KOTA DESA
Interaksi antara desa dengan kota merupakan interaksi yang disebut juga
dengan interaksi wilayah. Interaksi terjadi saat dua objek saling
mempengaruhi dan memberikan efek bagi satu sama lain. Interaksi
wilayah merupakan hubungan timbal balik antara dua wilayah atau lebih
yang saling mempengaruhi dan dapat menimbulkan gejala atau
permasalahan baru baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
1. Adanya wilayah yang saling melengkapi
Setiap wilayah tentunya memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda. Hal
ini karena wilayah di satu tempat dengan wilayah yang lain memiliki sifat
fisik yang berbeda tergantung pada kondisi iklim dan cuacanya. Hal ini
juga disebabkan oleh perbedaan sumberdaya alam serta perbedaan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap wilayah memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Dua buah wilayah atau lebih dapat saling melengkapi kebutuhan masing-
masing apabila memiliki kemampua yang berbeda-beda. Misalnya, suatu
wilayah apabila ingin bertahan hidup memerlukan sumber pangan berupa
sayuran dan padi-padian. Daerah A merupakan daerah penghasil sayuran,
namun tidak bisa menghasilkan padi. Daerah B merupakan daerah
penghasil padi yang cukup banyak, namun tidak bisa menghasilkan
sayuran yang dibutuhkan. Maka, daerah A dan daerah B memiliki
kebutuhan wilayah yang saling melengkapi. Hal ini dapat menimbulkan
adanya interaksi wilayah antara daerah A dan daerah B.
Desa dan kota merupakan kedua wilayah yang sangat berbeda. Kota
identik dengan kemajuannya di bidang industri, sedangkan desa identik
dengan daerah penghasil bahan pangan. Oleh karena itu, antara desa dan
kota merupakan kedua jenis wilayah yang saling melengkapi sehingga
perlu adanya interaksi antara desa dengan kota.
2. Adanya kesempatan untuk saling mengintervensi
Faktor ini merupakan cara bagaimana suatu wilayah dapat memindahkan
sumber daya yang dimilikinya agar bisa dibeli oleh wilayah lain yang
membutuhkan lebih dahulu dibandingkan wilayah pesaingnya yang
memiliki sumber daya yang sama. Misalnya daerah A dan daerah B
merupakan daerah penghasil bahan pangan. Sedangkan daerah C
merupakan daerah yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pangannya
sendiri.
Maka, daerah C membutuhkan bahan pangan yang dimiliki oleh daerah A
dan daerah B. Daerah A dan daerah B merupakan saingan. Apabila
daerah A terlebih dahulu memindahkan sumber dayanya ke daerah C,
maka daerah A mengintervensi interaksi antara daerah B dengan daerah C
sehingga interaksinya menjadi lebih lemah. Sebaliknya, interaksi antara
daerah A dengan daerah C menjadi lebih kuat.
3. Adanya kemudahan pemindahan dalam ruang
Kemudahan pemindahan dalam ruang ini maksudnya adanya kemudahan
untuk memindahkan suatu barang dari satu wilayah ke wilayah lain.
Apabila suatu wilayah terjangkau dengan mudah dari wilayah lain,
tentunya interaksi akan lebih kuat karena mudah untuk memindahkan
barang yang diperlukan oleh wilayah lain tersebut.
Kemudahan pemindahan dalam ruang ini dipengaruhi oleh banyak faktor.
Diantaranya adalah kemampuan berkomunikasi warga dari kedua wilayah
yang berinteraksi, kelancaran arus informasi antar wilayah, jarak antara
dua wilayah, biaya yang diperlukan untuk memindahkan barang, serta
kelancaran transportasi yang dipengaruhi oleh infrastruktur fisik yang
tersedia.
Umumnya, faktor ini sangat mempengaruhi interaksi desa dengan kota,
karena daerah desa yang lebih mudah terjangkau akan lebih banyak
berinteraksi dengan kota dibandingkan dengan desa yang sulit untuk
dijangkau.
4. Rural, merupakan wilayah yang mengandalkan kegiatan penggunaan
lahan untuk sektor pertanian
Interaksi antara desa dengan kota merupakan hal yang penting. Interaksi
ini membuat kehidupan di desa dan di kota dapat berkembang ke arah
yang lebih baik. Berikut adalah beberapa dampak positif yang
diakibatkan oleh adanya interaksi antara desa dengan kota:
Meluasnya globalisasi
Terbukanya lapangan pekerjaan baru
Menambah wawasan bagi penduduk, terutama untuk penduduk
desa
Semakin mudah bagi kedua wilayah untuk memenuhi kebutuhan
Memperluas pemasaran hasil produksi desa dan hasil industri di
kota
Tersedianya bahan baku dan tenaga kerja
Mengembangkan potensi sarana rekreasi alam di desa
5. Semakin banyak investor di sektor pertanian maupun di sektor non
pertanian
Selain dampak positif, ada pula dampak negatif yang muncul akibat
adanya interaksi antara desa dengan kota. Dampak negatif ini tidak bisa
dihindari, oleh karena itu perlu dicari solusi yang tepat untuk
mengatasinya. Berikut adalah beberapa dampak negatif yang dapat
muncul:
1. Model Gravitasi
Teori Gravitasi kali pertama diperkenalkan dalam disiplin ilmu Fisika oleh Sir Issac Newton (1687).
Inti dari teori ini adalah bahwa dua buah benda yang memiliki massa tertentu akan memiliki gaya tarik
menarik antara keduanya yang dikenal sebagai gaya gravitasi. Kekuatan gaya tarik menarik ini akan
berbanding lurus dengan hasil kali kedua massa benda tersebut dan berbanding terbalik dengan kuadrat
jarak antara kedua benda tersebut. Secara matematis, model gravitasi Newton ini dapat diformulasikan
sebagai berikut.
