Anda di halaman 1dari 24

Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

BASIS TEOLOGIS UNTUK PLURALISME BERAGAMA;


Menimbang Pandangan Kaum Sufi dalam Memahami Tuhan

Imam Hanafi +DVEXOODK <XVXI $KPDG


,QVWLWXWH IRU 6RXWKHDVW $VLDQ ,VODPLF 6WXGLHV ,6$,6 8,1 6XOWDQ 6\DULI .DVLP 5LDX ,QGRQHVLD
8QLYHUVLWDV ,VODP 1HJHUL 6XOWDQ 6\DULI .DVLP 5LDX ,QGRQHVLD
8QLYHUVLWDV ,VODP 5LDX ,QGRQHVLD
LPDPBKDQDIL#XLQ VXVND DF LG

Abstrak
Tulisan ini mendiskusikan tentang tiga yang mendasari proses pemahaman manusia tentang
Tuhan ; Pertama, Tuhan yang Transeden dan Tuhan yang Imanen. Tuhan pada satu sisi
adalah identik, atau lebih tepat serupa dan satu dengan alam, meskipun keduanya tidak setara,
karena Allah melalui asma-asma-Nya menampakkan Diri-Nya dalam alam. Tetapi disisi lain,
Tuhan sama sekali berbeda denga alam, karena Dia adalah Dzat Mutlak yang tidak terbatas,
dan berada di luar alam nisbi yang terbatas. Kedua, Tuhan obyektif dan Tuhan subyektif.
Tuhan dipahami dalam pengetahuan, konsep, penangkapan atau persepsi manusia. Disini Tuhan
dipahami melalui penggambaran manusia, sehingga setiap manusia mempunyai persepsi sendiri-
sendiri dalam mendekati, mencintai, dan ber-ibadah kepada-Nya. Ketiga, Tuhan yang Eksoteris
dan Tuhan yang Esoteris. Memahami Tuhan, secara baik dan benar tidak akan mungkin
bertemu pada jalur, eksoteris. Karena yang tampak di permukaan adalah realitas pluralitas
agama, seperti dipresentasikan oleh kehadiran agama Yahudi, Kristen, Islam, dan seterusnya itu.
Tetapi, titik temu agama-agama itu hanya mungkin terealisasi pada level esoteris (kata Huston
Smith), esensial (kata Baghavan Das), atau transenden (kata Frithjof Schuon)
.
Kata kunci: Telogi, Ketuhanan, dan Pluralisme

Pendahuluan adanya simbol-simbol agama sebagai


Apabila dibuka kembali lembaran justifikasi atas aksi-aksi yang dilakukan
sejarah kekerasan di negara kita, maka (legitimation of violence acts). Fakta ini dapat
kita akan melihat kompleksitas kekerasan dilihat, antara lain; Plaza Hayam Wuruk
yang melibatkan ranah perbedaan (15/4/1999), Masjid Istiqlal
pemahaman ke-Tuhanan atau (19/4/1999), Kejaksaan Agung
1
keagamaan. Hal ini disebabkan oleh (4/6/2000), Kedubes Filipina Jakarta
(3/8/2000), Bursa Efek Jakarta
1 Pasca usai perang dingin, jau-jauh hari (13/9/2000), serangkaian bom natal di
sebanarnya telah prediksi oleh Samuel P. Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Mataram,
+XQWLQJWRQ \DQJ GLNHQDO GHQJDQ ´The Clash of
Civilizationµ ,D PHQ\DWDNDQ EDKZDVDQ\D GXQLD
Pematangsiantar, Medan, Batam dan
akan datang akan terjadi konflik antar peradaban Pekanbaru (24/12/2000 ), Gereja Santa
yang tidak terjadi sebelumnya. Fenomena Anna dan Huria Kristen Batak Protestan
tersebut dipicu oleh gesekan antar kebudayaan
dan peradaban. Misalnya, Barat dengan Islam, (HKBP) Jakarta (22/7/2001), Gereja
Islam dengan Hindu, dan lain sebagainya (lebih Bethel Tabernakel Kristus Alfa Omega
lengkapnya baca: Samuel P. Huntington,
´.RQIOLN 3HUDGDEDQ"µ GDODP )UDQFLV )XNX\DPD Semarang (31/7/2001), Plaza Atrium
dan Samuel P. Huntington, (2005: 83).

19 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

Jakarta (23/9/2001), Australian lain, kebutuhan akan status, rasa aman


International School (AIS) Jakarta atau harga diri. Orang-orang seperti ini,
(6/11/2001), Restoran KFC Makassar sering melaksanakan sisi luar dari agama;
(12/10/2001) (Bambang Abimanyu, shalat, puasa, haji, dan lainnya, tetapi
2006: 83-90; Tempo, April 2011: 32). pada sisi makna dari semua itu tidak
Kasus-kasus ini mempunyai akar sangat pernah disentuhnya. Oleh karena itu,
kuat terhadap adanya perbedaan menurut Allport, orang yang
pemahaman (baca; keyakinan) ke- melaksanakan agama seperti ini, adalah
Tuhanan.2 Hal ini, tentu mengancam orang-orang yang berpenyakit mental
keselamatan publik, karena telah masuk (Jalaluddin Rahmat, 1995: 26).
pada kejahatan terhadap nilai-nilai Implikasinya, iri hati, saling cemburu,
kemanusiaan (crime against humanity) dan rasa benci, saling fitnah selalu mewarnai
kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). model beragama seperti ini. Sementara
Pada posisi ini, agama sepertinya model beragama yang intrinsik, agama
tidak lagi menjadi sebuah kesatuan dipandang sebagai comprehensive
entitas (entities integrity), kekuatan commitment, dan driving integrating motive,
pendorong (driving force) bagi terciptanya yang mengatur seluruh hidup seseorang.
sebuah tatanan yang rahmatan lil alamin. Agama dijadikan sebagai pemandu
Agama juga bukan lagi sebuah entitas (hudan). Sehingga para pemeluk agama
yang mampu memberikan kedamaian, model yang kedua ini, mampu
kesejukan, dan keramahan bagi menciptakan nuansa kasih sayang dan
terciptanya keharmonisan sosial saling menghargai.
beragama (Rubaidi, 2005: 14-15). Meskipun demikian, agama
Memahami agama hanya melalui biasanya dipandang sebagai salah satu hal
institusi formal agama yang ada saat ini yang paling agung yang ada pada setiap
hanya akan melahirkan pemahaman yang individu, karena biasanya ia bersifat
terbatas, untuk tidak mengatakan keliru. sacral dan suci. Hal ini, dilatarbelakangi
Ada dua bentuk cara beragama menurut adanya kesadaran di masyarakat bahwa
Gordon W. Allport, seperti dikutip agama adalah seperangkat nilai
Jalaluddin Rahmat (1995: 26); Ekstrinsik WUDQVFHQGHQWDO GDQ EXNDQODK ´SURGXNµ
dan Intrinsik. Cara beragama yang manusia (Aminullah Elhadi, 2002: 37).
ekstrinsik cenderung pada penggunaan Dalam tataran empirik, agama kemudian
agama sebagai penunjang motif-motif menjadi lebih sensitif dalam kehidupan
di masyarakat, sehingga tidak jarang
agama mampu membangkitkan
2 Temuan Prof. Wilkinson dari The
Terorism Research Center CSIS (1995), dari hasil
kecemburuan yang seringkali tidak
study di beberapa daerah tentang motivasi dan rasional.
penyebab terorisme menyebutkan bahwasanya
terorisme bersumber dan berakar dari kelompok- Hal ini, berangkat dari adanya
kelompok Islam fundamental yang hampir pasti sebuah legitimasi atas nama Tuhan.
ada disetiap Negara-negara Islam. Dikutip dari
H. Witdarmono, Kompas, Senin Desember 2002. Misalnya ketika seseorang ingin

