Anda di halaman 1dari 6

Makna Lagu Lir Ilir

Menurut Ahmad Mukhlasin dalam jurnalnya yang berjudul 'Pendidikan Karakter Pemimpin
Melalui Tembang Dolanan (Analisis Tembang Lir-ilir Karya Sunan Kali Jaga)',

Lir Ilir mempunyai makna bangkitlah.

Tembang Lir Ilir dimaksudnya untuk memberi tahu orang-orang bahwa sebagai Umat Muslim,
kita harus bangkit atau sadar akan adanya Allah. Senantiasa kita harus terus menjadi pribadi
yang baik yang membuat orang lain bahagia jika melihat kita. Walaupun dalam perjalanan, kita
akan menemui banyak rintangan dalam menyempurnakan Rukun Islam. Tapi kita harus sekuat
tenaga untuk terus menjalankannya. Selain itu, kita harus terus menyempurnakan taqwa kita
terhadap Allah. Sunan Kalijaga telah mengingatkan kita lewat tembangnya yang berjudul Lir Ilir
bahwa kita ada di bumi ini sebagai khalifah fiil ard. Sebagai pemimpin, tugas kita harus bisa
membawa dan menyampaikan hal-hal kebaikan yang telah di perintahkan oleh Allah.

Dilihat dari arti tembang diatas, jelas bahwa lagu ini bukan lagu biasa, banyak nasehat yang
diberikan dengan menggunakan simbol-simbol dan bahasa yang kaya makna, dan jelas tidak
mungkin berarti harfiah, atau sesuai kalimat, karena tentunya akan terasa aneh.

1. Sesuai dengan arti bahasanya makna Lir lilir berasal dari kata ngelilir yang artinya
bangunlah/bangkitlah. Tembang ini bertujuan membangunkan manusia terutama para generasi
muda dari tidur panjang/angan-angan semu. Generasi muda diibaratkan bagai tanaman yang
siap dipanen (tandure Wes sumilir), yang sudah saatnya sadar bahwa setiap manusia
memiliki tugas yang harus dikerjakan; tugas sebagai hamba Allah dan tugas untuk menjadi
manusia yang berguna bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga orang lain.

2. Kata ‘tak ijo royo-royo’ menggambarkan rahmat Allah SWT yang demikian besar namun
alih-alih mensyukuri rahmat Allah SWT yang tak terhitung banyaknya, kita sebagai manusia
sering kali justru melakukan kerusakan di bumi Allah SWT baik sengaja ataupun tidak,
karenanya harus disadarkan untuk tidak membuat kerusakan atau berani melawan pembuat
kerusakan, dengan berbagai cara karena mendiamkan pembuat kerusakan sama artinya
dengan berbuat kerusakan itu sendiri.

3. Dengan kata-kata ‘tak senggoh penganten anyar’ ‘Kanjeng Sunan berusaha menyadarkan
kaum muda dari mimpi & angan-angan panjang yang membuat kita terlena. Kehidupan dunia
hakikatnya adalah seperti mimpi, yang dapat membuat kita terlupa dan melupakan tugas dan
tujuan kita sebagai hamba Allah SWT. ‘Bangun dan sadarlah’ bahwa ada kehidupan lain yang
menanti kita, kehidupan yang baru, kehidupan yang abadi setelah kehidupan di dunia.
kehidupan yang baru inilah yang diibaratkan sebagai ‘penganten anyar‘.
3. Tujuan bangun/sadarnya (ngelilir) manusia dapat di capai jika manusia berjiwa “Bocah
Angon”, yaitu manusia yang mampu memimpin dirinya menuju perbaikan, setelah itu
memimpin bangsa dan negerinya, seperti gembala menggiring/mengangon ternaknya. Daya
Angon adalah daya atau kesanggupan utk memimpin dirinya, bangsanya dan negaranya.
Manusia yang mampu memimpin dirinya adalah mereka yg mampu mencegah dirinya mengikuti
hawa nafsunya/keinginannya yang merugikan makhluk lain, nafsu seperti ini adalah sumber
kejahatan. Ketika manusia BISA memimpin dirinya berarti IA MAMPU memimpin keluarga,
masyarakat hingga negara.

