengurangan Risiko Bencana dan adaptasi
perubahan iklim
a. Mengintegrasikan kerangka kerja PRB/API dalam program/ projek/
kegiatan berbasis masyarakat
b. Pelaksanaan kegiatan PRB/API berbasis masyarakat dilakukan dengan
melibatkan elemen sebagai berikut:
1) Seleksi area dengan menggunakan kriteria dan alat yang jelas,
komprehensif dan sederhana.
2) Penilaian kerentanan dilakukan secara komprehensif dan
terstruktur dengan menggunakan Pendekatan Multi-Hazard,
3) Pemetaan risiko secara partisipatif
4) Rencana aksi pengurangan risiko
5) Advokasi dan sosialisasi
6) Upaya-upaya promosi siaga bencana dan Pengurangan Risiko
Bencana dan adaptasi perubahan iklim
7) Monitoring dan evaluasi dengan melibatkan masyarakat
c. Dalam melaksanakan program berbasis masyarakat tidak membentuk
struktur
dan
mekanisme
baru,
tetapi
mempergunakan,
memperkuatkan dan memberdayakan struktur dan mekanisme yang
ada baik internal PMI maupun di masyarakat.
d. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang PRB/API, kerentanan
kesehatan dan ketahanan pangan.
e. Mengembangkan dan memproduksi KIE yang sensitif gender dengan
mempertimbangkan budaya dan nilai yang berlaku di masyarakat
tujuan
f. Melakukan promosi peningkatan kesadaran masyarakat akan ancaman
bencana baik disebabkan oleh alam, manusia, maupun pandemi
dengan bahasa yang mudah dimengerti dengan melibatkan TSR SIBAT
dan perwakilan masyarakat secara aktif
g. Mempromosikan perilaku hidup sehat dalam setiap tingkatan
masyarakat
h. Bekerjasama dengan para pemangku kepentingan terkait dalam
kegiatan Promosi Kesehatan, PRB/API.

11

i.

Bekerjasama dengan kelompok masyarakat, melakukan pelatihan dan


memberdayakan kearifan lokal, yang bertujuan untuk memperkuat
kemampuan penterjemahan dan prediksi iklim yang berpengaruh
pada ketahanan pangan
j. Meningkatkan jejaring dengan institusi yang ada di dalam masyarakat
maupun diluar untuk dapat bersama mengurangi risiko bencana
maupun pandemi di masyarakat.
k. Melakukan pengendalian vector penyakit di lingkungan, bersama
masyarakat dan para pemangku kepentingan terkait
7. Promosi Siaga Bencana
a. Secara kreatif, mengembangkan strategi promosi yang efektif untuk
perubahan pola pikir, perilaku dan ketrampilan masyarakat dalam
mengembangkan pola hidup yang aman, sehat, dan tangguh terhadap
bencana.
b. Berperan dalam pengembangkan budaya sensitif terhadap
keseimbangan alam dan ramah lingkungan.
8. Upaya Pengurangan Risiko Bencana berbasis sekolah/kampus
a. Mempromosikan budaya sehat, aman, dan tahan terhadap bencana
pada untuk siswa/mahasiswa, maupun guru/dosen
b. Apabila memungkinkan melakukan inisiasi untuk retrofikasi terhadap
bangunan sekolah yang tidak memenuhi standar kualitas bangunan
sehingga berpotensi untuk menjadi ancaman.
c. Menginisiasi dan advokasi pengarusutamaan Pengurangan Risiko
Bencana yang sensitif gender pada kurikulum sekolah
d. Membentuk dan membina Palang Merah Remaja (PMR) dan Korps
Sukarela (KSR) di sekolah dan kampus
9. Pengembangan masyarakat siaga bencana
a. Mengembangkan kegiatan Pengurangan Risiko Bencana / Adaptasi
Perubahan Iklim, baik berasal faktor alam, non alam, maupun akibat
dari manusia, berbasis masyarakat secara komprehensif dan efektif
yang terintegrasi dengan para pemangku kepentingan terkait.
b. Melakukan tahapan Program Pengurangan Risiko Berbasis Masyarakat
yang disesuaikan dengan kebutuhan; mulai dari baseline, HVCA,
pemetaan risiko bencana, penyusunan rencana Pengurangan Risiko
Bencana secara partisipatif, advokasi, peningkatan kesadaran
masyarakat, kegiatan mitigasi baik struktural maupun non struktural,
dan monitoring evaluasi.
c. Pelibatan dan pemberdayaan pemerintah lokal khususnya di
tingkatan desa/kelurahan untuk perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi yang berkelanjutan.
d. Mengembangkan kapasitas masyarakat setempat untuk penyusunan
rencana PRB/API yang sensitif gender
e. Mengembangkan kapasitas SIBAT dalam melakukan advokasi agar
penyusunan rencana Pengurangan Risiko Bencana mendapatkan
dukungan dari pemerintah setempat dan para pemangku kepentingan
terkait lainnya, untuk memastikan keberlanjutan program.

12

f.

Melakukan advokasi kepada instansi pemerintah dan para pemangku


kepentingan terkait setempat dalam mendorong pembuatan
peraturan-peraturan yang menitikberatkan pada PRB/API.

10. Pemberdayaan kapasitas masyarakat untuk melakukan upaya mitigasi


bencana / dampak perubahan iklim
a. Kegiatan mitigasi di masyarakat dilakukan melalui pemberdayaan
masyarakat sesuai dengan kearifan masyarakat local dan
memaksimalkan kontribusi sumber daya para pemangku kepentingan
setempat. PMI lebih mengutamakan kegiatan mitigasi non struktural
daripada struktural. Mitigasi struktural dapat dilakukan namun
sebatas dalam bentuk penghijauan atau intervensi struktural dengan
sumber daya lokal dan teknologi sederhana yang sudah tersedia di
masyarakat.
b. Rekrutmen bagi Tim TSR-Siaga Bencana berbasis Masyarakat (TSRSIBAT) sebagai penolong utama saat terjadi bencana.
c. Melakukan pelatihan Tanggap Darurat Bencana untuk TSR-SIBAT.
d. Pelatihan kesehatan berbasis masyarakat bagi TSR-RKD.
e. Mobilisasi TRS-SIBAT untuk memfasilitasi proses Penilaian Kerentanan
dan Kapasitas
f. Bekerjasama dengan para pemangku kepentingan dalam pembinaan
Desa Siaga Bencana.
g. Advokasi tingkat provinsi, Perwakilan Kabupaten, Perwakilan
Kecamatan untuk mendorong terbentuknya forum PRB di tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota
h. Peningkatan kapasitas dalam livelihood, microfinance dan ketahanan
pangan bagi masyarakat yang rentan terhadap bencana.
i. Fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas masyarakat dalam mitigasi
berskala kecil (baik struktural maupun non struktural) sebagai upaya
Pengurangan Risiko Bencana dan adaptasi perubahan iklim

11. Membangun Sistem Peringatan Dini/ Sistem Peringatan Dini Berbasis


Masyarakat.
a. Mengidentifikasi dan memperkuat pengetahuan masyarakat
mengenai peringatan dini
b. Membangun sistem informasi dari penyedia informasi kepada
masyarakat
c. Mengidentifikasi alat komunikasi yang sesuai dengan kondisi geografis

13

d. Membangun kerjasama dengan lembaga pemerintah atau pemangku


kepentingan terkait
e. Mengintegrasikan peralatan dan sistem komunikasi di PMI dengan
Pemerintah setempat dan masyarakat.
f. Menerjemahkan dan menyampaikan pesan peringatan dini kepada
masyarakat
g. Mengintegrasikan sistem peringatan dini dalam pelatihan dan
simulasi
h. Mengidentifikasi hambatan dalam penyampaian pesan peringatan dini
kepada masyarakat yang membutuhkan
i. Meningkatkan kapasitas staf dan relawan dalam menyusun pesan
kunci yang sederhana kepada masyarakat untuk dapat merespon
terhadap pesan peringatan dini (Media KIE)
j. Bekerjasama dengan Instasi Pemberi informasi (Provider),
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan TSR-SIBAT mengenai
Sistem Peringatan Dini dan adaptasi perubahan iklim sehingga dapat
bertindak proaktif pada potensi terjadinya bencana
k. Melibatkan masyarakat dalam pembuatan peta rawan bencana
terkini dan rencana kontijensi desa.
l. Mengadakan sosialisasi dan advokasi melalui kegiatan-kegiatan yang
telah ada di masyarakat.
m. Melibatkan masyarakat dalam membangun sistem informasi bencana
n. Membangun kesiapsiagaan di level rumah tangga dan masyarakat

BAB IV
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB
A. PENGORGANISASIAN
1. Peran dan tanggungjawab PMI dalam Kesiapsiagaan dan Pengurangan
Risiko Bencana / Adaptasi Perubahan Iklim (PRB/API) merujuk pada

14

ketentuan organisasi PMI sebagaimana diatur dalam AD dan ART PMI,


Rencana
Strategis,
Peraturan
Organisasi
PMI
Nomor
003/PO/PP.PMI/I/2011 serta peraturan terkait lainnya.
2. Penanggungjawab umum kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API PMI adalah
Ketua PMI di setiap tingkatan.
3. Penanggungjawab operasional kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API di
tingkat Pusat adalah Ketua bidang Penanganan Bencana PMI, yang dalam
pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Divisi Penanggulangan
Bencana melalui subdiv kesiapsiagaan PMI Pusat.
4. Penanggungjawab operasional pelaksanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API di
tingkat Provinsi adalah
Ketua Bidang Penanganan Bencana, atau
Sekretaris PMI Provinsi, yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu
oleh Kepala Markas Provinsi dan Kepala Divisi Bidang Penanggulangan
Bencana di tingkat Propinsi.
5. Penanggungjawab operasional pelaksanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API di
tingkat PMI Kabupaten/Kota adalah Pengurus PMI Kabupaten yang
membidangi Penanganan Bencana atau Sekretaris PMI Kabupaten, yang
dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu oleh Kepala Markas
Kota/Kabupaten, Kepala Divisi Penanggulangan Bencana di tingkat Kab/
Kota.
6. PMI Kecamatan merupakan pelaku terdepan dalam Kesiapsiagaan dan
PRB/API ditingkat Kecamatan dibawah kendali Ketua pengurus PMI
Kecamatan.

B. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB


1. Pengurus Pusat PMI
Peran dan tanggung jawab PMI Pusat adalah sebagai berikut:
a. Mengkoordinasikan sumber daya nasional, baik yang dimiliki oleh PMI
Pusat, PMI Provinsi maupun PMI Kab/ Kota untuk mendukung kegiatan
Kesiapsiagaan dan PRB/API.

15

b. Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah disetiap tingkatan serta


para pemangku kepentingan terkait.
c. Membangun kemitraan, komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah
Pusat, IFRC, ICRC, Perhimpunan Palang Merah/ Bulan Sabit Merah
Negara sahabat (PNSs), swasta dan para pemangku kepentingan lintas
sektoral terkait, di tingkat nasional dan internasional.
d. Memberikan dukungan teknis kepada PMI Provinsi/ Kabupaten/ Kota
tentang pelaksanaan kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API.
e. Menyusun dan menyepakati peran yang akan dilakukan oleh pelbagai
unsur, baik internal maupun eksternal PMI.
f. Meningkatkan kualitas sumber daya PMI
g. Menyusun dan melaksanakan pola administrasi dan pertanggung
jawaban keuangan/ perbendaharaan tingkat Pusat sesuai dengan
rencana/waktu. (Untuk program-program yang didukung oleh donor)
h. Membina sistem perencanaan dan menghasilkan dokumen rencana
kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API.
i. Mengembangkan kapasitas pelaksana program Kesiapsiagaan dan
Pengurangan Risiko Bencana di tingkat Provinsi.
2. Pengurus PMI Provinsi
Tugas dan Tanggungjawab Pengurus PMI Provinsi adalah sebagai
berikut:
a. Memberikan motivasi, dan arahan, pelaksanaan kesiapsiagaan bagi
PMI Kabupaten/kota di wilayah kerjanya.
b. Mendukung PMI Kota/Kabupaten dalam meningkatkan kapasitas
logistik
c. Menyelenggarakan Pelatihan Kesiapsiagaan dan PRB/API untuk PMI
Kabupaten.
d. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait di tingkat Provinsi.
e. Sosialisasi dan advokasi dengan pihak terkait sesuai dengan arah dan
kebijakan yang telah dituangkan ditingkat pusat.
f. Menyusun rencana dan satuan pendukung untuk membantu program
Kesiapsiagaan dan PRB/API di PMI Kabupaten/Kota.
g. Menyiapkan rencana kontijensi untuk mendukung kesiapan tanggap
darurat bencana di Kabupaten/Kota.
h. Mengembangkan kapasitas pelaksana program Kesiapsiagaan dan
PRB/API di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota
i. Membina sistim perencanaan dan menghasilkan dokumen rencana
kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API.
j. Mengembangkan
koordinasi-integrasi-sinkronisasi
baik dengan
internal (PMI Pusat dan PMI Kabupaten/Kota) maupun eksternal
dengan BPBD Provinsi, swasta, perguruan tinggi dan para pemangku
kepentingan terkait di tingkat Provinsi.
3. Pengurus PMI Kabupaten/Kota
a. Menyiapkan dan membina kemampuan Relawan PMI (KSR dan TSRSIBAT), guna melaksanakan kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API.
b. Pemetaan daerah rawan bencana.

16

c. Menyusun
database
relawan
(KSR
dan
TSR)
sekaligus
pemutakhirannya secara berkala.
d. Membangun kerjasama dan komunikasi dengan para pemangku
kepentingan terkait setempat, meliputi, Dinkes, Dinsos, BPBD,
Bagian Kesra, SAR, RAPI, ORARI, Kepolisian, TNI, Bappeda dan swasta
e. Menyelenggarakan kegiatan rutin Kesiapsiagaan dan Pengurangan
Risiko Bencana yang sewaktu-waktu dapat ditingkatkan menjadi aksi
tanggap darurat bencana.
f. Melaksanakan pelatihan yang sesuai dengan jenis ancaman lokal,
yang terintegrasi dengan rencana kontijensi serta analisa kerawanan
dari BPBD Kab/Kota.
g. Meningkatkan kegiatan pelatihan dan peningkatan kesadaran
masyarakat tentang Kesiapsiagaan dan PRB/API di tingkat Kabupaten
melalui pelbagai program promosi siaga bencana, Sekolah Siaga
Bencana, pendidikan dan pelatihan, dan sebagainya.
h. Mengembangkan program Pengurangan Risiko Terpadu Berbasis
Masyarakat (PERTAMA/ ICBRR), khususnya di desa atau kelurahan
yang rawan bencana, termasuk pula CBFA, PHAST, POS PP, POSKES,
dll.
i. Menyelenggarakan posko Penanganan Bencana PMI yang terintegrasi
dalam tugas-tugas Kesiapsiagaan dan PRB/API maupun sistem
peringatan dini.
j. Menyusun dan membina sistem komunikasi dengan jaringan-jaringan
yang terintegrasi dalam Sistem Komunikasi (SISKOM) BPBD Kab/Kota.
k. Menyebarluaskan nomor telepon maupun frekuensi pesawat radio PMI
kepada masyarakat di daerah rawan bencana.
l. Melaksanakan kegiatan pengerahan sumberdaya masyarakat untuk
membangun dan mengembangkan kemampuan nyata PMI di
Kabupaten/Kota dalam rangka kesiapsiagaan dan PRB/API.
m. Melaksanakan gelada atau simulasi penanganan bencana bagi
relawan PMI.
n. Meningkatkan kapasitas logistik

4. Pengurus PMI Kecamatan


a. Mengembangkan, memfasilitasi dan melaksanakan program
penyadaran masyarakat
b. Mengerahkan potensi PMI Kecamatan agar mampu memobilisasi KSR
dan TSR-SIBAT dalam kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API a.
c. Koordinasi lintas sektoral ditingkat Kecamatan dan desa/kalurahan.
d. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan Kesiapsiagaan dan
Pengurangan Risiko Bencana seperti:
1) Penyuluhan.
2) Pendampingan kelompok keluarga rentan.