20 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

melakukan tindakan baik akan mendapat Tuhan. Karena bagaimanapun juga,


pahala dan berbuat menyelakakan sebuah agama sangat komitmen dengan
manusia akan dimasukkan ke neraka. anti-kekerasan yang pada dasarnya
Akan tetapi, legitimasi ini juga dapat merupakan tujuan luhur manusia. Siapa
dipakai oleh para pemeluk agama sebagai yang ingin ada pertumpahan darah,
"pembenar" untuk membunuh orang pembantaian wanita, dan anak-anak yang
lain karena panggilan-Nya. Sehingga, tak berdosa, hidup dalam ancaman?
para pemeluk agama begitu mudah (Hanafi, 2001: 35). Tujuan luhur manusia
melakukan tindakan-tindakan kejahatan itu sejajar dengan ajaran semua agama
genocide maupun kejahatan kemanusiaan juga memiliki tujuan yang sama:
dalam bentuk-bentuk yang lain. Dan kedamaian dan anti-kekerasan. Semua
yang lebih parah, proses kejahatan agama yang ada di muka bumi ini
tersebut telah dilakukan oleh semua mengajarkan kebaikan dan kedamaian
agama besar Dunia (Juergensenmeyer, hidup manusia. Buddha mengajarkan
2002: 23). Kondisi ini, seolah-olah kesederhanaan, Kristen mengajarkan
menjadi sebuah gambaran, di mana cinta kasih, Konfusianisme mengajarkan
Tuhan (pemeluk yang satu) bermusuhan kebijaksanaan, dan Islam mengajarkan
dengan Tuhan (pemeluk agama yang kasih sayang bagi seluruh alam.
lainnya) saling bermusuhan. Masing-
Pluralitas sebagai Sebuah Kenisca-
masing saling merebutkan posisi sebagai yaan dalam Ber-Tuhan
"pemenang". Ketika kemenangan
Manusia secara filosofis
diperoleh oleh satu agama, maka para
merupakan makhluq homo religious, yakni
pemeluknya menganggap Tuhan telah
meniscayakan agama sebagai sesuatu
membela dan membenarkan atas
yang given, niscaya, dan kebutuhan
tindakan itu. Sementara yang mendapat
mendasar setiap manusia. Manusia secara
kekalahan para pemeluknya beralasan
eksistensial memiliki kecenderungan
bahwa Tuhan sedang menguji mereka
ganda; jasmaniah dan rohaniah, fisikal-
dan Tuhan tetap berada di antara mereka
empiris dan supra-empiris, dunia dan akhirat
(Abdul Munir Mulkhan, 2005: 5-18).
(Ahmad Barizi, 45). Keberadaan sebuah
Legitimasi-legitimasi seperti ini salalu
agama diyakini dapat memiliki
muncul dalam setiap agama. Padahal
kemampuan untXN ´PHPIDVLOLWDVLµ
menurut Arnold Toynbee (1975-1989),
aspirasi, inspirasi, dan harapan-harapan
seperti dikutip Khamami Zada (200: 2-3)
yang tidak mampu dijangkau oleh
EDKZD ´tidak seorangpun dapat menyatakan
kemampuan manusia.3
dengan pasti, bahwa sebuah agama lebih benar
dari agama lainµ $WDX GHQJDQ NDWD ODLQ
3 Kebutuhan manusia akan Realitas
bahwa tidak ada jaminan kepada
Tertinggi (The Ultimate Reality), sebagai Wujud
seseorang untuk melegitimasi tindakan dari Kausa Prima penciptaan, memunculkan
kekerasan terhadap agama orang lain EHEDJDL EHQWXN ´NHSHUFD\DDQµ %HQWXN-bentuk
´NHSHUFD\DDQµ LQL \DQJ ROHK 1XUFKROLVK 0DGMLG
tersebut, sebagai sebuah kebenaran dari (1992:xxii) GLVHEXW GHQJDQ ´'HYDµ ´7KHRµ
´'LHXµ ´'RVµ ´'Rµ ´.KRGDµ GDQ ´*RGµ

