Anda di halaman 1dari 11

URBAN SPRAWL DAN LINGKUNGAN

·
Oleh:

Debby Rahmi Isnaeni (15408053)

Oktober, 2009

Abstraksi

Semakin bertambahnya penduduk kota menyebabkan semakin bertambahnya


kebutuhan masyarakat terhadap jumlah lahan yang digunakan, baik untuk
fungsi perumahan, perkantoran, dan fasilitas sosial ekonomi lainnya.
Sedangkan, setiap kota telah memiliki ketentuan dalam menerapkan batas
administratifnya masing-masing, jika kebutuhan masyarakat kota akan guna
lahan semakin meningkat, maka untuk memenuhinya diperlukan suatu
pengembangan atau perluasan wilayah ke daerah-daerah disekitar kota
tersebut. Fenomena ini kini dikenal sebagai fenomena Urban sprawl yang
ditandai oleh adanya alih fungsi lahan yang ada di sekitar kota (urban
periphery) yang tidak terkontrol, mengingat terbatasnya jumlah lahan yang
ada dipusat kota tersebut. Pada awalnya, keberadaan fenomena ini diduga
akan memberi dampak yang baik bagi kota tersebut maupun daerah perluasan
wilayahnya. Namun pada kenyataannya, ternyata lebih banyak dampak
negatif yang diberikan oleh fenomena Urban sprawl ini pada perkembangan
suatu wilayah. Karena menurut teori, perkembangan suatu wilayah sangat
dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya, terutama antara wilayah kota dengan
wilayah pinggirannya.

Kata kunci: Urban Sprawl, lahan, transportasi, zoning, guna lahan, perkotaan,
perdesaan, masyarakat.

I. Pendahuluan

Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban didefinisikan
sebagai sebuah kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagai pergi, datang,
atau tersebar secara irregular (acak). Urban sprawl atau urban terkapar,
dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran kota yang
secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana. Yaitu
merupakan bentuk pertambahan luas kota secara fisik, seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi.
Peristiwa pertumbuhan keluar area kota inipun semakin meluas, hingga
mencapai area perdesaan, yaitu area yang awalnya memiliki jumlah populasi
yang lebih rendah dibanding kota.

Ilustrasi Urban Sprawl


Fenomena Urban sprawl terjadi saat suatu kota sedang mengalami
pertumbuhan, seiring dengan semakin bertambahnya jumlah populasi
penduduk dan jumlah area lahan secara acak. Fenomena Urban sprawlini
memiliki dampak yang positif, yaitu menjadikan rumah berkualitas dengan
harga yang terjangkau bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Namun,
fenomena ini ternyata juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi
komunitas di sekitarnya. Banyak masalah perkotaan yang muncul baru-baru
ini, akibat adanya pemekaran wilayah keluar area kota.
Beberapa contoh yang fenomena Urban sprawl yang dapat kita tinjau adalah
kawasan metropolitan Detabek, Depok-Tangerang-Bekasi dan yang terjadi di
Amerika Serikat belakangan ini. Depok, Tangerang dan Bekasi sebenarnya
merupakan daerah sprawl dari Metropolitan Jakarta. Mahalnya harga
pertanahan di pusat kota, dan daerah perkotaan menjadi faktor utama yang
menyebabkan banyak dari penduduk yang Jakarta berinisiatif untuk mencari
lahan di pinggiran kota. Sama halnya dengan yang terjadi di Amerika Serikat,
Sebelum tahun 1945, masyarakat Amerika hidup di lingkungan yang aman dan
nyaman. Masyarakat tinggal di lingkungan perumahan yang biasa disebut
sebagai Garden City Model (model kota taman) yang diperkenalkan oleh
Ebenezer Howard. Kota kecil seperti ini mempunyai filosofi mengkombinasikan
berbagai fungsi penunjang kehidupan untuk masyarakat dengan beragam
penghasilan serta kemudahan untuk menjangkau fasilitas-fasilitas tersebut,
yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki (walkable). Akan tetapi setelah
perang dunia ke dua, mulai dibangun mall, pusat pertokoan, jalan bebas
hambatan (highway) dan infrastruktur yang jangkauannya harus ditempuh
dengan menggunakan kendaraan bermotor (automobilecentris). Hal ini telah
mendorong perkembangan perkotaaan yang melebar dan tidak terkendali
(urban sprawl) yang terjadi sampai saat ini. Hal ini menyebabkan
institusionalisasi daerah-daerah sprawl (sebaran) menjadi daerah administrasi
definitif. Kota diarahkan untuk meminimimalisir ketertinggalan pembangunan
daerah-daerah sprawl. Pembangunan kawasan permukiman baru dan kawasan
fungsi lainnya oleh developer dipinggiran kota termasuk dalam rangka
meningkatkan kualitas fisik sprawl.