17

3) Kunjungan rumah tangga.


e. Melaksanakan simulasi secara rutin ditingkat desa sesuai kerentanan
di wilayahnya.
f. Menjalin kerjasama dengan institusi yang ada di masyarakat
khususnya yang mempunyai komitmen yang tinggi dalam bidang
Kesiapsiagaan dan PRB/API, misalnya : kelompok pemuda sadar
lingkungan, kelompok kesehatan, kelompok pemuda pecinta alam,
karang taruna, PKK, Posyandu, desa siaga, dll.
g. Menyebarluaskan nomor telepon maupun frekuensi pesawat radio PMI
kepada masyarakat di daerah rawan bencana.

18

BAB V
PEMBINAAN
Pembinaan yang dilaksanakan mencakup kegiatan yang berhubungan dengan
perencanaan, pengembangan, pengerahan, penggunaan serta pengendalian
upaya kesiapsiagaan dan PRB/API secara berdaya guna dan berhasil guna.
Pembinaan ini dilaksanakan untuk memastikan agar seluruh upaya PRB/API dapat
dikerjakan dengan tepat, efektif dan efisien baik, sesuai dengan ketentuan,
petunjuk teknis / prosedur yang berlaku.
Aspek pembinaan khusus, sesuai dengan tujuan Kesiapsiagaan dan PRB/API yang
harus dilakukan oleh PMI antara lain:
A. Kapasitas dan kompetensi
B. Manajemen organisasi
C. Pengembangan sumber daya
D. Peningkatan Citra
E. Kepemimpinan
F. Jiwa Kerelawanan Dan Karakter Kepalangmerahan
G. Relawan
H. Penanganan Informasi
A. KAPASITAS DAN KOMPETENSI
1. Membangun kapasitas markas dan personil PMI disetiap tingkatan untuk
dapat memenuhi syarat minimal dalam Kesiapsiagaan dan PRB/API sesuai
dengan rencana kontijensi
2. Peningkatan kompetensi dapat dicapai melalui berbagai cara sesuai
standarisasi pelatihan PMI, antara lain:
a. Orientasi
b. Pelatihan
c. Geladi atau Simulasi
B. MANAJEMEN ORGANISASI
Pengurus PMI di tiap tingkatan berkewajiban melakukan pembinaan kapasitas
dan manajemen organisasi PMI, antara lain:
1. Penguatan struktur/mekanisme Kesiapsiagaan dan PRB/API.
2. Penguatan sistem pembinaan dan database relawan sesuai kompetensi
3. Menyiapkan sistem pengawasan dan evaluasi.
4. Memastikan semua pengurus, staff dan relawan memahami petunjuk
pelaksanaan Kesiapsiagaan dan PRB/API.

19

C. PENGEMBANGAN SUMBER DAYA


Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan
pengembangan sumber daya PMI, antara lain:
1. Menyiapkan sistem pelaporan baik pertanggungjawaban keuangan
maupun naratif kegiatan
2. Menetapkan prosedur penerimaan sumbangan, baik dalam bentuk dana,
barang ataupun bentuk lainnya
3. Menyiapkan sistem pengendalian internal keuangan yang sesuai dengan
kebutuhan operasional yang memenuhi aspek akuntabilitas dan
transparansi.
4. Membangun jejaring dan kemitraan dengan pihak pihak yang potensial
dapat membantu PMI dalam Kesiapsiagaan dan PRB/API baik sebelum,
saat maupun setelah bencana.
5. Membangun hubungan yang baik dengan donor yang telah melakukan
donasi melalui PMI. Hubungan ini dapat dipelihara dengan cara:
a. Memberikan layanan informasi, termasuk akses informasi terhadap
organisasi, program Kesiapsiagaan dan PRB/API, mekanisme dan
perkembangan operasi bantuan
b. Menyediakan informasi/laporan pemanfaatan donasi.
c. Memberikan pengakuan terhadap donor dalam bentuk surat ucapan
terima kasih dan penghargaan, dan jika memungkinkan dapat
melakukan ekspose bantuan yang diberikan apabila donor
menginginkan/mengijinkan.
d. Membangun database donordonor yang sudah pernah membantu PMI
di setiap tingkatan.
6. Memastikan semua sumber daya dalam kondisi siap dimobilisasi/siap
pakai.
D. PENINGKATAN CITRA
Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan
pembinaan peningkatan citra organisasi PMI, antara lain:
1. Pelatihan kepada para diseminator dan staff kehumasan.
2. Peningkatan kegiatan diseminasi kepalangmerahan
3. Peningkatan kegiatan advokasi kepada mitra kerja untuk memperoleh
dukungan
4. Penguatan akses eksternal yang mendukung pelaksanaan Kesiapsiagaan
dan PRB/API.
5. Memastikan adanya dukungan efektif kehumasan PMI dalam promosi dan
publikasi kegiatan keksapsiagaan dan PRB/API.

E. KEPEMIMPINAN

20

Pengurus PMI di masing-masing tingkatan berkewajiban melakukan


pembinaan kepemimpinan anggota pengurus, staff dan relawan di
wilayahnya, antara lain:
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap mandat utama
organisasi
2. Membangun komitmen bersama yang kuat antara relawan, pengurus dan
staf Kesiapsiagaan dan PRB/API.
3. Menetapkan
struktur
dan
pembidangan
kepengurusan
dalam
Kesiapsiagaan dan PRB/API yang kemudian diikuti pada tataran
manajemen
4. Proses pengambilan keputusan mengikuti prosedur yang sudah
ditetapkan
5. Membangun kerjasama tim yang baik antara pengurus, staf dan relawan.
F. JIWA KERELAWANAN DAN KARAKTER KEPALANGMERAHAN
1. Oleh karena kerja dalam lingkungan bencana memerlukan disiplin sikap
dan perilaku yang terampil, tanggap, teladan dan peduli serta beretika/
berkarakter Palang Merah, maka diperlukan sekali pemupukan jiwa
kerelawanan dan karakter kepalangmerahan secara terus menerus dan
berkelanjutan.
2. Upaya pembinaan ini menjadi tanggung jawab Markas PMI disetiap
tingkatan dan diselenggarakan oleh Pembina/ pelatih PMI di setiap
masing-masing tingkatan.
3. Pelaksanaanya dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip dasar gerakan
Palang Merah dan bulan sabit merah international, dilakukan pada tiap
kesempatan, baik dalam pelaksanaan tugas rutin, dalam pelaksanaan
pendidikan/pelatihan maupun pada saat-saat penugasan. Upaya ini
dilaksanakan secara sadar, bermartabat, manusiawi dan beretika.
4. Wahana, sarana dan mekanisme pembinaan diserahkan kepada masingmasing pembina/ pelatih. Pengurus dan staff memberi contoh teladan
bagaimana sebenarnya pemupukan ini dilakukan secara praktis dengan
sikap, tutur kata dan perilaku sepanjang bertugas dilingkungan PMI
maupun di masyarakat.
5. Beberapa sasaran yang perlu dicapai, antara lain :
a. Kepercayaan diri para petugas PMI (Pengurus, Pembina, Pelatih,
Anggota KSR dan TSR)
b. Kepercayaan kepada pimpinan.
c. Kepercayaan kepada kebenaran/ prinsip PMI.
6. Dalam pelaksanaan tugas kepalangmerahan secara rutin, teknik yang
dipakai dapat berupa:
a. Penyelenggaraan pembinaan rohani.
b. Teknik kepemimpinan PMI
c. Disiplin kerja
d. Program Diklat PMI (pembinaan fisik/ mental/ sikap dan
keterampilan)
7. Pengurus pada tiap tingkatan mengeluarkan pengarahan/kebijaksanaan
sesuai situasi dan kondisi serta wawasan Palang Merah Indonesia.
G. RELAWAN

21

1. Pelaksanaan tugas Kesiapsiagaan dan PRB/API bencana tidak dapat


dilakukan oleh orang per orang. Upaya ini memerlukan operasi satuan
yang perlu dikendalikan dan didukung oleh satuan satuan yang lebih
tinggi. Dalam rangka ini, KSR dan TSR SIBAT PMI merupakan ujung
tombak dari kegiatan PMI. Oleh sebab itu diperlukan pula suatu upaya
pembinaan yang terarah dan terencana, serta berkesinambungan.
2. Upaya pembinaan ini menjadi tugas dan tanggung jawab Pengurus dan
Markas di masing-masing tingkatan.
3. Pelaksanaan didasarkan pada peraturan organisasi atau juklak tersendiri
dan dilakukan dalam suatu program rutin.
a. Tahap dalam latihan satuan PMI (Program Latihan dan pembinaan
etika dan karakter palang merah).
b. Tahap dalam Pelatihan dengan BPBD (Latihan Posko dan Gladi)
c. Tahap dalam penyusunan operasional sewaktu ikut dalam kegiatan
penanggulangan, baik dalam program PERTAMA/ ICBRR, PHAST,
CBFA, maupun dalam kegiatan tanggap darurat bencana.
4. Beberapa sasaran yang perlu dicapai antara lain:
a. Terpeliharanya pengetahuan, sikap dan perilaku setiap anggota
resukarela PMI.
b. Terpeliharanya kemampuan bekerja dalam tim/kelompok kecil
sesuai penugasan.
c. Terpeliharanya kemampuan bekerja sebagai unit terpadu (KSR dan
TSR SIBAT PMI)
d. Terpeliharanya kesiapsiagaan sesuai sasaran strategi Pengurus
Kabupaten / Kota/ Provinsi dan Pusat, serta pemerintah
(BNPB/BPBD)
5. Mekanisme pembentukan dan pembinaan Tim SATGANA dan TSR SIBAT
PMI maupun sistem pelatihan diatur dalam Petunjuk Pelaksanaan
SATGANA, SIBAT PMI dan panduan dan materi pelatihan lainya yang
sesuai.
H. PENANGANAN INFORMASI
1. Penyusunan dan pengembangan tiap perencanaan harus didasarkan pada
data yang akurat, tepat waktu dan memiliki derajat ketajaman yang
tinggi, baik untuk maksud perkiraan maupun untuk menghitung risiko dan
sebagainya. Dalam kondisi emergensi, hal ini menjadi sangat krusial,
dimana banyak akan diketemui ketidakpastian oleh karena terganggunya
sistem informasi rutin dan keadaan normal.
2. Penanganan informasi mencakup pencarian, pengerahan, pengumpulan,
pengolahan, pencatatan, analisa dan pelaporan informasi. Seluruh
komponen informasi ini tentu perlu dibina dengan cermat dan tepat.
3. Upaya pengumpulan, penyusunan dan pencatatan serta pelaporan
informasi ini menjasi tugas dan tanggung jawab setiap unit pelaksana
(KSR atau TSR SIBAT PMI) yang dilibatkan secara operasional Markas PMI
yang lebih tinggi bertanggung jawab mengevaluasi dan menganalisa
laporan dari satuan operasional PMI itu.
4. Laporan dan evaluasi ini kemudian sesuai jaringan struktural dikirim ke
Markas Pusat setelah disaring oleh Markas Provinsi PMI.

22

5. Markas Pusat mengusahakan dan menyusun pola pembinaan informasi


bencana ini yang berlaku untuk seluruh PMI. Markas Provinsi menyiapkan
wahana dan sarana pokok untuk pengumpulan dan pengolahan informasi
tersebut di provinsi. Markas Kabupaten / Kota melakukan dan
menjalankan sistim tersebut yang disesuaikan dengan sistim pencatatan,
analisa dan pelaporan BPBD setempat.
6. Cara menjalankan sistim informasi ini harus sederhana dan tepat guna
dengan sebanyak mungkin menggunakan format yang seragam dan baku.
Pengirim data berdasar kemampuan Provinsi dan sistim perhubungan
nasional.
7. Informasi dijadikan dasar untuk menggerakan kegiatan teknis
penanggulangan korban bencana serta juga dijadikan dasar untuk post
disaster review
8. Pengurus tiap tingkatan mengeluarkan pengarahan/ kebijaksanaan sesuai
situasi dan kondisi serta wawasan Palang merah Indonesia.

23

BAB VI
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
Untuk memastikan apakah kegiatan kesiapsiapsiagaan dan PRB/API dapat
dilaksanakan secara cepat, tepat dan berkualitas maka perlu dilakukan
monitoring dan evaluasi secara berkesinambungan disetiap tingkatan PMI.
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan pada masing-masing tahapan perencanaan
sampai dengan implementasinya.
A. MONITORING DAN EVALUASI
1.

Monitoring dimaksudkan untuk :


a. Mengkaji sejauh mana perkembangan kemajuan dari kegiatan
Kesiapsiagaan dan PRB/API.
b. Memantau perkembangan kualitas kegiatan secara berkala.
c. Mengetahui tingkat partisipasi dari staf pelaksana program/kegiatan,
masyarakat dan mitra.
Kegiatan Monitoring yang dilaksanakan adalah antara lain sebagai
berikut:
SIKLUS
KEGIATAN

IDENTIFIKASI
MASALAH

FORMULASI
PROGRAM

Hal-hal
yang perlu
dimonitor

Analisa
Permasala
han;
Evaluasi
kegiatan
pada
waktu
lalu;
Dokumen
terkait;
Data2
primer;
Kapasitas
lembaga
Pembina
Program
Pelaksana
Program

Kebijakan
Kerangka Kerja
dan Kegiatan;
Tujuan
Program;
Hasil yg.
diharapkan;
Input yg.
diperlukan;

Pelaksana

Pembina
Program
Pelaksana
Program

TINDAK LANJUT
PENYELESAIAN
AKHIR
Laporan2
Kesimpulan
kegiatan
dan
rekomendasi
Verifikasi atau
Pengamatan
Pelajaran yang
lapangan
diperoleh dari
Hasil
yang
pelaksanaan
kegiatan
dicapai
Data2 statistik Hal-hal
yang
Laporan lainperlu
lain
diperbaiki atau
ditambahkan
IMPLEMENTASI
PROGRAM

Pengurus PMI
Pembina
Program
Pihak Donor

Pengurus PMI
Pembina
Program
Pelaksana
Program
Pihak Donor

24

2. Evaluasi
a. Evaluasi dimaksudkan untuk menilai tingkat ketepatan, efektifitas
dan efisiensi dari kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API yang
dilaksanakan, untuk memastikan keberlangsungan program/kegiatan.
b. Kegiatan evaluasi program terdiri dari baseline, tinjauan internal
jangka menengah, dan end line serta evaluasi akhir.
Survey Baseline dilakukan pada bulan pertama pelaksanaan program
untuk mengumpulkan data yang relevan dimasyarakat yang menjadi
target dalam pelaksanaan program. Informasi ini akan dibandingkan
dengan tinjauan pertengahan projek dan survey end line yang akan
menentukan keefektifan program. Temuan dari survey baseline akan
disertakan untuk meninkatkan kualitas rancangan program.
Tinjauan pertengahan program akan dilakukan pada pertengahan
program untuk mengukur perkembangan program dan hasil serta
tujuan program. Tinjauan pertengahan juga akan menghasilkan
rekomendasi untuk meningkatkan pelaksanaan program untuk
mencapai tujuan sasarannya.
Survey akhir program akan dilakukan pada akhir dari pelaksanaan
program untuk mengukur output pelaksanaan program dibandingkan
dengan hasil survey baseline, evaluasi hasil pertengahan projek dan
tujuan program.
c. Metode, alat dan waktu evaluasi
Kegiatan evaluasi dilakukan secara partisipatif, melibatkan seluruh
unsur program, dengan metode, alat dan pengaturan waktu sebagai
berikut:
No.