21 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

Ketika agama lahir dan turun, Nafis, dalam Komaruddin Hidayat dan
maka ia tidak lepas dari konteks ruang Ahmad Gaus AF (ed.), 1998: 79-80).
dan waktu, sekaligus sangat terkait
Oleh karena itu, setiap manusia
dengan kualitas individu dan mayarakat
sejatinya mempunyai otoritas yang sama
dalam memahami setiap pesan yang
(same outhority) untuk menerjemahkan
diajarkan setiap agama. Setiap orang atau
kepercayaan dan keyakinannya akan
masyarakat tertentu akan menggunakan
Tuhan, sesuai dengan pengalaman
simbol-simbol tertentu dalam
spritual yang dimilikinya. Setiap
mengekspresikan nilai keagamaan
penafsiran dan penterjemahan ini,
tersebut. Karena setiap individu dan
kemudian melembaga, menkristal,
kelompok masyarakat, mempunyai
PHQMDGL VHEXDK ´WDWD QLODLµ \DQJ
kultur yang beragam, maka ekspresi
GLDQJJDS ´SDOLQJ EHQDUµ GLEDQGLQJ
sebuah agama pun secara cultural dan
penafsiran dan penterjemahan kelompok
simbolik, akan beragam pula. Contoh
lain. Intitusionalisasi inilah kemudian
yang sangat sederhana adalah perbedaan
disebut sebagai agama.
bahasa. Sehingga meskipun pesan
Keesaan Tuhan pada substansinya sama, Persoalannya kemudian adalah
tetapi formula bahasanya berbeda. ´EDJDLPDQD PHQMDGLNDQ DJDPD WHUVHEXW
berfungsi secara positif bagi kehidupan
Setiap bentuk kepercayaan ini, sehari-KDULµ \DQJ VHFDUD HNVLVWHQVial
memuat nilai-nilai yang mengharuskan berhubungan langsung dengan gejala-
PDQXVLD XQWXN PHQHUMHPDKNDQ ´ILUPDQ- gejala nyata di sekitarnya. Lahirlah
1\Dµ NHGDODP WUDGLVL \DQJ PHQJLWDULQ\D berbagai Legenda dan Mitos, sebagai
Proses penerjemahan inilah yang formativisme agama dalam bentuknya
kemudian melahirkan berbagai yang subjektif.4
pandangan dan penafsiran dari
´NHLQJLQDQ-1\Dµ WHUVHEXW $NDQ WHWDSL Ketika manusia hidup dalam
manusia kebanyakan tidak mampu lingkaran mitos, maka mitologi agama
menangkap kehadiran-Nya. Sehingga, menjadi cara pandang yang menarik
dalam sejarahnya, Tuhan yang diyakini untuk memahami Realitas yang lebih
manusia sebagai serba Maha Kuasa itu, relevan. Oleh sebab itu, cara pandang
tidak diterima secara tunggal, yang pada manusia tersebut perlu ² dalam istilah
gilirannya melahirkan cara berkeyakinan Dawam Rahardjo (dalam Muhammad
yang tidak tunggal (politheisme). Tidak Wahyuni Nafis (ed.), 1996: 191) ²
heran jika kemudian, Tuhan ditemukan ´GLWHODQMDQJLµ PHODOXL SHQHOLWLDQ VHMDUDK
oleh manusia dalam berbagai bentuk
4 Pengalaman religiusitas manusia,
nama dan istilah (Muhammad Wahyuni menurut Karen Amstrong, selalu berbenturan
GHQJDQ LVWLODK ´PLWRVµ ´PLVWLVLVPHµ GDQ
´PLVWHULµ Ketiganya berasal dari kata kerja
<XQDQL ´musterionµ \DQJ EHUDUWL PHQXWXS PDWD
dalam istilah-istilah bahasa Indo-Eropa, dan atau mulut. Ketiga istilah tersebut berakar dari
´,ODKµ ´,OOµ ´(Oµ ´$Oµ GDQ ´<DKZHKµ GDODP pengalaman tentang kegelapan dan kesunyian.
istilah-istilah bahasa Semitik. (Karen Amstrong, 2000:200- 233).

22 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

untuk mencari kebenaran sejarah dari simbol dari agama bukanlah tujuan akhir
mitos bahkan diapresiasi secara dalam beragama, melainkan sebagai
transformatif, dinamis, dan harmonis sarana atau media menuju Realitas
bagi keberlangsungan keberagamaan Tertinggi.
manusia (Khalafullah, 1999). Artinya,
Kedua, sistem simbol dalam
mitos mestinya tidak saja menjadi sebuah
beragama mempunyai keberni-laiannya
sistem ilmu dan menjadi orientasi
sendiri bagi orang yang mempunyai
keberagamaan manusia an sich, melainkan
watak dan sikap mental yang sepadan
menjadikan mitos sebagai sistem makna
dengannya. Akan menjadi persoalan,
(meaning system) yang secara intelektual
ketika simbolisme agama tersebut
merupakan bagian dari pengalaman
kemudian dipaksakan kepada orang yang
eksistensialnya dan mempunyai daya
tidak memiliki watak dan sikap sama
sentuh emosional yang kreatif. Hasil
dengan simbol agama yang dimaksud.
kreasi intelektual manusia atas mitos ini,
kemudian memunculkan sistem simbol, Dalam al-4XU·DQ SURVHV
yaitu suatu kreasi dialektik antara nilai- SHQHPXDQ ´6HVXDWX \DQJ 0DKD .XDVDµ
nilai agama dan budaya yang yang kemudian dimaknai dengan
melingkupinya, dan berfungsi untuk seperangkat simbol yang menyertainya,
menyederhanakan sesuatu yang dihadirkan dengan nama Allah. Selain
kompleks sehingga mudah untuk itu, terdapat nama-nama lain yang
dipahami. disebutkan dalam al-QXU·DQ 46 DO-Isra:
110), dengan sebutan al-Asma al-Husna
Eksistensi simbol dalam sistem
(Nama-Nama yang Indah). Sebagian
keyakinan ini, meniscayakan berbagai
EHVDU 8ODPD VHSDNDW EDKZD ´1DPD-
penafsiran lagi, karena otentisitas dan
1DPD \DQJ ,QGDKµ LQL VHEDQ\DN
rasionalitas kebenaran suatu bahasa
nama. Namun sebenarnya nama-nama
simbol tersebut, sangat terikat oleh
Allah tersebut tidak terbatas pada
situasi dan kondisi tertentu. Ada dua hal
sejumlah itu (al-Ghazali, 1996: 205-208).
yang patut menjadi cacatan terkait
dengan simbol agama ini. Pertama, Nama Allah itu sendiri seringkali
seringkali pemeluk sebuah agama disebut dengan ism al-Jalalah atau ism al-
terjebak pada penafsiran terhadap sistem -DP· yaitu nama yang mencakup atau
simbol tersebut pada sisi harfiahnya. mewadahi semua nama Tuhan yang lain
Sementara eksistensi agama pada (untuk lebih jelas lihat Komaruddin
dasarnya adalah perpaduan antara form Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis,
dan substance yang tidak bisa dipisahkan. 1995: 23-48). Karena itu, kata Allah
Justru pada makna esensi dari sebuah mengacu pada Tuhan yang absolut, suatu
simbol agamalah, seseorang dapat Dzat Yang Maha Akbar dan Ghaib, yang
menembus nilai-nilai universal yang ada hakikat kualitasnya tidak mungkin lagi
dibalik pengungkapan bahasa ritual dideskripsikan dan ditangkap oleh daya
keagamaan. Dengan kata lain, simbol- nalar manusia.

