Anda di halaman 1dari 21

Evaluasi Pencapaian Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan

(KBK) Pada Puskesmas Kecamatan di Wilayah Kerja BPJS Kesehatan


Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan Tahun 2016

Intan Permata Sari, Kurnia Sari

Manajemen Asuransi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia


Email: intan0706@live.com

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang Evaluasi Pencapaian Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan (KBK)
Pada Puskesmas Kecamatan di Wilayah Kerja BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis pencapaian KBK dan identifikasi belum
optimalnya pencapaian tersebut dilihat dari evaluasi input, proses dan output. Didapatkan hasil bahwa rata-rata
pencapaian KBK hingga bulan Desember 2016 mencapai 90% dan hanya sedikit yang pernah mencapai 100%.
Adapun penyebab dari pencapaian yang belum optimal dipengaruhi kebijakan perhitungan angka kontak 1x nomor
BPJS Kesehatan, SDM kelapangan dan pemasukan yang masih kurang, sarana dan prasarana yang belum lengkap,
pengetahuan petugas yang masih kurang baik, waktu maintenance pada jam kerja serta sosialisasi yang belum
optimal baik untuk Puskesmas dan masyarakat dalam hal ini peserta JKN serta.

Kata Kunci: BPJS Kesehatan; Evaluasi; KBK

Evaluation of Pay for Performance Service Commitments in Subdistrict Primary Health


Care (Puskesmas Kecamatan) ‘BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan’ In
The Year 2016

ABSTRACT

This research discusses about the evaluation of pay for performance service commitments in subdistrict primary
health care ‘BPJS Kesehatan Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan’ in the year 2016. This research is qualitative
study and aims to analyze pay for performance service commitments by examining the evaluation’ input, process,
and output, in order to identify why health care providers fall short of 100% performance ahievements. The research
reveals that while only a limited number of providers achieve 100%, the average health firm reaches 90%. Reasons
include the limitation of one monthly BPJS Kesehatan visit per patient, limited human and financial resources,
limited of facilities and knowledge about the payment mechanism, the requirement to maintain IT systems during
office hours, as well as the lack of transparent communication of new policies by BPJS Kesehatan to the members of
BPJS Kesehatan.

Keyword: BPJS Kesehatan; Evaluation; Pay for performance

Pendahuluan

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Terwujudnya derajat kesehatan ditandai oleh masyarakatnya yang hidup dengan perilaku
dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan menjangkau pelayanan kesehatan yang
bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Untuk mewujudkan fokus ini, peran pemerintah sangat besar seperti yang tertuang pada
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 pasal 34 H ayat (2) “Negara mengembangkan sistem jaminan
sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai
dengan martabat kemanusiaan”, sehingga salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan fokus
pembangunan kesehatan dan UUD 1945 adalah dengan menerbitkan Undang-Undang No. 40
Tahun 2004 tentang Sitem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Dalam pelaksanaannya, Sistem Jaminan Sosial Nasional memiliki Badan Penyelenggara yang
kemudian disebut dengan Badan Penyelanggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
Kekhususan program Jaminan Kesehatan dalam SJSN adalah bahwa Badan Penyelenggara dalam
hal ini BPJS Kesehatan mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu
pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas jaminan kesehatan. Dalam hal sistem pembayaran kepada pelayanan kesehatan,
pembayaran pra upaya atau sering disebut dengan kapitasi merupakan suatu cara yang cukup
efisien dan efektif dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan prinsip managed
healthcare. Konsep kapitasi adalah konsep pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Kesehatan
(PPK) bukan berdasarkan jumlah dan jenis pelayanan yang diberikan melainkan berdasarkan
jumlah peserta terdaftar yang menjadi tanggungannya.
Konsep kapitasi telah diterapkan sejak awal mula munculnya BPJS Kesehatan, namun dengan
berjalannya waktu, sebagai upaya untuk dapat membangun pelayanan yang bermutu bagi Peserta
JKN, perlu memperhatikan adanya aspek kualitas layanan. Berbagai jenis pengukuran, standar
dan upaya untuk meningkakan mutu pelayanan telah tersedia dan terus berkambang. Salah
satunya adalah dengan metode pembayaran berbasis komitmen pelayanan. Pembayaran
berdasarkan performa kinerja atau dikenal dengan Pay for Performance merupakan suatu
pendekatan untuk memberikan insentif kepada dokter keluarga atau PPK Tingkat Pertama untuk
mencapai penigkatan kinerja dengan meningkatkan kualitas pelayanan atau menurunkan biaya.
Dalam pelaksanaan kapitasi, Puskesmas dirasa belum optimal dalam hal pelayanan kesehatan
dan peningkatan mutu, sehingga pada 2015 muncullah Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Norma Penetapan Besaran Kapitasi dan

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama. Terdapat 3 (tiga) indikator penilaian komitmen pelayanan yaitu Angka Kontak
(AK), Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik (RRNS), Rasio Peserta Prolanis rutin
berkunjung ke FKTP (RPPB). Berdasarkan data yang didapatkan, pencapaian indikator KBK
dapat dikatakan belum sempurna. Hal ini dengan didapatkannya pencapaian KBK di BPJS
Kesehatan Kantor Cabang Utama Jakarta Selatan seperti tabel dibawah ini:
Tabel 1. Rata-rata Pencapaian Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Pada Bulan April-
Desember 2016 (%)
Puskesmas Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Rata-rata
Kec Tebet 90 80 95 90 90 95 95 98 98 92
Kec Setiabudi 90 80 95 90 80 95 90 95 90 89
Kec Mampang Prapatan 90 75 90 80 90 75 90 95 95 87
Kec Pasar Minggu 90 80 90 90 90 90 90 90 90 89
Kec Kebayoran Baru 90 80 80 80 80 90 95 95 95 87
Kec Kebayoran Lama 90 80 90 90 90 95 105 95 105 93
Kec Cilandak 90 80 95 98 95 98 98 98 110 96
Kec Jagakarsa 90 75 80 80 90 98 98 95 90 88
Kec Pancoran 90 75 80 90 80 90 90 90 105 88
Kec Pasanggrahan 90 75 90 95 95 95 95 95 95 92
Rata-rata pencapaian KBK tersebut adalah 90% dan jika dilihat dari tujuan dibentuknya
KBK, maka tujuan tersebut belum tercapai yaitu bagaimana Puskesmas dapat menjangkau
peserta dengan optimal yaitu dengan mendapatkan kapitasi 100%, sehingga dibutuhkan evaluasi
input, proses, dan output pelaksanaan KBK serta identifikasi faktor yang berkaitan dengan
pencapaian tersebut.

