Pengertian Tradisi atau Ritual Sifon ´ Ritual sifon merupakan bagian dari salah satu ritual sunat tradisional yang masih dilakukan dan dijaga secara turun menurun (Taum, 2013). ´ Ritual sunat suku Atoni Meto hanya dilakukan pada laki-laki dewasa, dilaksanakan di musim panen dan memakan waktu selama tiga minggu hingga sebulan. Ritual sifon sendiri baru dilaksanakan tiga minggu setelah laki-laki dewasa (berumur 18 tahun dan sudah memiliki istri dan anak) menjalani ritual sunat tradisional. Ritual sifon sebenarnya merupakan ritual hubungan seksual yang dilakukan dengan kepercayaan dan tujuan untuk menyembuhkan luka sunat dan membuang penyakit serta sial. Oleh karena itu, perempuan yang terlibat dalam ritual sifon bukan merupakan istri, calon istri, ataupun kerabat dekat perempuan dari laki-laki yang disunat. Hal ini disebabkan perempuan yang melakukan sifon dipercaya telah menerima ‘panas’ dari lelaki yang sunat sehingga tidak boleh lagi melakukan hubungan seksual dengan laki- laki yang sama. Selain merujuk pada penyakit atau hal yang membawa sial, istilah ‘panas’ juga mengacu pada ‘pendinginan panas bumi’ — merujuk pada pembaharuan dan pengembalian dunia seperti saat pertama kali diciptakan— dan memohon untuk kesuburan alam. Menurut tradisi yang berlaku, menjadi tugas ahelet untuk menyiapakan perempuan pasangan sifon dengan bayaran 1 perak. Dewasa ini, pasangan sifon tidak lagi disiapkan oleh ahelet. Para calon sunat dinilai mampu mencari sendiri dan telah mampu berkomunikasi dengan perempuan dengan baik. ´ Asal-muasal dari ritual ini berangkat dari ritual pengorbanan manusia, tetapi seiring berjalannya waktu, ritual tersebut digantikan dengan ritual sifon. Ritual sifon dilakukan didasarkan pada kepercayaan suku Atoni Meto yang menempatkan penis sebagai sebuah alat vital pencipta kehidupan. Tradisi ini dilakukan pada saat musim panen karena kejantanan laki-laki yang tercermin dari penis merupakan representasi permohononan masyarakat akan kesuburan alam dan kelancaran panen. Oleh karena itu, tradisi sifon merupakan ritual yang penting bagi suku Atoni Meto di NTT. ´ Mengapa proses penyunatan dilakukan ketika sudah dewasa, bukan ketika masih kanak-kanak seperti yang lumrah terjadi? Ini disebabkan oleh kepercayaan suku Atoni Meto yang percaya bahwa penyunatan di masa kanak-kanak dapat berakibat buruk pada kesehatan di masa dewasa nanti, seperti impoten dan ejakulasi dini. Selain itu, suku Atoni Meto mempercayai bahwa ritual sunat tradisional, termasuk di dalamnya ritual sifon, memiliki beberapa fungsi, yakni fungsi kesuburan, fungsi sosial budaya, dan fungsi maskulinitas, meski demikian, tradisi sifon pada awalnya merupakan sarana pengenalan seks pertama bagi suku Atoni Meto. Perubahan drastic ini diperkirakan baru terjadi pada tahun 1990an dimana usia calon sunat dan status kawin mereka tidak menentu. Syarat dan ketentuan saat melalukan ritual Sifon ´ Ritual sunat tradisional ini hanya boleh dilakukan oleh tukang sunat yang disebut ahelet. Tugas ahelet adalah memastikan tata cara, prosesi dan urutan sunat sudah sesuai dengan aturan adat. Tidak boleh ada urutan yang terlewat. Terutama ritual sifon karena ritual ini memegang peranan penting dalam urutan sunat tradisional. Terdapat tiga fase yang dilakukan dalam sunat tradisional suku Atoni Meto yakni fase pemisahan, fase pelaksanaan, dan fase penyatuan kembali. Tradisi sifon masuk dalam fase pelaksanaan, dilakukan setelah tahapan menuju sungai, pemotongan kulup, dan tindakan ritual. Terdapat keyakinan di masyarakat jika sifon tidak dilakukan, akan menyebabkan disfungsi dari alat kelamin laki-laki, seperti impoten atau ejakulasi dini. ´ Ketika melakukan ritual sifon, para ahelet menekankan bahwa bagian terpenting dalam ritual sifon adalah 1) penis tercelup dalam cairan vagina, 2) tidak perlu berkali-kali penetrasi, dan 3) tidak boleh mengeluarkan sperma saat sedang berhubungan seksual, sebab bila terjadi, disinyalir dapat mengakibatkan ejakulasi dini. Menurut para laki-laki yang telah melakukan sifon, biasanya setelah disunat penis mereka membengkak dan berair [AP1] sehingga sulit untuk melakukan penetrasi ke dalam vagina. Hal ini menimbulkan rasa sakit dan bengkak tersebut akan pecah di dalam vagina. Namun semua bengkak dan luka sunatan tersebut akan sembuh total paska sifon. Selain bisa menyembuhkan luka dan bengkak paska sunat, ritual ini juga dilakukan dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksual laki-laki dan menjadikan laki-laki menjadi seorang “laki-laki sejati”. Tradisi ini dipercaya dapat melanggengkan pernikahan, dalam artian meningkatkan kualitas hubungan seksual suami-istri. Oleh karena itu, para laki-laki bahkan perempuan Atoni Meto, tidak keberatan dengan adanya tradisi ini. ´ Tradisi ini membutuhkan seorang perempuan yang dijadikan perantara untuk diberikan “panas”. Dalam prakteknya, ahelet memiliki nama-nama perempuan yang bisa digunakan sebagai medium untuk sifon. Perempuan yang dipilih sebagai medium sifon disyaratkan tidak bersuami, sebab bila hal tersebut dilanggar, berarti melanggar hukum adat perkawinan.
Sifon Ialah Suatu Budaya Hubungan Sexual Yang Dilakukan Oleh Pria Yang Sehabis Disunat Secara Tradisional Dengan Wanita Yang Disyaratkan Tidak Boleh Dengan Istrinya Sendiri
Sifon Ialah Suatu Budaya Hubungan Sexual Yang Dilakukan Oleh Pria Yang Sehabis Disunat Secara Tradisional Dengan Wanita Yang Disyaratkan Tidak Boleh Dengan Istrinya Sendiri