Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Puskesmas
1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja (Permenkes No 74 Tahun 2016).
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping
memberikan pelayanan menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di
wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Ferry Effendi, 2009).
2. Tugas dan Fungsi Puskesmas
Puskesmas mempuyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
Dalam melaksanakan tugas, puskesmas juga menyelenggarakan fungsi:
a. Penyelenggaraan UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) tingkat pertama di
wilayah kerjanya.
b. Penyelenggaraan UKP (Upaya Kesehatan Perseorangan) tingkat pertama
di wilayah kerjanya (Permenkes No. 75 tahun 2014 : II : 4 dan 5)
3. Upaya Kesehatan di Puskesmas
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan upaya kesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama (Permenkes No. 75 tahun 2014: VI: 35 : 1)
a. Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama yang dilakukan puskesmas
meliputi upaya ksesehatan masyarakat esensial dan upaya kesehatan
masyarakat pengembangan :
1) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama
Upaya kesehatan masyarakat esensial, meliputi :

7
8

a) Pelayanan promosi kesehatan


b) Pelayanan kesehatan lingkungan
c) Pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana
d) Pelayanan gizi
e) Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit (Permenkes No. 75
tahun 2014: VI:36: 1-3)
2) Upaya kesehatan masyarakat pengembangan
Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya kesehatan
masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang sifatnya inovatif dan
bersifat ekstensifikasi serta intensifikasi pelayanan yang disesusaikan dengan
prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber
daya yang tersedia di masing-masing puskesmas (Permenkes No. 75 tahun
2014: VI:36:4).
a. Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama yang dilakukan oleh
Puskesmas, dilaksanakan dalam bentuk :
1) Rawat jalan
2) Pelayanan gawat darurat
3) Pelayanan satu hari (one day care)
4) Home care
5) Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan
(permenkes No. 75 Tahun 2014: VI:37).
Dalam pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama dan
upaya kesehatan perseorangan tingakat pertama, Puskesmas harus
menyelenggarakan :
1. Manajemen Puskesmas
2. Pelayanan Kefarmasian
3. Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat
4. Pelayanan Laboratorium (Permenkes No. 75 tahun 2014: VI:38)
9

B. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas


1. Pelayanan Kefarmasian Pengertian
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningatkan mutu kehidupan pasien
(Permenkes No. 74 tahun 2016:1).
2. Pengertian Standar Pelayanan Kefarmasian
Standar pelayanan kefarma
sian adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga
kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (Permenkes No.
74 tahun 2016:1).
Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di puskesmas bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety). (Permenkes
No. 74 tahun 2016:2)
Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi standar :
a. Pengelolaan obat Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
b. Pelayanan Farmasi Klinik (Permenkes No. 74 tahun 2016:3:1)
Pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai, meliputi :
a. Perencanaan kebutuhan
b. Permintaan
c. Penerimaan
d. Penyimpanan
e. Pendistribusian
f. Pengendalian
g. Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan
h. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan (Permenkes No. 74 tahun 2016:3:2)
Pelayanan farmasi klinik, meliputi :
a. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat.
b. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
10

c. Konseling
d. Ronde/visite pasien (khusus puskesmas rawat inap)
e. Pemantauan dan pelaporan efek samping Obat
f. Pemantauan terapi obat
g. Evaluasi penggunaan obat (Permenkes No. 74 tahun 2016)

C. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


1. Pengertian Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan
secara ilmiah dan terdokumentasi mencangkup farmakologi, toksikologi, dan
penggunaan terapi obat.
Cakupan informasi obat antara lain nama kimia, struktur dan sifat-sifat,
identifikasi, indikasi diagnosi atau indikasi terapi, ketersediaan hayati,
toksisitas, mekanisme kerja, waktu mulai bekerja dan durasi kerja, dosis dan
jadwal pemberian, dosis yang direkomendasikan, konsumsi, absorbsi,
metabolisme, detoksifikasi, ekskresi, efek samping, reaksi merugikan,
kontraindikasi, interaksi obat, harga, keuntungan, tanda, gejala, dan data
penggunaan obat.
Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang akurat dan terkini, oleh tenaga
kefarmasian kepada pasien, masyarakat, profesional kesehatan yang lain, dan
pihak-pihak yang memerlukan (Kurniawan dan Chabib, 2010: 2).
Sedangkan pemberian informasi obat adalah salah satu tahap pada
pelayanan resep untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan terapi
obat. Pemberian informasi obat memiliki peran yang penting dalam rangka
memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan yang bermutu
bagi pasien (Athiyah, 2014).
2. Tujuan Pelayanan Informasi Obat (PIO)
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di
lingkungan puskesmas, pasien dan masyarakat.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat (contoh : kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan
11

mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang


memadai).
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional (PermenkesNo. 74 tahun 2016)
3. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO)
a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara pro
aktif dan pasif.Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi
obat yang bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila
apoteker pelayanan informasi obat memberika informasi obat dengan
tidak menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi
obat, misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya.
Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat
memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang
diterima
b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui
telepon, surat atau tatap muka. Menjawab pertanyaan mengenai obat dan
penggunaannya merupakan kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat.
Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon,
tatap muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau e-mail).
Pertanyaan mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai
yang bersifat urgen dan kompleks yang membutuhkan penelusuran
literatur serta evaluai secara seksama
c. Membuat buletin, leaflet, label obat, poster, majalah dinding dan lain-lain.
d. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap,
serta masyarakat.
e. Melakukan pendidikan dan atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan
tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai.
f. Mengkoordinasikan penelitian terkait obat dan kegiatan pelayanan
kefarmasian (Permenkes No. 30 Tahun 2014 : III : 2)
12

D. Pemberian Informasi Obat


1. Definisi Pemberian Informasi Obat
Menurut WHO pemberian informasi obat merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari proses terapi rasional.
Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat
merupakan keggiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik
obat, memberikan label/etiket, menyerahan sediaan farmasi dengan informasi
yang memadai disertai pendokumentasian (Permenkes No. 74 Tahun 2016).
Pemberian informasi obat adalah salah satu tahap pada pelayanan resep
untuk menghindari masalah yang berkaitan dengan terapi obat. Pemberian
informasi obat memiliki peran yang penting dalam rangka memperbaiki
kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan yang bermutu bagi pasien
(Umi Athiyah,2014).
2. Tujuan Pemberian Informasi Obat
a. Pasien memperoleh obat sesuai dengan kebutuhan klinis atau pengobatan
b. Pasien memahami tujuan pengobatan dan mematuhi intruksi pengobatan
(Permenkes No. 74 Tahun 2016)
3. Pemberian Informasi Obat
Berdasarkan lembar checklist pemberian informasi obat pasien rawat jalan
Permenkes Nomor 74 Tahun 2016, terdiri dari :
a. Nama obat adalah Informasi mengenai identitas atau nama dari suatu obat.
b. Sediaan obat adalah Informasi tentang jenis obat dalam bentuk sediaan
obat dalam bentuk kapsul dan tablet.
c. Dosis adalah Informasi tentang jumlah atau ukuran yang diharapakan
dapat menghasilkan efek terapi pada fungsi tubuh yang mengalami
gangguan
d. Cara memakai obat adalah informasi tentang cara menggunakan obat,
frekuensi, dan cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan
farmasi tertentu seperti sublingual, suppositoria, dan frekuensi pemberian
obat sesuai dengan farmakokinetik, seperti 3 kali sehari, serta penggunaan
obat berdasarkan resorpsi seperti sebelum/sesudah makan.
13