Tinjauan Teoritis
Sistem Pembayaran Kapitasi dan KBK
Feldstein (1983) dalam Thesis Ernatyaswati (2002) mendefinisikan bahwa sistem
pembayaran kapitasi adalah sistem atau cara pembayaran oleh pengelola dana kepada
penyelenggara pelayanan kesehatan untuk pelayanan yang diselenggarakannya, yang besar
biayanya tidak dihitung berdasarkan jenis dan ataupun jumlah pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan untuk setiap pasien, melainkan berdasarkan jumlah pasien yang menjadi
tanggungannya. Konsep pembayaran kapitasi dan Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan sama,
namun perbedaan terletak pada cara penilaiannya. Dalam KBK di Indonesia, terdapat 3 indikator
penilaian yaitu:

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


a. Angka Kontak
Merupakan indikator untuk mengetahui tingkat aksesabilitas dan pemanfaatan pelayanan
primer di FKTP oleh peserta. Adapun formula perhitungannya:
jumlah  peserta  yang  melakukan  kontak
Angka  kontak = x1000
jumlah  peserta  terdaftar  di  FKTP

Dalam pelaksanaannya, kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan angka kontak
adalah berupa pelayanan imunisasi, pelayanan penyuluhan kesehatan, pemeriksaan
kesehatan Ibu dan Anak, KB, senam sehat serta home visit.
b. Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik
Merupakan indikator untuk mengetahui optimalnya koordinasi dan kerjsama antara FKTP
dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) sehingga sistem rujukan
terselenggara sesuai indikasi medis dan kompetensinya. Adapun formula perhitungan:
jumlah  rujukan  kasus  non  spesialistik
RRNS = x100
jumlah  rujukan  FKTP

Berdasarkan kesepakatan bersama Adinkes, terdapat 131 diagnosa yang harus ditangani di
FKTP dari 144 diagnosa untuk wilayah DKI Jakarta. Jika dari 131 diagnosa tersebut harus
dirujuk, maka terdapat kriteria TACC, yaitu Time-Age-Complication-Comorbidity.
c. Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung ke FKTP
Merupakan indikator untuk mengetahui kesinambungan pelayanan penyakit kronis yang
disepakati oleh BPJS Kesehatan dan FKTP terhadap peserta prolanis. Adapun cara
perhitungannya:
jumlah  rujukan  prolanis  yang  rutin  berkunjung
RPPB = x100
jumlah  peserta  prolanis  terdaftar  di  FKTP

Kegiatan yang dihitung dalam indikator adalah edukasi klub, konsultasi medis,
pemantauan kesehatan melalui pemeriksaan penunjang, senam prolanis, home visit, serta
pelayanan obat secara rutin.
Dari ketiga indikator diatas, terdapat kriteria Aman dan Prestasi dalam penentuan target
indikator. Tabel 2. Target Pemenuhan Indikator Pelayanan
Target Indikator
No. Nama Indikator
Zona Aman Zona Prestasi
1 Angka Kontak ≥ 150 per mil ≥ 250 per mil
2 Rasio rujukan rawat jalan non spesialistik < 5% <1%
3 Rasio peserta Prolanis rutin berkunjung ke FKTP ≥ 50% ≥ 90%

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Dari target tersebut, kemudian dapat ditentukanlah besaran norma kapitasi yang akan
diterima oleh Puskesmas setelah adanya penyesuaian, seperti tabel berikut ini:

Tabel 3. Penerapan Pembayaran Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan


Jumlah Indikator
No Tidak tercapai % Pembayaran
Zona Aman Zona Prestasi
target Zona Aman
1 0 0 3 115 %
2 0 1 2 110%
3 0 2 1 105%
4 0 3 0 100%
5 1 2 0 90%
6 2 1 0 80%
7 1 0 2 98%
8 1 1 1 95%
9 2 0 1 90%
10 3 0 0 75%

Evaluasi dan Model Evaluasi


Menurut American Public Health Association (Azwar, 1996) evaluasi adalah suatu proses
menentukan nilai atau besarnya sukses dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan
sebelumnya. Proses ini mencakup langkah-langkah memformulasikan tujuan, mendefinisikan
kriteria untuk mengukur besarnya kesuksesan dan rekomendasi untuk program selanjutnya.
Evaluasi tentunya memiliki tujuan mengapa dilakukan. Menurut OECD (Organization for
Economic Cooperation & Development) (2002) dalam Maulana, Supriyanto, & Hermawan
(2013) evaluasi bertujuan untuk menentukan relevansi dan pemenuhan dari tujuan,
pengembangan efisiensi, efektivitas, dampak, dan kesinambungan dari suatu program atau
kebijakan. Sedangkan tujuan dari evaluasi program kesehatan adalah untuk perbaikan program-
program kesehatan dan pelayanan unuk mengarahkan pengalokasian tenaga dan dana untuk
program dan pelayanan yang sedang dilaksanakan dan yang akan datang. Berikut model evaluasi
Model IPO (Input, Process, Output, Outcomes)
Bushnell (1990) dalam Tamkin, Yarnall, & Kerrin (2002) membagi evaluasi menjadi 4
(empat) jenis dan umumnya evaluasi Bushnell (1990) digunakan untuk evaluasi pelatihan.