23 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

,VWLODK ´$OODKµ LWX VHQGLUL VXGDK the dialectic of the name of God. Selanjutnya
dikenal oleh masyarakat Arab Pra-Islam. Raimundo Pannikar, merumuskan
Akan tetapi menurut Winner, sembilan kategori dialektika yang disebut
sebagaimana yang dikutip oleh al-Faruqi, dengan kairological moment, lima di
istilah Allah bagi mereka dikenal sebagai antaranya adalah;
dewa yang mengairi bumi, sehingga
Pertama, jauh sebelum adanya
mampu memberikan kesuburan bagi
sistem keberagamaan yang mengajarkan
pertanian dan tumbuh-tumbuhan serta
ke-Esaan Tuhan, setiap Tuhan dipahami
memberi minum ternak-ternak mereka
sebagai tuhan yang lokal, dengan
(Ismail Raji al-Faruqi and Lois Lamya al-
berbagai namanya yang lokal pula.
Faruqi, 1986: 65). Ketika Islam datang,
Artinya, mengetahui Tuhan berarti
istilah Allah ini dirubah dan dipahami
mengetahui nama-Nya, sebaliknya tidak
sebagai Tuhan yang Maha Esa, tempat
mengetahui nama-Nya berarti tidak
berlindung bagi segala yang ada, tidak
mengetahui Tuhan. Kedua, pengertian
beranak dan tidak diperanakkan. Juga
pluralitas Tuhan tersebut, mesti
tidak ada satupun yang menyerupai-Nya
dipahami sebagai nama. Karena setiap
(QS. al-Ikhlash: 1-4).
nama Tuhan, meskipun menunjuk pada
Menurut Ibn Arabi, Allah sebagai satu Tuhan, tetapi tidak dalam
Dzat yang Absolut dan Maha Ghaib pengertian politheisme. Ketiga, pluralitas
tidak memerlukan nama. Dan jikalau nama Tuhan hanya bisa dipahami
yang Absolut itu diberi nama, maka sebagai manifestasinya. Sehingga setiap
nama-nama itu tidaklah ada yang tepat, nama Tuhan tidak membuat lemah sifat
demikian kata Lao-Tzu (Muhammad ketuhanannya, karena semua nama itu
Wahyuni Nafis (ed.), 1996: 85). Hal ini merujuk pada sifat tuhan. Keempat,
wajar, karena definisi itu memberikan pluralitas nama-nama Tuhan tersebut,
penciutan dan penyempitan dari sebuah bukanlah nama Tuhan dalam pengertian
realitas (Komaruddin Hidayat dan yang sebenarnya. Karena nama Tuhan
Muhammad Wahyuni Nafis, 1995: 33). yang sebenarnya justru berada atau
Maka, ketika Allah yang Absolut tersembunyi dan rahasia. Kelima, esensi
didefinisikan, maka Ia tidak lagi menjadi dari nama rahasia Tuhan itu tidak bisa
Absolut. ditangkap oleh manusia, akan tetapi
Oleh karena itu, pluralitas atas karena manusia mampu menangkap dan
nama-nama Tuhan dalam bentangan menyaksikan sesuatu tanda kekuatan
sejarah panjang manusia harus dipahami Tuhan pada yang tampak, maka muncul
menjadi sebuah kemestian. Akan tetapi, kesadaran untuk mengetahui-Nya. Lebih
bahwa semua nama itu hanya dapat jauh, Pannikar (1979: 267) menulis :
dijadikan jastifikasi bagi nama dan sifat, Each name of God does not exchaust the
tidak dalam pengertian esensi. Dalam divinity, since there are other names that
ungkapan Raimundo Pannikar (1979: also refer to the divinity. The essence of the
secret name is that it us unknown. God is
266), perjalanan tersebut disebut sebagai

24 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

the question about him, to find him means mengendalikan peristiwa alam, dan
to seek him; to know him means not to seterusnya.
know him (to name him means to invoke
him as an unknown God with an Pemahaman akan eksistensi Tuhan
unknown name), for his name is the ini, berimplikasi pada perilaku sosial bagi
question, pure, and simple. God is not yang meyakini dan mengimani-Nya,
subtance and has no name, but he is a dengan tingkat pemikiran yang berbeda-
question, a simple pronoun, an
interrogative: Who? beda. Tuhan-nya orang-orang sufi tentu
berbeda denga Tuhan yang dipahami
Mengenai Tuhan ini, secara
oleh kaum filosuf. Begitu juga ketika
filosofis telah diungkapkan dalam al-
Tuhan dipahami oleh seorang Teolog,
4XU·DQ GHQJDQ PHQ\HEXWQ\D Huwa
Mufassir, dan Mufaqqih. Belum lagi ketika
(Dia), yang kemudian disebut dengan
kaum Saintis, yang memiliki metodologi
Allah atau nama-nama yang indah (al-
yang berbeda, sudah pasti memiliki
asma al-husna) lainnya. Dalam salah satu
pemahaman yang berbeda pula dalam
firman-Nya, Allah mengatakan dalam al-
memandang Tuhan. Bahkan satu Sufi
4XU·DQ ´Katakanlah (ya Muhammad),
dengan Sufi lainnya, ketika
Huwa (Dia) yaitu (yang kamu dan orang-
mengungkapkan atau berbicara tentang
orang Arab biasa menyebutnya) Allah itu,
Tuhan memiliki perbedaan. Hal ini,
adalah Maha Esa, Tempat Bergantung (bagi
semakin menandaskan bahwa pluralitas
segala yang ada). Dia tidak beranak dan
dalam memahami dan meyakini Tuhan
tidak diperanakkan. Dan tidak ada satupun
itu pasti menjadi sebuah keniscayaan,
yang menyerupai-Nya (QS. al-Ikhlas: 1-4).
karena ia benar-benar merupakan realitas
Penjelasan tentang perjalanan yang tidak bisa dielakkan.
pemikiran manusia tentang Tuhan diatas,
Al-Qur'an dan hadits sendiri
menunjukkan bahwa Tuhan bagi
sebagai sebuah teks yang mengandung
manusia merupakan suatu hal yang
berbagai pesan, ajaran, dan amanat,
sangat manusiawi dan alami.
dimaknai dan aktualisasikan oleh umat
Pemahamanan manusia akan Tuhan
Islam secara berbeda-beda. Realitas dari
muncul dari kesadaran diri manusia
kemajmukan penafsiran ini, menurut
bahwa pada dasarnya manusia sangat
Munzir Hitami merupakan sebuah
lemah, lebih-lebih ketika dihadapkan
tuntutan bagi umat Islam untuk bersikap
pada berbagai peristiwa alam yang tidak
moderat. Lebih jauh Munzir Hitami
dijangkaunya. Oleh karenanya, Tuhan
(2005: 220-221) mengatakan;
GLSDKDPL GHQJDQ EHUEDJDL ´VRVRNµ \DQJ
beragam. Ada yang meyakini-Nya Pluralitas pemahaman ajaran agama
sebagai yang memberi Azab, ada yang dan kitab suci seperti al-Qur'an
adalah sebuah realitas yang tidak
mengimani-Nya sebagai yang memberi
dapat dipungkiri. Hal tersebut terjadi
rahmat dan kebaikan, dan ada pula yang karena dalam Islam sendiri memang
meyakini-Nya sebagai yang tidak ada lembaga yang mempunyai
otoritas untuk menyatukan

