Download
Download
ABSTRAK
Penelitian ini membahas tentang Evaluasi Pencapaian Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBK)
Pada Puskesmas Kecamatan di Wilayah Kerja BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis pencapaian KBK dan identifikasi belum
optimalnya pencapaian tersebut dilihat dari evaluasi input, proses dan output. Didapatkan hasil bahwa rata-rata
pencapaian KBK hingga bulan Desember 2016 mencapai 90% dan hanya sedikit yang pernah mencapai 100%.
Adapun penyebab dari pencapaian yang belum optimal dipengaruhi kebijakan perhitungan angka kontak 1x nomor
BPJS Kesehatan, SDM kelapangan dan pemasukan yang masih kurang, sarana dan prasarana yang belum lengkap,
pengetahuan petugas yang masih kurang baik, waktu maintenance pada jam kerja serta sosialisasi yang belum
optimal baik untuk Puskesmas dan masyarakat dalam hal ini peserta JKN serta.
ABSTRACT
This research discusses about the evaluation of pay for performance service commitments in subdistrict primary
health care ‘BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan’ in the year 2016. This research is qualitative
study and aims to analyze pay for performance service commitments by examining the evaluation’ input, process,
and output, in order to identify why health care providers fall short of 100% performance ahievements. The research
reveals that while only a limited number of providers achieve 100%, the average health firm reaches 90%. Reasons
include the limitation of one monthly BPJS Kesehatan visit per patient, limited human and financial resources,
limited of facilities and knowledge about the payment mechanism, the requirement to maintain IT systems during
office hours, as well as the lack of transparent communication of new policies by BPJS Kesehatan to the members of
BPJS Kesehatan.
Pendahuluan
Tinjauan Teoritis
Sistem Pembayaran Kapitasi dan KBK
Feldstein (1983) dalam Thesis Ernatyaswati (2002) mendefinisikan bahwa sistem
pembayaran kapitasi adalah sistem atau cara pembayaran oleh pengelola dana kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang diselenggarakannya, yang besar
biayanya tidak dihitung berdasarkan jenis dan ataupun jumlah pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan untuk setiap pasien, melainkan berdasarkan jumlah pasien yang menjadi
tanggungannya. Konsep pembayaran kapitasi dan Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan sama,
namun perbedaan terletak pada cara penilaiannya. Dalam KBK di Indonesia, terdapat 3 indikator
penilaian yaitu:
Dalam pelaksanaannya, kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan angka kontak
adalah berupa pelayanan imunisasi, pelayanan penyuluhan kesehatan, pemeriksaan
kesehatan Ibu dan Anak, KB, senam sehat serta home visit.
b. Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik
Merupakan indikator untuk mengetahui optimalnya koordinasi dan kerjsama antara FKTP
dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) sehingga sistem rujukan
terselenggara sesuai indikasi medis dan kompetensinya. Adapun formula perhitungan:
jumlah rujukan kasus non spesialistik
RRNS = x100
jumlah rujukan FKTP
Berdasarkan kesepakatan bersama Adinkes, terdapat 131 diagnosa yang harus ditangani di
FKTP dari 144 diagnosa untuk wilayah DKI Jakarta. Jika dari 131 diagnosa tersebut harus
dirujuk, maka terdapat kriteria TACC, yaitu Time-Age-Complication-Comorbidity.
c. Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung ke FKTP
Merupakan indikator untuk mengetahui kesinambungan pelayanan penyakit kronis yang
disepakati oleh BPJS Kesehatan dan FKTP terhadap peserta prolanis. Adapun cara
perhitungannya:
jumlah rujukan prolanis yang rutin berkunjung
RPPB = x100
jumlah peserta prolanis terdaftar di FKTP
Kegiatan yang dihitung dalam indikator adalah edukasi klub, konsultasi medis,
pemantauan kesehatan melalui pemeriksaan penunjang, senam prolanis, home visit, serta
pelayanan obat secara rutin.