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Dibawah ini merupakan jenis evaluasi Bushnell (1990) dengan menggunakan pendekatan sistem
sebagai berikut:
a) Input, yaitu mengevaluasi indikator program pelatihan dengan melihat pengalaman
instruktur, kualifikasi pelatih, dan sumber daya.
b) Process, yaitu mengevaluasi pada sistem perencanaan, pengembangan dan cara
penyampaian pelatihan.
c) Output, yaitu mengevaluasi pada reaksi peserta pelatihan, pengetahuan dan skill yang
didapatkan dan pengembangan serta peningkatan performa kinerja
d) Outcomes, yaitu mengevaluasi pada pencapaian manfaat pelatihan, kepuasan peserta
pelatihan dan produktivitas.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang dilakukan di Puskesmas wilayah kerja
BPJS Kesehatan KCU Jakarta Selatan untuk menganalisis pencapaian Kapitasi Berbasis
Komitmen Pelayanan pada Puskesmas Kecamatan di wilayah kerja BPJS Kesehatan Kantor
Cabang Utama Jakarta Selatan dilihat dari input, proses, output dan identifikasi faktor-faktor
yang berkaitan dengan pencapaian tersebut. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei
tahun 2017 dengan cara wawancara mendalam kepada 4 Puskesmas, 2 Puskesmas dengan rata-
rata pencapaian diatas 90% dan 2 Puskesmas dibawah 90% KBK. Selain itu penelitian ini juga
melakukan telaah dokumen pencapaian KBK per indikator yang bersumber dari data Manajemen
Pelayanan Kesehatan Primer BPJS KCU Jakarta Selatan.

Hasil dan Pembahasan


Karakteristik Informan
Tabel 4. Karateristik Informan
Pengalaman
Jenis Usia
No Informan Kode kerja pada
Kelamin (tahun)
instansi (tahun)
Kepala Unit Manajemen Pelayanan A1 BPJS
1 Kesehatan Primer BPJS Kesehatan KCU P 40 11
Kesehatan
Jakarta Selatan
2 Staff Unit Manajemen Pelayanan A2 BPJS P 26 4

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Kesehatan Primer BPJS Kesehatan Kantor Kesehatan
Cabang Utama Jakarta Selatan
3 Kepala Puskesmas Kecamatan Cilandak B1 PKM P 38 3

4 Staff (koordinator KBK) Puskesmas B2 PKM P 50 10


Kecamatan Cilandak
Pengalaman
Jenis Usia
No Informan Kode kerja pada
Kelamin (tahun)
instansi (tahun)
5 Kepala Puskesmas Kecamatan Tebet C1 PKM P 46 14

6 Staff (koordinator KBK) Puskesmas C2 PKM P 36 11


Kecamatan Tebet
7 Kepala Tata Usaha Kecamatan Mampang D1 PKM L 53 31
Prapatan
8 Staff (koordinator KBK) Puskesmas D2 PKM P 52 10
Kecamatan Mampang Prapatan
9 Kepala Puskesmas Kecamatan Pancoran E1 PKM L 51 17

10 Staff (koordinator KBK) Puskesmas E2 PKM P 34 1


Kecamatan Pancoran

Evaluasi Input
a) Kebijakan
Berdasarkan hasil wawancara mendalam kepada informan, didapatkan informasi
bahwa dalam pelaksanaan KBK, semua yang berkaitan dengan perundangan, petunjuk
teknis, berasal dari regulator utama yaitu Kementerian Kesehatan bersama BPJS
Kesehatan. Disisi lain, Puskesmas tidak memiliki peraturan ataupun SOP tersendiri terkait
KBK melainkan lebih melakukan perencanaan bulanan. Oleh sebab itulah Puskesmas
hanya mengikuti kebijakan yang ada dari BPJS Kesehatan. Dalam penentuan indikator
pencapaian dan penilaian KBK, tentunya sudah berdasarkan evidence based yaitu berkaca
pada askes sebelumnya.
Bagi Puskesmas yang menjalankan tidak ada kendala dari kebijakan yang
ditetapkan, namun terdapat satu indikator yang dirasa kurang tepat dan sulit untuk
mencapainya, yaitu Angka Kontak. Dalam indikator Angka Kontak, jumlah kontak yang
akan dihitung dalam pencapaian adalah 1x nomor BPJS Kesehatan saja tanpa melihat
frekuensi kunjungan peserta. Adanya Angka Kontak yaitu untuk mengetahui aksesibilitas

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


peserta ke FKTP, padahal dalam hal merubah perlikau sehat masyarakat perlu kunjungan
berkali-kali dan rutin dilakukan. Selain itu, pada kebijakan angka kontak tidak terdapat
peraturan mengenai peserta terdaftar luar daerah dan bukan peserta terdaftar pada FKTP
tersebut, sehingga bagi kedua jenis peserta tersebut tidak akan dimasukkan menjadi
perhitungan kontak padahal dalam hal ini, Puskesmas mengeluarkan cost untuk
melakukan pelayanan. Dalam hal ini BPJS Kesehatan dapat meninjau kembali untuk
merubah menjadi angka kunjungan dengan beberapa kriteria tertentu agar promotif dan
preventif berjalan dengan baik. Dan di sisi Puskesmas-pun harus dapat menjangkau setiap
kalangan baik kaya ataupun miskin, dan sehat maupun sakit, serta ditambahkannya
peraturan atau poin tambahan pada angka kontak terkait peserta luar daerah.

b) Sumber Daya Manusia (SDM)


Berdasarkan hasil wawancara, sumber daya manusia di Puskesmas kurang
khususnya untuk yang turun kelapangan untuk melakukan kontak sehat.
“kurang sih kita, karena tempat juga nih sempit. KPLDH kurang, kalau
mau rekrut juga bingung mau ditaruh dimana”(D1 PKM, ka TU)
Ada atau tidak adanya KBK, pemprov DKI Jakarta telah menyediakan tim Ketuk Pintu
Layani Dengan Hati (KPLDH) untuk dapat menelusur dan memberikan pelayanan guna
meningkatkan mutu kesehatan ke seluruh warga, namun walaupuan dengan adanya
KPLDH dirasa masih kurang. Selain itu, ditemukan bahwa pengetahuan petugas terkait
KBK masih kurang sehingga petugas hanya memikirkan bagaimana tugas yang dimiliki
selesai. Padahal, pengetahuan tentang hal ini merupakan kunci utama untuk Puskesmas
mampu mencapai KBK dengan baik dan akan beriringan dengan pencapaian tujuan KBK
tersebut.
Demi menyokong perbaikan dalam pelayanan, kegiatan peningkatan mutu dan
kompetensi tentunya sangat diperlukan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas,
manajemen sumber daya dan mutu merupakan satu kesatuan sistem pengelolaan
Puskesmas yang tidak terpisah satu dengan lainnya, hal ini dikarenakan dukungan sumber
daya yang memadai baik dalam jenis, jumlah maupun fungsi dan kompetensinya sesuai
standar yang ditetapkan, dan tersedia tepat waktu pada saat akan digunakan.