25 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

pemahaman terhadap al-Qur'an Term-term dalam Memahami Tuhan


sebagaimana yang terdapat ; Sebuah Basis Teologis
dikalangan Nasrani pada umumnya, 1. Tuhan Transenden dan Tuhan
dimana Gereja menjadi satu-satunya Imanen
lembaga yang memegang otoritas
untuk menafsirkan kitab sucinya. Di satu sisi, Tuhan adalah
Meskipun demikian, hal itu tidak transenden, yang tak terbatas atas
berarti pluralitas penafsiran semua wujud yang ada, di sini Tuhan
dikalangan mereka tidak ada. Disini
merupakan Dzat Yang Mutlak.
kesadaran akan Kemajmukan perlu
ditumbuhkan. Umpamanya, Artinya, dalam ke-Maha Esa-an-Nya
kesadaran yang menyatakan bahwa secara mutlak adalah di atas segala
realitas pluralitas dari sudut agama sifat-sifat keseluruhannya, karenanya
bukanlah suatu kebetulan, karena tak Ia tidak menerima pembagian.
ada satupun entitas didalam ala mini
Dengan demikian Ia adalah diatas
yang monolitik sifatnya. Semuanya
beragam, termasuk agama. Dengan dari setiap sifat-sifat yang disifatkan
demikian, klaim monolitik, termasuk kepada-Nya. Tetapi, di sisi lain ia
dalam konteks agama, sekurang- adalah LPDQHQ \DQJ ´PHQ\DWXµ
kurangnya dari keniscayaan dengan wujud ciptaan-Nya. Dengan
pengalaman nyata, layak untuk
demikian keberadaan segala yang
dipertanyakan.
ada, tidak terlepas dari keberadaan
Oleh sebab itu, munculnya
Wujud yang mengadakannya.
keragaman pandangan dalam
mengekspresikan setiap pesan, amanat, Wujud Mutlak Tuhan
dan ajaran Tuhan merupakan sebuah merupakan sumber hakiki dari segala
keniscayaan. Karena bagaimana mungkin kejadian. Ia merupakan Hakikat atau
seseorang mampu memahami pesan, wujud yang kepribadiannya serupa
amanat, dan ajaran Tuhan tersebut dengan esensinya dan mutlak
sebagaimana yang tertuang dalam teks- diperlukan. Sehingga jika Ia tidak ada
teks agama dengan benar sesuai dengan maka wujud yang lain pun tidak ada.
keinginan Tuhan, sementara ia sendiri Namun bukan berarti dengan tidak
tidak mampu berhadapan langsung adanya wujud yang lain, kemudian
dengan-Nya? Sehingga dalam menyikapi Wujud Mutlak sebagai wajib al-wujud
artikulasi keberagamaan tersebut, para tidak ada, sebab Ia ada bukanlah dari
ulama biasanya bersikap tawadhu', yaitu wujud yang lain, melainkan dari Diri-
dengan mengakhiri hasil interpretasinya Nya sendiri. Pandangan ini, menurut
dengan ungkapan wallahu a'lam bi al- ,EQ ¶$UDEL EHUGDVDUNDQ VHEXDK
shawab. Karena memang pada hadits qudsi;5 ´Aku adalah khazanah
hakikatnya, hanya Allah-lah yang tahu
50HQXUXW ,EQ ¶$UDEL +DGLWV 4XGVL DGDODK
dengan apa yang dikehendaki-Nya.
hadits di mana Nabi Muhammad menyampaikan
kalimat-kalimat yang disebutkan berasal dari
$OODK \DQJ ELDVDQ\D ROHK ,EQ ¶$UDEL GL VHEXW
sebagai hadits Ilahiyat. Lihat Abd al-¶$]LV DG-
'DEEDJK ´.RPHQWDUD $WDV +DGLWV 4XGVLµ

26 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

yang tersembunyi, Aku ingin agar Aku asma-Nya, disebutnya sebagai al-
dikenal, maka Aku ciptakan dunia, wahdaniyyah (keesaan tak berhingga).
VHKLQJJD PHUHND PHQJHQDONXµ (Ibn
Hubungan antara al-Ahâdiyah
'Arabi, t.th: 322). Berdasarkan hadits
dan al-Wahdâniyyah merupakan
LQL ,EQ ¶$UDEL EHUSHQGDSDW EDKZD
hubungan sesuatu yang potensial dan
ketika Tuhan akan melihat esensi-
aktual. Akan tetapi peralihan yang
Nya yang universal, mutlak, maka
pertama kepada yang berikutnya,
melalui nama-nama-Nya, Allah
berlangsung diluar ruang dan waktu,
menciptakan Kosmos.
karena tajalli Ilahi sebagai suatu
Hakikat-Nya hanyalah satu, proses eternal yang tiada henti-
sedangkan tanda-tanda-Nya banyak hentinya. Hal ini, menurut Ibn
sekali. Jika hakikat itu terpisah dari ¶$UDEL PHUXSDNDQ SHQJHQDODQ 7XKDQ
kita semua-1\D LDODK ´<DQJ
7XQJJDO 0XWODNµ GDQ MLND lewat asma dan sifat-Nya yang ber-
dimanifestasikan sifat-sifat dan asma- tajalli kepada alam semesta. Namun
asma-Nya, ia menjadi Yang Tunggal demikian bukan berarti bahwa Dzat
dalam aneka ragam. Semua iotu Ilahi adalah alam, dan alam adalah
WHUFDNXS GDODP VDWX QDPD ´$KDGµ identik dengan tuhan, sebab
kenyataan kita adalah bayang-bayang
atau sinar yang dicerminkan kepada- penampakan Diri Ilahi lewat tajalli-
nya. Jika dianggap sebagai hakikat, Nya merupakan tanda akan ke-
Dia adalah kenyataan kita dan jika Esaan-Nya, sebagaimana yang
dianggap sebagai keterbatasan, ia GLNDWDNDQ ROHK ,EQ ¶$UDEL W WK
bukanlah kenyataan kita (Moulvi ´Dan di dalam segala sesuatu bagi-Nya
SAQ. Husaini, 1913: 60).
adalah tanda, yang menunjukkan bahwa
Dengan demikian, realitas sesungguhnya Ia adalah Esa".
alam dan manusia merupakan
penampakan Diri Ilahi lewat asma- Realitas alam dan manusia,
Nya dan sifat-Nya, sebab Dzat Ilahi menjadi gambaran dari keberadaan
tidak mungkin dapat diketahui Ilahi, ´Manusia adalah sebuah mata
kecuali melalui asma da sifat-Nya. rantai yang menghubungkan Nama
Nama-Nama dan Sifat-Sifat tersebut Ketuhanan yang tidak dinyatakan dan
tidaklah memiliki perbedaan dalam dibedakan dari sesuatuµ %DKZD
eksistensinya di dalam Diri tuhan. manusia itu adalah merupakan
7HWDSL PHQXUXW ,EQ ¶$UDEL DGD UHIOHNVL GDUL ´*DPEDUDQ 7XKDQµ
perbedaan antara keesaan Dzat dan (David Emmanuel Singh, 1996). Hal
keesaan Asma Tuhan, keesaan dalam ini, bukanlah berarti penyamaan
Dzat VHULQJ GLVHEXW ROHK ,EQ ¶$UDEL antara Tuhan dengan realitas alam
sebagai al-ahâdiyyah (keesaan absolut), dan manusia. Sebab realitas alam dan
sementara keesaan Tuhan dalam manusia adalah penampakan bagi
asma dan sifat-Nya, sebagaimana
\DQJ VDPSDLNDQ ROHK ,EQ ¶$UDEL
dalam Ibn Arabi Misykat al-Anwar (terjemahan)
(Jakarta: Pustaka Firdaus. 1988), 157-165. seperti dikutip oleh Afandi (1990);

