EPILEPSI
Diajukan Untuk Salah Satu Syarat Guna
Mengikuti Kepaniteraan Klinik
Oleh:
Anggun Eka Pratiwi
19710020
Pembimbing:
dr. Arif Fakhrudin, Sp.A.
KSM ANAK
i
HALAMAN PENGESAHAN
KSM Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya Rumah Sakit Ibnu Sina Gresik
Disetujui Oleh
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan
rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Laporan kasus dengan
judul “Epilepsi” pada Stase Anak di RSUD Ibnu Sina Gresik.
Tugas Lapsus ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di Stase
Anak dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Dokter Muda di Fakultas Kedokteran
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Selain itu, penulisingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
Penulis menyadari atas keterbatasan dalam menyusun tugas Laporan kasus ini,
oleh karena itu penulis dengan senang hati akan menerima semua kritik dan saran yang
bersifat membangun demi kesempurnaan tugas Lapsus ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iv
BAB I 1
LAPORAN KASUS ........................................................................................................... 1
A. IDENTITAS PASIEN ...................................................................................... 1
B. ANAMNESIS................................................................................................... 1
1. Keluhan Utama: ................................................................................................ 1
2. Medikamentosa ................................................................................................ 7
iv
H. Saran Tatalaksana ............................................................................................. 8
I. PROGNOSIS ............................................................................................... 9
BAB II ......................................................................................................................... 10
Tinjauan Pustaka............................................................................................................... 10
A. Definisi........................................................................................................... 10
B. Klasifikasi ...................................................................................................... 10
1. Bangkitan Parsial ............................................................................................ 10
2. Bangkitan Umum............................................................................................ 11
C. Etiologi........................................................................................................... 12
D. Patofisiologi ................................................................................................... 13
E. Diagnosa ........................................................................................................ 16
1. Anamnesis ...................................................................................................... 16
2. Pemeriksaan fisik............................................................................................ 16
4. Tatalaksan ...................................................................................................... 18
BAB III 20
PEMBAHASAN ............................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 21
v
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. G
• Umur : 07 Tahun 10 Bulan
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Tanggal Lahir : 22 Oktober 2013
• Agama : Islam
• Suku : Jawa
• Alamat : Perum GKGA Blok CB01, Kedanyang,Kebomas, Gresik
• Tanggal masuk RS : 14 September 2021
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama:
Kejang
2. Riwayat penyakit sekarang:
Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya kejang 2 kali saat dirumah selama 1 x 24 jam 3
hari yang lalu. Ibu mengatakan saat kejang pertama mata pasien melirik ke kanan atas
dan tangan serta kaki pasien menghentak-hentak tetapi lebi dominan mengentakkan
tangannya saja. Kejang pertama berlangsung selama ± 15 menit dan setelah kejang
pasien tertidur. Kemudian sekitar ± 10 menit setelahnya pasien sadar dan mengalami
kejang lagi dengan mata melirik kanan atas, tangan dan kaki menghentak-hentak dan
ibu pasien mengatakan bahwa kedua tangan pasien membiru. Kejang kedua
berlangsung ±30 menit. Ibu pasien mangatakan sebelum kejang pasien tidak mengalami
panas tetapi pasien mengalami muntah sebanyak 2 kali berisikaan makanan yang
bercampur dengan lendir dan tidak terdapat darah. Munta terjadi sesaat sebelum kejang.
Tidak didapatkan tanda pendarahan, diare (-), bapil (-), keluar cairan dari telinga (-),
sesak (-), nyeri sendi (-), nyeri telan (-), sakit gigi (-), rasa perih saat kencing (-), riwayat
trauma (-). Setela kejang ke 2 pasien tidak sadarkan diri dan oleh ibu pasien di bawa ke
IGD RS Petrokimia, saat di rs petrokimia pasien sudah sadar.
1
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sejak umur 5 tahun sudah pernah mengalami sakit seperti ini dan setiap
2 bulan sekali pasien akan kambuh.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Ayah mengalami sakit yang serupa.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat.
6. Riwayat Persalinan
Pasien lahir dari ibu G1P0A0, dilahirkan secars SC , usia kehamilan cukup bulan 39
minggu, lahir langsung menangis, warna ketuban jernih, berat badan lahir 2900 gr dan
panjang badan bayi 45 cm.
7. Riwayat Pasca Lahir
Tali pusat dirawat oleh petugas rumah sakit (Perawat), bayi tidak kuning, tidak terjadi
perdarahan pasca kelahiran pada bayi, ibu rutin membawa pasien ke posyandu.
8. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dilakukan di Posyandu dengan rincian seperti berikut ini:
Usia Imunisasi
9 bulan Campak 1
24 bulan Campak 2
2
2 tahun – sekarang : Nasi + sayur + lauk bervariasi
(ayam/daging/tahu/tempe/ikan) + susu sapi
Saat ini napsu makan pasien baik. Dalam sehari pasien makan 3 kali.
10. Riwayat Tumbuh Kembang
Riwayat Pertumbuhan
BB lahir : 2,9 kg
BB sekarang : 45 kg
PB lahir : 45 cm
TB sekarang :-
11. Riwayat Perkembangan
PSIKOMOTOR
0 - 6 bulan : mampu tengkurap, mengangkat kepala dan dada
bertopang padatangan
6 bulan : mampu untuk duduk
9 bulan : mampu merangkak
1 - 2 tahun : berjalan perlahan, memegang krayon, bisa makan sendiri
3 tahun : dapat berlari bebas, mulai belajar naik sepeda roda tiga
Kesan : riwayat perkembangan psikomotor sesuai dengan anak seusianya.
BAHASA
0-3 bulan : Mengoceh spontan/merespon dengan mengoceh
3-6 bulan : tertawa dan menjerit jika diajak bermain
6-12 bulan : mengeluarkan kata-kata tanpa arti, menirukan suara
1-3 tahun : mampu menyusun kalimat singkat
SOSIAL
1 tahun : berpartisipasi permainan tepuk tangan, sembunyi-sembunyian
1-3 tahun : memperlihakan minat kepada anak lain, bermain bersama anak lain dan
menyadari adanya lingkungan diluar keluarganya
Mental/intelegensia
Sesuai anak seusianya
Emosi
Anak cenderung malu jika berkomunikasi dengan orang diluar keluarganya
Kesan: Pertumbuhan, perkembangan psikomotor, mental intelegensia dan emosi
sesuai anak seusianya
3
12. Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan
Keadaan Sosial
Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara, yang tinggal bersama Ayah, Ibu,
dan adik dalam satu atap
Ekonomi
Ayah pasien seorang wiraswasta dan ibu pasien IRT. Penghasilan orang tua pasien
sekitar 2,5 juta rupiah perbulan.
Keadaan Lingkungan
Pasien tinggal disebuah perumahan yang padat penduduk,.
13. Anamnesis Sistemik
Sistem serebrospinal : demam (-), kejang (-)
Sistem kardiovaskuler : jantung tidak berdebar, pulsasi nadi normal
Sistem pernafasan : sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-),
Sistem gastrointestinal : diare (-), nyeri perut (-)
Sistem integumentum : turgor kulit normal, ptechiae (-), purpura (-),
Sistem urogenital : BAK sedikit dan warna lebih pekat, nyeri (-)darah
(-)
Sistem muskuloskeletal : tidak ada sendi yang terasa bengkak maupun panas
Sistem KGB : tidak ada pembesaran KGB
4
Mata : Palpebra tidak cekung, konjungtiva tidak pucat,
sclera tidak ikterik, reflek cahaya langsung +/+,reflek
cahaya tidak langsung +/+.
Telinga : Normotia, tidak tampak serumen dan tidak tampak
sekret.