II. Mengapa terjadi Urban sprawl?

Ilustrasi Urban Sprawl (2)


Urban sprawl adalah suatu proses perluasan kegiatan perkotaan ke wilayah
pinggiran yang melimpah, dengan kata lain terjadi proses pengembangan
kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah luar. Lebih jauh lagi, definisi
dari urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari wilayah yang
bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan. Perdesaan yang selama ini
dianggap sebagai penyokong kehidupan perkotaan, yang membantu kota
dalam pemenuhan kebutuhannya terutama dalam bidang pertanian, budidaya,
kawasan lindung dan non-industri, justru mengalami kenaikan tingkat fungsi
guna lahan, menjadi kawasan permukiman padat penduduk, bahkan kawasan
industri. Urban sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang
dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun
horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota.
Banyak alasan yang mendasari terjadinya fenomena urban sprawl ini. Mulai
dari perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim diarea pinggiran
kota, asumsi harga lahan yang lebih murah dan terjangkau serta kondisi udara
yang masih sehat, belum banyak tercemari seperti pusat kota. Selain itu alasan
yang juga menyebabkan masyarakat memilih tinggal diarea pinggiran kota
adalah karena belum terlalu padat penduduk yang ada disana, jika
dibandingkan dengan kawasan perkotaan, Ditambah karena memiliki akses
yang dekat untuk menuju ke pusat kota.

Seiring berjalannya waktu, dengan semakin meningkatnya pendapatan


mereka, penduduk yang semula menyewa rumah diarea perkotaan karena
ingin dekat dengan tempat dimana mereka bekerja, sebagian besar/ mayoritas
memilih untuk tinggal di luar kota (pinggiran kota) agar dapat memiliki rumah
tinggal sendiri. Walaupun pada sebagian penduduk yang berpenghasilan
rendah dengan terpaksa menempati rumah tinggal yang sempit dan kumuh,
asalkan rumah tersebut miliknya sendiri.Sehingga biaya sewa rumah tidak lagi
menjadi beban bagi anggaran rutin mereka.

Karena tidak terlalu dekatnya tempat tinggal mereka dengan lokasi dimana
mereka bekerja, masyarakat di pinggiran kota yang lebih cenderung
menggunakan moda kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil
pribadi untuk menuju lokasi kegiatan mereka yang lebih terkonsentrasi di
pusat kota. Sedangkan banyaknya angkutan umum bermotor seperti bus, oplet
dan taxi dapat mengindikasikan terjadinya fenomena urban sprawl ini. Dimana
salah satu alasannya adalah pembuktian bahwa belum memadainya tingkat
pelayanan fasilitas bagi masyarakat pinggiran kota, dalam hal ini adalah
angkutan umum. Kurangnya pelayanan transportasi (angkutan umum) bagi
masyarakat di pinggiran kota untuk menuju pusat kota jika dibandingkan
dengan di pusat kota, sehingga gejala ini menjadikan angkutan umum seolah-
olah disediakan hanya bagi warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi
(captive people).

Selain perilaku masyarakat mengenai kepemilikan tanah dan transportasi,


peran pemerintahpun ternyata juga turut mengambil andil dalam keberadaan
fenomena Urban sprawl ini. Keberadaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
diyakini masih belum dapat diimplementasikan dalam mencapai tata ruang
yang pro-lingkungan. Terlalu banyak kepentingan sosial ekonomi yang ingin
dilaksanakan oleh pemerintah setempat, sehingga pada kenyataannya
mempengaruhi pelaksanaan RTRW. Hal ini diyakini dapat menyebabkan fungsi
lingkungan terabaikan. Rencana awal yang disusun masih baik dalam teori
konsep, tetapi karena tidak dapat diimplementasikan maka keberadaannya
tidak mampu memformat kota agar dapat terkendali sesuai rencana. Sehingga
pemekaran wilayahpun menjadi tidak terstruktur, tidak sesuai dengan rencana
awal pembangunan wilayah tersebut.

III. Karakteristik Urban sprawl

Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna


lahan yang terjadi secara serempak, seperti sebagai berikut:

1. Single-use zoning

Keadaan ini menunjukkan situasi dimana kawasan komersial, perumahan dan


area industri saling terpisah antar satu dengan yang lain. Sebagai
konsekuensinya, bidang besar tanah digunakan sebagai penggunaan lahan
tunggal yang saling terpisahkan, antara ruang terbuka, infrastruktur atau
hambatan lainnya. Sebagai hasilnya, lokasi dimana masyarakat yang tinggal,
bekerja, berbelanja, dan rekreasi memiliki jarak yang jauh, antara satu dan
yang lainnya, sehingga kegiatan seperti berjalan kaki, transit, dan bersepeda
tidak dapat digunakan, tetapi lebih membutuhkan mobil.