Dari ketiga indikator diatas, terdapat kriteria Aman dan Prestasi dalam penentuan target
indikator. Tabel 2. Target Pemenuhan Indikator Pelayanan
Target Indikator
No. Nama Indikator
Zona Aman Zona Prestasi
1 Angka Kontak ≥ 150 per mil ≥ 250 per mil
2 Rasio rujukan rawat jalan non spesialistik < 5% <1%
3 Rasio peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP ≥ 50% ≥ 90%
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan di Puskesmas wilayah kerja
BPJS Kesehatan KCU Jakarta Selatan untuk menganalisis pencapaian Kapitasi Berbasis
Komitmen Pelayanan pada Puskesmas Kecamatan di wilayah kerja BPJS Kesehatan Kantor
Cabang Utama Jakarta Selatan dilihat dari input, proses, output dan identifikasi faktor-faktor
yang berkaitan dengan pencapaian tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei
tahun 2017 dengan cara wawancara mendalam kepada 4 Puskesmas, 2 Puskesmas dengan rata-
rata pencapaian diatas 90% dan 2 Puskesmas dibawah 90% KBK. Selain itu penelitian ini juga
melakukan telaah dokumen pencapaian KBK per indikator yang bersumber dari data Manajemen
Pelayanan Kesehatan Primer BPJS KCU Jakarta Selatan.
Evaluasi Input
a) Kebijakan
Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada informan, didapatkan informasi
bahwa dalam pelaksanaan KBK, semua yang berkaitan dengan perundangan, petunjuk
teknis, berasal dari regulator utama yaitu Kementerian Kesehatan bersama BPJS
Kesehatan. Disisi lain, Puskesmas tidak memiliki peraturan ataupun SOP tersendiri terkait
KBK melainkan lebih melakukan perencanaan bulanan. Oleh sebab itulah Puskesmas
hanya mengikuti kebijakan yang ada dari BPJS Kesehatan. Dalam penentuan indikator
pencapaian dan penilaian KBK, tentunya sudah berdasarkan evidence based yaitu berkaca
pada askes sebelumnya.
Bagi Puskesmas yang menjalankan tidak ada kendala dari kebijakan yang
ditetapkan, namun terdapat satu indikator yang dirasa kurang tepat dan sulit untuk
mencapainya, yaitu Angka Kontak. Dalam indikator Angka Kontak, jumlah kontak yang
akan dihitung dalam pencapaian adalah 1x nomor BPJS Kesehatan saja tanpa melihat
frekuensi kunjungan peserta. Adanya Angka Kontak yaitu untuk mengetahui aksesibilitas
e) Sumber Pendanaan
Pendanaan merupakan salah satu hal yang paling sensitif dalam suatu organisasi.
Pada BPJS Kesehatan, sumber pendanaan didapatkan melalui Dana Jaminan Sosial (DJS).
Dana Jaminan Sosial merupakan dana yang dikeluarkan dan yang salah satunya oleh
BPJS Kesehatan untuk pembayaran kapitasi. Dari segi Puskesmas, dana kapitasi
merupakan pemasukan. Puskesmas kecamatan di DKI Jakarta sudah merupakan
Puskesmas BLUD. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan kerja Perangkat
Daerah di lingkungan pemerintahan daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan baarang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas. Pemasukan BLUD terbanyak berasal dari Kapitasi, selanjutnya non-
kapitasi yang berasal dari klaim Puskesmas ke BPJS Kesehatan, serta dana umum dari
pasien.
Dari hasil wawancara didapatkan beberapa kendala terkait sumber pendanaan
sebagai berikut:
1. Dikarenakan adanya penyesuaian, terkadang ada pengurangan dana di
Puskesmas
2. Norma kapitasinya kecil
Evaluasi Proses
a) Sosialisasi
Kegiatan penjelasan seluruh kebijakan terkait KBK tidak dilaksanakan secara rutin
melainkan tergantung dari kebijakan yang baru. Setelah satu tahun berjalan, diskusi
dilakukan 1x tentang KBK itu sendiri yaitu dengan mengumpulkan para pimpinan
Puskesmas ke Suku Dinas Kesehatan atau Dinas Kesehatan. Untuk datang langsung
sangat jarang dan umumnya Puskesmas yang mengundang untuk dilakukan sosialisasi
secara langsung oleh BPJS Kesehatan. Setelah ada sosialisasi tersebut, Puskesmas
mensosialisasikan ke staff serta Puskesmas Kelurahan-nya. Untuk cara penyampaiannya
bervariasi, mulai dari melalui mini lokakarya, Rabuan, serta dari group WA. Sosialisasi
Evaluasi Output
a) Angka Kontak
Diketahui bahwa angka kontak menjadi indikator tersulit dalam pelaksanaan
KBK. Hal ini dikarenakan harus dilakukannya kunjungan sehat atau home visit.
