·
Oleh:
Oktober, 2009
Abstraksi
Kata kunci: Urban Sprawl, lahan, transportasi, zoning, guna lahan, perkotaan,
perdesaan, masyarakat.
I. Pendahuluan
Menurut definisi dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata Urban didefinisikan
sebagai sebuah kota, sedangkan kata Sprawl diartikan sebagai pergi, datang,
atau tersebar secara irregular (acak). Urban sprawl atau urban terkapar,
dikenal sebagai peristiwa maupun fenomena terjadinya pemekaran kota yang
secara acak, tidak terstruktur, tanpa diawali dengan sebuah rencana. Yaitu
merupakan bentuk pertambahan luas kota secara fisik, seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan semakin tingginya arus urbanisasi.
Peristiwa pertumbuhan keluar area kota inipun semakin meluas, hingga
mencapai area perdesaan, yaitu area yang awalnya memiliki jumlah populasi
yang lebih rendah dibanding kota.
Karena tidak terlalu dekatnya tempat tinggal mereka dengan lokasi dimana
mereka bekerja, masyarakat di pinggiran kota yang lebih cenderung
menggunakan moda kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil
pribadi untuk menuju lokasi kegiatan mereka yang lebih terkonsentrasi di
pusat kota. Sedangkan banyaknya angkutan umum bermotor seperti bus, oplet
dan taxi dapat mengindikasikan terjadinya fenomena urban sprawl ini. Dimana
salah satu alasannya adalah pembuktian bahwa belum memadainya tingkat
pelayanan fasilitas bagi masyarakat pinggiran kota, dalam hal ini adalah
angkutan umum. Kurangnya pelayanan transportasi (angkutan umum) bagi
masyarakat di pinggiran kota untuk menuju pusat kota jika dibandingkan
dengan di pusat kota, sehingga gejala ini menjadikan angkutan umum seolah-
olah disediakan hanya bagi warga yang tidak memiliki kendaraan pribadi
(captive people).
1. Single-use zoning
2. Low-density zoning
Sprawl mengonsumsi jauh lebih banyak penggunaan lahan perkapita
dibandingkan perkembangan kota tradisional, karena peraturan penzonaan
seharusnya menyatakan bahwa perkembangan kota seharusnya berada dalam
kepadatan penduduk yang rendah. Definisi yang tepat mengenai kepadatan
yang rendah ini relatif, contohnya rumah tinggal tunggal, yang sangat luas,
kurang dari sama dengan 4 unit per are. Bangunan tersebut memiliki banyak
penggunaan lahan dan saling berjauhan satu sama lain, terpisahkan oleh
halaman rumput, landscape, jalan atau lahan parker yang luas. Lahan parkir
yang luas jelas didesain untuk jumlah mobil yang banyak. Dampak dari
perkembangan kepadatan penduduk yang rendah ini mengalami peningkatan
secepat peningkatan populasi pula. Overall density is often lowered by “leap-
frog development”.Pada umumnya, pengembang membutuhkan kepastian
tingkat persentase bagi pengembangan lahan untuk penggunaan publik,
termasuk jalan raya, lapangan parkir dan gedung sekolah. Dahulu, saat
pemerintah lokal menunjuk suatu lokasi dan ternyata lahannya kurang, mereka
dapat dengan mudah melakukan bernacam jenis perluasan wilayah, karena
tidak ada kekuasaan yang tinggi untuk melakukan penghukuman. Pengembang
privat jelas tidak memiliki kewenangan untuk melakukan hal tersebut.
3. Car-dependent communities
Area yang mengalami Urban sprawl biasa dikenali dengan tingkat penggunaan
mobil yang tinggi sebagai alat transportasi, kondisi ini biasa disebut
dengan automobile dependency. Kebanyakan aktivitas disana, seperti
berbelanja dan nglaju (commuting to work), membutuhkan mobil sebagai
akibat dari isolasi area dari zona perumahan dengan kawasan industri dan
kawasan komersial. Berjalan kaki dan metode transit lainnya tidak cocok untuk
digunakan, karena banyak dari area ini yang hanya memiliki sedikit bahkan
tidak sama sekali area yang dikhususkan bagi pejalan kaki.
IV. Dampak-dampak yang terjadi akibat fenomena Urban sprawl
Urban sprawl adalah suatu proses perubahan fungsi dari wilayah yang
bernama perdesaan menjadi wilayah perkotaan, yaitu suatu proses perluasan
kegiatan perkotaan ke wilayah pinggiran yang melimpah, dengan kata lain
terjadi proses pengembangan kenampakan fisik suatu perkotaan ke arah
luar. Urban Sprawl merupakan salah satu bentuk perkembangan kota yang
dilihat dari segi fisik seperti bertambahnya gedung secara vertikal maupun
horisontal, bertambahnya jalan, tempat parkir, maupun saluran drainase kota.
Hal ini terjadi karena perilaku masyarakat yang lebih memilih untuk bermukim
diarea pinggiran kota dengan berbagai alasan dan implementasi Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) yang kurang baik.
Keberadaan sprawl ditandai dengan adanya beberapa perubahan pola guna
lahan yang terjadi secara serempak, yaitu Single-use zoning, Low-density
zoning dan Car-dependent communities. Menurut informasi yang didapat,
ternyata fenomena Urban sprawl ini lebih memiliki banyak dampak yang
negatif bagi lingkungan sekitarnya, daripada dampak positif yang ditimbulkan.
Namun dampak-dampak negatif tersebut sebenarnya dapat diatasi. Karena
urban sprawl sendiri bukanlah suatu fenomena yang tidak bisa untuk dihindari.
Salah satu caranya adalah dengan penerapan kebijakan yang lebih tegas dari
pihak yang berwenang untuk membatasi stakeholder yang ingin melakukan
ekspansi dalam hal perluasan kota ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-
rustiati<b-25442
http://en.wikipedia.org/wiki/Urban_sprawl
http://www.planningreports.com/planning-abcs/u.html
http://www.cwac.net/landuse/index.html
http://mrosul.edublogs.org/urban-sprawl/
http://www.globest.com/viewpoints/bigpicture/147083-1.html