Model gravitasi Newton ini kemudian diterapkan oleh W.J. Reilly (1929), seorang ahli geografi untuk
mengukur kekuatan interaksi keruangan antara dua wilayah atau lebih. Berdasarkan hasil penelitiannya,
Reilly berpendapat bahwa kekuatan interaksi antara dua wilayah yang berbeda dapat diukur dengan
memerhatikan factor jumlah penduduk dan jarak antara kedua wilayah tersebut. Untuk mengukur
kekuatan interaksi antarwilayah digunakan formulasi sebagai berikut.
Contoh soal:
Misalnya ada 3 buah wilayah A, B, dan C, dengan data sebagai berikut.
(1) Jumlah penduduk wilayah A = 20.000 jiwa, B = 20.000 jiwa, dan C = 30.000 jiwa.
(2) Jarak antara A ke B = 50 km, dan B ke C = 100 km.
(3) Perbandingan kekuatan interaksi wilayah A dan B dengan wilayah B dan C adalah 160.000 : 60.000
atau 8 : 3. Berdasarkan perbandingan tersebut, potensi penduduk untuk mengadakan interaksi terjadi
lebih kuat antara wilayah A dan B jika dibandingkan antara wilayah B dan C.
Perbandingan potensi interaksi antarwilayah dengan me manfaatkan formula yang dikemukakan Reilly
ini dapat diterapkan jika kondisi wilayah-wilayah yang dibandingkan memenuhi persyaratan tertentu.
Ketiga persyaratan tersebut berdasarkan kenyataan bahwa secara teoretis potensi wilayah A untuk
berinteraksi dengan wilayah B cenderung jauh lebih besar dibandingkan antara wilayah B dan C.
Namun, jika kondisi prasarana transportasi yang menghubung kan wilayah B dan C jauh lebih baik jika
dibandingkan antara A dan B, tetap saja potensi interaksi antara B dan C akan jauh lebih besar.
Demikian pula halnya dengan persyaratan lainnya, yaitu kondisi kependudukan dan topografi dari
suatu wilayah.
Menurut teori ini jarak titik henti (titik pisah) dari lokasi pusat perdagangan (atau pelayanan sosial
lainnya) yang lebih kecil ukurannya adalah berbanding lurus dengan jarak antara kedua pusat
perdagangan. Namun, berbanding terbalik dengan satu ditambah akar kuadrat jumlah penduduk dari
kota atau wilayah yang penduduknya lebih besar dibagi jumlah penduduk kota yang lebih sedikit
penduduknya. Formulasi Teori Titik Henti adalah sebagai berikut.
Contoh soal:
Kota A memiliki jumlah penduduk 20.000 jiwa, sedangkan kota B 30.000 jiwa. Jarak antara kedua kota
tersebut adalah 100 kilometer. Di manakah lokasi pusat perdagangan yang tepat dan strategis agar
terjangkau oleh penduduk setiap kota tersebut?
Berkaitan dengan perencanaan pembangunan wilayah, Model Gravitasi dan Teori Titik Henti dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan faktor lokasi. Model Gravitasi dan Teori Titik Henti
dapat dimanfaatkan untuk merencanakan pusat-pusat pelayanan masyarakat, seperti pusat perdagangan
(pasar, super market, bank), kantor pemerintahan, sarana pendidikan dan kesehatan, lokasi industri,
ataupun fasilitas pelayanan jasa masyarakat lainnya.
3. Teori Grafik
Salah satu faktor yang mendukung kekuatan dan intensitas interaksi antarwilayah adalah kondisi
prasarana transportasi yang menghubungkan suatu wilayah dengan wilayah lain di sekitarnya. Jumlah
dan kualitas prasarana jalan, baik jalan raya, jalur udara, maupun laut, tentunya sangat memperlancar
laju dan pergerakan distribusi manusia, barang, dan jasa antarwilayah. Anda tentu sependapat bahwa
antara satu wilayah dan wilayah lain senantiasa dihubungkan oleh jalur-jalur transportasi sehingga
membentuk pola jaringan transportasi. Tingkat kompleksitas jaringan yang menghubungkan berbagai
wilayah merupakan salah satu indikasi kuatnya arus interaksi.
Sebagai contoh, dua wilayah yang dihubung kan dengan satu jalur jalan tentunya memiliki
kemungkinan hubungan penduduknya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dua wilayah yang
memiliki jalur transportasi yang lebih banyak.
Untuk menganalisis potensi kekuatan interaksi antarwilayah ditinjau dari struktur jaringan jalan sebagai
prasarana transportasi, K.J. Kansky mengembangkan Teori Grafik dengan membandingkan jumlah
kota atau daerah yang memiliki banyak rute jalan sebagai sarana penghubung kota-kota tersebut.
Menurut Kansky, kekuatan interaksi ditentukan dengan Indeks Konektivitas. Semakin tinggi nilai
indeks, semakin banyak jaringan jalan yang menghubungkan kota-kota atau wilayah yang sedang
dikaji. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap potensi pergerakan manusia, barang, dan jasa karena
prasarana jalan sangat memperlancar tingkat mobilitas antarwilayah. Untuk menghitung indeks
konektivitas ini digunakan rumus sebagai berikut.
Dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan wilayah, analisis indeks konektivitas dapat
dijadikan salah satu indikator dan pertimbangan untuk merencanakan pembangunan infrastruktur jalan
serta fasilitas transportasi lainnya. Dengan analisis indeks konektivitas dapat meningkat kan hubungan
suatu wilayah dengan wilayah-wilayah lainnya, serta memperlancar arus pergerakan manusia, barang,
dan jasa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.