Anda di halaman 1dari 55

BST:

SKIZOFRENIA PARANOID
Oleh :
Putri Rizky Amalia - 130112190638
Preseptor: Lynna Lydiana, dr., SpKJ

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa Fk Unpad Rshs 2021


Identitas Pasien
• Nama : Dewi
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Usia: 30 tahun

• Agama : Islam
• Alamat : Sarijadi, Bandung
• Pekerjaan : IRT / Wiraswasta
• Pendidikan Terakhir : SMP
• Status Pernikahan : Menikah
• Tanggal Pemeriksaan: 16 Februari 2021
Keluhan Utama
• Sering marah-marah
Riwayat penyakit Sekarang
Sejak 6 bulan yang lalu, karena pandemi, penghasilan suami menurun, tidak memiliki penghasilan yang
menetap sementara kebutuhan dirasakan semakin meningkat,pasien memiliki banyak hutang dan
cicilan sementara bisnis catering milik pasien juga mengalami penurunan. Suami pasien mengatakan
pada pasien terdapat perubahan emosi dan sikap pasien, menjadi sering marah-marah dan
membanting barang-barang rumah, hingga banting-banting pintu.

Pasien merasa telah dibohongi suaminya. Suami pasien setiap hari pergi bekerja, namun uang yang
dihasilkan hanya sedikit. Pasien berkeyakinan bahwa suaminya menggunakan uangnya untuk berfoya-
foya.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien menjadi lebih sering keluar rumah (keluyuran), pasien merasakan dibisikkan oleh
leluhurnya atau nenek buyutnya untuk pergi keluar rumah saja agar mendapatkan wangsit dan
ilmu sehingga bisa membantu melunasi hutangnya. Pasien juga merasa pikirannya dikendalikan
oleh orang lain, dan pasien sering merasa bahwa orang lain membicarakan diri pasien
Riwayat penyakit Sekarang
Pasien mengatakan sulit tidur setiap malam, dan hanya tidur selama 1-2 jam saja per harinya.
Pasien lebih suka pergi, atau mondar-mandir daripada tidur. Pasien merasa seolah-olah ada yang
membisikkan pasien “jangan tidur, ayo keluar cari rezeki”

Tidak ada kelainan yang dirasakan pasien, nafsu makan pasien stabil, tidak ada demam, nyeri
kepala, kejang-kejang, dan gejala fisik yang lain. Pasien mengatakan menjadi lebih malas mandi.
Pasien merasa malas mengerjakan pekerjaan rumah, pasien hanya keluar rumah, hingga
suaminya mencari pasien.
Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada Riwayat trauma kepala, penyakit kronis, dan penyakit bawaan lain pada pasien.
Pasien tidak mengonsumsi obat-obatan sebelum mengalami gejala. Tidak ada penyalahgunaan
obat-obatan yang dilakukan pasien.
Riwayat Keluarga
• Pasien merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Orang tua pasien
merupakan petani. Pasien dibesarkan dalam sosiokultural Sunda dan agama
Islam. Pasien telah menikah selama 10 tahun. Pasien tinggal serumah dengan
suami dan kedua anaknya.
• Kedua orang tua pasien sudah meninggal. Pasien sedih namun tampak tabah.
Pasien dapat bekerja seperti biasa. Tidak ada riwayat gangguan jiwa dalam
keluarga.

• Genogram : belum tersedia


Riwayat Pribadi
• Masa Kanak Awal
data tidak tersedia
• Masa Kanak Pertengahan
data tidak tersedia
• Masa Kanak Akhir
data tidak tersedia
• Masa Dewasa
Pasien saat ini berstatus menikah dan merupakan ibu dari dua orang anak, pasien merupakan ibu
rumah tangga dan wiraswasta tanpa penghasilan tetap. Pasien berpenghasilan 100-200 ribu bila
terdapat pesanan makanan/kue. Pasien tidak pernah terlibat dalam kasus pelanggaran hukum
apapun.
Pemeriksaan Fisis
Saat di Periksa • RR : 18x/menit
• TD : 110/55 mmHg • S : 36,9oC
• N : 68x/menit PANSS skor :
Status Mental
A. Penampilan :
tampak sesuai umur, kulit kuning langsat, perawakan tinggi, roman muka
kesal, kontak ada, rapport adekuat, kooperatif
B. Bicara :
Spontan menjawab pertanyaan,pasien banyak bicara, intonasi sedang,
produktivitas sedang, artikulasi dan verbalisasi cukup jelas
C. Emosi :
Mood eutimik, afek terbatas
Status Mental
D. Pikiran dan persepsi :
Bentuk pikiran : autikstik
Alur pikiran : asosiasi longgar
Isi pikiran : delusi (+), ide bunuh diri (-)
Gangguan pikir :
- waham kendali (+) merasa dirinya dikendalikan orang lain
- Waham curiga (+) ada orang lain yang suka membicarakan pasien
Thought insertion ada (+) merasa pikirannya dimasuki leluhurnya, thought echo tidak ada,
though withdrawal tidak ada, thought broadcasting tidak ada
Gangguan persepsi : halusinasi dengar suara leluhurnya
Status Mental
E. Sensorium dan kognisi
Kesadaran compos mentis
Orientasi dan memori tidak terganggu
Konsentrasi dan perhatian mudah teralihkan
Reality testing ability terganggu