2. Low-density zoning
Sprawl mengonsumsi jauh lebih banyak penggunaan lahan perkapita
dibandingkan perkembangan kota tradisional, karena peraturan penzonaan
seharusnya menyatakan bahwa perkembangan kota seharusnya berada dalam
kepadatan penduduk yang rendah. Definisi yang tepat mengenai kepadatan
yang rendah ini relatif, contohnya rumah tinggal tunggal, yang sangat luas,
kurang dari sama dengan 4 unit per are. Bangunan tersebut memiliki banyak
penggunaan lahan dan saling berjauhan satu sama lain, terpisahkan oleh
halaman rumput, landscape, jalan atau lahan parker yang luas. Lahan parkir
yang luas jelas didesain untuk jumlah mobil yang banyak. Dampak dari
perkembangan kepadatan penduduk yang rendah ini mengalami peningkatan
secepat peningkatan populasi pula. Overall density is often lowered by “leap-
frog development”.Pada umumnya, pengembang membutuhkan kepastian
tingkat persentase bagi pengembangan lahan untuk penggunaan publik,
termasuk jalan raya, lapangan parkir dan gedung sekolah. Dahulu, saat
pemerintah lokal menunjuk suatu lokasi dan ternyata lahannya kurang, mereka
dapat dengan mudah melakukan bernacam jenis perluasan wilayah, karena
tidak ada kekuasaan yang tinggi untuk melakukan penghukuman. Pengembang
privat jelas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut.

3. Car-dependent communities

Area yang mengalami Urban sprawl biasa dikenali dengan tingkat penggunaan
mobil yang tinggi sebagai alat transportasi, kondisi ini biasa disebut
dengan automobile dependency. Kebanyakan aktivitas disana, seperti
berbelanja dan nglaju (commuting to work), membutuhkan mobil sebagai
akibat dari isolasi area dari zona perumahan dengan kawasan industri dan
kawasan komersial. Berjalan kaki dan metode transit lainnya tidak cocok untuk
digunakan, karena banyak dari area ini yang hanya memiliki sedikit bahkan
tidak sama sekali area yang dikhususkan bagi pejalan kaki.
IV. Dampak-dampak yang terjadi akibat fenomena Urban sprawl

Setiap peristiwa pasti memiliki dampak bagi lingkungan sekitarnya maupun


bagi objek itu sendiri. Sama halnya yang terjadi pada fenomena Urban
sprawl ini. Ada beberapa dampak yang akan saya paparkan mengenai
fenomena ini. Dampak positifnya adalah:

1. Bertambahnya jumlah penduduk yang akan meningkatkan kepadatan


penduduk diwilayah tersebut.
2. Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota yang terkena dampak,
baik perdesaan maupun perkotaan. Karena akibat semakin banyak
penduduk yang bermukim disana, semakin banyak aktivitas yang terjadi
yang akan meningkatkan perekonomian wilayah.
3. Bertambahnya infrastruktur diwilayah yang terkena dampak, sebagai
supply dari pemerintah setempat akan kebutuhan masyarakatnya.
Namun ternyata, selain memiliki dampak positif, fenomena urban sprawl ini
juga memiliki dampak yang negatif. Bahkan dengan jumlah yang lebih banyak,
diantaranya adalah :

1. Semakin berkurangnya lahan subur untuk pertanian dan lahan sebagai


habitat bagi makhluk hidup, selain manusia.
Para petani terkadang lebih memilih untuk menjual sawah mereka untuk
pengembangan perumahan oleh stakeholders dan meningkatkan persediaan
keuangan mereka untuk simpanan dihari tua. Sedangkan kawasan lindung,
yang seharusnya memiliki peran untuk melindungi kawasan, serta habitat yang
ada didalamnya, keberadaannya juga semakin menyempit karena mengalami
perubahan guna lahan, yang dimanfaatkan untuk pembangunan gedung dan
perumahan untuk kepentingan manusia.