Metode

Alat

1.

Kunjungan berkala

Kuesioner
Kerangka acuan
Laporan
Database
Dokumentasi kegiatan

2.

Wawancara

3.

Pengamatan

Panduan pertanyaan
Kuesioner
Laporan
Dokumentasi kegiatan
Database
Laporan
Dokumentasi kegiatan
Database

4.

Pertemuan rutin

Kuesioner
Kerangka acuan
Laporan
Database
Dokumentasi kegiatan

Waktu

6 bulan sekali (PMI Pusat ke


PMI Provinsi)
3 bulan sekali (PMI Provinsi
ke PMI Kabupaten/Kota)
1
bulan
sekali
(PMI
Kabupaten/Kota
ke
masyarakat)
Menyesuaikan dengan waktu
kunjungan
berkala
dan
pertemuan rutin atau sesuai
dengan keperluan
Menyesuaikan dengan waktu
kunjungan
berkala
dan
pertemuan rutin atau sesuai
dengan keperluan
6 bulan sekali (PMI Pusat ke
PMI Provinsi)
3 bulan sekali (PMI Provinsi
ke PMI Kabupaten/Kota)
2
bulan
sekali
(PMI
Kabupaten/Kota
ke
masyarakat)

25

B. SISTEM PELAPORAN
Sistem pelaporan dikembangkan ditingkat Kecamatan, Kabupaten, Provinsi
dan Pusat. sebelumnya meringkas berbagai laporan ditingkat tersebut.
Sistem pelaporan diatur dalam juknis tersendiri

BAB VII
PENUTUP
Komitmen dan itikad baik dari seluruh komponen PMI baik pengurus, staf dan
Relawan PMI di setiap tingkatan dalam menerapkan Petunjuk Teknis
Kesiapsiagaan dan PRB/API ini sangat diperlukan.
Petunjuk Teknis ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
melaksanakan kegiatan Kesiapsiagaan dan PRB/API untuk memberdayakan
kapasitas PMI dan masyarakat agar memiliki ketahanan dan ketangguhan dalam
menghadapi dampak bencana / perubahan iklim.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2012
PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,

M. JUSUF KALLA

26

PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
TANGGAP DARURAT BENCANA
PALANG MERAH INDONESIA

PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
TANGGAP DARURAT BENCANA PALANG MERAH INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wilayah Indonesia secara geografis, dan geologis merupakan salah satu
wilayah yang paling rawan berbagai bencana dengan frekuensi kejadian dan
kualitas dampak yang semakin meningkat. Terjadinya perubahan situasi politik
nasional dan ekonomi global juga menyebabkan Indonesia semakin rawan
terhadap konflik.
Penanganan bencana yang terjadi beberapa dekade selama ini, memberikan
nilai pembelajaran yang sangat berharga bagi PMI. Tindakan tanggap darurat
bencana yang dilakukan oleh PMI dan berbagai pihak terkait sudah cukup
maksimal, tetapi dalam proses penanganannya masih banyak kendala dan
hambatan yang dihadapi.
Sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi, Palang Merah Indonesia
berkewajiban melakukan upaya memberikan pertolongan dan bantuan pada
fase darurat kepada yang membutuhkan secara profesional dengan memegang
teguh prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
Menyadari pengalaman tersebut, untuk dapat melakukan kegiatan pemberian
pertolongan dan bantuan secara cepat, tepat dan terkoordinasi perlu adanya
satu kesatuan sikap, pikiran dan tindakan.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
Meningkatkan kecepatan, ketepatan dan koordinasi dalam tanggap darurat
bencana di jajaran PMI.
2. Tujuan
Memberikan arahan pelaksanaan upaya tanggap darurat bencana bagi
unsur-unsur pelaksana PMI di tingkat Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
sesuai dengan skala dan tingkat dampak bencana / konflik yang terjadi.
C. RUANG LINGKUP
Petunjuk teknis ini memuat :
1. Pendahuluan
2. Prinsip-prinsip Bantuan PMI, Penentuan Skala dan Dukungan
3. Mekanisme Dukungan Operasional Tanggap Darurat Bencana
4. Mekanisme Koordinasi dan Pengorganisasian Tanggap Darurat Bencana
5. Pengendalian dan Pengawasan
6. Penutup

BAB II
PRINSIP-PRINSIP BANTUAN PMI
A. PRINSIP-PRINSIP UMUM
1. Bantuan dan pelayanan tanggap darurat PMI dikhususkan bagi korban dan
masyarakat yang paling rentan yang bertempat tinggal di daerah yang
terkena dampak bencana mencakup korban luka-luka, warga keluarga yang
mengungsi, anggota keluarga yang terpisah dari keluarganya.
2. Peran PMI dalam Tanggap Darurat Bencana adalah membantu pemerintah
dalam hal layanan kemanusiaan, bukan sebaliknya menggantikan atau
mengambilalih tanggung-jawab negara dalam penanggulangan bencana.
3. Bekerja dalam kompetensi, profesionalisme serta kapasitas yang
dimilikinya.
4. Melibatkan masyarakat penerima manfaat bantuan, baik laki-laki dan
perempuan secara proporsional dengan memperhatikan sensitif gender.
5. Pemberian bantuan dan pelayanan tidak bertentangan mandat PMI, dan
dasar Negara, Code of Conduct bantuan kemanusiaan serta 7 Prinsip Dasar
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional
6. Bantuan PMI diupayakan semaksimal mungkin agar memenuhi standard
minimal pelayanan kemanusiaan (SPHERE).
7. Bantuan kepada masyarakat yang sifatnya sangat darurat hendaknya
bersifat edukatif, sehingga menumbuhkan harga diri, kepercayaan diri dan
kemandirian. Bantuan agar tidak bersifat konsumtif yang dapat
menyebabkan ketergantungan berlebihan terhadap bantuan pihak luar.
8. Bantuan PMI bersifat transparan dan dapat dipertanggungjawabkan
B. PRINSIP OPERASIONAL BANTUAN
1. Langsung
a. Bantuan PMI kepada korban diberikan secara langsung oleh tenaga
PMI, tanpa perantara pihak ketiga. Hal ini berlaku pula apabila dalam
pemberian ini PMI bekerjasama dengan pihak lain.
b. Bantuan PMI tersebut baik berupa jasa maupun natura harus dapat
dirasakan atau dinikmati secara langsung oleh para korban. Bantuan
diupayakan tidak dalam bentuk uang. Bantuan uang, sarana maupun
fasilitas umum hanya dapat diberikan dalam keadaan sangat khusus,
apabila tidak ada pilihan lain.

2. Memperhatikan Panca Tepat


a. Tepat Waktu
b. Tepat Tempat
c. Tepat Sasaran

d.
e.

Tepat jumlah
Tepat Kualitas (jenis dan mutu)

3. Bersifat Darurat
Bantuan PMI diberikan pada tahap darurat dan paling lama berlangsung 14
hari. Setelah itu, selanjutnya penanganan para korban bencana sepenuhnya
diserahkan kepada Pemerintah. Namun bila skala dan cakupan
bencanannya sangat besar (mega disaster) dimana situasi mengharuskan
untuk memperpanjang waktu darurat, dalam situasi dan kebutuhan khusus
serta adanya dukungan dari bila dirasakan ada dengan disertai dengan
dukungan dana dan sarana lainya atas permintaan dan sesuai dengan
kemampuan PMI dapat melampaui batas 14 hari itu.
4. Beridentitas PMI
Untuk memudahkan pengenalan, pengendalian, pengawasan, demi
menegakan dan memelihara citra PMI, maka setiap petugas
penanggulangan korban diharuskan memakai tanda lambang Palang Merah
atau PMI. Hal ini juga dilakukan pada tempat, sarana dan fasilitas yang
digunakan oleh PMI dilapangan. Sekaligus upaya ini dilaksanakan dalam
rangka lebih memasyarakatkan PMI.

BAB III
PENENTUAN STATUS, SKALA SERTA
MEKANISME DUKUNGAN TANGGAP DARURAT BENCANA
A. PENENTUAN STATUS DARURAT, SKALA BENCANA, DAN TANGGUNG JAWAB
OPERASI
1. Dalam hal penentuan status darurat dan skala bencana, PMI mengacu
keputusan Pemerintah dan UU PB No. 24 Tahun 2007.
2. Lama Dukungan serta bentuk pelayanan PMI pada saat darurat, ditentukan
oleh PMI di masing-masing tingkatan disesuaikan dengan hasil asesmen dan
kondisi setempat.
3. Penetapan bentuk kegiatan pelayanan serta lamanya kegiatan pelayanan
yang dilakukan didasarkan atas indikator sebagai berikut:
a. Jumlah korban jiwa, baik meninggal maupun mengungsi;
b. Kerugian harta benda;
c. Kerusakan sarana dan prasarana;
d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana;
e. Dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang ditimbulkan;
f. Dampak psikologis masyarakat;
g. Kapasitas PMI.
4. Dalam hal penentuan skala bencana, PMI mengacu pada ketentuan sebagai
berikut:
Skala Bencana dan Dampak Berdasarkan PMI
Ukuran
Kecil

Menengah

Besar

Cakupan
Wilayah

< = 1 Kabupaten

2 - 3 Kabupaten

> 3 Kabupaten

Jumlah orang yang


terkena dampak
-

Meninggal < 100 org


pengungsi < 500 org
Hilang < 25
Luka berat < 100
Meninggal 100 500 org
pengungsi 500 - 2500
org
Hilang 25 - 100
Luka berat 100 500
Meninggal > 500 org
pengungsi > 2500 org
Hilang > 100
Luka berat > 500

Dampak fisik
(kerusakan)

Fasilitas umum < 25 %


Rumah < 100
Fasilitas umum
50 %
Rumah 100 500

25 % -

Fasilitas umum > 50 %


Rumah > 500

a. Bencana berskala Kecil, bila cakupan wilayah yang terkena dampak


kurang dari dan atau mencakup satu kabupaten dengan indikator
dampak dan kerusakan, yaitu:

1)
2)
3)
4)
5)
6)

Jumlah korban meninggal kurang dari 100 jiwa;


Jumlah korban mengungsi kurang dari 500 jiwa;
Jumlah korban hilang kurang dari 25 jiwa;
Jumlah korban luka berat kurang dari 100 jiwa;
Fasilitas umum yang rusak kurang dari 25%;
Rumah rusak berat kurang dari 100 unit.

b. Bencana berskala Menengah, bila cakupan wilayah yang terkena


dampak antara 2 3 Wilayah Kabupaten dengan indikator dampak dan
kerusakan, yaitu:
1) Jumlah korban meninggal kurang dari 100 sd 500 jiwa;
2) Jumlah korban mengungsi kurang dari 500 sd 2.500 jiwa;
3) Jumlah korban hilang kurang dari 25 sd 100 jiwa;
4) Jumlah korban luka berat kurang dari 100 sd 500 jiwa;
5) Fasilitas umum yang rusak kurang dari 25% sd 50%;
6) Rumah rusak berat kurang dari 100 sd 500 unit.
c. Bencana berskala Besar, bila cakupan wilayah yang terkena dampak
lebih dari 2 3 Wilayah Kabupaten dengan indikator dampak dan
kerusakan, yaitu :
1) Jumlah korban meninggal lebih dari 500 jiwa;
2) Jumlah korban mengungsi lebih dari 2.500 jiwa;
3) Jumlah korban hilang lebih dari 100 jiwa;
4) Jumlah korban luka berat lebih dari 500 jiwa;
5) Fasilitas umum yang rusak lebih dari 50%;
6) Rumah rusak berat lebih dari 500 unit;
5. Pengurus PMI di semua tingkatan harus mampu memainkan peran dalam
menjalankan pelayanan tanggap darurat bencana secara cepat, tepat dan
terkoordinasi.
6. Untuk memastikan agar setiap kejadian bencana dapat tertangani secara
cepat, tepat dan terkoordinasi, maka pembagian tanggungjawab PMI di
masing-masing tingkatan mengacu pada matrik berikut ini.
Skala Bencana dan Penanggungjawab Respon
Kapasitas
Baik
Sedang
Kurang

Besar

Skala Bencana
Menengah

Kecil

Provinsi

Kab/kota

Kab/kota

Pusat

Provinsi

Kab/Kota

Pusat

Provinsi

Kab/Kota

Catatan Catatan :
Respon awal merujuk kepada PO Pelayanan selanjutnya merujuk kepada SOP yang
ada.

a. Pengurus PMI Kabupaten/ Kota minimal bertanggungjawab menangani


bencana berskala kecil. Bila skala bencana yang terjadi adalah berskala
menengah dan kapasitas organisasinya baik, maka PMI Kab/Kota
diharapkan mampu melakukan operasi tanggap darurat bencana dengan
dukungan dari PMI Provinsi. Bentuk dukungan yang diperlukan
sebagaimana dijelaskan pada lampiran berikut.
b. Pengurus PMI Provinsi bertanggungjawab menangani bencana berskala
menengah. Bila dalam kondisi terjadi bencana berskala kecil, namun
PMI Kab/Kota diwilayahnya tidak mampu melakukan operasi karena
kapasitasnya sangat lemah atau PMI Kab/Kota belum terbentuk, PMI
Provinsi harus memberikan dukungan ataupun bila diperlukan dapat
mengambil alih operasi.
c. Pengurus PMI Pusat bertanggungjawab menangani bencana berskala
besar. Bila dalam kondisi terjadi bencana berskala menengah, namun
PMI Provinsi maupun Kab/Kota diwilayahnya tidak mampu melakukan
operasi karena kapasitasnya sangat lemah, PMI Pusat harus
memberikan dukungan ataupun bila diperlukan dapat mengambil alih
operasi. Bilamana diperlukan, pada kondisi bencana berskala menengah
atau besar (mega disaster), PMI Pusat dapat meminta dukungan dari
IFRC, PNSs dan ICRC.
7. Pada situasi dimana skala bencana lebih besar dari pada kapasitas yang
dimilikinya, PMI satu level diatasnya berkewajiban memberikan dukungan
kepada PMI yang terkena dampak bencana. Adapun jenis dukungan yang
didasarkan skala bencana diatur sebagai berikut.
Skala Bencana dan Kebutuhan Dukungan
Kapasitas
Baik
Sedang
Kurang

Menengah
Provinsi (1,2,3)

Skala Bencana
Menengah
Kab/kota (1,2,3)

Rendah
Kab/kota (1)

Pusat (1,2,3,4)

Provinsi (1,2,3)

Kab/Kota (1)

Pusat (1,2,3,4)

Provinsi (1,2,4)

Kab/Kota
(1,2,3,4)

Keterangan :
Bentuk dukungan yang diperlukan
1. Monev
2. Dana
3. Peralatan & Perelengkapan
4. SDM

B. PENENTUAN JENIS DAN LAMA WAKTU OPERASI PELAYANAN


1. Jenis kegiatan pelayanan dan lamanya beroperasi dalam tanggap darurat
bencana dilaksanakan berdasarkan kapasitas organisasi PMI di masingmasing tingkatan, dengan memperhatikan skala prioritas jenis pelayanan
sebagai berikut :
a. Prioritas Pertama, mencakup :
1) Peringatan Dini dan Informasi Bencana;
2) Assessment;
3) Penyelamatan dan Pertolongan Korban Bencana (Pertolongan
Pertama);
4) Evakuasi;
5) Pemulihan Hubungan Keluarga;
6) Reporting;
7) Media Coverage.
b. Prioritas Kedua, mencakup kegiatan pelayanan Prioritas Pertama di
tambah dengan beberapa kegiatan pelayanan yaitu :
1) Dapur Umum;
2) Pelayanan Kesehatan;
3) Pelayanan Ambulance;
4) Dukungan Sosial Psikologi.
c. Prioritas Ketiga, mencakup kegiatan pelayanan Prioritas Kedua di
tambah dengan beberapa kegiatan pelayanan yaitu :
1) Penampungan Darurat
2) Pelayanan Air dan Sanitasi
3) Pendistribusian Relief.
2. PMI Provinsi / Kabupaten/ Kota dengan kapasitas kurang minimal wajib
melakukan kegiatan prioritas I. PMI Provinsi / Kabupaten/ Kota dengan
kapasitas sedang diharapkan dapat melakukan kegiatan Prioritas I dan II.
Sedangkan PMI Provinsi / Kabupaten/ Kota dengan kapasitas baik
diharapkan dapat melakukan semua kegiatan baik prioritas I, II dan III
sesuai dengan tingkat kebutuhan penanganan bencana.

