Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSTIPASI

Laporan Pendahuluan ini Disusun guna Memenuhi


Asuhan Keperawatan Keluarga Konstipasi
di Puskesmas Magelang Tengah

Disusun Oleh :

MUL THAZIMATUS SYAKINAH


P1337420515071
Krena 2

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN MAGELANG
2018
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP DASAR KONSTIPASI


A. Definisi
Konstipasi merupakan defekasi tidak teratur yang abnormal dan
juga pengerasan feses tak normal yang membuat pasasenya sulit dan
kadang menimbulkan nyeri.
Konstipasi sering diartikan sebagai kurangnya frekuensi buang air
besar, biasanya kurang dari 3 kali per minggu dengan feses yang kecil-kecil
dan keras dan kadang-kadang disertai kesulitan sampai rasa sakit saat buang
air besar (NIDDK, 2000).
Konstipasi adalah suatu keluhan, bukan penyakit (Holson,
2002;Azer, 2001). Pada umumnya konstipasi sulit didefinisikan secara tegas
karena sebagai suatu keluhan terdapat variasi yang berlainan antara individu
(Azer,2001). Penggunaan istilah konstipasi secara keliru dan belum adanya
definisi yang universal menyebabkan lebih kaburnya hal ini (Hamdy, 1984).
Sedangkan batasan dari konstipasi klinik yang sesungguhnya adalah
ditemukannya sejumlah feses pada kolon, rektum atau keduanya yang
tampak pada foto polos perut (Harari, 1999).
Para tenaga medis mendefinisikan konstipasi sebagai penurunan
frekuensi buang air besar, kesulitan dalam mengeluarkan feses, atau
perasaan tidak tuntas ketika buang air besar. Studi epidemiologik
menunjukkan kenaikan pesat konstipasi berkaitan dengan usia terutama
berdasarkan keluhan penderita dan bukan karena konstipasi klinik. Banyak
orang mengira dirinya konstipasi bila tidak buang air besar setiap hari.
Sering ada perbedaan pandangan antara dokter dan penderita tentang arti
konstipasi (cheskin dkk, 1990).
B. Etiologi
1. Obat-obatan tertentu (tranquilizer, antikolinergis, antihipersensitif,
opioid, antasida dengan aluminium)
2. Gangguan rektal/anal (hemoroid, fisura)
3. Obstruksi (kanker usus)
4. Kondisi metabolis, neurologis, dan neuromuskuler
5. Kondisi endokrin
6. Keracunan timah
7. Gangguan jaringan pembuluh
Faktor penyebab lainnya mencakup kelemahan, imobilitas, kecacatan,
keletihan, dan ketidakmampuan untuk meningkatkan tekanan intra-
abdomen untuk mempermudah pasase feses, seperti yang terjadi pada
emfisema.
C. Manifestasi Klinis
1. Distensi abdomen
2. Borborigimus
3. Rasa nyeri dan tekanan
4. Penurunan nafsu makan
5. Sakit kepala
6. Kelelahan
7. Tidak dapat makan
8. Sensasi pengosongan tidak lengkap
9. Mengejan saat defekasi
10. Eliminasi volume feses sedikit, keras, dan kering
D. Patofisiologi
Patofisiologi konstipasi masih belum dipahami. Konstipasi diyakini,
berhubungan dengan pengaruh dari sepertiga fungsi utama kolon : (1)
transpor mukosa, (2) aktifitas mioelektrik, atau (3) proses defekasi.
Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal
melalui empat tahap kerja : rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi
otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region
pelvik, dan peningkatan tekanan intra-abdomen. Gangguan salah satu dari
empat proses ini dapat menimbulkan konstipasi.
Apabila dorongan untuk defekasi diabaikan, membran mukosa rektal dan
muskulatur menjadi tidak peka terhadap adanya massa fekal, dan akibatnya
rangsangan yang lebih kuat diperlukan untuk menghasilkan dorongan
peristaktik tertentu agar terjadi defekasi. Efek awal retensi fekal ini adalah
untuk menimbulkan kepekaan kolon, dimana pada tahap ini sering
mengalami spasme, khususnya setelah makan, sehingga menimbulkan nyeri
kolik midabdominal atau abdomen bawah. Setelah proses ini berlangsung
sampai beberapa tahun, kolon kehilangan tonus dan menjadi sangat tidak
responsif terhadap rangsangan normal, akhirnya terjadi konstipasi. Atoni
usus juga terjadi pada proses penuaan, dan hal ini dapat diakibatkan oleh
penggunaan laksatif yang berlebihan.
E. Komplikasi
1. Hipertensi arterial
2. Imfaksi fekal
3. Hemoroid dan fisura anal
4. Megakolon
F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan non-farmakologis