Hidung : Tidak ada deformitas, septum deviasi (-), sekret (-)
Bibir : Tidak kering, tidak sianosis
Mulut : Stomatitis (-), mukosa mulut tidak kering, gigi
geligi lengkap
Lidah : Tidak kotor,
Faring : Tidak hiperemis
Toraks:
Dinding toraks : Bentuk normal, retraksi sela iga (-), iga vertikal,
simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Paru
Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Vocal fremitus simetris, dan teraba sama keras di kedua lapang
paru
Perkusi : Sonor pada paru kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler di kedua lapang paru, ronkhi -/-,
wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V 1 cm medial garis
midclavicularis sinistra, tidak teraba thrill
Auskultasi : BJ I normal, BJ II normal, regular, tidak ada splitting, tidak ada
murmur, tidak ada gallop
Abdomen:
Inspeksi : Datar, tidak tampak distensi, tidak tampak vena collateral
Palpasi : ada nyeri tekan pada epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, turgor
5
kulit baik, supel
Perkusi : Timpani, shifting dullnes (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Anus dan rectum : Tidak ada kelainan
Kelenjar getah bening : Tidak teraba
Genitalia : Perempuan
Anggota gerak :
Atas : Akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
Bawah : Akral hangat, deformitas (-), sianosis (-), oedem (-)
Tulang belakang : Tidak ada kelainan
Kulit : Warna sawo matang, ikterik (-), sianosis (-), turgor baik
Pemeriksaan Laboratorium
Tangggal 12 September 2021 jam 01.28 WIB (RS Petrokimia)
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,7 11,7-15,5 g/dl
Lekosit 18,760 3600-11.000 /uL
LED 0-20
Hitung jenis
Hematokrit 38,7 35-47 %
Trombosit 423.000 150.000-450.000 /uL
MCV 81 80-100
MCH 26 26-34
MCHC 32 32-36
Resume
An. G Laki-laki 7 tahun datang dengan keluhan kejang berulang 2x, lamanya 15
menit pada kejang pertama dan 10 menit kemudian kejang ke dua selama 30 menit ketika
dirumah. Sebelum kejang pasien mengalami muntah 2 kali. Berdasarkan cerita ibu pasien
kejang meghentak-hentakkan tangan dan kaki dengan mata melirik ke kanan atas. Setelah
kejang pertama pasien sadar dan pada kejang ke dua pasien tidak sadar.. Lalu sampai di
IGD pasien sadar.
6
Pasien sebelumnya pernah mengalami kejang sejak umur 5 tahun dan setiap 2 bulan
kabuh. Di keluarga ayah pasien juga pernah mengalami kejang. Pasien lahir cukup bulan,
tidak ditemukan kelainan saat pasien lahir.
Dari pemeriksaan fisik, pasien tampak membaik, kesadaran compos mentis, tidak
ditemukan adanya kelainan pada pemeriksaan generalis.
E. Diagnosis
Epilepsi
G. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
Penjelasan mengenai penyakit yang diderita pasien kepada orang tua serta
bagaimana pengobatannya
Keluarga diminta untuk lebih memperhatikan pasien, untuk mengetahui tanda-
tanda awal kejang (aura), pencetus, dan mengetahui bentuk dan durasi kejang
Edukasi mengenai tindakan yang benar dan aman jika pasien kejang
Sigap untuk membawa pasien ke rumah sakit jika kejang tidak berhenti dengan
pemberian diazepam rektal, kejang yang berulang dalam sehari atau kejang yang
tidak berhenti selama 15 menit.
2. Medikamentosa
Rencana Pengobatan
Inf. D5 ½ NS 500 cc/24 jam
Inj. Dexamethason 3 x 5 mg
Inj. Phenitoin 3 x 100 mg
Inj. Ceftriaxon 2 x 1g
Sir. Asam Valproat 3 x 5ml
7
H. Saran Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa untuk penderita epilepsi adalah mengontrol bangkitan
kejang agar tidak berulang dengan konsumsi obat-obatan anti kejang selama 2 tahun.
Terapi non-medikamentosa meliputi edukasi kepada keluarga pasien yang ditujukan untuk
mempersiapkan tindakan yang harus dilakukan jika mendapati pasien kejang dan
mengetahui tanda-tanda jika pasien harus segera ditangani di rumah sakit.
Medikamentosa
8
I. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
9
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Definisi
Epilepsy merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh adanya bangkitan (seizure)
yang terjadi secara berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara
intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan pada
neuron-neuron secara paroksismal yang disebabkan oleh beberapa etiologi. Bangkitan
epilepsi (epileptic seizure) merupakan manifestasi klinik dari bangkitan serupa
(stereotipik) yang berlangsung secara mendadak dan sementara dengan atau tanpa
perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak,
bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
B. Klasifikasi
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981, epilepsi
diklasifikasikan menjadi:
1. Bangkitan Parsial
Bangkitan parsial diklasifikasikan menjadi 3 yakni,
10
2. Parsial kompleks menjadi umum tonik-klonik
2. Bangkitan Umum
A. Absence / lena / petit mal
B. Klonik
C. Tonik
Berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan
ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan
fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi.
11
sampai mengompol. Pasca serangan, penderita akan sadar secara perlahan dan
merasakan tubuhnya terasa lemas dan biasanya akan tertidur setelahnya.
E. Mioklonik
F. Atonik
Bangkitan ini jarang terjadi. Biasanya penderita akan kehilangan kekuatan otot
dan terjatuh secara tiba-tiba.
C. Etiologi
1 Kelainan yang terjadi selama kehamilan/perkembangan janin contohnya ibu
mengkonsumsi obat-obatan tertentu yang dapat merusak otak janin, minum-minuman
alkhohol atau mendapatkan terapi penyinaran.