C. MEKANISME DUKUNGAN OPERASIONAL TANGGAP DARURAT BENCANA


1. PMI Kecamatan
a. Upaya tanggap darurat bencana di tingkat PMI Kecamatan merupakan
upaya respon awal.
b. Untuk mengkoordinasikan penanganan bencana pmi kecamatan dapat
membentuk posko tanggap darurat bencana pmi dengan
mendayagunakan
unsur-unsur
pengurus
dan
relawan/anggota

masyarakat terlatih ke dalam fungsi-fungsi yang digambarkan dalam


posko tanggap darurat PMI Kecamatan.
c. Untuk operasional tanggap darurat bencana berbasis masyarakat,
khususnya di desa/kelurahan rawan bencana, PMI Kecamatan
memobilisasi
TSR SIBAT, maupun relawan PMI di tingkat
desa/kelurahan lainnya seperti digambarkan pada Charta Mekanisme
Dukungan Operasional Bencana seperti berikut.
Mekanisme Dukungan Operasional Tanggap Darurat Bencana

2. PMI Kabupaten/Kota
a. Upaya tanggap darurat bencana di tingkat PMI Kabupaten / kota
merupakan upaya tanggap darurat lapis pertama.
b. Untuk mengkoordinasikan penanganan Bencana PMI Kabupaten / kota
dapat membentuk Posko Tanggap Darurat Bencana PMI dengan
mendayagunakan unsur-unsur Pengurus, Pegawai dan Tim Satgana
dalam fungsi-fungsi operasional dan pelayanan yang digambarkan
dalam Posko Tanggap Darurat PMI Kabupaten / kota.
c. Untuk operasional tanggap darurat bencana berbasis masyarakat,
khususnya di desa/kelurahan rawan bencana, PMI Kabupaten / kota

berkoordinasi dengan PMI Kecamatan untuk memobilisasi TSR SIBAT


maupun Relawan PMI di tingkat desa/kelurahan.

3. PMI Provinsi
a. Bila skala bencana melampaui kapasitas PMI Kabupaten / kota
setempat, maka PMI Kabupaten / kota dapat meminta bantuan PMI
Provinsi.
b. PMI Provinsi dapat mengkoordinir bantuan dari PMI Kabupaten / kota di
wilayahnya maupun pihak terkait lainnya serta memobilisasi Tim
Satgana. Bantuan ini merupakan upaya tanggap darurat lapis kedua.
c. PMI Provinsi dapat membentuk Posko Tanggap Darurat Bencana PMI
Provinsi atau Posko PMI Provinsi dengan mendayagunakan unsurunsur Pengurus, Pegawai dan Satgana/Relawan ke dalam fungsi-fungsi
yang digambarkan dalam Posko Tanggap Darurat PMI.
4. PMI Pusat
a. Bila skala bencana melampaui kapasitas PMI Provinsi, maka PMI
Provinsi dapat meminta bantuan PMI Pusat.
b. Selanjutnya PMI Pusat dapat mengkoordinir bantuan dari PMI Provinsi
maupun pihak terkait lainnya serta memobilisasi Tim Satgana. Bantuan
ini merupakan upaya tanggap darurat lapis ketiga.
c. PMI Pusat dapat membentuk Posko Tanggap Darurat Bencana PMI Pusat
atau Posko PMI Pusat dengan mendayagunakan unsur-unsur Pengurus,
Pegawai dan Satgana/Relawan kedalam fungsi-fungsi operasional dan
pelayanan yang digambarkan dalam Posko Tanggap Darurat PMI Pusat.
5. Jika terjadi bencana dilintas wilayah administratif maka PMI terdekat
diharuskan memberikan bantuan tanggap darurat dengan berkoordinasi
kepada PMI diwilayah setempat dan setingkat diatasnya.
6. PMI dimasing-masing tingkatan diharuskan membuat rencana operasi awal
tanggap darurat dan pemulihan dini berdasarkan kebutuhan dengan
mempertimbangkan sumberdaya yang tersedia.
7. Dukungan PMI setingkat di atasnya berdasarkan pertimbangan kapasitas,
geografis, demografi dan peran/kultur masyarakat.
8. Mekanisme penerimaan bantuan internasional khususnya dari kelompok
mitra gerakan (IFRC, ICRC dan PNSs) maupun badan badan PBB dan LSM
Internasional yang sudah ada di Indonesia maupun dari luar negeri diatur
secara tersendiri dalam Juknis Bantuan Internasional.

10

BAB IV
MEKANISME KOORDINASI DAN PENGORGANISASIAN
TANGGAP DARURAT BENCANA
A. MEKANISME KOORDINASI
1. Mekanisme koordinasi dan pengorganisasian Tanggap Darurat Bencana
dijelaskan sebagai berikut :
Mekanisme Koordinasi dan Pengorganisasian Tanggap Darurat Bencana

2. Penanggulangan bencana tingkat Kabupaten / Kota dilakukan di bawah


koordinasi PMI Kabupaten / Kota apabila cakupan yang terkena hanya di
satu kabupaten atau kota. PMI Kab/Kota berkoordinasi dan berkomunikasi
secara intensif dan efektif dengan PMI Kecamatan, PMI Provinsi dan PMI
Pusat. Dalam operasional pelayanan Tanggap Darurat di lapangan, PMI
Kab/ Kota juga berkoordinasi dengan Satgas PB, BPBD Kab/Kota, Dinas/
Lembaga/ Institusi pemerintah, TNI/POLRI, institusi pelayanan rujukan,
LSM, Sektor swasta dan para pelaku lainnya di wilayahnya.
3. Penanggulangan bencana tingkat Provinsi dilakukan di bawah koordinasi
PMI Provinsi apabila cakupan yang terkena lebih dari satu kabupaten atau
kota. PMI Provinsi berkoordinasi dan berkomunikasi secara intensif dan
efektif dengan PMI Kecamatan, Kab/Kota dan PMI Pusat. Dalam melakukan

11

dukungan operasional pelayanan Tanggap Darurat di lapangan, PMI Provinsi


juga berkoordinasi dengan BPBD Provinsi, TNI/POLRI, Dinas/ Lembaga/
Institusi pemerintah, LSM, Sektor swasta dan para pelaku lainnya di
wilayahnya.
4. Penanggulangan bencana tingkat nasional dilakukan di bawah koordinasi
PMI Pusat. PMI Provinsi berkoordinasi dan berkomunikasi secara intensif
dan efektif dengan PMI Kecamatan, PMI Kab/Kota, PMI Provinsi, maupun
IFRC, ICRC, dan PNSs. Dalam melakukan dukungan operasional pelayanan
Tanggap Darurat di lapangan, PMI Pusat juga berkoordinasi dengan BNPB/
BPBD, Dinas/ Lembaga/ Institusi pemerintah, TNI/POLRI, Badan
Perwakilan
Pemerintah
Negara
lainnya,
Badan
PBB,
LSM
Nasional/Internasional, Sektor swasta dan para pelaku lainnya di tingkat
nasional.
5. Apabila PMI Kabupaten / Kota atau PMI Provinsi tidak memiliki kapasitas
dalam penanggulangan bencana di wilayahnya maka tanggung jawab
diambil alih oleh PMI tingkatan di atasnya.
6. Apabila PMI Pusat tidak memiliki kapasitas dalam penanggulangan bencana
di wilayahnya maka akan melakukan koordinasi dan mengajukan
permohonan bantuan kepada IFRC/ICRC/PNSs
B. PENGORGANISASIAN TANGGAP DARURAT BENCANA
1. PMI
Kecamatan
dalam
upaya
tanggap
darurat bencana dapat
memobilisasi Relawan PMI yang ada di tingkat desa / kelurahan, TSR SIBAT
atau anggota masyarakat terlatih yang dibina oleh PMI Kecamatan. PMI
Kecamatan didukung oleh PMI Kab/Kota mengoperasikan Posko Lapangan
Tanggap Darurat Bencana.
2. PMI Kabupaten / kota memiliki wadah pelayanan penanggulangan
bencana yang disebut dengan Satuan Siaga Penanggulangan Bencana
(Satgana) PMI Kabupaten / kota. Pengorganisasian operasional tanggap
darurat bencana di tingkat Kab/ Kota mengacu pada lampiran di bawah ini.

12

Pengorganisasian Kegiatan Operasional Tanggap Darurat Bencana Berskala Kecil


(Tingkat Kabupaten/ Kota)
Perwakilan Mitra

Ketua Posko
(PMI Kab/ Kota)
Koordinator
Lapangan

Tingkat
Wilayah
Operasi
Telkom

Assmnt

Adm

PPK

Humas

Keu

Ev/Shelter

Medis

Tim Ambulans

DU

Logistik

Watsan

Rel/Dist

RFL

PSP

Catatan:
Pembentukan Unit Pelayanan Operasional disesuaikan dengan
kebutuhan dan situasi / kondisi bencana.
b. Uraian tentang tugas dan fungsi dalam Posko diuraikan dalam Juknis
terpisah
3. PMI Provinsi memiliki satuan tugas penanggulangan bencana yang bersifat
ad-hoc dalam penanganan bencana yang disebut Satgana PMI Provinsi.
Pengorganisasian operasional tanggap darurat bencana di tingkat Provinsi
mengacu pada Lampiran 7.
Pengorganisasian Kegiatan Operasional Tanggap Darurat Bencana Berskala
Menengah (Tingkat Provinsi)
a.

Pengarah Operasi
(PMI Provinsi)

Perwakilan Mitra

Ketua Posko
(PMI Kab/ Kota)

Koordinator
Lapangan

Telkom

Assmnt

Adm

PPK

Humas

Keu

Ev/Shelter

Medis

Tim Ambulans

DU

Logistik

Rel/Dist

Watsan

RFL

PSP

Tingkat
Wilayah
13
Operasi

Catatan:
Pembentukan Unit Pelayanan Operasional disesuaikan dengan
kebutuhan dan situasi / kondisi bencana.
b. Uraian tentang tugas dan fungsi dalam Posko diuraikan dalam Juknis
terpisah
a.

4. PMI Pusat memiliki satuan tugas penanggulangan bencana yang bersifat adhoc dalam penanganan bencana yang disebut Satgana PMI Pusat.
Pengorganisasian Operasional Tanggap Darurat Bencana berskala besar
mengacu pada struktur pengorganisasian pada Lampiran 6.
Pengorganisasian Kegiatan Operasional Tanggap Darurat Bencana Berskala
Nasional dan Internasional
Bakornas PB
IFRC, ICRC, PNSs,
Donor, UN Agency
NGO/INGO

PP PMI/Sekjen

Tingkat
Pusat

Semua Divisi dan


Unit Operasional di
MP PMI

Ketua Posko
(PMI Pusat,
Daerah, Cabang)

Perwakilan Mitra

Koordinator
Lapangan

Telkom

Assmnt

Adm

PPK

Humas

Keu

Ev/Shelter

Medis

Tim Ambulans

DU

Logistik

Rel/Dist

Watsan

RFL

PSP

Tingkat
Wilayah
Operasi

14

Catatan:
Pembentukan Unit Pelayanan Operasional disesuaikan dengan
kebutuhan dan situasi / kondisi bencana.
b. Uraian tentang tugas dan fungsi dalam Posko diuraikan dalam Juknis
terpisah
5. Dalam menunjang Kegiatan Operasi Tanggap Darurat Bencana PMI, Markas
PMI di masing-masing tingkatan membentuk Posko (Pos Komando
Operasional). Mekanisme kerja Posko Tanggap Darurat Bencana merujuk
pada juknis Posko PMI.
6. Struktur Organisasi Operasional Tanggap Darurat Bencana terdiri dari :
a. Tim Pengarah Operasional Tanggap Darurat yaitu Pengurus PMI di masingmasing tingkatan yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Pengurus
PMI
b. Penanggung jawab posko adalah wakil ketua bidang PB atau pengurus
yang ditunjuk
c. Pelaksana Posko di pimpin oleh Kepala Markas PMI di masing-masing
tingkatan PMI
d. Pelaksana Operasional Tanggap Darurat Bencana dipimpin oleh Koordinator
Lapangan / Manajer Operasional
e. Unit fungsional pendukung operasional Tanggap darurat bencana terdiri
atas:
1) Administrasi dan Pelaporan
2) Keuangan
3) Humas (Hubungan Masyarakat)
4) Logistik
5) Teknologi Informasi.
a.

f.