a. Latihan usus besar : melatih usus besar adalah suatu bentuk latihan
perilaku yang disarankan pada penderita konstipasi yang tidak jelas
penyebabnya. Penderita dianjurkan mengadakan waktu secara
teratur setiap hari untuk memanfaatkan gerakan usus besarnya.
dianjurkan waktu ini adalah 5-10 menit setelah makan, sehingga
dapat memanfaatkan reflex gastro-kolon untuk BAB. Diharapkan
kebiasaan ini dapat menyebabkan penderita tanggap terhadap tanda-
tanda dan rangsang untuk BAB, dan tidak menahan atau menunda
dorongan untuk BAB ini.
b. Diet : peran diet penting untuk mengatasi konstipasi terutama pada
golongan usia lanjut. Data epidemiologis menunjukkan bahwa diet
yang mengandung banyak serat mengurangi angka kejadian
konstipasi dan macam-macam penyakit gastrointestinal lainnya,
misalnya divertikel dan kanker kolorektal. Serat meningkatkan
massa dan berat feses serta mempersingkat waktu transit di usus.
untuk mendukung manfaa serat ini, diharpkan cukup asupan cairan
sekitar 6-8 gelas sehari, bila tidak ada kontraindikasi untuk asupan
cairan.
c. Olahraga : cukup aktivitas atau mobilitas dan olahraga membantu
mengatasi konstipasi jalan kaki atau lari-lari kecil yang dilakukan
sesuai dengan umur dan kemampuan pasien, akan menggiatkan
sirkulasi dan perut untuk memeperkuat otot-otot dinding perut,
terutama pada penderita dengan atoni pada otot perut
2. Pengobatan farmakologis
Jika modifikasi perilaku ini kurang berhasil, ditambahkan terapi
farmakologis, dan biasanya dipakai obat-obatan golongan pencahar.
Ada 4 tipe golongan obat pencahar :
a. Memperbesar dan melunakkan massa feses, antara lain : Cereal,
Methyl selulose, Psilium.
b. Melunakkan dan melicinkan feses, obat ini bekerja dengan
menurunkan tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah
penyerapan air. Contohnya : minyak kastor, golongan dochusate.
c. Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk
digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain :
sorbitol, laktulose, gliserin
d. Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus
besar. Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa
pencahar golongan ini bisa dipakai untuk jangka panjang, dapat
merusak pleksusmesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon.
Contohnya : Bisakodil, Fenolptalein.
KONSEP DASAR KELUARGA
A. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan kumpulan dari beberapa
komponen yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya (Logan’s,
1979). Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau
lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri
dari bapak, ibu, adik, kakak dan nenek (Raisner, 1980).
Menurut Duvall (1986), keluarga adalah sekumpulan orang dengan
ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap anggota keluarga.
Sedangkan menurut Johnson’s (1992), keluarga adalah kumpulan dua orang
atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang
terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap,
mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang
dengan lainnya.
Jadi dapat disimpulkan, keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih
yang memiliki hubungan darah atau kekerabatan, yang tinggal dalam satu
atap, dan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya.
B. Karakteristik Keluarga
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi.
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
tetap memperhatikan satu sama lain.
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing
mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik.
4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
C. Tipe atau Bentuk Keluarga
1. Tipe Keluarga Tradisional
a. The nuclear family atau keluarga inti, yaitu keluarga yang terdiri
dari suami istri dan anak (kandung atau angkat).
b. The dyad family, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami
istri tanpa anak.
c. Keluarga usila, yaitu terdiri dari suami dan istri yang sudah usia
lanjut, sedangkan anak sudah memisahkan diri.
d. The childless, yaitu keluarga tanpa anak karena terlambat menikah
atau karena sibuk mengejar karir/pendidikan.
