Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

ANAK DENGAN ENCEPHALITIS


Dosen Pengampu : Tulus Puji Hastuti S.Kep., Ns., M.Kes.

Disusun oleh :

Yuda Puspita (P1337420517050)


Anna Miftakhul Rizky (P1337420517053)
Robby Setiyawan (P1337420517068)

Antasena 2

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG


PRODI D III KEPERAWATAN MAGELANG
TAHUN AJARAN 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Encephalitis menurut Mansjoer dkk (2000) adalah radang jaringan otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan protozoa. Sedangkan menurut
Soedarmo dkk(2008) encephalitis adalah penyakit yang menyerang susunan
saraf pusat di medulaspinalis dan meningen yang disebabkan oleh japanese
encephalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk. Encephalitis adalah infeksi
yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain
yang non-purulen (+) (Muttaqin Arif,2008).

B. ETIOLOGI
1. Ensefalitis Supuratif Akut
Bakteri penyebab Ensefalitis adalah Staphylococcus aureus, streptokok,
E.coli, M. Tuberculosa, dan T. Pallidum. Tiga bakteri yang pertama
merupakan penyebab ensefalitis bakterial akut yang menimbulkan
pernanahan pada korteks serebri sehingga terbentuk abses serebri.
Ensefalitis bakterial akut sering disebut ensefalitis supuratif akut.
2. Ensefalitis Sifilis
Kuman penyebab Ensefalitis sifilis adalah kuman Treponema pallidum,
infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya sewaktu
kontakseksual.
3. Ensefalitis virus
Virus yang menimbulkan ensefalitis virus adalah virus
RNA(virus parotitis, virus morbili, virus rubela, virus rabies, virus ensef
alitis jepang B, virus dengue, virus polio, cocksakie A, cocksakie B,
Echovirus, danvirus koriomeningitis limfositaria) dan virus DNA (virus
Herves zoster – varisela, Herves simpleks, Cytomegalovirus, variola,
vaksinia, dan AIDS).

2
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
2. Sakit kepala
3. Pusing
4. Muntah
5. Nyeri tenggorokan
6. Malaise
7. Nyeri ekstrimitas
8. Pucat
9. Halusinasi
10. Kaku kuduk
11. Kejang
12. Gelisah
13. Iritable
14. Gangguan kesadaran

D. PATOFISIOLOGI
Ensefalitis mengenai parenkim otak. Mikroorganisme yang menginfeksi
salah satunya adalah virus. Virus masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran
nafas dan saluran cerna dan menggandakan dirinya diri pada bagian infeksi
awal, setelah masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh
dengan beberapa cara :
1. Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah. Kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
2. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan
selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat.
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gangguan kesadaran,

3
kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia,
Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak (Smeltzer, 2002).

Pathway

E. Pemeriksaan Fisik
Pada klien dengan ensepalitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada
pemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara
umum meliputi :
1. Keadaan umum
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran.
Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan

4
metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural
akibat proses peradangan otak.
2. Gangguan sistem pernafasan
Perubahan - perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabkank ompresi pada batang otak yang menyebabkan pernafasan
tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada batas fatal akan
terjadi paralisa otot pernafasan (F.Sri Susilaningsih, 1994).
3. Gangguan sistem kardiovaskuler
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik
pada daerahtersebut. Hal ini akan merangsang vasokonstriktor dan
menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor
menyebabkan meningkatnya transmiter rangsang parasimpatis ke
jantung.

F. Penatalaksanaan
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap sampai
menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan penatalaksanaan adalah
mempertahankan fungsi organ dengan mengusahakan jalan nafas tetap
terbuka, pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan
cairan dan elektrolit dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata
laksana yang dikerjakan sebagai berikut :
1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada ensefalitis
biasanya berat. Pemberian Feno barbital 5-8 mg/kgBB/24 jam. Jika
kejang sering terjadi, perlu diberikan Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV,
dalam bentuk infus selama 3 menit.
2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau D5 - 1/4 S
(tergantung umur) dan pemberian oksigen.
3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang ditimbulkan
oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-1,0 mg/kgBB/hari i.v
dibagi dalam 3 dosis.

5
4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol
diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB selama 30-60 menit.
Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol,
melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian
sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk
waktu lama.

F. Pengkajian Fokus
Riwayat Kesehatan:
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit sekarang
Apakah muntah, diare, trauma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsy), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini, apakah sudah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang pertama kali
terjadi
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dalam keluarga bila ada yang menderita sakit menular dapat menularkan
pada bayinya. Juga factor genetic merupakan modal dasar mencapai hasil
akhir peoses tumbuh kembang.
5. Riwayat Imunisasi
Dengan pemberian imunisasi diharapkan anak terhindar dari penyakit-
penyakit tertentu yang bisa menyebabkan kecacatan dan kematian.