Unit Operasional Pelayanan Tanggap Darurat Bencana diaktifkan


berdasarkan kebutuhan pelayanan dan cakupan besar kecilnya
bencana, antara lain dapat berupa:
1) Unit Assessment
2) Unit Pertolongan Pertama dan pencarian Korban.
3) Unit Evakuasi
4) Unit Penampungan Darurat (Shelter).
5) Unit Pelayanan Medis (Medical Action Team).
6) Unit Ambulans
7) Unit Dapur Umum.
8) Unit Relief dan Distribusi
9) Unit Air dan Sanitasi (Watsan).
10) Unit Dukungan Psikososial (PSP)
11) Unit Pemulihan Hubungan Keluarga (Restoring Family Links) dan
DBM.
12) Unit Persiapan Pemulihan

15

BAB V
PELAKSANAAN BANTUAN DAN PELAYANAN
TANGGAP DARURAT BENCANA
A. PMI KECAMATAN
Pelaksanaan upaya tanggap darurat bencana di tingkat Kecamatan berada di
bawah pengawasan dan pembinaan PMI Kabupaten / kota, yang dalam
pelaksanaannya dibantu oleh ketua PMI Kecamatan dengan tugas dan
tanggungjawab sebagai berikut :
1. Umum:
a. Menjabarkan dan melaksanakan arah kebijakan PMI Kabupaten/kota
sesuai dengan karakteristik situasi dan kondisi PMI Kecamatan.
b. Mengkoordinir sumber daya PMI Kecamatan dan mitra terkait dalam hal
tanggap darurat bencana.
c. Melaksanakan koordinasi dengan berbagai pihak terkait.
d. Melaksanakan kegiatan operasional tanggap darurat bencana. Dalam
hubungan ini, PMI Kecamatan wajib mengerahkan Relawan Masyarakat
terlatih
e. Menyampaikan laporan kepada PMI Kabupaten/kota dengan tembusan
kepada pemerintah kecamatan.
2. Operasional:
a. Sebelum melakukan tanggap darurat bencana :
1) Mengumpulkan relawan/ anggota masyarakat terlatih, melakukan
briefing;
2) Memastikan dukungan logistik dan transportasi untuk bantuan,
operasional perorangan dan tim;
3) Melakukan koordinasi dan komunikasi internal PMI;
4) Koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait;
5) Mobilisasi relawan/anggota masyarakat terlatih.
b. Tiba di lokasi bencana
Setibanya di lokasi bencana, relawan/anggota masyarakat terlatih
segera melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat dalam
upaya tanggap darurat secara terpadu, berupa:
1) Menempatkan identitas PMI di lokasi dimana ada kegiatan PMI,
sehingga mudah dilihat dan dikenali;
2) Memberikan informasi awal;
3) Melaksanakan upaya pencarian dan pertolongan dan evakuasi;
4) Membantu pendirian tempat penampungan darurat;
5) Membantu penyelenggaraan dapur umum;
6) Penyaluran bantuan pangan/non pangan beridentitas PMI;
7) Melakukan komunikasi di lokasi bencana dengan pihak terkait.
8) Melakukan koordinasi dan evaluasi internal setiap hari yang
dipimpin oleh Ketua Posko PMI Kecamatan.

16

B. PMI KABUPATEN/ KOTA


Pelaksanaan upaya tanggap darurat bencana di tingkat kabupaten/kota berada di
bawah pengawasan dan pembinaan wakil ketua dan anggota bidang PB PMI
Kabupaten / kota, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Kepala Markas
Kabupaten / kota dan divisi Penanganan Bencana, dengan tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
1. Umum
a. Menjabarkan dan melaksanakan arah kebijakan PMI Provinsi sesuai
dengan karakteristik situasi dan kondisi PMI Kabupaten / kota;
b. Mengkoordinir sumber daya PMI Kabupaten / kota dan mitra terkait
dalam hal tanggap darurat bencana;
c. Melaksanakan koordinasi dengan berbagai pihak terkait;
d. Melaksanakan kegiatan operasional tanggap darurat bencana. Dalam
hubungan ini, PMI Kabupaten / kota wajib mengerahkan Satgana PMI;
e. Menyampaikan laporan kepada PMI Provinsi dengan tembusan kepada
PMI Pusat dan PMI Kabupaten / kota lain yang membantu;
f. Meminta bantuan sumber daya kepada PMI Kab/Kota terdekat apabila
kemampuan PMI Kab/ Kota setempat tidak mampu menangani bencana
tsb, dengan tembusan kepada PMI Provinsi.
2. Operasional Tanggap Darurat Bencana :
a. Sebelum melakukan tanggap darurat bencana :
1) Mengumpulkan anggota Satgana, melakukan briefing;
2) Memastikan dukungan logistik dan transportasi untuk bantuan,
operasional perorangan dan tim;
3) Pemeriksaan kesehatan;
4) Koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait;
5) Mobilisasi anggota Satgana;
6) Mobilisasi Tim Humas.

b. Tiba di lokasi bencana


Setibanya di lokasi bencana, anggota Satgana segera melakukan
koordinasi dengan pemerintah setempat dalam upaya tanggap darurat
secara terpadu, berupa:
1) Menempatkan identitas PMI di lokasi dimana ada kegiatan PMI,
sehingga mudah dilihat dan dikenali;

17

2) Melaksanakan penilaian awal (rapid assessment);


3) Melaksanakan upaya pencarian dan pertolongan dan evakuasi;
4) Koordinasi dengan pihak terkait untuk rujukan pelayanan
kesehatan;
5) Membantu pendirian tempat penampungan darurat;
6) Pengelolaan dapur umum;
7) Penyaluran bantuan pangan/non pangan beridentitas PMI;
8) Menghimpun,
menginformasikan
dan
melaporkan peristiwa
yang berlangsung, serta pemutakhiran data secara rutin,
ditampilkan di papan pengumuman Posko Markas atau Posko
Lapangan;
9) Melakukan komunikasi dan koordinasi di lokasi bencana dengan
pihak terkait;
10) Melakukan koordinasi dan evaluasi internal setiap hari yang
dipimpin oleh Ketua Posko PMI Kabupaten / kota;
11) Membuat dan menyampaikan laporan kegiatan secara tertulis
disertai dengan pendokumentasian ke PMI Provinsi tembusan ke PMI
Pusat;
12) Melakukan dokumentasi dan expose kegiatan PMI di media massa.
C. PMI PROVINSI
Pelaksanaan upaya tanggap darurat bencana di tingkat Provinsi berada di bawah
pengawasan dan pembinaan wakil ketua bidang PB PMI Provinsi atau Anggota
Pengurus PMI Provinsi yang ditunjuk, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh
Kepala Markas Provinsi dan Kepala divisi Penanggulangan anan Bencana, dengan
tugas dan tanggungjawab sebagai berikut:
1. Umum :
a. Menjabarkan dan melaksanakan kebijakan PMI Pusat dalam hal tanggap
darurat bencana sesuai dengan karakteristik Provinsi masing-masing;
b. Memberikan bantuan, arahan, petunjuk pelaksanaan tanggap darurat
bencana bagi PMI Kabupaten / kota di wilayah kerjanya, termasuk
bantuan lintas Kabupaten / kota;
c. Mengkoordinir sumber daya PMI Kabupaten / kota lain di wilayah
kerjanya untuk mendukung operasi PMI Kabupaten / kota yang
wilayahnya dilanda bencana. Dalam hubungan ini, berdasarkan
persetujuan PMI Kabupaten / kota yang berkepentingan, PMI Provinsi
dapat memobilisasi satuan tugas yang bersifat ad-hoc yang disebut
sebagai Tim Satgana PMI Provinsi;
d. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait di tingkat provinsi;
e. Menyampaikan laporan kepada PMI Pusat dengan tembusan ke PMI
Kabupaten / kota yang wilayahnya terkena bencana dan PMI Kabupaten
/ kota lain yang membantu.
2. Operasional :
Setelah mendapatkan permohonan bantuan dari PMI Kabupaten / kota yang
wilayahnya terkena bencana, mengingat skala bencana diluar kemampuan
PMI Kabupaten/ Kota setempat, maka PMI Provinsi melakukan :
a. Komunikasi dan koordinasi internal dengan PMI Kabupaten / kota di wilayah

18

b.
c.
d.
e.

kerjanya;
Menyiapkan dan mengirimkan kebutuhan operasional pendukung tanggap
darurat bencana ke PMI Kabupaten / kota di wilayah yang terkena
bencana;
Mengorganisir dan mengkoordinasikan bantuan-bantuan (SDM, material,
dana) dari PMI Kabupaten / kota di wilayah kerjanya untuk membantu PMI
Kabupaten / kota yang terkena bencana;
Menugaskan seorang anggota Pengurus/Pegawai untuk memantau,
memastikan serta mengkoordinasikan bantuan-bantuan seperti tersebut
pada butir c.
Membuat dan menyampaikan laporan kepada PMI Pusat.

D. PMI PUSAT
Pelaksanaan upaya tanggap darurat bencana berada di bawah pengawasan dan
pembinaan Ketua Bidang PB PMI, yang dalam pelaksanaannya sehari-hari dibantu
oleh Divisi Penanganan Bencana Markas Pusat PMI dengan tugas dan tanggungjawab
sebagai berikut:
1. Umum:
a. Menetapkan kebijakan umum Penanggulangan Bencana PMI tingkat
Nasional. Menetapkan peran dan tugas PMI dalam hal tanggap darurat
bencana;
b. Penyediaan dan mobilisasi sumber daya untuk mendukung kegiatan
tanggap darurat bencana baik dari sumber Nasional maupun
Internasional;
c. Mengkoordinir sumber daya PMI Provinsi untuk mendukung PMI
Kabupaten / kota yang wilayahnya dilanda bencana. Dalam hubungan
ini, berdasarkan persetujuan PMI Provinsi dan Kabupaten / kota yang
berkepentingan, PMI pusat dapat memobilisasi satuan tugas yang
bersifat ad-hoc yang disebut sebagai Tim Satgana PMI Pusat;
d. Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait.
2. Operasional:
Setelah mendapatkan permohonan bantuan dari PMI Provinsi yang
wilayahnya terkena bencana, mengingat skala bencana yang terjadi diluar kapasitas
PMI Provinsi setempat, maka PMI Pusat melakukan :
a. Mengalokasikan dana darurat bencana untuk mendukung operasi;
b. Komunikasi dan koordinasi secara intensif dengan PMI Provinsi yang
terkena bencana;
c. Mengeluarkan Surat Edaran kepada PMI Provinsi se-Indonesia berkenaan
dengan kebutuhan bantuan bencana;
d. Komunikasi dan koordinasi dengan sumber-sumber penyedia
bantuan/donasi, baik domestik maupun masyarakat Internasional;
e. Mengorganisir
dan
mengkoordinasikan
bantuan-bantuan (SDM,
Material, Dana) seperti tersebut dalam butir a, b, c, dan d untuk
membantu PMI Kabupaten / kota yang terkena bencana;
f. Membuat laporan secara periodik kepada publik melalui media massa.
g. Bertindak selaku focal point dalam hubungannya dengan sumber-

19

sumber bantuan internasional;


h. Keterlibatan relawan bukan anggota PMI/relawan dari negara asing
diatur dalam ketentuan tersendiri.
E. MEKANISME MOBILISASI ANGGOTA TIM SATGANA
1. Tim Satgana yang dimobilisasi oleh PMI Pusat/PMI Provinsi/PMI Kabupaten /
kota harus sesuai dengan persyaratan dan kompetensi yang dibutuhkan.
2. Dalam
memobilisasi anggota Satgana oleh PMI Pusat/PMI Provinsi/PMI
Kabupaten / kota harus melakukan koordinasi dengan Divisi Relawan Markas.
3. Anggota Satgana yang ditugaskan harus dilengkapi dengan:
a. surat tugas;
b. kartu identitas PMI;
c. perlengkapan operasional;
d. mendapatkan perlindungan asuransi selama masa Penugasan.
4. Mobilisasi anggota Satgana lintas PMI Provinsi/PMI Kabupaten / kota oleh PMI
Pusat/PMI Provinsi dilakukan ketika PMI setempat tidak mampu merespon
bencana. Mobilisasi lintas Kabupaten / kota dikoordinasikan oleh PMI Provinsi,
mobilisasi lintas Provinsi dikoordinasikan oleh PMI Pusat;
5. Lama penugasan dan jumlah Anggota Satgana yang dimobilisasi oleh PMI Pusat/
PMI Provinsi sesuai dengan kebutuhan dan situasi bencana (sesuai hasil
assessment).
6. PMI Pusat/ PMI Provinsi/ PMI Kabupaten / kota memberikan dukungan dan
menyiapkan kebutuhan anggota Satgana yang dimobilisasi.
7. Anggota Satgana yang ditugaskan harus membuat laporan kegiatan, baik selama
penugasan maupun sesudah penugasan.
8. Untuk menunjang pelaksanaan tanggap darurat bencana, perlu dibentuk Posko
baik di Markas dan/atau di lokasi bencana (lihat struktur Posko Bencana)
F. PENDUKUNG OPERASIONAL
1. Penyediaan Sumber Daya Manusia
a. Manfaatkan secara maksimal anggota Satgana dan relawan/ anggota
masyarakat terlatih.
b. Mobilisasi Sumber Daya Manusia sesuai dengan standar kompetensi
yang diatur dalam Pedoman Relawan PMI.
c. Penugasan dilakukan sesuai dengan kompetensi dan kebutuhan
lapangan.
2. Dukungan Logistik
a. Penyediaan dan mobilisasi barang bantuan (relief) diperoleh dari
Gudang PMI..
b. Barang bantuan yang dimaksud dalam butir 1 adalah barang-barang
bantuan yang telah tersedia (stock) dan ditempatkan di Gudang
Tanggap Darurat .
c. Barang bantuan didistribusikan berdasarkan kebutuhan di lapangan.
3. Perlengkapan Operasional

Perlengkapan standar operasional untuk tanggap darurat bencana diatur dalam


petunjuk pelaksanaan tersendiri yang meliputi :

a. Perlengkapan perorangan sesuai dengan pedoman Satgana.

20

b. Perlengkapan kelompok/tim (termasuk peralatan dokumentasi,


komunikasi dan sarana transportasi) sesuai dengan pedoman Satgana.
c. Perlengkapan Operasional sesuai dengan pedoman Satgana.
4. Dana dan Standar Akuntabilitas
Penyedia dana-dana operasional dan cara-cara pertanggung- jawaban
keuangan akan diatur dalam JUKLAK terpisah termasuk besaran standar
anggaran yang ditentukan oleh PMI. Cara-cara pertanggungjawaban
keuangan harus dibedakan menurut sumber dana yang berasal dari
PMI, Masyarakat, Perusahaan, APBN/APBD, Donor Internasional (misal:
IFRC/ICRC/PNS's, dan sumber dana lain yang tidak mengikat).
5. Pos-pos pengeluaran keuangan untuk operasi tanggap darurat bencana
meliputi:
a. Biaya transport lokal (BBM kendaraan dinas PMI, sewa
kendaraan/truk/motor/boat dll);
b. Biaya administrasi Umum (pengadaan ATK, cetak kartu/formulir);
c. Biaya Komunikasi (Voucher HP, faks/telepon melalui Wartel, telepon
kantor);
d. Biaya dokumentasi dan pencetakan;
e. Pengadaan Corporate Identity material (spanduk, bendera);
f. Biaya-biaya personil (perdiem, akomodasi apabila di luar kota,
asuransi);
g. Biaya Pendukung lainnya.
6. Standar Format Pencatatan dan waktu Pelaporan

Standar format pencatatan dan pelaporan yang dimaksud disini adalah formatformat isian yang sudah dibakukan oleh PMI, terdiri dari:

a. Format-format pengelolaan bantuan (formulir registrasi, kartu/kupon


penerima bantuan, daftar penerima bantuan);
b. Format-format pergudangan (BAP barang, kartu stok, formulir
permohonan barang, surat Jalan);
c. Format-format keuangan (jurnal, buku kas/bank, laporan keuangan).
d. Format-format pelaporan;
e. Pelaporan keuangan harus sudah diserahkan paling lama 14 hari sejak
masa tanggap darurat dinyatakan selesai.

21

BAB VI
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
A. KEGIATAN PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
Dalam operasi tanggap darurat bencana, kegiatan pengendalian dan pengawasan mencakup:
personil, keuangan, metode/cara, logistik dan penerima bantuan. Untuk
melaksanakan tindakan pengendalian dan pengawasan menggunakan perangkat yang
terdiri dari: koordinasi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Kegiatan pengendalian
dan pengawasan dilakukan oleh pengurus PMI di semua tingkatan. Sebagai penanggung
jawab kegiatan pengendalian dan pengawasan adalah Pengurus PMI yang membidangi
Penanggulangan Bencana

B. KOORDINASI (melalui komunikasi aktif)


1.
2.
3.