2 Kelainan yang terjadi saat kelahiran (bayi baru lahir) :
- Brain malvormation
- Gangguan oksigenasi sebelum lahir (Hipoksia-Asfiksia)
- Gangguan elektrolit
- Gangguan metabolisme janin
- Infeksi
3 Saat usia bayi – anak-anak
- demam (kejang demam)
- tumor otak (jarang)
- infeksi
4 Saat usia anak – dewasa
- Kelainan kongenital sepeti sindrom down, neurofibromatosis, dll.
- Faktor genetik dimana bila salah satu orang tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka
kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua orang tuanya epilepsi maka
kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.
- Penyakit otak yang berjalan secara progresif seperti tumor otak (jarang)
- Trauma kepala
12
5 Saat usia tua/lanjut
- Stroke
- Penyakit Alzeimer
- Trauma
D. Patofisiologi
Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari
pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran
konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya
sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas
serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang
ekstraseluler dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran
neuron.
Lima buah elemen fisiologi sel dari neuron–neuron tertentu pada korteks serebri
penting dalam mendatangkan kecurigaan terhadap adanya epilepsi:
1. Kemampuan neuron kortikal untuk bekerja pada frekuensi tinggi dalam merespon
depolarisasi diperpanjang akan menyebabkan eksitasi sinaps dan inaktivasi konduksi
13
5. Efek berlawanan yang jelas (contohnya depresi) dari sinaps inhibitor rekuren
dihasilkan dari frekuensi tinggi peristiwa aktifasi.
Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal
mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan
potensial aksi secara tepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini kemudian
“mengajak” neuron-neuron yang terkait di dalam proses. Secara klinis serangan
epilepsi akan tampak apabila cetusan listrik dari sejumlah besar neuron abnormal
muncul secara bersama- sama, membentuk suatu badai aktivitas listrik di dalam otak.
Hipotesis secara seluler dan molekuler yang banyak dianut sekarang adalah :
Membran neuron dalam keadaan normal mudah dilalui oleh ion kalium dan ion
klorida, tetapi sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion kalsium. Dengan demikian
konsentrasi yang tinggi ion kalium dalam sel ( intraseluler ), dan konsentrasi ion
natrium dan kalsium ekstraseluler tinggi. Sesuai dengan teori dari Dean (Sodium
pump), sel hidup mendorong ion natrium keluar sel, bila natrium ini memasuki sel,
keadaan ini sama halnya dengan ion kalsium.
Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang
tidak mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls.
Sinkronisasi ini dapat terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara
serentak, secara teori sinkronisasi ini dapat terjadi.
1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin ) kurang
optimal hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.
2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat )
berlebihan hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.
Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA
( gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita
epilepsi ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk
inhibisi potensial postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah
lewat reseptor GABA. Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptik
disebabkan oleh hilang atau kurangnya inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan
neurotransmitter inhibitorik utama pada otak. Ternyata pada GABA ini sama sekali
tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset membuktikan bahwa
perubahan pada salah satu komponennya bisa menghasilkan inhibisi tak lengkap
yang akan menambah rangsangan. Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok
kecil neuron saja, sekelompok besar atau seluruh neuron otak secara serentak.
14
Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron ini menimbulkan manifestasi yang
berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis ada 2 penyebabnya yaitu fungsi
neuron penghambat kurang optimal ( GABA ) sehingga terjadi pelepasan impuls
epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik (
Glutamat ) berlebihan.
Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer,
kongenital, hipoksia, infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut
dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi
neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi bila ada rangsangan yang
memadai.
Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada abnormalitas otak antara lain
di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan
eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya
menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak penderita
epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena
itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada
di lobus temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal
epilepsi dapatan.
Pada bayi dan anak-anak, sel neuron masih imatur sehingga mudah terkena
efek traumatik, gangguan metabolik, gangguan sirkulasi, infeksi dan sebagainya.
Efek ini dapat berupa kemusnahan neuron-neuron serta sel-sel glia atau kerusakan
pada neuron atau glia, yang pada gilirannya dapat membuat neuron glia atau
lingkungan neuronal epileptogenik. Kerusakan otak akibat trauma, infeksi,
gangguan metabolisme dan sebagainya, semuanya dapat mengembangkan epilepsi.