27 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

Dia Tuhan Yang Maha Suci lagi bukanlah dengan Dzat-Nya,


Maha Tinggi, sesungguhnya melainkan melalui sifat-sifat-Nya.
mewujudkan al-¶$UV\ NHUHQD Tuhan adalah tunggal dari realitas
menyatakan akan kekuasaan-Nya,
bukanlah tempat bagi Dzatnya. Dan alam dan realitas manusia, sedangkan
mengadakan yang ada, bukan karena realitas alam dan manusia hanyalah
ia berhajat pada wujud dengan dalil (keterangan) dari ke-Esa-an
keberadaannya. Sesunguhnya wujud Tuhan, sebagaimana yang dikatakan
adalah kenyataan bagi nama dan ,EQ $UDEL VHODQMXWQ\D ´Tidak ada
sifat-Nya. Karena sesunguhnya
diantara asma-Nya al-Ghafur, dari pelaku (pelaksana) dalam (penciptaan)
sifatnya al-Maghfirah (Maha alam kecuali Yang Satu (Yang Esa),
Pengampun), dan namanya al-Rahim karena sesungguhnya alam raya
dari segi sifat-Nya al-Rahman, dan merupakan keterangan atas ke-Esaan
dari nama-Nya al-Karim dan dari Ilahi, sebagaimana sesunguhnya Ia adalah
sifat-Nya al-Karim.
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam
Jadi, dalam meng-Esa-kan PHQJHUMDNDQ VHVXDWXµ ,EQ ¶$UDEL W WK
7XKDQ LQL ,EQ ¶$UDEL VDQJDW 300).
menekankan bahwa segala yang ada
itu tidak ada, sebab baginya segala Karena Tuhan berada pada
yang ada itu hanyalah milik Yang reailatas yang tak terbatas, berada
Mutlak, yaitu Allah. Dalam kitab al- pada ke-esaan-Nya, maka menurut
âlif, Ibn 'Arabi mengatakan "pada ,EQ ¶$UDEL 7XKDQ PHQDPSDNNDQ
tiap-tiap tanda, terdapat tanda yang Diri-Nya, sehingga Tuhan dapat
menunjukkan bahwa Dia itu adalah dikenal oleh realitas alam dan
Esa" (Ibn 'Arabi, 2000: 111). Maka, manusia.
tanda ke-Esaan Allah itu kelihatan Ketahuilah bahwa sesungguhnya Yang
pada sifat ke-Esaan-Nya itu sendiri, Haq Suci lagi Maha Tinggi, dalam
yaitu pada kalimah "Allah" (Ibn ber-Musyahadah melalui dua cara;
dengan mentransendensikan Diri
'Arabi, 2000: 110). Oleh karena itu,
(tanzih) dan dengan turun pada
tauhid (ilmu tentang pengesaan bayangan dengan cara imanensi
7XKDQ EDJL ,EQ ¶$UDEL W WK (tasybih). Adapun dengan Tanzih,
adalah: Tidak benar pendefinisian dari Tuhan bertajalli seperti yang
ilmu Tauhid, kecuali menafikan segala ILUPDQNDQ ROHK $OODK ´WLGDN DGD
\DQJ VHUXSD GHQJDQ 'LDµ VHGDQJNDQ
apa yang ada selain Tuhan Yang Maha
dengan tasybih, Tuhan bertajalli
Suci. Dan karenanya, Allah berfirman VHSHUWL VDEGD 1DEL ´VHPEDKODK
´7LGDN DGD VHVXDWXSXQ \DQJ VHUXSD Tuhanmu seakan-akan engkau
GHQJDQ 'LDµ 'DQ ´0DKD 6XFL melihat-Nyaµ ,EQ ¶$UDEL W WK .
Tuhanmu, yang mempunyai keperkasaan -DGL ,EQ ¶$UDEL VHEHQDUQ\D
GDUL DSD \DQJ PHUHND VLIDWNDQµ tidak mengidentikkan Tuhan dengan
Maka jelaslah bahwa Tuhan alam atau manusia, yang sering
menampakkan diri-Nya pada realitas disebut sebagai paham pantheisme.
.DUHQD SDQGDQJDQ ,EQ ¶$UDEL