Puskesmas memiliki fungsi sebagai UKM sudah menjadi tugasnya, namun beberapa
masyarakat takut ketika dikunjungi atau tidak ada di rumah yang dikarenakan masyarakat
tersebut berekonomi menengah keatas.
Tabel 5 Tabel Pencapaian Angka Kontak Tahun 2016 (per mil)
Kec Pasanggrahan
≥150permil
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
DESEMBER
≥150permil
No Nama FKTP Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 Kec. Tebet 46.75 44.31 42.67 41.09 73.29 139.59 98.52 98.68 114.32
2 Kec. Setiabudi 31.18 30.64 28.70 32.24 39.61 90.74 60.09 52.25 142.43
3 Kec. Mampang Prapatan 14.28 16.06 16.66 16.13 25.09 19.17 68.06 81.19 141.60
4 Kec. Pasar Minggu 31.84 33.49 30.77 35.07 44.26 35.09 43.15 65.16 103.32
5 Kec. Kebayoran Baru 30.86 30.06 26.50 45.54 52.02 55.68 52.12 59.36 44.64
6 Kec. Kebayoran Lama 19.79 22.71 56.15 41.04 41.60 134.96 168.98 107.27 177.68
7 Kec. Cilandak 37.84 36.63 49.00 50.91 63.49 125.97 115.29 95.93 157.95
8 Kec. Jagakarsa 33.60 32.54 28.53 36.69 47.34 108.18 93.11 70.46 71.34
9 Kec. Pancoran 32.25 30.87 27.24 37.51 53.47 69.26 113.28 114.01 152.77
10 Kec. Pasanggrahan 38.50 37.61 59.89 51.21 49.99 81.35 78.05 71.58 67.09
Dari grafik dan berdasarkan hasil wawancara kepada Puskesmas, pada bulan-
bulan awal memang menjadi masa kesulitan bagi Puskesmas, pertama dikarenakan
Puskesmas membutuhkan adaptasi dan terdapat Puskesmas yang belum memahami
dengan baik tentang KBK ini. Beberapa kendala juga dikarenakan perhitungan contact
rate yang hanya 1x nomor BPJS Kesehatan walaupun kunjungan berkali-kali. Alasan
lainnya sehingga belum tercapai adalah kekurangan SDM walaupun dari pemprov DKI
Jakarta telah menyediakan KPLDH untuk peningkatan pelayanan kesehatan. Dalam hal
ini, BPJS Kesehatan dan Puskesmas dapat bekerjasama dalam penambahan tim KPLDH,
sehingga terjalin kerjasama yang baik serta tujuan peningkatan mutu baik dari sisi BPJS
Kesehatan dan juga Puskesmas beserta jajarannya dapat tercapai.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada bulan April capaian rasio rujukan
non-spesialistik adalah 0%, hal ini dikarenakan pada bulan tersebut belum dilakukan
perhitungan dan kesepakatan peer-review diagnosa dapat tuntas di Puskesmas per Mei
2016. Pada peer-review tersebut bersama Asosiasi Dinas Kesehatan, didapatkan 131
diagnosa yang harus tuntas di Puskesmas dari 144 Diagnosa. Rujukan Non-Spesialistik
tidak di anggap masalah karena Puskesmas sebagai front line harus dapat memberikan
pelayanan kuratif jika masih dapat diatasi di Puskesmas. Namun kendala dialami
Puskesmas ketika pasien ngotot untuk di rujuk sedangkan Puskesmas masih bisa
Kesim
pulan Capaian
Rasio
Peserta
Prolanis
April-‐
Desember
2016
1. Dari 120.00%
outp 100.00%
ut, 80.00%
60.00%
rata-
40.00%
rata
20.00%
penc
0.00%
apai
an
Pus
kes
mas Apr
Mei
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
belu
m optimal dimana hanya sebesar 90% dari batas aman yatitu 100%. Adapun faktor
penyebabnya adalah kebijakan perhitungan angka kontak hanya 1x nomor BPJS Kesehatan,
SDM kelapangan kurang, sarana dan prasaran yang belum lengkap serta pengetahuan petugas
dan masyarakat yang masih belum optimal.