Akan tetapi anak tanpa brain damage dapat juga menjadi epilepsi, dalam hal ini
faktor genetik dianggap penyebabnya, khususnya grand mal dan petit mal serta
benigne centrotemporal epilepsy. Walaupun
demikian proses yang mendasari serangan epilepsi idiopatik, melalui
mekanisme yang sama.
15
E. Diagnosa
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat
serangan yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkan.
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena
pemeriksa hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita.
Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan
(meliputi gejala dan lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan
merupakan kunci diagnosis. Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma
kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik,
malformasi vaskuler dan obat-obatan tertentu.
Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
o Pola / bentuk serangan
o Lama serangan
o Gejala sebelum, selama dan paska serangan
o Frekwensi serangan
o Faktor pencetus
o Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
o Usia saat serangan terjadinya pertama
o Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
o Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
o Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik
melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya
serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada
anak- anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,
organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal
gangguan pertumbuhan otak unilateral.
16
3. Pemeriksaan penunjang
A. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis
epilepsi. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan
abnormal.
Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak.
o Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya misal gelombang delta.
o Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang
lambat yang timbul secara paroksimal.
Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran
EEG nya gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsi mioklonik
mempunyai gambaran EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk
yang timbul secara serentak (sinkron).
C. Pemeriksaan Radiologis
17
maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI
bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri.
4. Tatalaksana
Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni,
Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan
keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan
dan efek samping dari pengobatan tersebut.
Terapi dimulai dengan monoterapi
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai
dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol
bangkitan, maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi,
maka OAE pertama dosisnya diturunkan secara perlahan.
Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak
terkontorl dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan
tanpa kekambuhan. Pada anak-anak dengan epilepsi, pengehntian sebaiknya dilakukan
secara bertahap setelah 2 tahun bebas dari bangkitan kejang. Sedangkan pada orang
dewasa penghentian membutuhkan waktu lebih lama yakni sekitar 5 tahun. Ada 2 syarat
yang penting diperhatika ketika hendak menghentikan OAE yakni,
18
6. Kemungkinkan kekambuhan setelah penghentian OAE
Usia semakin tua, semakin tinggi kemungkinan kekambuhannya.
Epilepsi simtomatik
Gambaran EEG abnormal
Semakin lamanya bangkitan belum dapat dikendalikan.
Penggunaan OAE lebih dari 1
Masih mendaptkan satu atau lebih bangkitan setelah memulai terapi
Mendapat terapi 10 tahun atau lebih.
Kekambuhan akan semaikn kecil kemungkinanya bila penderita telah bebas
bangkitan selama 3-5 tahun atau lebih dari 5 tahun. Bila bangkitan timbul kembali
maka pengobatan menggunakan dosis efektif terakhir, kemudian evaluasi.
19
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang ibu membawa anaknya ke IGD RS Ibnu sina gresik. Ibu pasien mengatakan
bahwa anaknya An. G yang berusia 7 tahun mengalami kejang sebayak 2 kali di rumah. Kejang
terjadi setelah pasien mengalami muntah sebanyak 2 kali. Pada kejang pertama durasinya
selama 15 menit setalah itu pasien sadar kemudian 10 menit setelahnya pasien kejang lagi
selama 30 menit dan tidak sadarkan diri. Saat kejang mata pasien melirik ke kanan atas dan
menghentak-hentakkan tangan dan kaki. Ibu pasien mengatakan pasien sudah sering kejang
seperti ini sejak umur 5 tahun dan setiap 2 bulan kambuh. Pasien tidak pernah berobat. Ayah
pasien juga pernah mengalami kejang.
Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan kelainan. Keadaan pasien baik dengan nadi
80x/menit, suhu 37°c, dan rr 22x/menit. Pemeriksaan laboratorium tanggal 12 september 2021
lekosit 18,760. Berdasarkan data dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang diatas dapat disimpulkan bahwa pasien An. G dapat didiagnosa dengan suspek
Epilepsi. Oleh karena pasien sering kejang. Dengan ini pasien di berikan terapi Inf. D5 ½ NS
500 cc/24 jam, Inj. Dexamethason 3 x 5 mg, Inj. Phenitoin 3 x 100 mg, Inj. Ceftriaxon 2 x 1g,
dan Sir. Asam Valproat 3 x 5ml. Kemudian untuk rencana tindakan perlu pemberian edukasi
kepada orang tua agar pasien rutin mengkonsumsi obat anti kejang selama 2 tahun kedepan
agar kejang tidak terulang.
20
DAFTAR PUSTAKA
21