2. Morfologi kota yang semakin tidak teratur


Akibat terjadinya pemekaran kota keluar area yang tidak diawali dengan
rencana mengakibatkan morfologi kota menjadi tidak teratur. Terjadi banyak
perubahan penggunaan lahan dikawasan yang terkena urban sprawl tersebut,
Kondisi existing tidak lagi sesuai dengan rencana awal guna lahan yang
tercantum pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Para stakeholders
umumnya akan berasumsi bahwa nilai guna ekonomis suatu lahan akan
semakin meningkat jika lahan tersebut dijadikan sebagai perumahan, bahkan
area komersil yang tentunya akan menguntungkan bagi mereka.

3. Meningkatnya biaya pajak


lokasi kawasan permukiman yang semakin meluas dan menjauh, terpisah dari
pusat kota, menyebabkan biaya dari penyediaan dan pelayanan fasilitas dan
infrastruktur yang semakin mahal karena ongkos kirimnya yang lebih mahal.
Sehingga pemerintah lokalpun membutuhkan biaya yang ekstra untuk
memperluas jaringan pelayanan yang kemudian meningkatkan harga wajib
pajak bagi masyarakat setempat.

4. Meningkatnya tingkat polusi pada tanah, air dan udara serta


meningkatnya konsumsi energi oleh manusia
Semakin banyaknya penduduk yang tinggal disuatu wilayah maka semakin
banyak sumber daya yang dibutuhkan dari alam untuk pemenuhan kebutuhan
mereka. Semakin banyak juga pengeluaran/ sisa buangan dari proses
pengolahannya. Sesuai dengan fungsi alam yang sebenarnya, yaitu sebagai
penyedia sumber daya sekaligus sebagai tempat penampungan/ limbah yang
dihasilkan dari kegiatan manusia tersebut. Oleh karena itu selain menyebabkan
peningkatan polusi dari hasil sisa tersebut, ketersediaan dari energi dan
sumber daya alam juga akan semakin berkurang karena tingkat konsumsi dari
manusia yang semakin tingi pula.

5. Terjadinya kesenjangan sosial.


Karena adanya kawasan kumuh (slum). Daerah slum / slums adalah daerah
yang sifatnya kumuh tidak beraturan yang terfapat di kota atau perkotaan.
Daerah slum umumnya dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan
sangat rendah, terbelakang, pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya.
dan permukiman liar (squatter settlement).

V. Urban sprawl bukan sesuatu yang tidak dapat dihindari.

Banyak sekali masyarakat yang beranggapan bahwa pasar dan mekanismenya-


lah yang mengakibatkan Urban sprawl, serta ketergantungan terhadap
kendaraan bermotor, dan pilihan dalam memilih tempat tinggal. Kesimpulan
tersebut sangat keliru. Justru, munculnya urban sprawl sebenarnya bisa
dikatakan sebagai sebuah upaya yang dikoordinasikan dimana setelah perang
dunia II kepentingan swasta mulai diijinkan secara illegal untuk mengganti/
merubah moda transportasi yang telah ada dan berjalan baik ke moda
transportasi lain yang memicu timbulnya urban sprawl. Sebagai contoh, Pacific
Electric Railway di Los Angeles yang telah menghubungkan seluruh bagian kota
dihapuskan akibat lobby yang kuat dari perusahaan pengembang jalan bebas
hambatan (Highway). Dengan alasan lebih ekonomis, maka system jaringan
kereta api diganti dengan jaringan jalan bebas hambatan yang pada akhirnya
mengakibatkan timbulnya kota yang melebar (sprawl).

Kota-kota transit yang berkembang pada tempat pemberhentian stasiun KA


berubah dengan pola pembangunan yang membentang dan menerus (ribbon
development). Lebih lanjut, eratnya hubungan pengembangan jalan bebas
hambatan dengan pemerintah telah mengakibatkan dominasi penggunaan
kendaraan bermotor, perubahan sistem pajak, dan perubahan peraturan
zonasi (zone law) yang pro sprawl. Akhir-akhir ini kesadaran bahwa Urban
sprawl bukan pilihan terbaik untuk tinggal mulai muncul. Kesadaran ini
ditandai dengan tumbunya pergerakan pembangunan dan arsitektural yang
dinamakan “ New Urbanism” yang dimulai tahun 80-an sebagai suatu cara
untuk menghambat para pengembang dalam membangun sistem perumahan
yang mendorong ketergantungan terhadap kendaraan bermotor, mendorong
pengembangan pola jalan lingkungan yang ramah masyarakat (people friendly),
rumah dengan beranda depan, bangunan multiguna, dan perumahan dengan
penghuni dari berbagai kelas masyarakat. New urbanisme ini merupakan upaya
untuk kembali membangun masyarakat AS yang sesungguhnya.