e. Penyimpanan obat adalah Informasi tentang aturan yang digunakan untuk


penyimpanan obat,contoh simpan di tempat sejuk.
f. Indikasi obat adalah Informasi tentang khasiat/kegunaan dari suatu obat.
g. Interaksi obat adalah informasi tentang dimana kerja obat dipengaruhi oleh
obat lain yang diberikan bersamaan
h. Efek samping obat adalah informasi tentang peringatan mengenai dampak
atau efek yang akan timbul setelah mengkonsumsi obat.
4. Penelitian Sebelumnya Tentang Pemberian Informasi Obat
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Umi Athiyah (2014) mengenai
Profil Informasi Obat Pada Pelayanan Resep Metformin dan Glibenklamid di
Apotek di Wilayah Surabaya, didapat informasi yang diberikan kepada pasien
sebagian besar mengenai frekuensi minum obat (60,3% dan 64,7%), waktu
untuk menggunakan obat (12,8% dan 12,9%), dan jumlah obat untuk setiap
penggunaan (7,7% dan 30,6%) untuk metformin dan glibenklamid. Sehingga
pemberian informasi obat oleh staf apotek di Surabaya terhadap pasien yang
menebus obat perlu ditingkatkan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aning (2014) mengenai gambaran
pelaksanaan pemberian informasi obat di Puskesmas Inpes Tanjung Pinang
kota Jambi dan permasalahannya, yaitu didapatkan hasil dimana masalah yang
dihadapi dalam pelaksanaan pemberian informasi secara lengkap masih
rendah dan pengetahuan petugas dalam pemberian informasi obat masih
terbatas.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Devianti (2018) mengenai
Gambaran Pemberian Informasi Obat (PIO) di Puskesmas Kecamatan
Sukarame Bandar Lampung, yaitu didapatkan kurang baiknya pemberian
informasi tentang obat di ketiga puskesmas yang ada di kecamatan Sukarame
Bandar Lampung dan belum sesuai dengan kegiatan pemberian informasi obat
dalam Peraturan Mentri Kesehatan RI No.74 tahun 2016 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Persentase pemberian informasi obat di
tiga puskesmas tersebut didapat hasil penyampaian informasi tentang nama
obat 100%, penyampaian informasi tentang sediaan obat sebesar 5,3%,
penyampaian informasi tentang dosis sebesar 0%, penyampaian informasi
14

tentang cara pakai sebesar 100%, penyampaian informasi tentang


penyimpanan sebesar 5,3%, penyampaian informasi tentang indikasi sebesar
100%, penyampaian informasi tentang kontra indikasi sebesar 0%,
penyampaian informasi tentang stabilitas obat sebesar 0%, penyampaian
informasi tentang efek samping sebesar 5,3%, penyampaian informasi tentang
interaksi obat sebesar 0%, dan penyampaian informasi tentang etiket obat
sebesar 100%.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suis (2018) mengenai
Gambaran Pemberian Informasi Obat UPT Puskesmas Rawat Inap Kemiling
Tahun 2018, yaitu masih adanya kekurangan dalam pelaksanaan pemberian
informasi obat kepada pasien yaitu tetntang sediaan, stabilitas, dan interaksi.
5. Tenaga Kefarmasian
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (PP
No. 51 Tahun 2009).
Tenaga Kefarmasian berdasarkan pasal 33 terdiri atas:
a. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
b. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam
menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas sarjana farmasi, ahli
madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi/asisten
apoteker.
Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas Pelayanan
Kefarmasian, Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau
Tenaga Teknis Kefarmasian (PP No. 51 Tahun 2009 Pasal 20).
Pasal 21 ayat (1) menyebutkan dalam menjalankan praktek kefarmasian
pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker harus menerapkan standar
pelayanan kefarmasian.
Pasal 21 ayat (2) menyebutkan penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker.
15

6. Akibat Pemberian Informasi Obat yang Salah


Obat merupakan komponen yang penting pada pelayanan kesehatan
karena diperlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan untuk
menghilangkan gejala dari suatu penyakit, mencegah penyakit, serta dapat
menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek
yang tidak diinginkan apabila penggunaanya yang tidak tepat. Oleh sebab itu,
penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat
mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada
masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan ketepatan
penggunaan suatu obat (Zaini, 2015 dalam Aryzki, 2017).
Pemberian informasi obat memiliki peranan penting dalam rangka
memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan bermutu bagi
pasien. Kualitas hidup dan pelayanan bermutu dapat menurun akibat adanya
ketidakpatuhan terhadap program pengobatan. Penyebab ketidakpatuhan
tersebut salah satunya disebabkan kurangnya informasi tentang obat. Selain
itu, regimen pengobatan yang kompleks dan kesulitan mengikuti regimen
pengobatan yang diresepkan merupakan masalah yang mengakibatkan
ketidakpatuhan terhadap pengobatan. Selain masalah kepatuhan, pasien juga
dapat mengalami efek yang tidak diinginkan dari penggunaan obat. Dengan
diberikannya informasi obat kepada pasien maka masalah terkait obat seperti
penggunaan obat tanpa indikasi, indikasi yang tidak terobati, dosis obat terlalu
tinggi, dosis subterapi, serta interaksi obat dapat dihindari (Rantucci, 2007).
16