28 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

tentang Tuhan jelas menekankan You are not He and you are He
akan imanensi dan transendensi and
Tuhan. Sebab pantheisme You see Him in the essences of
thing both boundless and limited
menghilangkan perbedaan antara (Ibn 'Arabi, 1980: 75).
Tuhan dan manusia, sementara Ibn (jika kamu hanya menegaskan
¶$UDEL PHngakui perbedaan atas transendensi-Nya, kamu membatasi-
keduanya, dan pantheisme tidak Nya
mengakui akan transendensi Tuhan, Dan jika kamu hanya menegaskan
imanensi-Nya, kamu membatasi-Nya
VHGDQJNDQ ,EQ ¶$UDEL Jika kamu memelihara kedua aspek
mempertahankan akan transendensi ini, kamu benar
Tuhan (Kautsar Azhari Noer, dalam Seorang imam dan guru dalam bidang
Edi A. Efendi, 1999: 64). Jika dilihat ilmu spritual
dari sisi tasybih, Tuhan adalah identik, Barang siapa yang menyatakan Dia
adalah dua hal, adalah seorang musyrik,
atau lebih tepat serupa dan satu Sementara yang mengucilkan-Nya,
dengan alam, meskipun keduanya coba untuk mengatur-Nya.
tidak setara, karena Allah melalui Hati-hati dalam membandingkan-Nya,
asma-asma-Nya menampakkan Diri- jika kamu menggabungkan dualitas
Nya dalam alam. Tetapi jika dilihat (Tuhan dan Alam)
Dan jika kesatuan, berhati-hatilah
dari sisi tanzih, Tuhan sama sekali menjadikan-Nya transenden.
berbeda denga alam, karena Dia Kamu bukan Dia, dan Kamu adalah
adalah Dzat Mutlak yang tidak Dia dan Kamu melihat-Nya dalam esensi
terbatas, dan berada di luar alam sesuatu yang terikat dan terbatas).
nisbi yang terbatas. Seluruh sikap Kesatuan transendensi dan
PHQWDO ,EQ ¶$UDEL WHUKDGDS GXD KDO imanensi Tuhan adalah prinsip
ini (transendensi dan imanensi coincidentia oppositorum atau al-MDP·
Tuhan) tersimpul dalam sajak- bayna al-addad dalm sistem Ibn Arabi,
sajaknya berikut ini: yang secara paralel terwujud pula
If you insist only on His dalam kesatuan ontologis antara
transcendence, you restrict Him, Yang Tersembunyi (al-Batin) dan
And if you insit only on His Yang Tampak (al-Zahir), antara Yang
immanence, you limit Him. Satu (al-Wahid) dan Yang Banyak (al-
If you maintain both aspects you Katsir). Dilihat dari segi Zat-Nya,
are right,
an Imam and master in the spritual Tuhan adalah transenden, munazzah
sciences. (tidak dapat dibandingkan dengan
Whoso would say He is two alam), dan dilihat dari segi asma-
things is polytheist, asma-Nya, Tuhan adalah imanen,
While the one who isolates Him musyabbah (serupa dengan alam),
tries to regulate Him.
Beware of comparing Him if you yang Tampak dan Yang Banyak.
profess duality, Tuhan sebagai satu-satunya Wujud
And, if unity, beware of making Hakiki, Zat Mutlak yang munazah,
Him transcendent.

29 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

Yang Tersembunyi dan Yang Satu, antara Tuhan dengan makhluk.


menampakkan Diri-Nya melalui Hubungan antara wujud alam dan
asma-asma-Nya dalam banyak Tuhan oleh Hamzah Fansuri
bentuk yang tidak terbatas dalam dilambangkan seperti berikut:
alam. Pertama missal emas dan asyrafi
Pandangan serupa juga Keduanya bulan dan matahari
ditegaskan oleh Syamsuddin -DPL· DO-amthal ombak dan laut
Keduanya itu sedia bertaut
Sumatrani, bahwa Keesaan Wujud Batinnya nyiur zahirnya sabut
Tuhan berarti tidak ada sesuatu pun Itu tamsil ketiganya patut
yang memiliki wujud hakiki kecuali +DTD·LT DO-DVK\D· LWX MXJD GLNHWDKXL
Tuhan. Sementara alam atau segala %HUROHK DVPD· GDQ L·WLEDUL
sesuatu selain Tuhan keberadaannya (Haji Muhammad Bukhari Lubis,
1993: 284).
adalah karena diwujudkan (maujud)
oleh Tuhan. Karena itu dilihat dari 2. Tuhan Subjektif dan Tuhan
segi keberadaannya dengan dirinya Objektif
sendiri, alam itu tidak ada (PD·GXP); Dari uraian di atas, dapat kita
tetapi jika dilihat dari segi ketahui bahwa Dzat Tuhan
´NHEHUDGDDQQ\D NDUHQD ZXMXG merupakan Substansi Universal
7XKDQµ PDND MHODVODK EDKZD DODP tunggal, yang merupakan realitas
itu ada (maujud). Dengan demikian absolut, al-Haq. Bentuk Realitas
martabat Tuhan sangat berbeda Absolut ini, tidak mempunyai
dengan martabat alam. Hal ini pengetahuan dan tidak dapat
diuraikan dalam ajarannya mengenai mendefinisikan atas-Nya. Sehingga
martabat tujuh, yakni satu wujud hanya Dialah yang tahu tentang Diri-
dengan tujuh martabatnya. Tulisnya: Nya. Di sini manusia harus
,·ODP NHWDKXL ROHKPX EDKZD menginsafi bahwa Tuhan adalah
(se)sungguhnya martabat wujud Allah Wujud Mutlak, yang berarti tidak
itu tujuh martabat; pertama martabat terjangkau oleh wujud nisbi seperti
ahadiyyah, kedua martabat wahdah, manusia dan seluruh alam raya
ketiga martabat wahidiyyah, keempat
ciptaan-Nya. Maka jika seseorang
martabat alam arwah, kelima
martabat alam mitsal, keenam paham dan tahu tentang Tuhan,
martabt alam ajsam dan ketujuh maka pada dasarnya dia tidak tahu
martabat alam insan tentang Tuhan itu sendiri (Nurcholis
(http://www.sufinews.com). Madjid, dalam Budhy Munawar
Hamzah Fansuri, seorang tokoh Rahman (ed), 1995: 118).
Sufi di Negeri ini, yang di anggap Sebagaimana yang ditulis oleh Ibn
sesat oleh beberapa Ulama, ¶$UDEL
diantaranya ar-Raniri, karena
Barang siapa mengaku dengan pasti
pandangannya tentang alam dan bahwa Allah bergaul dengan dirinya,
Tuhan, juga tidak ingin menyamakan dan ia tidak mengelak (dari