4. Untuk menjadi ‘Bocah Angon’ tadi kanjeng sunan memerintahkan kita untuk ‘memanjat
(Pohon) Belimbing itu’ (penekno blimbing kuwi)…

Pertanyaannya adalah kenapa Belimbing?? Kenapa dari sekian banyak buah kanjeng sunan
memilih belimbing? Jawabannya ada pada bentuk buah tersebut yang memiliki 5 sisi atau bila
kita belah belimbing memiliki 5 sisi seperti bintang.

Angka 5 dalam akidah Islam memiliki banyak makna, kewajiban sebagai seorang muslim yang
harus dilaksanakan dan di yakini, yaitu kewajiban sholat 5 kali dalam sehari dan rukun Islam
yang terbagi atas 5 perkara yang menjadi pegangan setiap muslim. Namun sholat dan rukun
Islam adalah perbuatan yang bila tidak memiliki ‘ruh’ ibadah tidak akan mencegah pelakunya
dari perbuatan keji dan munkar, dengan kata lain sholat dilakukan namun perbuatan yang
merugikan orang lain dan merugikan diri sendiri tetap dilakukan juga. keberadaan
Ruh
ibadah tadi-lah yang mencegah ibadah kita dari perbuatan keji dan mungkar,
ruh Ibadah di dapat dengan mencontoh peri kehidupan rasul dan manusia-
manusia pilihan yang hidupnya hanya untuk ibadah
Makna Bait Pertama

1. Ilir-ilir lir-ilir,  tandure wus sumilir


Kata ‘lir-ilir’ berasal dari kata ‘ngililir’ (= bangun, terjaga dari tidur),
dimaksudkan  orang yang belum masuk Islam dianggap masih
tidur, belum sadar. Sehingga diajak ‘bangun’ ke alam pemikiran
yang baru, yaitu agama Islam.
Sedangkan untuk kata ‘tandure wis sumilir’, artinya benih yang ditanam
sudah tumbuh. Sunan Kalijaga mengistilahkan ‘tandur’ ini adalah
benih ‘iman’ kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sehingga bila selalu
dipupuk akan tumbuh subur, artinya iman selalu dijaga dengan
melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
1. Tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar
Lirik ‘tak ijo royo-royo’ itu mengandung arti dibuat tumbuh subur,
daunnya hijau segar. Maksudnya menekankan penampilan tentang
pribadi muslim yang menyenangkan, sehat jasmani dan rohaninya.
Dari benih ‘iman’ yang baik, dirawat dengan baik, maka tumbuh
iman yang baik pula, yang dilambangkan dengan tanaman yang ijo
royo-royo.
Kalimat ‘tak sengguh penganten anyar’ ini berarti disebut untuk pengantin
baru. Pengantin adalah pasangan mempelai, yang dimaksud
dengan pasangan mempelai di sini adalah manusia yang
bersangkutan dengan imannya, diartikan pribadi dan iman
Islamnya.

Baca Juga :  Keuntungan bagi Guru Ketika Membuat Alat Peraga Sendiri

Maksunya pesan pada bait pertama ini berkaitan dengan kesadaran


sebagai manusia yang memiliki multi hubungan. Yaitu hubungan
dirinya dengan jiwanya sendiri, dirinya dengan Tuhannya, dirinya
dengan orang lain, dan hubungan dirinya dengan alam sekitarnya.

Makna Bait Kedua
1. Cah angon cah angon, penekna blimbing kuwi
Arti kata ‘cah angon’adalah ‘anak gembala’, sebagai simbol ‘yang
diperintah’, yaitu manusia. Dimaksudkan manusia lebih rendah
derajatnya yaitu manusia, dibanding ‘Yang memerintah’, yaitu Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.
Selanjutnya perintah “penekna blimbing kuwi” artinya panjatlah (pohon)
belimbing itu’. Sunan Kalijaga memilih kata ‘blimbing’ (belimbing),
karena buah belimbing (bila dipotong) memiliki bentuk seperti
bintang segilima, ini sebagai simbol lima rukun Islam, serta jumlah
lima ‘waktu salat’.
1. Lunyu-lunyu ya penekna, kanggo mbasuh dodot ira
Kalimat ‘lunyu-lunyu   ya penekna’ artinya ‘licin-licin ya panjatlah’,
maksudnya meskipun licin diperintah tetap memanjatnya. Makna
dari lirik ini adalah meskipun berat dan sulit rukun Islam harus
dilaksanakan dengan baik. Termasuk menegakkan salat lima waktu.
Dalam melaksanakan rukun Islam harus ikhlas dan hati-hati agar
tidak tergelincir. Karena memang ‘licin’ artinya banyak godaan
dunia. Bila tidak hati-hati bias tergelicir ke bawah (jurang
kesengsaraan, neraka).