F. Tilikan : Derajat 1  pasien menyangkal penyakitnya sama sekali


Dasar Diagnosis
DASAR DIAGNOSIS
DASAR DIAGNOSIS
Diagnosis
• Axis I : Skizofrenik paranoid
• Axis II :-
• Axis III :-
• Axis IV : Masalah ekonomi
• Axis V :
Skala GAF (Global Assesment of
Functioning) : 70-61
Diagnosis Banding
• Other psychotic disorder 
• Schizophrenic form disorder  differs from schizophrenia in that the symptoms have a duration of at least 1
month but less than 6 months
• Brief psychotic disorder is the appropriate diagnosis when the symptoms have lasted at least 1 day but less than
1 month and when the patient has not returned to the premorbid state of functioning within that time
• Schizoaffective disorder : When a manic or depressive syndrome develops concurrently with the major
symptoms of schizophrenia, Mood disorder
• Malingering and factitious disorder
• Malingering : The condition of patients who are completely in control of their symptom production may qualify
for a diagnosis of malingering; such patients usually have some obvious financial or legal reason to want to be
considered mentally ill.
• factitious disorder : The condition of patients who are less in control of their falsification of psychotic symptoms
may qualify factitious disorder
• Mood disorder  major depressive (dicoret dengan : In mood disorders, psychotic symptoms resolve
completely with the resolution of depression.)
Tatalaksana

Pada fase akut, obat segera diberikan segera


setelah diagnosis ditegakkan dan dosis dimulai dari
dosis anjuran dinaikkan perlahan-lahan secara
bertahap dalam waktu 1 – 3 minggu, sampai dosis
optimal yang dapat mengendalikan gejala
Tindakan
• Routine psychiatric visits, not otherwise specified
• Psychologic evaluation and testing
• Psikoedukasi  meningkatkan keterampilan orang dengan skizofrenia dan
keluarga dalam mengelola gejala. Mengajak pasien untuk mengenali gejala-
gejala, melatih cara mengelola gejala, merawat diri, mengembangkan kepatuhan
menjalani pengobatan. Teknik intervensi perilaku bermanfaat untuk diterapkan
pada fase ini.
• Nacroleptic therapy
Prognosis
• Ad vitam: ad bonam
• Ad functionam: dubia ad bonam
• Ad sanationam: dubia ad malam
Final Concept Map
Gene Mutation Biochemical Factors Pandemi Covid - 19

Penghasilan Menurun,
Hutang menumpuk

Mendapatkan
perawatan
Perubahan pada pelepasan neurotransmitter dan sirkuit neural pasien