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


c) Sistem Informasi
Berdasarkan wawancara didapatkan hasil bahwa Puskesmas memiliki aplikasi
yang disediakan oleh BPJS Kesehatan untuk entry data yaitu p-care atau primary-care.
Sedangkan BPJS Kesehatan menggunakan QI-9 untuk mengolah data dari Puskesmas. P-
care merupakan sistem informasi pelayanan pasien yang ditujukan untuk pasien atau
peserta BPJS Kesehatan berbasis komputer dan internet. Selain p-care, Puskesmas
memiliki sistem informasi lain yang disediakan dari Suku Dinas Kesehatan yaitu SIKDA
atau dapat memilih E-Puskesmas. Kedua sistem tersebut jika diperoleh dari wawancara
telah bridging system khusus untuk indikator rujukan non-spesialistik, namun terdapat
Puskesmas yang menyatakan belum atau meragukan hal tersebut. Sehingga dalam hal ini
perlu dilakukan pengecekan kembali baik dari BPJS Kesehatan ataupun Suku Dinas
Kesehatan.
Dalam penggunaannya, terdapat hambatan yang ditemukan dari p-care
diantaaranya maintanence pada jam pelayanan sehingga tidak dapat entry,
“p-care yang sering down dan saat pelayanan”(A1 BPJS Kesehatan, kanit)
Puskesmas lupa bahwa batas entry adalah setiap tanggal 3 setiap bulannya serta
berdasarkan wawancara diketahui bahwa p-care tidak dapat mendeteksi nomor-nomor
peserta yang sudah dimasukan kedalam p-care. Dalam hal ini, BPJS Kesehatan harus
dapat update aplikasi p-care sehingga Puskesmas menerima notifikasi atau
pemberitahuan jika nomor peserta sudah di entry, atau sudah habis masa entry pada bulan
tersebut.

d) Sarana dan Prasarana


Berdasarkan PMK No 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas, Puskesmas harus
memiliki prasarana yang berfungsi paling sedikit terdiri atas:
a. Sistem penghawaan g. Sistem proteksi petir
(ventilasi) h. Sistem proteksi
b. Sistem pencahayaan kebakaran
c. Sistem sanitasi i. Sistem pengendalian
d. Sistem kelistrikan kebisingan
e. Sistem komunikasi
f. Sistem gas medik

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


j. Sistem transportasi vertikal k. Kendaraan Puskesmas keliling
untuk bangunan lebih dari satu dan
lantai l. Kendaraan ambulan
Berdasarkan hasil wawancara, keluhan Puskesmas terkait sarana dan prasarana
adalah pada kondisi bangunan yang sempit dan begitu juga poli-polinya. Namun
walaupun demikian tidak menjadi hambatan dalam pelakanaan KBK. Berbeda dengan
fasilitas alkes ataupun obat-obatan. Walaupun bagi Puskesmas fasilitas yang dimiliki
sudah cukup, namun ketika Puskesmas tidak mampu untuk menegakkan diagnosa, maka
akan dirujuk begitu pula saat obat-obatan habis dikarenakan adanya pembatasan jumlah
pengadaan obat.

e) Sumber Pendanaan
Pendanaan merupakan salah satu hal yang paling sensitif dalam suatu organisasi.
Pada BPJS Kesehatan, sumber pendanaan didapatkan melalui Dana Jaminan Sosial (DJS).
Dana Jaminan Sosial merupakan dana yang dikeluarkan dan yang salah satunya oleh
BPJS Kesehatan untuk pembayaran kapitasi. Dari segi Puskesmas, dana kapitasi
merupakan pemasukan. Puskesmas kecamatan di DKI Jakarta sudah merupakan
Puskesmas BLUD. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD
adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Unit Kerja pada Satuan kerja Perangkat
Daerah di lingkungan pemerintahan daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan baarang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi
dan produktivitas. Pemasukan BLUD terbanyak berasal dari Kapitasi, selanjutnya non-
kapitasi yang berasal dari klaim Puskesmas ke BPJS Kesehatan, serta dana umum dari
pasien.
Dari hasil wawancara didapatkan beberapa kendala terkait sumber pendanaan
sebagai berikut:
1. Dikarenakan adanya penyesuaian, terkadang ada pengurangan dana di
Puskesmas
2. Norma kapitasinya kecil

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Namun disisi lain, dengan adanya KBK telah ada efisiensi biaya kesehatan, yang
pada awalnya Puskesmas menerima full 6.000 dikali jumlah peserta terdaftar, namun
sekarang telah ada penyesuaian. Namun seperti yang sudah dibahas sebelumnya KBK
memiliki tujuan untuk efisiensi biaya dan Puskesmas meresa pemasukan berkurang.
Berikut ilustrasi perhitungan efisiensi biaya:
Puskesmas memiliki peserta terdaftar sebanyak 151.780 dan norma kapitasi adalah
6.000, maka kapitasi yang akan didapatkan adalah Rp 910.680.000 dan dalam 3
bulan kedepan akan mendapatkan Rp 2.732.040.000. Namun, dengan adanya
KBK, Puskesmas bisa saja mendapatkan sejumlah dana tersebut atau kurang
dikarenakan adanya penyesuaian. Misalkan Puskesmas pada bulan perhitungan
mendapatkan persentase pencapaian KBK 90%, berarti norma kapitasi yang akan
diterima adalah 6.000 x 90% = Rp 5.400, maka dengan jumlah peserta terdaftar
151.780, kapitasi yang diterima adalah Rp 819.612.000 dan untuk 3 bulan adalah
Rp 2.458.836.000. Efisiensi biayanya adalah sebesar Rp 2.732.040 – Rp
2.458.836.00 = Rp 273.204.000. Dapat dilihat bahwa cukup banyak pengurangan
untuk pemasukan Puskesmas. Oleh karena itu Puskesmas mengeluhkan hal ini.
Namun, seharusnya hal ini menjadi semangat Puskesmas untuk menambah
pemasukan dan juga melayani masyarakat yang sehat maupun sakit. Sehingga
peningkatan mutu dan efisiensi biaya sejalan.