Sedangkan menurut realita di Indonesia khususnya Jakarta, dan wilayah


pengembangan disekitarnya, Depok, Tangerang dan Bekasi memang wajar
terjadi fenomena seperti ini. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk
setiap tahunnya dan perpindahan (migrasi) masyarakat dari luar Provinsi DKI
Jakarta, yang ingin memperbaiki kehidupan mereka dan memilih untuk
mencari pekerjaan di Jakarta ini. Untuk memiliki rumah dikawasan pusat kota
tentu mahal harganya, namun tetap ingin memiliki rumah sendiri, oleh karena
itu banyak dari mereka yang memilih untuk memiliki tempat tinggal
dipinggiran kota. Namun tidak hanya migran yang tinggal dipinggiran kota,
masyarakat asli baik yang menengah ke atas maupun menerngah kebawah
juga lebih memilih tinggal dikawasan pinggiran kota, dengan alasan menjauh
dari keramaian dan kemacetan. Agar lebih aman dan mengurangi konsumsi
polusi dari pusat kota. Walaupun jarak dari perkantoran ke permukiman
menjadi lebih jauh. Namun hal ini sebenarnya bisa dihindari dengan adanya
penerapan kebijakan yang lebih tegas dari pemerintah jika ada pelanggaran
dalam penggunaan lahan dan kepemilikan tanah.

VI. Pemecahan Masalah

Untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang diakibatkan


oleh urban sprawl, beberapa upaya pemecahan yang dapat dilakukan, antara
lain :

1. Menciptakan kehidupan yang lebih berarti ( more fulfilling life).

Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah mendorong


kegiatan volunteer sehingga seseorang merasa berguna, ceria, kuat dan lebih
berarti, membentuk kelompok formal dengan tujuan tertentu (niche
communities), berpartisipasi dalam kegiatan yang mendorong kembalinya kota
kecil yang sehat (farmer’s market phenomenon), berpatisipasi dalam kegiatan
kemasyarakatan, penyesuaian sikap, pindah ke lingkungan masyarakat yang
kekerabatannya lebih kuat, mengurangi pengaruh media yang kurang baik,
meninggalkan kebiasaan ketergantunhgan terhadap kendaraan bermotor, dan
mengikuti program-program kepribadian / merubah budaya.

2. Menciptakan Masyarakat yang lebih Sehat (Creating Healthier Society)

Seperti diuraikan sebelumnya bahwa pembangunan highway dan


pembaharuan perkotaan (urban renewal) di Amerika Serikat berpengaruh
terhadap menurunnya vitalitas pusat kota sebagai akibat dari perkembangan
kawasan pinggiran perkotaan yang semakin lebar dan tidak terkendali
(unplanned suburban sprawl) dan hilangnya pola kota kecil yang sehat.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut, yaitu :

1. Mengelola ruang kota secara professional.


2. Mendorong diversifikasikan sistem transportrasi, agar tidak tergantung
hanya kepada transportrasi dengan model kendaraan bermotor
3. Meningkatkan pajak bahan bakar minyak
4. Merubah peraturan perpajakan yang dapat mendorong terjadinya
Sprawl
5. Memilih pemimpin yang mempunyai kesadaran untuk mewujudkan kota
sehat dan merubah peraturan Zonasi (Zoning law) yang mendukung /
pro urban sprawl.
VII. Kesimpulan dan Saran

Urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari wilayah yang
bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan, yaitu suatu proses perluasan
kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah, dengan kata lain
terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah
luar. Urban Sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang
dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun
horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota.
Hal ini terjadi karena perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim
diarea pinggiran kota dengan berbagai alasan dan implementasi Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) yang kurang baik.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna
lahan yang terjadi secara serempak, yaitu Single-use zoning, Low-density
zoning dan Car-dependent communities. Menurut informasi yang didapat,
ternyata fenomena Urban sprawl ini lebih memiliki banyak dampak yang
negatif bagi lingkungan sekitarnya, daripada dampak positif yang ditimbulkan.
Namun dampak-dampak negatif tersebut sebenarnya dapat diatasi. Karena
urban sprawl sendiri bukanlah suatu fenomena yang tidak bisa untuk dihindari.
Salah satu caranya adalah dengan penerapan kebijakan yang lebih tegas dari
pihak yang berwenang untuk membatasi stakeholder yang ingin melakukan
ekspansi dalam hal perluasan kota ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-
rustiati<b-25442
http://en.wikipedia.org/wiki/Urban_sprawl
http://www.planningreports.com/planning-abcs/u.html
http://www.cwac.net/landuse/index.html
http://mrosul.edublogs.org/urban-sprawl/
http://www.globest.com/viewpoints/bigpicture/147083-1.html

Anda mungkin juga menyukai