Selanjutnya, kalimat ‘kanggo  mbasuh  dodot ira’ artinya adalah ‘untuk


mencuci pakaianmu’. Dodot sinonimnya ‘ageman’ artinya ‘pakaian
kebesaran’ orang Jawa zaman dahulu, sehingga kalimat ini
bermakna untuk membersihkan kepercayaan kita.
Makna Bait Ketiga
Kemudian dalam bait ketiga, Sunan Kalijaga mencoba
menggambarkan situasi dan kondisi yang ada di masyarakat. Di
mana sebagian masyarakat tidak memperhatikan akhlak yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal posisi akhlak
dalam kehidupan manusia merupakan sesuatu yang sangat penting
dan tidak boleh diabaikan.
‘Dodot ira  dodot ira, kumitir bedah ing pinggir, dondomana jlumutana,  kanggo
seba mengko sore’ artinya ‘pakaianmu pakaianmu sudah banyak robekan
di bagian tepi, jahitlah perbaikilah untuk menghadap nanti sore’.
Pada bait ini berisi nasihat bertaubat, memperbaiki kesalahan-
kesalahan yang pernah dilakukan. Kesemuanya untuk bekal kelak
menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Pakaian (kepercayaan) kita yang telah rusak (karena dosa-dosa yang


telah kita lakukan) hendaknya diperbaiki dengan jalan bertaubat
dan melakukan rukun Islam sebaik-baiknya. Sebagai bekal ‘seba
mengko sore’, menghadap Sang Pencipta pada waktunya.
Makna Bait Keempat
Pada bait penutup dari tembang Lir-Ilir ini Sunan Kalijaga
mengingatkan kepada semua manusia bahwa masih memiliki
kesempatan untuk selalu menjadi lebih baik. Pada akhir bait ini
Sunan Kalijaga menggambarkan situasi kebahagiaan secara
komunal yang harus selalu diusahakan.
Bait keempat ini berbeda dari bait-bait sebelumnya, dimana pada
bait sebelumnya selalu terdiri dari empat baris. Sedangkan pada
bait keempat terdiri dari tiga baris, yang berbunyi: ’Mumpung padhang
rembulane, Mumpung jembar kalangane,  Yo suraka, surak hayo’.
1. Mumpung padang rembulane, Mumpung jembar kalangane
Artinya ‘mumpung terang rebulannya, mumpung luas kalangannya’.
Ini dimaksudkan, di saat gelap orang akan sukar/bahkan tidak bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang benar, mana yang
halal dan mana yang haram. Sehingga dalam keadaan gelap semua
dicampuradukkan.

Selanjutnya maksud ‘mumpung luas kalangannya’, adalah luas area


yang disinari bulan tadi, bisa menerangi daerah mana saja. Ini
bermakna mumpung ada kesempatan bertaubat untuk menek blimbing
itu atau untuk melaksanakan perintah agama, yaitu lima rukun
Islam.
Karena dengan adanya “sinar Islam” kita bisa membedakan mana
yang baik dan mana yang benar. Kesempatan baik dan luas jangan
sampai disia-siakan begitu saja.

1. Yo suraka, surak hayo

Artinya ‘mari soraklah, sorak mari’ ini jelas merupakan ajakan untuk
bersorak. Maksud bersorak di sini yang jelas, bahwa si pelaku pasti
sangat puas atau senang.

Karena sudah berhasil melaksanakan perintah ‘penekna blimbing kuwi,


lunyu-lunyu ya penekna’. Bahagia atau rasa senang ini diperoleh setelah
akhir dari pekerjaannya memanjat blimbing itu, (perintah dari Allah
Subhanahu Wa Ta’ala)
Karena seorang muslim yang telah berhasil menjalankan kelima
rukun Islam dengan baik, bila mati (berakhir hidupnya di dunia)
akan memperoleh surga. Jadi ‘yo suraka, surak hayo’, maksudnya
mengajak cah angon yang telah melaksanakan perintah penekna  blimbing
kuwi dengan baik, untuk berbahagia, karena akan memperoleh
pahala yang berupa surga. (*)

Anda mungkin juga menyukai