Evaluasi Proses
a) Sosialisasi
Kegiatan penjelasan seluruh kebijakan terkait KBK tidak dilaksanakan secara rutin
melainkan tergantung dari kebijakan yang baru. Setelah satu tahun berjalan, diskusi
dilakukan 1x tentang KBK itu sendiri yaitu dengan mengumpulkan para pimpinan
Puskesmas ke Suku Dinas Kesehatan atau Dinas Kesehatan. Untuk datang langsung
sangat jarang dan umumnya Puskesmas yang mengundang untuk dilakukan sosialisasi
secara langsung oleh BPJS Kesehatan. Setelah ada sosialisasi tersebut, Puskesmas
mensosialisasikan ke staff serta Puskesmas Kelurahan-nya. Untuk cara penyampaiannya
bervariasi, mulai dari melalui mini lokakarya, Rabuan, serta dari group WA. Sosialisasi

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


dari Puskesmas ke staff tentunya lebih sering karena akan selalu diingatkan tentang target
yang dibuat, dan lain sebagainya.
Dalam hasil wawancara terdapat kendala yaitu:
1. Dari Puskesmas menolak angka kontak dengan hanya 1 nomor BPJS
Kesehatan saja.
2. Terkait Prolanis. Contoh, A terdaftar di FKTP Puskesmas Kelurahan X
dan terdaftar menjadi peserta prolanis di FKTP Puskesmas Kecamatan X,
maka peserta tersebut tidak dihitung menjadi kunjungan prolanis karena
kartu BPJS Kesehatan-nya adalah Puskesmas Kelurahan X.
3. Sosialisasi BPJS Kesehatan hanya ke Puskesmas sebagai mitra, dan
kepada masyarakat belum optimal, sehingga Puskesmas yang
meneruskan.

b) Proses Implementasi Kegiatan


Perencanaan adalah proses memutuskan tujuan-tujuan hal apa yang akan dikejar
selama suatu jangka waktu yang akan datang dan apa yang akan dilakukan agar tujuan
atau target tersebut tercapai. Adapun perencanaan yang dilakukan dari hasil wawancara
adalah seperti berikut ini:
1. Membuat target angka sehat karena jika hanya dari angka sakit atau yang
berkunjung ke puskesmas akan sedikit dan tidak mencapai aman.
2. Menginformasikan kepada dokter untuk memahami penyakit yang dapat
dirujuk dan tidak dirujuk
3. Memberikan edukasi kepada peserta/pasien yang ingin dirujuk bahwa tidak
bisa tanpa ada indikasi keparahan dan dapat dituntaskan di puskesmas
4. Memastikan dokter memasukkan TACC jika akan dirujuk
5. Memastikan setiap petugas ke lapangan untuk membawa daftar hadir dan
entry p-care.
6. Untuk prolanis diciptakan suasana seperti keluarga dengan sering
menginformasikan melalui WA group
Dari semua yang sudah direncanakan, tentunya kendala tidak dapat dielakkan,
berdasarkan hasil wawancara beberapa kendala yang didapatkan adalah sebagai berikut:

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


a. Capaian contact rate sangat tinggi, padahal sudah berkali-kali melakukan
kontak.
b. Peserta tidak membawa kartu identitas seperti KTP ataupun kartu BPJS
Kesehatan-nya, hal ini tentunya menjadi kendala bagi puskesmas tidak dapat
memasukkan ke angka kontak.
c. Peserta-peserta yang ingin dirujuk dan tidak mengetahui tahapan rujukan
berjenjang.
d. Untuk kawasan elit, jarang ada di rumah maka dari itu susah untuk di
jangkau.
e. Terkadang saat KPLDH home visit, pemilik rumah tidak mau, karena takut
dan alasan lainnya.
Dalam hal ini, BPJS Kesehatan dapat melakukan supervisi bagi Puskesmas
dengan capaian rendah serta bagi Puskesmas yang memiliki target, ada baiknya untuk
dibuat menjadi double atau lebih agar target >150permil dapat tercapai.
c) Proses Pembayaran
Perhatikan bagan proses pembayaran berikut ini:

FKTP Memberikan Kantor Pusat melakukan Kantor Cabang


Pelayanan hitungan mengolah data QI-9

Puskesmas mendapatkan hasil Di lakukan perhitungan


dalam berita acara kapitasi

Setiap bulannya Puskesmas akan mendapatkan berita acara hasil pencapaian,


namun terkadang terdapat perhitungan yang berbeda antara BPJS Kesehatan dan
Puskesmas, dan saat di konfirmasi BPJS Kesehatan hanya menjawab hasil tersebut sudah
by system dalam hal ini seharusnya BPJS Kesehatan mampu menjelaskannya disarankan
BPJS Kesehatan membuat diskusi tentang perhitungan sistem ini. Selain itu, hal unik
ditemukan dalam proses pembayaran.

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Pembayaran akan dilakukan dengan melihat perhitungan bulan ke 3, dan
dibayarkan untuk 3 bulan kedepan. Karena adanya metode pembayaran seperti itu,
Puskesmas lebih giat pada bulan perhitungan dan hal ini diutarakan oleh informan.
Perhatikan grafik berikut:
Pada grafik, bulan perhitungan dimulai pada Bulan Juni dan untuk pembayaran
Juli-Agustus dan September akan menjadi bulan perhitungan dan pembayaran untuk bulan
Oktober – Desember. Dapat dilihat di grafik bahwa pada bulan perhitungan Juni,
September dan Desember lebih tinggi dari pada bulan-bulan sebelumnya walaupun
terdapat beberapa Puskesmas yang mengalami penurunan, namun lebih mendominasi
adanya peningkatan. Tentunya BPJS Kesehatan harus dapat mengambil tindakan terhadap
hal ini agar Puskesmas tidak hanya money oriented, melainkan juga menjadi suatu
tanggung jawab untuk memberikan pelayanan yang baik.