Komunikasi dilakukan melalui: rapat koordinasi, surat- menyurat, konferensi pers,


penyebaran berita, telepon, faximile, e-mail dll;
Komunikasi dilakukan secara berkesinambungan dengan berbagi informasi dan
pemutakhiran data / informasi baik internal maupun eksternal disemua tingkatan;
Isi/materi informasi yang perlu dikomunikasikan berdasarkan pada hasil
assessment (Penilaian awal, Penilaian lengkap dan Penilaian perkembangan).

C. PEMANTAUAN
1. Pemantauan dilakukan untuk memastikan kegiatan tanggap darurat
bencana berjalan sesuai dengan rencana yang sudah dibuat.
2. Hal-hal yang dilakukan dalam pemantauan yaitu :
a.
b.
c.

Menganalisa data yang diterima menjadi informasi.


Membandingkan hasil perkembangan kegiatan berdasarkan indikator
penilaian.
Peninjauan lapangan bertujuan untuk melihat perkembangan/perubahan
situasi dan kondisi wilayah bencana.

D. EVALUASI
1.
2.
3.

Evaluasi dilakukan untuk menilai pencapaian hasil kegiatan operasi tanggap


darurat bencana sesuai target /sasaran / indikator yang telah ditetapkan.
Mengacu kepada standar pelayanan minimal Internasional.
Hasil evaluasi digunakan sebagai dasar perencanaan kegiatan tanggap darurat
bencana berikutnya.
PMI Setempat dapat memberikan evaluasi kinerja (feedback) kepada Tim satgana
yang ditugaskan.

E. PELAPORAN DAN DOKUMENTASI


1.

Pelaporan menggunakan format laporan baku yang telah ditentukan.

2. Laporan penanggulangan bencana dilengkapi foto dan atau film dokumenter yang
memuat informasi, perubahan situasi dan kondisi masyarakat akibat dampak
bencana yang telah ditimbulkan.

22

BAB VII
PENUTUP
Dengan berlakunya Petunjuk Teknis Tanggap Darurat Bencana ini, semua pedoman
dan Panduan yang berkaitan dengan operasional tanggap darurat bencana
dinyatakan masih dapat dijadikan sebagai referensi / acuan sepanjang tidak
bertentangan dengan juknis ini.
PMI Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat menindaklanjuti petunjuk pelaksanaan ini
sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Hal-hal yang belum dijelaskan dalam Juklak Tanggap Darurat ini akan diatur
tersendiri dalam Petunjuk Teknis dan Prosedur Tetap.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2012
PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,

M. JUSUF KALLA

23

PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
PEMULIHAN, REHABILITASI, DAN
REKONSTRUKSI
PALANG MERAH INDONESIA

PETUNJUK TEKNIS
TENTANG
PEMULIHAN, REHABILITASI, & REKONSTRUKSI PALANG MERAH INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling rawan bencana di
dunia. Wilayah Indonesia tepat berada pada cincin api (ring of fire) yakni
pertemuan tiga lempeng tektonik besar yaitu Indo-Australia, Eurasia dan
Pasific. Tabrakan antar lempeng tektonik tersebut membentuk jalur gempa
dengan ribuan titik pusat gempa yang menjadikan Indonesia sangat rawan
gempa bumi. Selain itu, Wilayah Indonesia memiliki sabuk vulkanik
sepanjang 7.000 km dari Pulau Sumatra, Jawa, Bali, NTB, serta NTT.
Terdiri dari 129 gunung berapi aktif (70 di antaranya sangat aktif) serta 500
gunung tidak aktif. Gunung berapi aktif di Indonesia merupakan 13 % dari
seluruh gunung berapi aktif di dunia. Selain itu, wilayah pantai Indonesia
sepanjang 81.000 km dengan pemukiman padat merupakan wilayah dengan
kerentanan dan berisiko terhadap bencana tsunami dan gelombang pasang.
2. Masyarakat yang hidup disekitar hazard (bahaya) terkadang tidak
menyadari bahwa bencana dapat terjadi kapan saja. Selain itu, bahkan
sebagian dari masyarakat justru melakukan eksploitasi lingkungan yang
dapat memunculkan bahaya-bahaya baru yang dapat menimbulkan risiko
dan kerentanan masyarakat di lingkungannya. Belum adanya kesadaran
umum bahwa bencana darurat sekecil apapun, juga berdampak pada
rumah tangga ataupun masyarakat setempat,yang pada akhirnya akan
menimbulkan instabilitas kehidupan ditingkat lokal, nasional maupun
global. Realita ini mendorong perlu adanya kesiapan untuk memprediksi,
mencegah, mensiapsiagakan serta melakukan upaya-upaya mengurangi
dampak bencana yang terpadu dengan sistem respon bencana maupun
upayaupaya pemulihan dalam sistem penanggulangan bencana, yang
mencakup periode pra-bencana, situasi tanggap darurat bencana dan
paska-bencana.
B. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
a. Menetapkan arah kebijakan dan pelaksanaan operasional PMI untuk
dapat berperan serta dalam penanggulangan bencana.
b. Menafsirkan Peraturan Organisasi bidang pelayanan No. 003/PO/PPPMI/2011.
2. Tujuan
a. Memberikan acuan pelaksanaan dasar bagi unsur-unsur pelaksana PMI
di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten dalam penanggulangan
bencana.
b. Memberikan arahan dasar bagi unsur-unsur pelaksana PMI di Tingkat
Pusat, Provinsi, dan Kabupaten dalam upaya pemulihan, rehabilitasi,
rekonstruksi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat.

BAB II
RUANG LINGKUP DAN PENGORGANISASIAN

A. RUANG LINGKUP
1. Prinsip prinsip pemulihan:
a. Hasil assessment dan Database
Hasil analisis data detail assessment merupakan dasar dalam
melakukan penyusunan perencanaan program pemulihan. Penentuan
kebijakan program didasarkan analisis tersebut
Data base tersebut menggambarkan situasi masyarakat sebelum
intervensi program dan menjadi dasar dalam pengukuran dampak dari
program pemulihan
b. Kerjasama dan Koordinasi
1) Internal PMI
Pada tingkat organisasi PMI perlu dilakukan koordinasi untuk
melaksanakan program pemulihan antara PMI Pusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota
Pada tingkat organisasi PMI perlu adanya nota kesepakatan,
perjanjian kerjasama dan sinkronisasi kebijakan dengan Palang
Merah dan Bulan sabit merah sehingga tercapai kegiatan program
yang optimal dalam setiap pelaksanaan program.
2) Eksternal
Pada saat merancang program pemulihan perlu ada koordinasi dan
kerjasama yang tertuang dalam perjanjian kerjasama dengan
pemerintah setempat.
c. Transparasi dan akuntabilitas
Dalam pelaksanaan program pemulihan perlu menjamin transparasi dan
akuntabilitas untuk menjamin kepercayaan masyarakat, pemerintah
dan mitra.
d. Pemberdayaan masyarakat
Program pemulihan dilakukan dengan cara melibatkan partisipasi
masyarakat.

e. Dukungan sumber daya


Pelaksanaan program pemulihan perlu melibatkan sumber daya
professional untuk menjamin kwalitas hasil program dapat
dipertanggung jawabkan.
f.

Rencana Kerja Tindak Lanjut (Masyarakat dan PMI)


Setelah program berbasis masyarakat diselesaikan, perlu adanya
kegiatan lanjutan yang bersifat penguatan lembaga PMI dalam rangka
persiapan menghadapi bencana masa depan.

2. Masa pemulihan
Operasi pemulihan akan ditentukan berdasarkan hasil assessment tentang
kebutuhan masyarakat oleh Tim Tanggap Darurat dan berdasarkan
koordinasi dengan pemerintah tentang ruang gerak PMI.
a. Masa Awal
Penyiapan operasi pemulihan dilaksanakan sejak masa tanggap darurat
dengan memperhatikan hasil identifikasi kebutuhan dan sumber daya
manusia PMI, kesiapan masyarakat, ketersediaan dana, sumber daya
lain untuk memulai dan koordinasi dengan pemerintah.
b. Masa Akhir
Pelayanan pemulihan berakhir apabila:
1) Target pelayanan telah tercapai.
2) Kondisi masyarakat yang telah berangsur pulih dan mampu
mengambil alih kembali layanan yang diberikan PMI.
3) Layanan pemerintah terkait ruang lingkup layanan PMI telah
berfungsi kembali.
3. Jenis pelayanan
Jenis layanan PMI untuk masa pemulihan adalah :
a. Mengacu pada Pedoman Pelayanan (PO) Nomor 003/PO/PP PMI/2011
pasal 7 yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Kebersihan lingkungan daerah yang dilanda bencana;


Promosi kesehatan paska bencana;
Dukungan sosial psikologis;
Pelayanan kesehatan dasar;
Pelayanan pemulihan hubungan keluarga;
Pemulihan dan rekonstruksi.

b. Berdasarkan pengalaman PMI dan kebutuhan masyarakat di lapangan


menyangkut:
1)
2)
3)
4)

Hunian sementara;
Dukungan mata pencaharian;
Air dan sanitasi;
Kebutuhan masyarakat lainnya.

Penentuan jenis layanan sangat bergantung pada rencana operasi yang


dikembangkan berdasarkan hasil detail assessment yang disepakati
bersama.
B. STRUKTUR UMUM DAN TEKNIS
1. Pengorganisasian Umum
a. Pengorganisasian serta peran dan tanggungjawab PMI dalam Program
Pemulihan merujuk pada ketentuan organisasi PMI sebagaimana diatur
dalam AD dan ART PMI, rencana strategi serta peraturan peraturan
terkait lainnya;
b. Penanggungjawab kegiatan Program Pemulihan di setiap tingkatan
adalah Ketua Bidang Penanganan Bencana di masing masing
tingkatan;
c. Penanggung jawab operasional kegiatan pemulihan adalah Kepala
Markas di setiap tingkatan PMI;
d. Pelaksana Teknis kegiatan pemulihan adalah Kepala Divisi Pelayanan
terkait di setiap tingkatan PMI;
e. Dalam mendukung kegiatan Pemulihan, PMI Pusat bekerja sama dengan
Mitra Palang Merah (IFRC, ICRC dan PNSs) dan organisasi internasional
yang lainnya dapat mendukung operasi pemulihan baik dari segi dana,
dukungan teknis dan personil sebagai bagian dari tim pelaksana
pemulihan PMI;
f. Dalam setiap operasi pemulihan, pengurus PMI setempat berkewajiban
untuk menjalin jejaring guna mendukung program pemulihan yang
telah disepakati.
Struktur pengorganisasi pelaksana teknis program pemulihan paska
bencana mengacu pada bagan berikut ini.

STRUKTUR PENGORGANISASI PELAKSANA TEKNIS


PROGRAM PEMULIHAN PASKA BENCANA

Pengurus Pusat Bidang PB

BNPB, Donors, Stakehorlder

Ka Markas /PJ Operasional Tk. Pusat


Ka div PB Prov /Pelaksana Teknis Tk. Pusat

Pengurus Provinsi Bidang PB

BPBD, Donors, Stakehorlder

Ka Maprov/PJ Operasional Tk.Provinsi


Ka div PB Prov /Pelaksana Teknis Tk. Provinsi

Pengurus Kabupaten/Kota

BPBD, Donors, Stakehorlder

Ka Ma Kabupaten/Kota (PJ Operasional Tk. Kab/ Kota


Ka Div PB Kab/ Kota (Pelaksana Teknis Tk. Kabupaten/Kota)

Korlap Huntara atau RFL


(Div PB)

Korlap Pelayanan
Kesehatan(Div Yankesos)

Ass Korlap

Ass Korlap

Bagian Administrasi dan


Keuangan Program

R E L A W A N / MASYARAKAT

= Garis Koordinasi

C. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB


1. Pengurus Pusat PMI
a. Wewenang Pengurus Pusat PMI
1) Menetapan Kebijakan Umum Program Pemulihan
PMI tingkat
Nasional. Kebijakan umum PMI tesebut antara lain mencakup:
a) Memutuskan kebijakan pokok, strategi dan pendekatan
Program Pemulihan yang diarahkan pada pencapaian sasaran
dan tugas pokok PMI;
b) Mengatur sistim, prosedur dan tata cara pengerahan,
pengarahan, penggunaan dan administrasi sumber daya yang
berhasil diperoleh dari dalam dan luar negeri untuk keperluan
Program Pemulihan korban bencana;
c) Mendukung penyaluran sumberdaya bagi operasi pemulihan di
PMI kabupaten/kota yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
2) Menetapkan fokus peranan dan tugas PMI sesuai dengan tahapan
siklus bencana.
3) Menetapkan sistem, prosedur dan tata cara mobilisasi sumbersumber daya PMI, penyediaan sumber daya untuk mendukung
Program Pemulihan korban bencana.
4) Hasil kebijaksanaan itu dituangkan dalam KEPUTUSAN tentang
Pedoman Teknis Program Pemulihan korban Bencana.
b. Tugas dan tanggungjawab Pengurus Pusat PMI
1) Memutuskan skala operasi;
2) Menjalin jejaring dengan para mitra guna memperoleh dukungan
bagi pelaksanaan operasi;
3) Mengkoordinasikan sumber daya yang dimiliki oleh PMI Provinsi
untuk mendukung kegiatan Program Pemulihan;
4) Sosialisasi dan advokasi kepada pemerintah;
5) Melaksanakan koordinasi dengan IFRC, ICRC, PNSs, serta pihakpihak terkait, khususnya dengan instansi lintas sektoral di tingkat
nasional dan internasional;
6) Jika diperlukan dapat dibentuk kelompok kerja untuk penanganan
masalah spesifik;
7) Mengadakan evaluasi tentang sumber daya yang merupakan
kemampuan nyata PMI;
8) Menyusun dan menentukan peran apa yang akan dilakukan oleh
pelbagai unsur, satuan maupun fasilitas PMI dihadapkan pada
kemampuan nyata dan sumber daya;
9) Menyiapkan kesiapsiagaan sumber daya PMI;
10) Mengeluarkan pedoman, SOP/JUKNIS petunjuk pelaksanaan tentang
pelaksanaan Program Pemulihan , termasuk manual dan panduan
KIE;