e. The extended family, yaitu keluarga yang terdiri dari keluarga inti
ditambah keluarga lain seperti paman, bibi, kakek, nene, dll.
f. Single parent, yaitu terdiri dari satu orang tua dengan anak
(kandung/angkat). Kondisi ini disebabkan oleh perceraian atau
kematian.
g. Commuter family, kedua orang tua bekerja di luar kota, dan bisa
berkumpul pada hari Minggu atau libur saja.
h. Multigeneration family, yaitu beberapa generasi atau kelompok
umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i. Kin-network family, beberapa keluarga yang tinggal bersama atau
saling berdekatan dan menggunakan barang-barang pelayanan
seperti dapur, sumur yang sama.
j. Blended family, keluarga yang dibentuk dari janda atau duda dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
k. Single adult living alone, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari
satu orang dewasa.
2. Tipe Keluarga Non Tradisional
a. The unmarried teenage mother, terdiri dari satu orang dewasa
terutama ibu dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
b. The step parent family, keluarga dengan orang tua tiri.
c. Commune family, yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian
darah yang hidup serumah.
d. The non marrital heterosexual cohabiting family, keluarga yang
hidup bersama, berganti-ganti pasangan tanpa nikah.
e. Gay and lesbian family, seseorang yang mempunyai persamaan sex
tinggal dalam satu rumah sebagaimana pasangan suami istri.
f. Cohabitating couple, orang dewasa yang hidup bersama di luar
ikatan perkawinan karena alasan tertentu.
g. Group marriage family, beberapa orang dewasa yang telah merasa
saling menikah, berbagi sesuatu termasuk sex dan membesarkan
anak.
h. Group network family, beberapa keluarga inti yang dibatasi oleh
norma dan aturan, hidup berdekatan dan saling menggunakan
barang yang sama dan bertanggung jawab membesarkan anak.
i. Foster family, keluarga yang menerima anak yang tidak ada
hubungan saudara untuk waktu sementara.
j. Homeless family, keluarga yang terbentuk tanpa perlindungan yang
permanen karena keadaan ekonomi atau problem kesehatan
mental.
k. Gang, keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional berkembang dalam kekerasan dan
kriminal.
D. Tahap-tahap Kehidupan atau Perkembangan Keluarga
Meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangannya secara
unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama:
1. Tahap I, keluarga pemula atau pasangan baru (keluarga baru)
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki dan
perempuan membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan
meninggalkan (psikologis) keluarga masing-masing.
2. Tahap II, keluarga child-bearing (kelahiran anak pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran, dimulai dari kehamilan
samapi kelahiran anak pertama dan berlanjut damapi anak pertama
berusia 30 bulan.
3. Tahap III, keluarga dengan anak pra-sekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan
berakhir saat anak berusia 5 tahun.
4. Tahap IV, keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia enam tahun
dan berakhir pada usia 12 tahun. Umumnya keluarga sudah
mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga keluarga
sangat sibuk.
5. Tahap V, keluarga dengan anak remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya
berakhir sampai 6-7 tahun kemudian, yaitu pada saat anak
meninggalkan rumah orangtuanya. Tujuan keluarga ini adalah
melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan
yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.
6. Tahap VI, keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan
berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya
tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga, atau jika ada
anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
7. Tahap VII, keluarga usia pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan
rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan
meninggal.
8. Tahap VIII, keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah
satu
pasangan pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal
damapi keduanya meninggal.
E. Keperawatan Kesehatan Keluarga
Perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan kesehatan
masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai
unit atau kesatuan yang dirawat dengan sehat sebagai
tujuan melalui perawatan sebagai sarana penyalur.
F. Peran Perawat dalam Memberi Asuhan Keperawatan pada Keluarga
yang Menderita Penyakit Gastritis
Dalam proses membantu keluarga yang menderita penyakit gastritis
maka peran perawat diperlukan sebagai berikut :
1. Pengenal tentang gejala gastritis
Perawat membatu keluarga untuk mengenal tentang gejala
penyakit gastritis.
2. Pemberi perawatan pada anggota keluarga yang menderita
penyakit gastritis
Dalam memberikan perawatan pada anggota keluarga yang
menderita penyakit gastritis, perawat memberikan kesempatan
kepada keluarga untuk mengembangkan kemampuam mereka
dalam melaksanakan perawatan dan memberikan demonstrasi
kepada keluarga bagaimana merawat anggota keluarga yang
menderita gastritis.
3. Koordinator pelayanan kesehatan kepada keluarga yang menderita
penyakit gastritis
Perawat melakukan hubungan yang terus menerus dengan kelurga
yang menderita penyakit gastritis, sehingga dapat menilai,
mengetahui masalah dan kebutuhan keluarga serta mencari cara
penyelesaian masalah penyakit yang sedang dihadapi.
4. Fasilitator
Menjadikan pelayanan kesehatan dengan mudah untuk mengenal
masalah pada keluarga yang menderita penyakit gastritis dan
mencari alternatif pemecahanya.
5. Pendidik kesehatan
Perawat dapat berperan sebagai pendidik untuk merubah perilaku
keluarga dari perilaku tidak sehat menjadi sehat dalam mencegah
penyakit gastritis.
6. Penyuluh dan konsultasi
Perawat berperan sebagai petunjuk dalam asuhan keperawatan
dasar terhadap keluarga yang anggotanya mederita penyakit
gastritis.
G. Perencanaan Keperawatan
Rencana tindakan keperawatan keluarga menurut Ali Zaidin (2010)
adalah sebagai berikut.
1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah gastritis
a. Gali pengetahuan keluarga mengenai gastritis.
b. Berikan penjelasan tentang pengertian, penyebab, tanda &
gejala, komplikasi yang terjadi, pencegahan dan penanganan
gastritis, serta berikan penjelasan tentang nutrisi (diet) untuk
pasien gastritis.
c. Bantu keluarga untuk mengenal tanda & gejala gastritis yang
terdapat pada anggota keluarga.
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehatan yang tepat untuk mengatasi gastritis
a. Diskusikan bersama keluarga akibat jika gastritis tidak segera
ditangani.
b. Jelaskan alternatif tindakan yang dapat dipilih untuk
mengatasi masalah gastritis.
3. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga dengan
gastritis
a. Kaji sejauh mana kemampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang mengalami gastritis.
4. Ketidakmampuan keluarga memelihara dan memodifikasi
lingkungan untuk mencegah gastritis
a. Beri penjelasan tentang pengaruh lingkungan pada gastritis.
b. Jelaskan pada keluarga tentang cara memodifikasi lingkungan
untuk mencegah gastritis.
c. Motivasi keluarga untuk menyediakan alat-alat untuk cuci
tangan.
5. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilittas pelayanan
kesehatan guna memelihara kesehatan
a. Beri tahu keluarga macam-macam fasilitas kesehatan yang ada
seperti puskesmas, klinik dan rumah sakit.
b. Kaji tingkat kepercayaan keluarga pada pelayanan kesehatan.
c. Diskusikan bersama keluarga manfaat mendatangi fasilitas
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T. & Jauhar, M. 2013. Asuhan Keperawatan Panduan Lengkap Menjadi


Perawat Profesional. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher.
Carpenito, Juall Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Herdman, Heather. 2011. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.
Hermawan, D. & Tutik Rahayuningsih. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Sistem
Pencernaan. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : NuMed.
http://erni-jasmita.blogspot.com/2012/04/askep-konstipasi.html
http://laporanpendahuluanaskep.blogspot.co.id/2014/09/laporan-pendahuluan-
konstipasi.html

Anda mungkin juga menyukai