Evaluasi Output
a) Angka Kontak
Diketahui bahwa angka kontak menjadi indikator tersulit dalam pelaksanaan
KBK. Hal ini dikarenakan harus dilakukannya kunjungan sehat atau home visit.
Puskesmas memiliki fungsi sebagai UKM sudah menjadi tugasnya, namun beberapa
masyarakat takut ketika dikunjungi atau tidak ada di rumah yang dikarenakan masyarakat
tersebut berekonomi menengah keatas.
Tabel 5 Tabel Pencapaian Angka Kontak Tahun 2016 (per mil)

Grafik  Pencapaian  KBK  Puskesmas  Kecamatan  2016  


120  
100  
80  
60  
40  
20  
0  
Apr   Mei   Jun   Jul   Aug   Sep   Oct   Nov   Dec  

Kec  Tebet   Kec  SeFabudi   Kec  Mampang  Prapatan  

Kec  Pasar  Minggu   Kec  Kebayoran  Baru   Kec  Kebayoran  Lama  

Kec  Cilandak   Kec  Jagakarsa   Kec  Pancoran  

Kec  Pasanggrahan  

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Capaian  Angka  Kontak  April-­‐Deseber  2016  
 200.00    
 180.00    
 160.00    
 140.00    
 120.00    
 100.00    
 80.00    
 60.00    
 40.00    
 20.00    
 -­‐        

≥150permil  
APRIL   MEI   JUNI   JULI   AGUSTUS   SEPTEMBER   OKTOBER   NOVEMBER   DESEMBER  
≥150permil  

No Nama FKTP Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 Kec. Tebet 46.75 44.31 42.67 41.09 73.29 139.59 98.52 98.68 114.32
2 Kec. Setiabudi 31.18 30.64 28.70 32.24 39.61 90.74 60.09 52.25 142.43
3 Kec. Mampang Prapatan 14.28 16.06 16.66 16.13 25.09 19.17 68.06 81.19 141.60
4 Kec. Pasar Minggu 31.84 33.49 30.77 35.07 44.26 35.09 43.15 65.16 103.32
5 Kec. Kebayoran Baru 30.86 30.06 26.50 45.54 52.02 55.68 52.12 59.36 44.64
6 Kec. Kebayoran Lama 19.79 22.71 56.15 41.04 41.60 134.96 168.98 107.27 177.68
7 Kec. Cilandak 37.84 36.63 49.00 50.91 63.49 125.97 115.29 95.93 157.95
8 Kec. Jagakarsa 33.60 32.54 28.53 36.69 47.34 108.18 93.11 70.46 71.34
9 Kec. Pancoran 32.25 30.87 27.24 37.51 53.47 69.26 113.28 114.01 152.77
10 Kec. Pasanggrahan 38.50 37.61 59.89 51.21 49.99 81.35 78.05 71.58 67.09
Dari grafik dan berdasarkan hasil wawancara kepada Puskesmas, pada bulan-
bulan awal memang menjadi masa kesulitan bagi Puskesmas, pertama dikarenakan
Puskesmas membutuhkan adaptasi dan terdapat Puskesmas yang belum memahami
dengan baik tentang KBK ini. Beberapa kendala juga dikarenakan perhitungan contact
rate yang hanya 1x nomor BPJS Kesehatan walaupun kunjungan berkali-kali. Alasan
lainnya sehingga belum tercapai adalah kekurangan SDM walaupun dari pemprov DKI
Jakarta telah menyediakan KPLDH untuk peningkatan pelayanan kesehatan. Dalam hal
ini, BPJS Kesehatan dan Puskesmas dapat bekerjasama dalam penambahan tim KPLDH,
sehingga terjalin kerjasama yang baik serta tujuan peningkatan mutu baik dari sisi BPJS
Kesehatan dan juga Puskesmas beserta jajarannya dapat tercapai.

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


b) Rasio Rujukan Rawat Jalan Kasus Non Spesialistik
Perhatikan tabel dan grafik berikut ini.
Tabel 6 Tabel Pencapain Indikator Rasio Rujukan Non-Spesialistik Tahun 2016 (%)
No Nama FKTP Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 Kec. Tebet 0 1.52 0.82 2.39 2.09 1.55 1.03 0.45 0.74
2 Kec. Setiabudi 0 3.51 0.00 0.88 1.98 1.52 1.45 1.47 1.89
3 Kec. Mampang Prapatan 0 9.27 7.32 4.22 4.52 6.86 4.50 0.54 0.71
4 Kec. Pasar Minggu 0 4.23 2.99 2.44 2.77 1.89 1.35 2.02 1.25
5 Kec. Kebayoran Baru 0 3.48 2.80 3.88 2.37 1.95 0.93 0.93 0.60
6 Kec. Kebayoran Lama 0 4.29 3.22 2.85 2.61 2.35 0.28 1.05 1.00
7 Kec. Cilandak 0 2.60 0.98 0.60 0.85 0.51 0.56 0.92 0.79
8 Kec. Jagakarsa 0 8.92 5.16 5.57 4.10 0.24 0.16 0.15 1.08
9 Kec. Pancoran 0 6.25 4.74 1.17 3.05 1.89 1.76 1.58 1.28
10 Kec. Pasanggrahan 0 5.13 4.05 3.52 4.55 3.44 1.91 1.64 1.09