11) Melakukan standarisasi pelatihan bagi para pelatih dan pelaku


Program Pemulihan;
12) Mengembangkan program kesadaran masyarakat;
13) Menyusun dan melaksanakan pola administrasi dan pertanggung
jawaban keuangan / perbendaharaan tingkat Pusat agar supaya
pencairan dana dapat dilakukan dapat dilakukan sesuai dengan
perencanaan program;
14) Membina sistim perencanaan dan menghasilkan dokumen rencana;
15) Memverifikasi rencana operasi dari PMI Provinsi;
16) Pengerahan sumber daya;
17) Pembuatan rencana operasi;
18) Menginformasikan kesepakatan kerjasama dengan Gerakan Palang
Merah (IFRC, ICRC, PNSs) kepada PMI Provinsi & Kabupaten/Kota.
2. Pengurus Provinsi PMI
a. Wewenang Pengurus Provinsi PMI
1) Menjabarkan Kebijakan Umum dari PMI Pusat dan memutuskan
dalam bentuk Strategi Provinsi atau Petunjuk Pelaksanaan Program
Pemulihan tingkat Provinsi.
2) Menjabarkan fokus peranan dan tugas PMI sesuai dengan situasi dan
kondisi khas Provinsi dan nilai nilai lokal.
3) Strategi penanggulangan itu antara lain mencakup:
a) Menjabarkan secara lebih rinci pengarahan Pengurus Pusat,
disesuaikan dengan situasi dan kondisi Provinsi;
b) Memberi arah tentang penempatan dan penyebaran sarana dan
prasarana PMI untuk menopang Program Pemulihan korban
bencana;
c) Memberi arah tentang upaya penggalian sumber dana/ daya
dari masyarakat guna mendukung Program Pemulihan korban
bencana;
d) Mengkoordinir dukungan Program Pemulihan korban bencana
yang perlu dilakukan oleh lebih dari satu PMI Kabupaten/Kota
termasuk mobilisasi bantuan tenaga /logistic dan dukungan
lainya sesuai permintaan Kabupaten/Kota yang bersangkutan;
e) Menjamin suatu tingkat komunikasi yang optimal baik di system
komunikasi BNPB, BPBD Provinsi maupun ke Markas Pusat PMI
sesuai kemampuan sehingga saluran komunikasi dalam Program
Pemulihan selalu efektif.
4) Hasil pengembangan rencan strastegis Pengurus Provinsi itu
dituangkan dalam Petunjuk Pelaksanaan PMI untuk Program
Pemulihan, keputusan dan piranti lunak lainya oleh aparat Markas
Provinsi.

b. Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Provinsi PMI


1) Memutuskan skala operasi pemulihan bencana sesuai dengan
kemampuan PMI Provinsi;
2) Melaksanakan kebijakan PMI Pusat dalam operasi pemulihan;
3) Menjalin jejaring dengan para mitra guna mendukung operasi
pemulihan;
4) Memberikan bantuan, dan arahan, pelaksanaan Program Pemulihan
bagi PMI Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya, termasuk bantuan
lintas Kabupaten/Kota;
5) Mengkoordinir sumber daya PMI Kabupaten/Kota lain di wilayah
kerjanya untuk mendukung operasi PMI Kabupaten/Kota yang
melaksanakan Program Pemulihan korban bencana.
Dalam
hubungan ini, berdasarkan persetujuan PMI Kabupaten/Kota yang
berkepentingan, PMI Provinsi dapat membentuk satuan tugas yang
bersifat ad-hoc untuk melaksanakan Program Pemulihan korban
bencana;
6) Membina kapasitas logistik lini kedua, menyelenggarakan
Pelatihan, monitor kesiapsiagaan PMI Kabupaten/Kota khususnya
yang melaksanakan Program Pemulihan korban bencana;
7) Melaksanakan koordinasi dengan pihak terkait di tingkat Provinsi;
8) Mengidentifikasi kemampuan nyata dan keterbatasan seluruh
organisasi PMI diprovinsi masing-masing yang bersangkutan;
9) Menyusun rencana dan satuan pendukung untuk membantu operasi
Program Pemulihan korban bencana Kabupaten/Kota;
10) Membina sistim perencanaan di Provinsi dan menghasilkan
dokumen Program Pemulihan korban bencana;
11) Mengembangkan koordinasi-integrasi-sinkronisasi dan simflikasi
baik dengan internal (PMI Pusat dan PMI Kabupaten/Kota) maupun
eksternal dengan BPBD Provinsi maupun lintas sektor lainnya di
tingkat Provinsi;
12) Memverifikasi rencana operasi dari PMI Kabupaten/Kota;
13) Pengerahan sumber daya;
14) Pembuatan rencana operasi.
3. Pengurus Kabupaten/Kota
a. Wewenang Pengurus Kabupaten/Kota PMI
Dalam organisasi PMI, kedudukan PMI Kabupaten/Kota merupakan
pelaku operasional terdepan (kekuatan lapis pertama) dalam Program
Pemulihan.
Oleh karena itu, PMI Kabupaten/Kota berwenang
menyusun dan mengambil keputusan terkait dengan rencana operasi
Program Pemulihan dan pengembangan rencana Program Pemulihan
korban bencana, dibawah koordinasi BPBD Kota/ Kabupaten serta
menjabarkan Kebijakan Pelaksanaan Program Pemulihan korban
bencana.

Dalam hal PMI Kabupaten/Kota belum berpengalaman mengembangkan


operasi pemulihan bencana, wajib meminta dukungan dari PMI Provinsi
atau PMI Pusat. Rencana operasi pemulihan bencana disesuaikan
dengan skala bencana dan kemampuan PMI.
b. Tugas dan Tanggungjawab Pengurus Kabupaten/Kota PMI
1) Menyiapkan, membina kemampuan nyata dan mengerahkan
dukungan sumber daya untuk melaksanakan Program Pemulihan
korban bencana, maupun
penyiapan sarana operasional serta
sistim dan prosedur mobilisasinya.
2) Membina kerjasama dengan berbagai pihak terkait setempat.
3) Bertanggung jawab terhadap penyusunan Rencana operasi Program
Pemulihan korban bencana Kabupaten/Kota tepat waktu.
4) Membina dan mengawasi pelaksanaan program pemulihan bencana
dan kerjasama dengan Gerakan Palang Merah (IFRC, ICRC, PNSs)
sesuai dengan Rencana Operasi.

BAB III
PERENCANAAN DAN PENGERAHAN SUMBER DAYA
A. PERENCANAAN

Dalam persiapan program pemulihan bencana, terjadi pergeseran peran


dimana masyarakat menjadi actor utama sedangkan PMI menjadi
pendukungnya. Oleh karena itu gambar yang jelas tentang situasi pasca
bencana dan kebutuhan masyarakat dan pengkajian sosial dan budaya untuk
memahami Modal sosial dan kearifan lokal yang bisa mendukung atau
menghambat proses pemulihan menjadi dua langkah yang harus dilaksanakan
sebelum menyusun rencana operasi pemulihan bencana. Pengkajian dan
analisa tersebut dapat dilakukan oleh PMI sendiri, atau dengan bermitra
dengan Sosiolog atau antropolog dari universitas yang dekat atau lembaga LSM
yang berpengalaman tersebut

1. Analisis kebutuhan
Analisa dilakukan setelah data primer dan sekunder dikumpulkan oleh tim
assessment yang telah disusun. Data ini dan informasi yang dikaji langsung
oleh ahli di lapangan bencana kemudian akan diolah dan dianalisa sebagai
masukan dalam menentukan langkah strategis dan rencana program/
bantuan yang akan diberikan kepada masyarakat korban.

10

Informasi yang diperlukan untuk melakukan analisa kebutuhan di masa


pemulihan, antara lain:
a. Kerentanan dan potensi bencana dimasa yang akan datang;
b. Skala bencana dan Kondisi sosial masyarakat terkini;
c. Pemetaan Wilayah Korban dan sekitarnya yang berpotensi menerima
dampak bencana;
d. Data kependudukan dari BPS;
e. Kondisi alam dan lingkungan (iklim, topografi, rural, urban dll);
f. Kondisi politik, kebijakan dan keamanan;
g. Ketersedian lahan, material, sarana dan pra-sarana yang memadai
untuk mendukung program pemulihan;
h. Lokasi yang aman dari ancaman dan resiko;
i. Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang memadai;
j. Akses terhadap layanan kesehatan, sekolah, fasilitas umum, pelayanan
sosial, dukungan layanan psikologi, dan kegiatan mata pencaharian;
k. Menggali informasi tentang organisasi lain yang sedang/berecana
membantu masyarakat yang dapat mempengaruhi program PMI.
2. Pengkajian sosial dan budaya
Untuk melengkapi analisis kebutuhan tersebut, PMI perlu melakukan kajian
sosial budaya sebelum mempersiapkan rencana operasi pemulihan secara
rinci. Pengkajian sosial budaya masyarakat sangat membantu untuk
mendapatkan informasi mengenai:
a. Budaya dan kebiasaan masyarakat (kemampuan masyarakat untuk
mengatasi dampak bencana);
b. Kebutuhan dasar yang ber-perspektif gender bagi masyarakat korban;
c. Struktur kelembagaan masyarakat baik formal dan informal;
d. Proses pengambilan keputusan dalam suatu komunitas;
e. Norma dan kebiasaan masyarakat dalam bergotong royong, penggunaan
air bersih dan sanitasi serta sumberdaya-sumberdaya yang tersedia di
masyarakat secara empirik bukan hanya berdasar pada asumsi dan
prakiraan kebutuhan belaka;
f. Sumberdaya yang dimiliki masyarakat termasuk : manusia, alam, fisik
dan dana.
Standart SPHERE mengutamakan korban bencana didukung dapat
ditampung oleh masyarakat sekitar/keluarga, itu bisa jadi solusi yang
terbaik. Sebelum program Pemulihan dimulai perlu ada pengkajian sampai
berapa banyak masyarakat sasaran dapat ditampung dan bagaimana cara
program pemulihan dapat mendukung dan menjamin keamanan dan
keadaan baik untuk keluarga yang ditempati dan menempati.
Pelaksanaan kajian sosial budaya sebaiknya dilakukan pada saat bersamaan
dengan analisis kebutuhan guna menghindari kesan negatif dari masyarakat

11

dan demi efisiensi dan efektivitas kerja PMI dan Informasi spesifik dari
masing-masing sector layanan dapat dilihat pada petunjuk teknis
pelaksanaan kajian sosial budaya.
Penetapan kegiatan pemulihan
Hasil analisis kebutuhan dan kajian sosial budaya ini kemudian dibahas
secara terpadu antar tim teknis. Kriteria yang perlu dipertimbangkan
dalam memilih kegiatan yang akan dilaksanakan operasi pemulihan adalah:
a. Dampak bagi kesehatan fisik atau kesehatan psikologis, ketahanan
hidup, kenyamanan dan keamanan yang akan ditimbulkan JIKA TIDAK
dilakukan intervensi.
Resiko ancaman/bahaya terhadap kelangsungan hidup yang belum
ditangani sejak tanggap darurat
b. Umpan balik dari masyarakat tentang kebutuhan prioritas masyarakat;
c. Jumlah penerima manfaat yang mampu ditangani;
d. Aktivitas dari lembaga lain;
e. Pendekatan sinergis agar masing masing sektor saling melengkapi dan
tidak diterapkan satu sektor dimana tidak diperlukan.
3. Perencanaan operasional dan exit strategi
Ketika gambaran tentang kegiatan pemulihan sudah diperoleh, perencana
kegiatan perlu mempertimbangkan bagaimana pengerahan sumber daya
harus dilakukan guna mempercepat pelaksanaan kegiatan, jika kebutuhan
utama masyarakat adalah sesuatu yang baru dari layanan PMI sebaiknya
melakukan uji coba skala kecil melalui kerjasama dengan pihak yang
berpengalaman dan minta umpan balik dari masyarakat tentang layanan
baru ini dan jika cocok dikembangkan dengan lebih luas.
Pada umumnya program pemulihan akan mengalami keterbatasan. Agar
program pemulihan dapat dilaksanakan secara tuntas maka perlu
mempertimbangkan faktor antara lain:
a. Manusia, para perencana perlu menghitung memetakan jumlah dan
kapasitas relawan yang ada dan kemungkinan mengembangkan
kapasitas
dengan
melalui
pelatihan
singkat.
Sebaiknya
memperhitungkan cost benefit masing masing peran menggunakan
relawan atau masyarakat lokal yang memilihi keahlian tertentu
(misalnya : tukang)
Pengelolaan program pemulihan sebaiknya juga mempertimbangkan
kesempatan untuk mengembangkan relawan baru di wilayah bencana
dan kesempatan relawan SATGANA dari provinsi/Kabupaten/Kota lain
mendapatkan pengalaman tambahan.
Jika masa penugasan melebihi 15 hari sebaiknya relawan diberikan
kontrak kerja dan perlindungan hukum sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, dan biaya ditanggung oleh dana program pemulihan.

12

b. Barang - Barang diperoleh secara hibah atau beli. Dalam upaya


mendapatkan barang hibah PMI sebaiknya melakukan pendekatan, lobi
dan advokasi kepada sumber sumber yang potensial.
c. Dana - Seluruh pembiayaan harus dihitung secara cermat guna
memperoleh besaran dana yang diperlukan dan ketepatan estimasi,
kecepatan program yang sangat mempengaruhi overhead cost dilapor
ke manajemen.
Resiko yang dihadapi program pemulihan adalah keterlambatan yang
dapat menimbulkan kelebihan biaya.
Program pemulihan sebaiknya mulai dari skala kecil agar supaya
kecepatan program dapat diukur secara nyata. Untuk perluasan
program dilakukan bertahapa sesuai dengan daya dukung yang
tersedia.
Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa jika suatu program
dilaksanakan dengan baik, tepat waktu dan sasaran maka dapat
memperoleh dana tambahan lebih mudah agar supaya perluasan dapat
terus berkembang .
Operasi pemulihan akan selesai dilakukan JIKA:
a. Seluruh target yang direncanakan sudah berhasil dicapai;
b. Masyarakat sudah mampu mengelola kegiatan;
c. Layanan Pemerintah setempat sudah mulai berjalan.
Paska operasi pemulihan
Untuk menjamin keberlanjutan pelayanan PMI kepada masyarakat, program
pemulihan sejak dini telah merencanakan dan mengalokasikan sumber daya
bagi pengembangan kapasitas organisasi PMI Provinsi/Kabupaten/Kota.
Pengembangan kapasitas organisasi PMI Provinsi/Kabupaten/Kota
diarahkan untuk membangun hubungan dengan pemerintah yang lebih baik
sehingga tersedia alokasi dana APBD secara berkesinambungan dalam
jumlah yang cukup signifikan untuk mengadakan pelayanan.
4. Penetapan Rencana Operasi
Penetapan rencana operasi dilakukan berdasarkan hasil analisa assessment
dan hasil koordinasi dengan pemerintah sesuai dengan daya dukung yang
diperoleh mendukung operasional.

13

Hasil penetapan rencana kegiatan, hasil analisis dan pengerahan sumber


daya dan pengembangan exit strategy menjadi dasar dalam
mempersiapkan sebuah rencana operasi (renops) yang akan dilakukan PMI
pada masa pemulihan. Informasi yang harus ada dalam sebuah renops
adalah:
a. Menentukan Lokasi kegiatan operasi pemulihan;
b. Menentukan porsenil posko pemulihan sesuai dengan Struktur, tugas
dan fungsi Manajemen Posko operasi pemulihan;
c. Peralatan dan perlengkapan pendukung (Logistik) yang dibutuhkan
selama operasi;
d. Mobilisasi Relawan terlatih
(spesialis) dari kabupaten/kota (Bila
diperlukan, dilakukan refreshment training);
e. Data primer dan sekunder hasil assessment di masa tanggap
darurat(kualitative dan kuantitative).
Rencana operasi pemulihan disusun oleh PMI kabupaten/kota, bila
diperlukan bisa dilakukan dengan fasilitasi dari PMI Provinsi. Jika PMI
kabupaten/kota memiliki sumberdaya (tenaga, dana, barang dan metode)
yang cukup untuk melaksanakan operasi pemulihan, maka PMI
Kabupaten/kota dapat melaksanakan operasi pemulihan tersebut dengan
supervisi dari PMI Provinsi. Jika tidak mampu melaksanakannya, PMI
Kabupaten/kota dapat meminta bantuan sebagian sumber daya atau
seluruhnya kepada PMI Provinsi.
Dalam memberikan bantuan tersebut, PMI Provinsi akan mengerahkan
sumberdaya dari PMI kabupaten/kota di wilayahnya untuk membantu
kabupaten/kota yang membutuhkan. Jika sumberdaya tersebut tidak
dimiliki PMI di wilayah provinsi tersebut, maka PMI Provinsi dapat meminta
bantuan kepada PMI Pusat. Selanjutnya, PMI Pusat akan mengerahkan PMI
dari berbagai daerah guna membantu PMI Kabupaten/Kota yang terkena
bencana sesuai permintaan. Dalam kasus bencana skala yang besar, PMI
Pusat dapat bekerja sama dengan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah dan PNSs sesuai kebutuhan.
Rencana operasi selambat-lambatnya dilaksanakan 2 minggu setelah
bencana dan jika dibutuhkan skala kecil sebagai pilot.