Schizophrenia Paranoid Halusinasi, delusi, dll


SKIZOFRENIA
Definisi
Gangguan yang berlangsung setidaknya selama 6 bulan atau lebih dan setidaknya
dalam 1 bulan mengalami delusi, halusinasi, bicara tidak beraturan, perilaku
katatonik, atau gejala negatif.
ETIOLOGI
Faktor genetik
Gene: alpha-7 nicotinic receptor, DISC1, GRM3, COMT, neuroglin 1, Dystobrevin
(DTNBP1)  meningkatkan risiko pada 1st degree relative (ayah, ibu, saudara
kandung, kembar) dan 2nd degree relative (bibi, paman, keponakan).
Faktor biokimia
• DOPAMINE: Hiperaktivitas dopaminergic
• SEROTONINE: Berperan dalam gejala positif dan negatif
• NOREPINEPHRIN: Neuronal degeneration pada NE reward system  anhedonia
• GABA: loss of neuron GABAergic  disinhibisi neuron dopaminergic
• Lain-lain: neuropeptide, glutamate, ach & nicotine
Neuropathology
 Pembesaran lateral & third ventricles  kognitif impairment, negative symptoms,
dan respon buruk terhadap treatment
 Penurunan ukuran thalamus  menganggu neurotransmission antara cortex dan
primary sensory dan motor area
 Gangguan pada temporal lobe  menghasilkan positive symptoms (halusinasi,
delusi, dan gangguan isi pikiran)
 Gangguan pada frontal lobe  negative symptoms dan pengurangan fungsi kognitif
 Pada dorsal prefontral cortex terjadi penurunan glutamic acid decarboxylase 
penurunan GABA  mengganggu fungsi kognitif/emosional  negative symptoms
 Dorsolateral prefontral cortex (DLPFC) hypoactive  penurunan working memory
(brief storage and use of information untuk menyelesaikan tugas kognitif c/o learning,
reasoning)
Metabolisme otak
Pada pasien dengan skizofrenia terdapat rendahnya phosphomonoester dan fosfat
inorganik serta tingginya fosfodiester dibanding orang normal.
Faktor keluarga
Hubungan buruk antara ibu dan anak  meningkatkan risiko anak hingga 6x
terhadap skizofrenia (domineering, bersikap dingin, over protektif akan menekan
ego anak
Keluarga yang disfungsional  hostile terhadap anak
DD
• Secondary psychotic disorder
• Other psychotic disorder
• Mood disorder
• Personality disorder
• Malingering and factitious disorder
Faktor Risiko Biologis
• Faktor genetik
• Neuropatologi
• Faktor biokimia
• Dopamine • Neuropeptides
• Serotonin • Glutamate
• Norepinephrine • Acetylcholine dan nicotine
• GABA
Faktor Risiko Psikososial
• Developmental fixation
• Hubungan interpersonal
• Dinamika keluarga
Klasifikasi
a) Paranoid
b) Disorganized/Hebefrenik
c) Katatonik
d) YTT
e) Residual
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia Hebefrenik
Skizofrenia Katatonik
Kriteria Diagnosis DSM-5
Kriteria Diagnosis DSM-5
Status Mental
Gambaran umum:
Pasien bisa tampak lusuh, berteriak, agitasi, hingga berpenampilan terawat, tenang, dan tidak bergerak.
Rapport biasanya sulit untuk dibentuk.
Mood, perasaan afek: responsivitas emosional berkurang, emosi inappropriate.
Pasien yang sangat emosional  omnipotensi, ekstasi religius, rasa takut