Pola pengkajian menurut Gordon


1. Persepsi terhadap kesehatan-manajemen kesehatan
a. Arti kesehatn bagi pasien dan keluarga
b. Perlindungan terhadap kesehatan (program skrining, diet, latihan dan
olah raga)

6
c. Perilaku untuk mengatasi masalah kesehtan
2. Pola aktivitas dan latihan
3. Pola istirahat dan tidur
a. Kebiasaaan tidur sehari-hari
b. Gejala gangguan tidur
4. Pola Nutrisi-Metabolik
a. Kebiasaan jumlah makanan dan kudapan
b. Jenis dan jumlah (makanan dan minuman)
c. Diit khusus
d. Kesulitan menelan
5. Pola eliminasi
a. Kebiasaan BAK, frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri, nokturna,
kemampuan mengontrrol BAK, dan perubahan lain
b. Kebiasaan BAB, frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri, nokturna,
kemampuan mengontrrol BAK, dan perubahan lain
6. Pola Kognitif-Perseptual
a. Status Mental: sadar, bingung, tidak ada respon
b. Bicara : normal, kurang lancar
c. Penglihatan dan pendengaran
7. Pola konsep diri dan persepsi diri
a. Harga diri
b. Ideal diri
c. Identitas diri
d. Gambaran diri
e. Peran diri
8. Pola Peran dan Hubungan
a. Status dukungan keluarga
9. Pola reproduksi- seksualitas
a. Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik atau psikologi
b. Masalah jenis kelamin
10. Pola toleransi terhadap stress-koping

7
a. Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan
penggunaan system koping
11. Pola system dan kepercayaan
a. Latar belakang budaya/etnik
b. Dampak masalah kesehatan terhadap spriritualitas

G. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan terhadap infeksi turun
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,
gelisah.
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan
ROM Terbatas.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.

H. Fokus Intervensi
1. Resiko tinggi infeksi b/d daya tahan tubuh terhadap infeksi turun
Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria hasil: Masa penyembuhan tepat waktu tanpa bukti penyebaran
infeksi endogen
Intervensi:
a. Pertahanan teknik aseptic dan teknik cuci tangan yang tepat baik
petugas atau pengunmjung. Pantau dan batasi pengunjung.
R/. menurunkan resiko px terkena infeksi sekunder . mengontrol
penyebaran Sumber infeksi, mencegah pemajaran pada individu yang
mengalami nfeksi saluran nafas atas.
b. Abs. suhu secara teratur dan tanda-tanda klinis dari infeksi
R/. Deteksi dini tanda-tanda infeksi merupakan indikasi
perkembangan Meningkosamia .

8
c. Berikan antibiotika sesuai indikasi
R/. Obat yang dipilih tergantung tipe infeksi dan sensitivitas individu.
2. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan b/d Hepofalemia, anemia.
Tujuan : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan
fungsi sensorik/motorik. Mendemonstrasikan TTV stabil. Melaporkan tak
adanya/menurunkan sakit kepala.

Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda
vital sesuai indikasi setelah dilakukan pungsi lumbal
R/. Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi adanya resiko
herniasi batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
b. Pantau/catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya, seperti GCS
R/. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam
menentukan lokasi, penyebaran/luasnya dan perkembangan dari
kerusakan serebral
c. Pantau tanda vital, seperti tekanan darah. Catat serangan
dari/hipertensi sistolik yang terus-menerus dan tekanan nadi yang
melebar
R/. Normalnya, autoregulasi mampu mempertahankan aliran darah
serebral dengan konstan sebagai dampak adanya fluktuasi pada
tekanan darah sistemik. Kehilangan fungsi autoregulasi mungkin
mengikuti kerusakan vaskuler serebral local atau difus yang
menimbulkan peningkatan TIK. Fenomena ini dapat ditunjukkan oleh
peningkatan TD sistemik yang bersamaan dengan tekanan darah
diastolic(tekanan darah yang melebar)
d. Anjurkan keluarga untuk berbicara dengan pasien jika diperlukan