B. ADVOKASI DAN SOSIALISASI RENCANA OPERASI


PMI kabupaten/kota dan PMI Provinsi harus proaktif dalam memberikan
informasi tentang rencana operasi pemulihan yang akan dilakukan PMI kepada
Pemerintah Daerah maupun kepada masyarakat melalui media massa. Pada
fase perencanaan, advokasi dan sosialisasi rencana operasi ini dimaksudkan
untuk menggalang koordinasi dan sinergitas kerja dengan pemerintah daerah
agar tidak terjadi duplikasi serta bagi kepentingan penggalangan sumberdaya
dari masyarakat setempat.

14

Pada fase pelaksanaan, advokasi PMI kepada pemerintah seharusnya ditujukan


agar pemerintah setempat dapat segera melaksanakan kembali fungsi-fungsi
layanan mereka. Berfungsinya layanan pemerintah setempat akan
mempercepat masa intervensi PMI di lokasi bencana tersebut. Dengan
demikian, PMI dapat menghemat sumber daya yang ada bagi kepentingan
pengembangan kapasitas organisasi ataupun untuk kegiatan operasi PMI
lainnya.
Untuk membangun koordinasi dengan pemerintah maka perlu dilakukan
sosialisasi tentang rencana program pemulihan yang telah dibuat. Dengan
demikian diharapkan dukungan dan kerjasama antara pemerintah dan PMI
dapat berjalan secara baik (sinerji).
Untuk masyarakat perlu diberikan perkembangan informasi baik secara lisan
dan tertulis tentang dukungan yang diberikan sesuai dengan hasil pengkajian
kebutuhan, waktu pemulihan, tahapan program dukungan, peran masyarakat
dan PMI, rencana exit strategy.

15

BAB IV
PELAKSANAAN OPERASI PEMULIHAN PASKA BENCANA
A. PERSIAPAN
1. Perekrutan dan penyiapan kemampuan teknis relawan
Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga, PMI Kabupaten/kota dapat
melakukan seleksi khusus dari relawan, diutamakan relawan yang ada di
PMI kabupaten/kota setempat atau jika diperlukan dikerahkan dari
kabupaten/kota lain. Kriteria seleksi antara lain:
a.
b.
c.
d.

Kepemimpinan;
Ketrampilan bekerja bersama masyarakat;
Kecakapan khusus sesuai jenis pelayanan;
Bersedia tinggal dilokasi program selama operasi pemulihan.

Untuk memastikan bahwa relawan dapat bekerja dengan keterampilan


memadai dan profesional, setiap relawan yang akan ditugaskan harus
mengikuti pelatihan teknis, orientasi kultur berkaitan dengan tugasnya.
2. Kelengkapan Relawan dalam Bertugas
a. Kelengkapan Pribadi
Untuk menjamin terselenggaranya tertib administrasi dan identitas PMI
yang sah, setiap relawan yang bertugas harus dilengkapi dengan surat
tugas. Surat tugas berlaku selama 15 hari dan dapat dialihkan ke dalam
bentuk kontrak kerja jika masih dibutuhkan.
Kelengkapan
pribadi
relawan
mengacu
pada
panduan
Relawan/SATGANA. Adapun alat kelengkapan lain yang bersifat lebih
khusus akan diuraikan dalam petunjuk teknis masing-masing jenis
layanan.
b. Kelengkapan kelompok
Penempatan relawan diatur secara berkelompok untuk memudahkan
koordinasi kerja, dan keamanan. Setiap kelompok akan dibekali dengan
peralatan memasak, tenda keluarga (jika tidak ada tempat menginap
bagi relawan), peralatan komunikasi, computer, printer, scanner, alat
foto, ATK dalam jumlah cukup, genset dan alat penerangan serta alat
pendukung kerja lainnya.

16

3. Penandatanganan MoU dengan Pemerintah Setempat


Salah satu penentu keberhasilan pelaksanaan program pemberian layanan
pemulihan dari PMI adalah adanya payung hukum. Keberadaan payung
hukum akan memudahkan PMI untuk memperoleh dukungan sumberdaya
dan fasilitas dari pemerintah setempat ataupun pihak lain, memberi
jaminan keamanan bagi seluruh staf dan relawan saat bekerja di tengah
masyarakat sekaligus sebagai pertanggung-jawaban publik bagi
pelaksanaan komitmen PMI untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat
yang sedang terkena bencana di daerah itu.
Payung hukum tersebut dapat berupa nota kesepahaman (Memorandum of
Understanding MoU) dengan pemerintah setempat yang di dalamnya
mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak.
4. Memperkuat Jejaring Kerja
Di samping itu, PMI perlu memperkuat jejaring kerja dengan berbagai
lembaga seperti perguruan tinggi, organisasi nirlaba dan berbagai kekuatan
sosial lainnya.
B. PELAKSANAAN
1. Memasuki lokasi kerja
Pada saat mulai memasuki kelompok relawan harus mengadakan kontak
dengan aparat pemerintah desa setempat dan berkunjung kepada para
pemuka masyarakat guna memperoleh dukungan dari mereka serta
menyiapkan pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat.
Sosialisasi program merupakan tahapan penting untuk menjelaskan tentang
program, cara kerja program, aturan yang berlaku dalam program, hak dan
kewajiban masyarakat penerima serta dukungan yang diharapkan
masyarakat terhadap PMI selama pelaksanaan program. Mengingat arti
penting dari pelaksanaan sosialisasi maka relawan harus memastikan bahwa
pelaksanaan sosialisasi ini diikuti oleh seluruh unsur dalam masyarakat
sasaran baik yang menerima ataupun tidak. Materi sosialisasi secara
lengkap dijelaskan pada petunjuk teknis.
Satu prinsip penting dalam program pemulihan adalah pendataan seluruh
informasi tiap keluarga di wilayah sasaran. Data yang dilengkapi sesuai
dengan kebutuhan program tapi minimal nama keluarga dan jumlah
anggotanya dilengkapi dengan sketsa yang menunjuk lokasi rumah. Data ini
langsung dimasukkan dalam database di posko masing masing sebagai
dasar data monitoring.

17

2. Pemberian layanan kepada masyarakat


Layanan yang diberikan kepada masyarakat harus disesuaikan disain
program yang telah disepakati dengan mengutamakan masyarakat yang
paling rentan.
3. Kualitas kontrol
PMI dan masyarakat ikut bertanggung jawaban terhadap kwalitas program.
PMI sebaiknya membentuk tim untuk mengendalikan mutu program yang
diberi kewenangan oleh Kadiv terkait dan atau Kepala markas PMI pusat
untuk mendukung terlaksananya program sesuai dengan petunjuk teknis
yang ada. Tim pengendali mutu program wajib didukung oleh PMI di setiap
tingkatan dan memberikan lapor secara periodik ke setiap tingkat sesuai
dengan petunjuk teknis.
4. Penegakan transparansi dan akuntabilitas
Program pemulihan wajib dilakukan secara transparansi dan akuntabel.
Petunjuk teknis akan menjelaskan cara komunikasi dua arah, peraga yang
harus disediakan dan system pengaduhan yang memungkinkan masyarakat
mengetahui semua aspek program secara teknis dan administratif. Peraga
yang wajib dikembangkan antara lain : Papan informasi, buletin secara
rutin, video petunjuk teknis, poster, dan kerjasama dengan media massa.
5. Koordinasi dan advokasi pemulihan layanan pemerintah
PMI Provinsi/Kabupaten/Kota wajib menjaga komunikasi dengan
pemerintah setempat dalam rangka penyempurnaan program dan atau
penyelesaian program. Jika bencana mengakibatkan system cluster PMI
Provinsi/Kabupaten/Kota wajib menjamin keikut sertaan rapat dan
keputusan berkala cluster.

18

C. Penutupan program
PMI wajib menjamin sosialisasi penyelesaian program baik secara tertulis dan
juga dalam bentuk kegiatan tertentu.
Pelaksana program wajib secara resmi berpamitan pada pemerintah setiap
tingkatan serta melakukan evaluasi secara partisipatif ditingkat desa.
Program pemulihan wajib mengalokasikan dana untuk mengadakan evaluasi
dampak dan pembelajaran oleh tim independent dengan mengikut sertakan
perwakilan semua pihak yang pernah terlibat dalam program.
Sesuai dengan petunjuk pedoman KSR setiap relawan sesudah mengikuti
program pemulihan mendapatkan pembinaan konsultasi psikologis (debriefing)
dan diberikan penghargaan.

19

BAB V
SISTEM DAN MEKANISME PELAPORAN
A. MEKANISME PELAPORAN MANAJEMEN
Pelaksana program pemulihan akan mengirim laporan manajemen (kemajuan
dan keuangan) secara berjenjang dari PMI Kabupaten/Kota ke PMI Provinsi
dilanjutkan ke PMI Pusat sekali seminggu serta ditembuskan ke para mitra nya.
1. Skema mekanisme pelaporan manajemen

20

2. Skema mekanisme pelaporan keuangan

B. PENERIMA MANFAAT
Penerima manfaat wajib menerima informasi kemajua program secara tertulis
di papan informasi di tingkat desa/RT di perbaharui setiap minggunya selama
program berlangsung. Jika mungkin laporan juga diberikan lewat media massa.
Biaya tersebut diambil dari dana program pemulihan.
C. MITRA
Kegiatan program disampaikan ke Mitra tentang kemajuan program pada
secara rutin dan berkala dan pada akhir program.
D. RAPAT KOORDINASI
Laporan kegiatan ditindak lanjuti dengan diadakan rapat koordinasi secara
rutin dan berkala yang dihadiri oleh pengurus PMI Daerah, Kepala Operasi, staff
keuangan, koordinator progam masing masing bidang PMI Daerah dan PMI
Cabang dan Mitra.
Rapat koordinasi antara PMi dan masyarakat sasaran wajib dilakukan secara
berkala oleh pelaksana program dan secara acak oleh tim pengendali mutu

21

E. KEUANGAN
Pelaporan keuangan disesuaikan dengan juknis keuangan menurut tahapan
berikut:
1. Sebelum program dimulai : rencana kebutuhan dana program disusun dan
disepakati secara internal PMI bersama mitra dan donor.
Selama program dilaksanakan laporan keuangan digunakan untuk meninjau
kembali anggaran dana yang ada dan menyesuaikan target program dengan
dana yang tersisa demikian menghindari pembatalan komitmen
pelaksanaan program karena alasan kekurangan/kehabisan dana.
2. Masa pelaksanan program : revisi rencana kebutuhan dana untuk 2 bulan
kedepan secara berkala serta data monitoring dan laporan keuangan dari
PMI Cabang.
3. Penutupan program : pertanggung jawaban keuangan dari awal sampai
akhir program dapat dilaporkan pada publik melalui media massa.
Selama program berjalan PMI Pusat berkewajiban untuk memobilisasikan
tenaga keuangan dan memantau pengelolaan dana program agar supaya
pencairan dana dapat di sinkronkan dengan kebutuhan program.

22

BAB VI
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN
A. MONITORING DAN PENDAMPINGAN
1. Monitoring
a. Monitoring kemajuan: untuk merekam kemajuan program dan memberi
saran cara meningkatkan efisiensi program secara periodik dan berkala
b. Monitoring kualitas: dilakukan secara kontinu oleh internal audit dan
pegendali mutu (bidang terkait), untuk memperbaiki kekurangan dan
mengatasi permasalahan.
2. Pendampingan
Pendampingan dilakukan oleh PMI Pusat, PMI Provinsi, PMI Cabang dan atau
bersama mitra sesuai dengan kesepakatan dan kebutuhan. Ongkos
pendampingan dapat diambil dari dana program pemulihan
3. Peran Serta Masyarakat
Setiap program pemulihan sebaiknya
masyarakat seoptimal mungkin:

mengembangkan

peran

serta

a. Peran masyarakat sebagai penentu. Program didasari oleh analisa


kondisi masyarakat dan dari masukkan langsung dari masyarakat ttg
kebutuhan paling mendesak masyarakat;
b. Peran masyarakat sebagai pelaku. Program memposisikan masyarakat
sebagai pelaku utama. Sumberdaya diberi kepada masyarakat untuk
mendukung proses pemulihan-diri;
c. Peran masyarakat dalam pengendalian. Informasi program perlu dibagi
dengan beberapa cara kepada masyarakat, misalnya dengan
newsletter secara berkala, diumumkan di tempat yang mudah
dijangkau oleh masyarakat (misalnya di balai RT atau RW) dan di
umumkan melalui media masa local- Koran atau radio dsb.
PMI wajib membentuk system pengaduan dimana masyarakat dapat lapor
masalah/kecurigaan/keraguan kepada managemen PMI tanpa takut.
Untuk mendapatkan pembelajaran, kesempatan dan meningkatkan kwlitas
program maka masyarkat perlu diberikan kesempatan memberikan umpan
balik mengenai program, untuk itu perlu diadakan participatory audit
secara berkala.

23

B. EVALUASI
Dalam setiap operasi pemulihan maka evaluasi disarankan dilakukan secara
internal setelah program percontohan (pilot), dan dengan fasilitator luar saat
akhir program.
C. AUDIT INDEPENDEN
Laporan keuangan program pemulihan harus bersedia diaudit secara external
sesuai dengan standart yang disepakati oleh PMI dan Donor. PMI di semua
tingkatan wajib member dukungan terhadap proses audit tersebut oleh auditor
independen. Hasil audit akan dipergunakan untuk perbaikan program.
D. DOKUMENTASI PROGRAM
Dokumentasi program baik untuk mempermudahkan pelaksanaan program
misalnya peraga video/buku dan perlu disiapkan sebagai bagian persiapan
program dan untuk merekam proses program maupun hasil akhir program
sebagai bahan pembelajaran,acuan dan pencitraan PMI di masa yang akan
datang.
Ongkos dokumentasi dapat diambil dari dana program pemulihan.
E. LESSONS LEARNED
Sebelum tim pelaksana program pemulihan selesai operasi, pelaksana program
wajib melakukan workshop para pihak, (pengurus, staf dan relawan) untuk
mengali lessons learned , kemudian hasil dikirim ke PMI Provinsi dan PP PMI.

BAB VII
PENUTUP
Juklak Pemulihan, Rehabilitasi, dan Rekonstruksi PMI ini merupakan acuan yang
dipergunakan sebagai standart operasi Program Pemulihan, Rehabilitasi dan
Rekonstruksi di berbagai tingkatan di seluruh Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada Tanggal : 30 Januari 2012
PENGURUS PUSAT
PALANG MERAH INDONESIA
KETUA UMUM,

M. JUSUF KALLA

24

Anda mungkin juga menyukai