Gangguan persepsi
• Halusinasi  paling umum auditori
• Ilusi
• Bentuk pikiran: asosiasi longgar, inkoherensi
• Alur pikiran: flight of ideas, thought blocking, thought control, thought broadcasting
Status Mental
Sensorium dan kognisi
• Orientasi : biasanya baik terhadap diri, waktu dan tempat.
• Memori : biasanya intak, tetapi dapat ditemukan defisiensi minor
• Gangguan kognisi : konsentrasi, fungsi eksekutif
• Daya nilai : biasanya buruk terhadap penyakit diri sendiri  kepatuhan terapi
buruk
TATALAKSANA
A. Fase akut
1) Farmakologi
a. mencegah pasien melukai dirinya atau orang lain
b. Mengendalikan perilaku yang merusak
c. Mengurangi beratnya gejala psikotik dan gejala terkait lainya misal agitasi
d. Agresi gaduh dan gelisah
• Langkah pertama : beri ketenangan pada pasien
• Langkah kedua : mulai pemberian obat. Pasien bisa diikata atu diisolasi bila
membahayakan. Pengikatan pun hanya boleh 2-4 jam untuk pengobatan.
Obat injeksi
• Olanzapine, dosis 10 mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap 2 jam, dosis
maksimum 30mg/hari.
• Aripriprazol, dosis 9,75 mg/injeksi (dosis maksimal 29,25 mg/hari), intramuskulus.
• Haloperidol, dosis 5mg/injeksi, intramuskulus, dapat diulang setiap setengah jam, dosis
maksimum 20mg/hari.
• Diazepam 10mg/injeksi, intravena/intramuskulus, dosis maksimum 30mg/hari.
Obat Oral
• Pemilihan berdasarkan pengalaman pasien sebelumnya. Dilihat respon gejala, profil
efek samping, da kenyamanan
• Pada fase akut pemberian obat langsung diberikan setelah diagnosis ditegakan
• Dosis dimulai dari dosis anjuran dan dinaikan pelahan dalam waktu 1-3 minggu sampai
dosis optimal
A. Fase Akut
2) Psikoedukasi
• Mengurangi stimulus berlebihan : Stresor lingkungan dan Peristiwa kehidupan
• Memberikan ketenangan melalui komunikasi yang baik
• Memberikan dukungan dan harapan
• Menyediakan lingkungan yang nyaman
• Toleran
3) Terapi lainya
• ECT (terapi kejang listrik) pada pasien skizofrenia katatonik (kaku dan tidak lazim) dan
skizofrenia refrakter (resitan terapi)
B. Fase Stabilisasi
1) Farmakoterapi
• mempertahankan remisi gejala atau untuk mengontrol
• Meminimalisasi risiko dan konsekuensi kekambuhan
• Mengoptimalkan fungsi dan proses kekambuhan
• Dosis optimal dipertahankan 8-10 minggu
• Bisa diberikan obat antipsikotika jangka panjang (long acting injectable) setiap 2-4 minggu
2) Psikoedukasi
• Meningkatkan keterampilan pasien dan keluarga dalam mengelola gejala
• Mengenali pasien mengenali gejala-gejala, melatih mengelola gejala, merawat diri,
mengembangkan kepatuhan menjalani pengobatan
C. Fase Rumatan
1) Farmakoterapi
• Dosis diturunkan secara bertahap sampai diperoleh dosis minimal yang masih mampu
mencegah kekambuhan
• Untuk kondisi pertama kali berikan selama 2 tahun. Bila beberapa kali kekambuhan
berikan selama 5 tahun
2) Psikoedukasi
• Mempersiapkan pasien kembali pada kehidupan masyarakat
• Modalitas rehabilitasi spesifik : kognitif, keterampilan sosial dan vikasional, dll
• Pasien dan keluarga diajarkan mengenali dan mengelola gejala prodormal untuk
mencegah kekambuhan
Terapi Psikososial
• Social skills training • Individual psychotherapy
• Family-orianted therapies • Personal therapy
• Case management • Dialectical Behavior therapy
• Assertive community treatment • Vocational therapy
• Group therapy • Art therapy
• Cognitive behavioral therapy • Cognitive training
Strategi untuk pasien dengan respon obat buruk
• 40% pasien dengan pengobatan antipsikotik dapat membaik namun masih
memungkinkan adanya resistensi obat
• Pasien yang resisten terhadap obat antipsikotik akan menunjukan gejala yang
parah
• Berikan trial 4-6 minggu, jika ada peningkatan walaupun hanya sedikit bisa
dilanjutkan 3-6 bulan. bisa juga sambil diperiksa kadar obat dalam plasmanya
untuk mengecek complient
• Jika pasien terbukti merespon buruk, bisa dinaikan dosis namun lebih disarankan
mengganti obat
Penatalaksanaan Efek Samping
a. Sindrom ekstrapiramidal (distonia akut atau parkinsonisme)
• Menurunkan dosis antipsikotika
• Jika tidak bisa ditanggulangi  berikan obat-obat kolinergik : triheksilfenidil, benztropin, sulfas
atropin, atau difenhidramin IM/IV
b. Tardif diskinesia
• Turunkan dosis antipsikotropika
• Jika tidak bisa diatasi, ganti dengan antipsikotropika generasi II terutama klozapin
c. Sindroma Neuroleptik Malignansi (SNM)
• Penatalaksanaan gawat darurat medik
• Terapi simtomatik  keseimbangan cairan, observasi TTV
• Farmako  dantrolen 0.8 – 2.5 mg/kgBB/hari atau bromokriptin 20-30mg/hari dibagi 4 dosis
• Penurunan kesadaran  rujuk ke ICU
• Akatisia : otot bergetar, gelisah dan tidak dapat duduk diam
Prognosis
TERIMAKASIH
Sumber
• Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry. 11th ED .2014
• Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK/02.02.02/MENKES/73/2015 Tentang Pedoman Nasional pelayanan Kedokteran
Jiwa
• Stahl, S. M. (2013). Stahl's essential psychopharmacology: Neuroscientific basis
and practical applications (4th ed.). Cambridge University Press
• Maslim, Rusdi. (2013). Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III dan
DSM-V

Anda mungkin juga menyukai