Capaian  Rasio  Rujukan  Non-­‐SpesialisFk  April-­‐  Desember  


2016  (%)  
10  
9  
8  
7   <5%  
6  
5  
4  
3  
2  
1  
0  

Apr   Mei   Jun   Jul   Aug   Sep   Oct   Nov   Dec  

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada bulan April capaian rasio rujukan
non-spesialistik adalah 0%, hal ini dikarenakan pada bulan tersebut belum dilakukan
perhitungan dan kesepakatan peer-review diagnosa dapat tuntas di Puskesmas per Mei
2016. Pada peer-review tersebut bersama Asosiasi Dinas Kesehatan, didapatkan 131
diagnosa yang harus tuntas di Puskesmas dari 144 Diagnosa. Rujukan Non-Spesialistik
tidak di anggap masalah karena Puskesmas sebagai front line harus dapat memberikan
pelayanan kuratif jika masih dapat diatasi di Puskesmas. Namun kendala dialami
Puskesmas ketika pasien ngotot untuk di rujuk sedangkan Puskesmas masih bisa

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


melayani hingga tuntas. Hal ini yang terjadi adalah untuk peralatan dan obat-obatan
terkadang belum mendukung. Seperti untuk penegakan diagnosa menjadi sulit dan
ketika persediaan obatan habis.
Puskesmas sebagai gatekeeper sangat besar andilnya dalam hal rujukan,
ditambah lagi jenis penyakit yang tidak dapat dirujuk sudah didiskusikan dan ditetapkan
bersama sehingga tidak ada alasan lainnya bagi Puskesmas untuk merujuk. Konsep
gatekeeper sangat jelas yaitu suatu konsep sistem pelayanan kesehatan dimana fasilitas
kesehatan tingkat pertama berperan sebagai pemberi pelayanan kesehatan dasar yang
berfungsi secara optimal sesuai dengan standar kompetensinya dan sesuai standar
pelayanan medik pelayanan kesehatan kepada pasien (BPJS Kesehatan, 2014).

c) Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung ke FKTP


Perhatikan tabel berikut ini:
Tabel 7 Tabel Pencapaian Indikator Rasio Peserta Prolanis Rutin Berkunjung ke FKTP Tahun
2016 (%)
No Nama FKTP Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 Kec. Tebet 3.57 0 75.56 51.11 77.78 93.55 98.39 98.54 93.43
2 Kec. Setiabudi 0 0 59.09 13.64 22.73 100.00 61.90 100.00 76.19
3 Kec. Mampang Prapatan 0 0 100.00 0.00 68.75 31.25 75.00 75.00 81.25
4 Kec. Pasar Minggu 0 0 66.10 76.27 61.86 77.97 65.25 75.42 75.42
5 Kec. Kebayoran Baru 0 0 0.00 16.67 36.67 80.00 55.56 55.56 66.67
No Nama FKTP Apr Mei Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
6 Kec. Kebayoran Lama 0 0 70.00 50.00 70.00 95.00 75.00 90.00 100.00
7 Kec. Cilandak 0 0 73.91 91.30 82.61 94.87 97.44 92.68 95.12
8 Kec. Jagakarsa 0 0 72.97 81.08 72.97 100.00 100.00 75.90 54.22
9 Kec. Pancoran 0 0 40.63 55.26 26.32 80.00 76.00 88.00 96.00
10 Kec. Pasanggrahan 2.86 0 77.63 97.37 98.68 100.00 94.06 95.05 99.01

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Pada tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa terdapat pencapaian 0%, hal ini
disebabkan karena terdapat Puskesmas yang belum memiliki klub prolanis. Kegiatan
prolanis mulai berjalan pada bulan Juni dan Puskesmas sudah mampu mencapai batas
aman (>50%) dan bahkan prestasi (>90%). Dalam hal prolanis, Puskesmas diharapkan
≥  50  
dapat me-maintanance peserta yang didaftarkan. Dan pada umumnya peserta yang
didaftarkan tidak banyak, sehingga bagi Puskesmas untuk pencapaian cukup mudah.
Namun, kendala tentunya ada seperti peserta yang didaftarkan adalah bukan peserta
terdaftar di FKTP sehingga tidak dimasukkan dalam perhitungan prolanis. Di sisi lain,
Puskesmas Kelurahan belum membuat klub-klub tersebut padahal BPJS Kesehatan telah
menyerukan hal tersebut, sehingga peserta terdaftar di FKTP Kelurahan, menjadi peserta
prolanis di FKTP Kecamatan.

Kesim
pulan Capaian  Rasio  Peserta  Prolanis  April-­‐  Desember  2016  
1. Dari 120.00%  

outp 100.00%  

ut, 80.00%  

60.00%  
rata-
40.00%  
rata
20.00%  
penc
0.00%  
apai
an
Pus
kes
mas Apr   Mei   Jun   Jul   Aug   Sep   Oct   Nov   Dec  

belu
m optimal dimana hanya sebesar 90% dari batas aman yatitu 100%. Adapun faktor
penyebabnya adalah kebijakan perhitungan angka kontak hanya 1x nomor BPJS Kesehatan,
SDM kelapangan kurang, sarana dan prasaran yang belum lengkap serta pengetahuan petugas
dan masyarakat yang masih belum optimal.