9
R/. Mendengarkan suara yang menyenangkan dari orang
terdekat/keluarga tampaknya menimbulkan pengaruh trelaksasi pada
beberapa pasien dan mungkin akan dapat menurunkan TIK.
e. Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid : deksametason,
metilprednison(medrol)
R/. Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk membatasi
pembentukan edema serebral, dapat juga menurunkan risiko
terjadinya”fenomena rebound” ketika menggunakan manitol.
3. Resiko tinggi terhadap trauma b/d aktivitas kejang umum
Tujuan : Tidak terjadi trauma
Kriteria hasil : Tidak mengalami kejang / penyerta cedera lain
Intervensi :
a. Berikan pengamanan pada pasien dengan memberi
bantalan,penghalang tempat tidur tetapn terpasang dan berikan
pengganjal pada mulut, jalan nafas tetap bebas.
R/. Melindungi px jika terjadi kejang , pengganjal mulut agak lidah
tidak tergigit. Catatan: memasukkan pengganjal mulut hanya saat
mulut relaksasi.
b. Pertahankan tirah baring dalam fase akut.
R/. Menurunkan resiko terjatuh / trauma saat terjadi vertigo.
c. Berikan obat sesuai indikasi seperti delantin, valum dsb.
R/. Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.
d. Observasi tanda-tanda vital
R/. Deteksi diri terjadi kejang agak dapat dilakukan tindakan lanjutan.
4. Nyeri b/d adanya proses infeksi yang ditandai dengan anak menangis,
gelisah.
Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol ditandai dengan :
menunjukkan postur rileks dan mampu istirahat/tidur dengan tepat
Intervensi :
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai dengan
indikasi

10
R/. Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas
pada cahaya dan meningkatkan istirahat/rileksasi
b. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas mata
R/. Meningkat kan vasokonstriksi, menumpulkan resepsi sensorik
yang selanjutnya akan menurunkan nyeri
c. Tingkat tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting
R/. Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri
d. Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman sperti kepala agak
tinggi sedikit pada meningitis
R/. Menurunkan iritasi meningeal, resultan ketidaknyamanan lebih
lanjut
e. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot
daerah leher dan bahu.
R/. Dapat membatu merelaksasikan ketegangan otot yang
meningkatkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
f. Berikan analgetik seperti asetaminofen, kodein
R/. Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat,
catatan : narkotik mungkin merupakan kotra indikasi sehingga
menimbulkan ketidakakuratan dalam pemeriksaaan neurologis
5. Gangguan mobilitas b/d penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan
ROM terbatas.
Tujuan : mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional
optimal yang ditunjukkan oleh tidak terdapatnya kontraktur, footdrop.
Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi umum.
Mempertahankan integritas kulit, fungsi kandung kemih dan usus
Intervensi :
a. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0-4)
R/. Pasien mampu mandiri(nilai 0), atau memerlukan bantuan
peralatan yang minimal(nilai 1); memerlukan bantuan sedang/dengan
pengawasan/diajarkan(nilai 2); memerlukan bantuan/peralatan yang

11
terus-menerus dan alat khusus(nilai 3); tergantung secara total pada
pemberi asuhan(nilai 4).
b. Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan
karena tekanan. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit
perubahan posisi antara waktu perubahan posisi tersebut.
R/. Perubahan posisi yang teratur menyebabkan penyebaran terhadap
berat badan dan meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
Jika ada paralysis atau keterbatasan kognitif, pasien harus diubah
posisinya secara teratur dan posisi dari daerah yang sakit hanya dalam
jangka waktu yang sangat terbatas.
c. Berikan/Bantu untuk melakukan rentang gerak
R/. Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal
ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
d. Berikan matras udara/air, terapi kinetic sesuai dengan kebutuhan.
R/. Menyeinbangkan tekanan jaringan, meningkatkan sirkulasi, dan
membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan risiko
terjadinya trauma jaringan.
6. Gangguan asupan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah.
Tujuan : klien akan menunjukkan pemenuhan nutrisi adekuat dengan
Kriteria : BB dalam batas normal, nafsu makan baik/meningkat, tidak
ditemukan defisiensi nutrisi
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, makanan yang disukai’
R/. Mengidentifikasi defisiensi serta pemberian intervensI
b. Kaji antropometri setiap hari
R/. Perubahan antropometri mengindikasikan perubahan status nutrisi
c. Berikan intake makanan TKTP, mineral atau vitamin
R/. Diet TKTP mineral dan vitamin dapat memenuhi kebutuhan gizi
bagi klien

12
d. Tingkatkan frekuensi makan. Berikan diet halus, rendah serat. Hindari
makan pedas/terlalu asam
R/. Bila ada lesi oral, nyeri dapat membatasi tipe makanan yang dapat
ditoleransi klien
e. Berikan anti jamur/pencuci mulut, anestetik jika diperlukan
R/. Stomatitis biasanya ada pada PEM, untuk meningkatkan
penyembuhan jaringan mulut dan memudahkan masukan diet
f. Berikan suplemen nutrisi, misalnya ensure bila diindikasikan
R/. Meningkatkan masukan protein dan kalori

13
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer,et al.2001. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius

Muttaqin Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edizi 8. Jakarta:
EGC

14

Anda mungkin juga menyukai