E. Kerangka Teori

Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas

Pengelolaan Sediaan Pelayanan Farmasi


farmasi dan Bahan Klinik
Medis Habis Pakai

1. Pengkajian resep, Pemberian Informasi


Penyerahan obat dan
1. Perencanaan Pemberian informasi Obat
2. Permintaan obat 1. Nama Obat
3. Penerimaan 2. Pelayanan informasi
4. Penyimpanan obat(PIO) 2. Sediaan Obat
5. Pendistribusian 3. Konseling 3. Dosis Obat
6. Pengendalian 4. Ronde/visite pasien
7. Pencatatan, (khusus Puskesmas 4. Cara pakai Obat
pelaporan dan Rawat Inap) 5. Penyimpanan Obat
pengarsipan 5. Pemantauan dan
8. Pemantauan dan pelaporan efek samping 6. Indikasi Obat
evaluasi Obat 7. Interaksi Obat
6. Pemantauan terapi obat
7. Evaluasi penggunaan 8. Efek Samping Obat
obat

Gambar 1.
Kerangka Teori

Sumber :
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas.
17

F. Kerangka Konsep

Pemberian Informasi Obat

Hal-hal yang perlu disampaikan kepada pasien :


1. Nama Obat
2. Sediaan Obat
3. Dosis Obat
4. Cara pakai Obat
5. Penyimpanan Obat
6. Indikasi Obat
7. Interaksi Obat
8. Efek Samping Obat

Gambar 2.
Kerangka Konsep
18

G. Definisi Operasional

Tabel 2.1
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Nama obat Informasi mengenai Checklist Observasi Tidak diberikan informasi Ordinal
identitas atau nama =0
dari suatu obat. Diberikan informasi =1

2 Sediaan obat Informasi tentang Checklist Observasi Tidak diberikan informasi Ordinal
jenis obat dalam =0
bentuk sediaan obat Diberikan informasi =1
dalam bentk kapsul
dan tablet.
3 Dosis Informasi Checklist Observasi Tidak diberikan informasi Ordinal
tentang jumlah atau =0
ukuran yang Diberikan informasi =1
diharapakan dapat
menghasilkan efek
terapi pada fungsi
tubuh yang
mengalami
gangguan.
4 Cara memakai Informasi tentang Checklist Observasi Tidak diberikan informasi Ordinal
obat cara menggunakan =0
obat ,frekuensi,dan Diberikan informasi =1
cara penggunaan
obat yang benar
terutama untuk
sediaan farmasi
tertentu
seperti;sublingual,su
ppositoria,dan
frekuensi pemberian
obat sesuai dengan
farmakokinetik,
contoh 3 kali
sehari,serta
penggunaan obat
berdasarkan resorpsi
seperti
sebelum/sesudah
makan.
5 Penyimpanan Informasi tentang Checklist Observasi Tidak diberikan informasi Ordinal
obat aturan yang =0
digunakan untuk Diberikan informasi =1
penyimpanan
obat,contoh simpan
di tempat sejuk.
6 Indikasi Informasi tentang Checklist Observasi Tidak diberikan informasi Ordinal
khasiat/kegunaan =0
dari suatu obat. Diberikan informasi =1
19

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

7 Peringatan dan Menyampaikan Checklist Observasi Tidak diberikan informasi Ordinal


efek samping informasi tentang =0
obat peringatan Diberikan informasi =1
mengenai dampak
atau efek yang akan
timbul setelah
mengkonsumsi obat.
8 Interaksi Menyampaikan Checklist Observasi Tidak diberikan informasi Ordinal
informasi tentang =0
dimana kerja obat Diberikan informasi =1
dipengaruhi oleh
obat lain yang
diberikan
bersamaan.

Anda mungkin juga menyukai