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


2. Evaluasi input;
a. Kebijakan tentang KBK disusun oleh Kemenkes bersama BPJS Kesehatan. Perhitungan
angka kontak hanya berdasarkan 1x nomor peserta tanpa melihat frekuensi kedatangan.
Selain itu tidak ada kebijakan khusus untuk peserta luar daearah yang melakukan kontak,
serta kebijakan terkait peserta yang bukan terdaftar pada FKTP tersebut.
b. Sumber Daya Manusia di Puskesmas kurang, khususnya untuk yang turun kelapangan
walaupun pemprov DKI Jakarta telah membuat KPLDH baik ada atau tidak adanya KBK
serta pengetahuan yang kurang dari pihak petugas tentang KBK.
c. Sistem Informasi yang suka down atau maintanence, tidak ada batas waktu jika sudah
tidak bisa entry untuk bulan tersebut, tidak dapat mendeteksi nomor peserta yang sudah
pernah di entry dan antara sistem Puskesmas dan BPJS Kesehatan belum bridging system.
d. Sarana dan prasarana masih kurang dalam hal tempat, tempat masih kecil dan juga obat
kurang. Terdapat obat-obatan yang dibatasi oleh fornas, sehingga Puskesmas harus
merujuk.
e. Sumber Pendanaan terbesar Puskesmas adalah berasal dari kapitasi, namun dengan
adanya penyesuaian maka kapitasi berkurang. Tidak dihitugnya peserta luar daerah atau
yang tidak terdaftar menjadi angka kontak, sehingga Puskesmas yang dirugikan yaitu
mengeluarkan dana untuk pelayanan pasien.
3. Evaluasi Proses;
a. Sosialisasi hanya dilakukan 1x dan biasanya melalui WA group, padahal dari SDM masih
ada yang belum mengerti. Selain itu, sosialisasi kepada masyarakat belum optimal
dilakukan oleh BPJS Kesehatan sehingga FKTP membantu menyampaikan.
b. Proses Implementasi Kegiatan, dalam hal ini yang sulit adalah angka kontak. Karena
kurangnya sosialisasi maka pada saat dilakukannya kegiatan khususnya kunjungan sehar,
warga lupa membawa kartu peserta, dan takut dikunjungi
c. Proses Pembayaran, sudah melalui sistem namun BPJS Kesehatan dirasa belum
transparan. Hal ini dikarenakan apabila perhitungan BPJS Kesehatan dan Puskesmas
berbeda, dan Puskesmas melakukan konfirmasi maka dijawab ‘by system’. Kemudian
dengan adanya KBK pembayaran berkurang namun terdapat efisiensi serta perilaku
Puskesmas yang rajin pada bulan perhitunga untuk dilakukan pembayaran saja

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Saran
1. Kebijakan ditinjau ulang kembali baik dalam hal penentuan capain angka kontak dan hanya 1x
nomor BPJS Kesehatan dalam 1 bulan.
2. Bagi peserta luar daerah atau tidak terdaftar di FKTP tersebut, jika tidak dapat dihitung
menjadi angka kontak, dapat dihitung sebagai Fee for Service dan mensyaratkan berkas
pendukung untuk diklaim. Karena pada dasarnya Puskesmas mengeluarkan cost dalam
memberikan pelayanan kepada peserta baik yang bukan dari peserta terdaftar atau berkunjung
berulang kali dengan diagnosa berbeda.
3. Memilih waktu maintenance system pada waktu tidak sibuk di Puskesmas. BPJS Kesehatan
sebagai mitra seharusnya mengetahui ataupun berdiskusi jadwal free-nya agar dapat
menghindari penumpukan atau kerja 2x tim Puskesmas.
4. Dibentuk sistem ter-integrasi pada p-care sehingga saat sudah tidak down, maka file data dapat
di upload dan akan langsung ke data pada sistem p-care. Serta adanya notifikasi jika nomor
BPJS Kesehatan telah di entry sehingga Puskesmas dapat mengambil strategi penambahan
target.
5. Optimalisasi sosialisasi kepada masyarakat serta petugas FKTP baik oleh Puskesmas atau
BPJS Kesehatan
6. Dalam pembuatan target perbulan khususnya angka kontak sehat, target pencapaian
Puskesmas dikalikan lebih banyak, sehingga dapat meningkatkan angka kontak dan
mengurangi double entry dengan nomor sama.
7. Bekerjasama dengan BPJS Kesehatan mengusulkan KPLDH yang diperbanyak kepada
Pemprov DKI sehingga UKM berjalan ke seluruh masyarakat.
8. Untuk rujukan, pastikan semua dokter memahami yang harus dirujuk dan tidak bisa dirujuk,
dan memasukkan TACC sehingga tidak dihitung sebagai rujukan non-spesialistik. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara sosialisasi sebulan sekali.
9. Diperlukan monitoring dan evaluasi kepada petugas lapangan untuk tidak lupa daftar hadir dan
entry pada p-care. Monitoring per hari atau saat setelah kegiatan luar gedung selesai.
 
Daftar Referensi
 
Azwar, A. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
BPJS Kesehatan 2014. Panduan Praktis Gatekeeper Concept. Jakarta. BPJS Kesehatan
Ernatyaswati, H. 2002. Thesis. Evaluasi Biaya Obat Dalam Sistem Pembayaran Kapitasi di Rawat Jalan RS
Pelabuhan Jakarta. FKM UI. Depok.

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017


Ilyas, Y. 2002. Kinerja Teori, Penilaian, dan Penelitian. Depok: Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Jakarta Smart City. 2017. Ketuk Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH) Program Baru Dinas Kesehatan Provinsi DKI
Jakarta. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Rencana Strategis Kementrian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Jakarta:
Kementrian Kesehatan.
Maulana, S., Supriyono, B., & Hermawan. (2013). Evaluasi Penyediaan Layanan Kesehatan di Daerah Pemekaran
Dengan Metode CIPP (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Tidung). Wacana, 16(4), 186-196.
Normand, C, et all. 2009. Social Health Insurance: A guidebppk for planning 2nd Edition. Varlag fur Akademische
Schriften. Germany.
Peraturan Bersama Sekretaris Kementerian Kesehatan RI dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Nomor
HK.02.05/III/SK/089/2016 Nomor 3 Tahun 2016 Tentang Petunjung Teknis Pelaksanaan Pembayaran
Kapitasi Berbasis Komitmen Pelayanan Pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Nomor 2 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pembayaran
Iuran Jaminan Kesehatan dan Pembayaran Denda Akibat Keterlambatan Pembayaran Iuran Jaminan
Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Pedoman Manajemen Puskesmas.
Tamkin, P., Yarnall, J., & Kerrin, M. 2002. Kirkpatrick and Beyond: A review of models of training evaluation.
British Library. UK.
Thabrany, H. 2000. Rasional Pembayaran Kapitasi. Yayasan Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Widyaningsih, N.K. 2013. Thesis. Perhitungan Kapitasi Dalam Penentuan Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Penduduk Kota Bogor Tahun 2013. FKM UI.Depok.  

Evaluasi Pencapaian ..., Intan Permata Sari, FIK UI, 2017

Anda mungkin juga menyukai