30 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

pengakuan itu), maka itu adalah haq al-makhluq fi al-L·WLTDG) (Kautsar


tanda bahwa ia tidak tahu apa-apa. Azhari Noer, 2003: 96).
Tidak ada yang tahu Allah, kecuali
Allah sendiri. Maka waspadalah Kata L·WDTDG atau PX·WDTDG sendiri
sebab yang sadar diantara kamu EHUDUWL ´NHSHUFD\DDQµ \Dng berasal
tentulah tidak seperti yang alpa. dari kata ¶D-qa-da yang berarti
Ketiadaan kemampuan menangkap merajut, membuhul, mengikat.
SHQJHUWLDQ DGDODK PD·ULIDW %HJLWXODK
memang pandangan akan hal itu bagi Sementara secara literal (harfiyah)
yang berakal sehat. Dia adalah L·WDTDG berarti menjadi terikat atau
Tuhan yang sebenarnya, yang pujian tersusun dengan kuat. Maka L·WDTDG
kepada-Nya tidak terbilang. Dia ´NHSHUFD\DDQµ EHUDUWL VXDWX ´LNDWDQµ
adalah Maha Suci, maka jauhilah yang diikat dengan kuat dalam kalbu
bagi-Nya buat perbandingan (Ibn
'Arabi, t.th: 270). atau pikiran, sebuah keyakinan
keyakinan bahwa sesuatu itu adalah
Sementara, ketika Tuhan
EHQDU %DJL ,EQ $UDEL ´NHSHUFD\DDQµ
memanifestasikan Diri-Nya kepada
adalah sebuah pengikatan dan
segala ciptaan-Nya, melalui asma-
pembatasan (delimitation) Wujud
asma-Nya, yang ditangkap dan
Yang Tidak Terbatas, Wujud
dipahami oleh manusia, adalah
Absolut (al-wujud al-mutlaq) yang
bentuk Tuhan yang Plural. Tiap-tiap
dilakukan oleh subyektivitas
manusia akan mengakui Tuhan
manusia.
secara berbeda-beda, sesuai dengan
hasil pemahaman mereka tentang Wujud Yang Tidak Terbatas ini,
Tuhan. Sebagaimana yang di mengejawantah dalam diri manusia,
sampaikan Nabi dalam sebuah hadits sangat ditentukan oleh kesiapan
bahwa pada hari kiamat nanti, Tuhan partikular (al-LVWL·GDG DO-MX]·L), yaitu
akan menampakkan Diri-Nya sesuai kesanggupan untuk bertindak
dengan konsepsi hamba-Nya tentang sebagai wadah penerima (al-qabil)
Dia (Imam Muslim, 1916: 114-117). yang mewadahi kesempurnaan
Wujud Absolut ketika Dia ber-tajalli.
6HFDUD WHRUHWLV ,EQ ¶$UDEL
6HKLQJJD ´VHPXD PHQMDGL
menyebut Tuhan yang dipercayai
terentifikasi (menjelma) sesuai
oleh manuisa seperti ini adalah
dengan tiap-tiap eksisten, maka
´7XKDQ .HSHUFD\DDQµ ilah al-
entifikasi (WD·D\\XQ) itu merupakan
PX·WDTDG ´7XKDQ \DQJ GLSHUFD\DLµ
7XDQ EDJL PDNKOXN WHUVHEXWµ ,EQ
(al-ilah al-PX·WDTDG), Tuhan dalam
'Arabi, 1980: 106).
NHSHUFD\DDQµ al-ilah fi al-L·WLTDG),
´7XKDQ NHSHUFD\DDQµ al-haq al- Tuhan menampakkan Diri-Nya
L·WLTDG ´7XKDQ \DQJ GDODP kepada setiap hamba-Nya, sesuai
NHSHUFD\DDQµ al-haq al-ladzi fi al- dengan kesiapan dan kemampuan
PX·WDTDG GDQ ´7XKDQ \DQJ sang hamba dalam menangkap
GLFLSWDNDQ GDODP NHSHUFD\DDQµ al- pengetahuan tentang Tuhan (melalui

31 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

nama-nama dan sifat-sifat-Nya), Dalam setiap tempat (dari wujud


yang kemudian hasil dari yang menjadi) Yang Unik, Maha
SHQDQJNDSDQ WHUVHEXW ´GLLNDWµ GDQ Pengasih memiliki bentuk-bentuk,
apakah tersembunyi atau tampak.
´EDWDVLµ ROHKQ\D GDODP -LND NDPX EHUNDWD ´LQL DGDODK
kepercayaannya. Dengan demikian, UHDOLWDVµ PDND NDPX WHODK EHrbicara
Tuhan diketahui oleh sang hamba benar. Dan jika kamu berkata
adalah identik dengan Tuhan dalam ´VHVXDWX \DQJ ODLQµ PDND NDPX
kepercayaannya. Oleh karena itu, sedang menafsirkan. Tuhan betul-
betul menyingkap Realitas-Nya pada
perbedaan antara Nabi dan Wali makhluq. Ketika Dia menampakkan
disatu sisi, dan manusia biasa disisi Diri-Nya dalam penglihatan, alasan
lain, adalah terletak pada kenyataan bergegas membawakan bukti untuk
bahwa para Nabi dan para Wali menentangnya (Dia). Tuhan diterima
merupakan lokus pengejawantahan seperti yang tampak pada taraf
intelektual, seperti juga dalam
(Mazhar, Majla) bagi nama-nama imajinasi (Ibn 'Arabi, 1980: 101).
universal Tuhan, sedangkan manusia
Tuhan yang seperti ini bukanlah
biasa mengejawantahkan nama-nama
Tuhan yang sebenarnya, Tuhan pada
partikular Tuhan. Jika yang pertama
diri Dzat-Nya, tetapi Tuhan yang
menampilkan kesempurnaan nama-
diciptakan oleh manusia yang sesuai
nama Wujud Mutlak yang tidak
dengan pengetahuan manusia atas-
terhingga jumlahnya, sedangkan yang
Nya. Tuhan yang seperti itu adalah
kedua hanya mampu menunjukkan
Tuhan yang ditempatkan oleh
beberapa saja (Chittick, dalam S.H.
PDQXVLD GDODP ´DODPµ NRQVHS LGH
Nasr (ed.), 2003: 84).
JDJDVDQQ\D 6HKLQJJD ´EHQWXNµ
Tuhan memberikan kesiapan (al- Tuhan akan sangat diwarnai dan
LVWL·GDG) sesuai dengan firman-Nya ditentukan oleh pengetahuan,
´Dia memberi segala sesuatu ciptaannyaµ penangkapan, dan persepsi manusia
(QS. Thaha: 50), maka Dia yang mempunyai kepercayaan atas-
mengangkat hijab antara Dia dan Nya. Dengan mengutip al-Junayd,
hamba-Nya. Seorang hamba akan ,EQ $UDEL PHQJDWDNDQ ´warna air
melihat Tuhan dalam bentuk DGDODK ZDUQD EHMDQD \DQJ GL WHPSDWLQ\Dµ
kepercayaan, sehingga Tuhan identik (Lawn al-PD· ODZQ LQD·LKL). Itulah
dengan kepercayaan itu sendiri. Baik sebabnya mengapa Tuhan melalui
kalbu maupun mata tidak pernah KDGLWV TXGVL EHUILUPDQ ´Aku adalah
melihat sesuatu kecuali bentuk dalam sangkaan hamba-Ku tentang Aku,
kepercayaannya tentang Tuhan. ($QD ¶LQGD ]KDQQ ¶DEGL EL µ ,EQ
´7XKDQ NHSHUFD\DDQµ DGDODK ¶$UDEL
gambar atau bentuk Tuhan, atau Sementara itu Tuhan yang
pemikiran, konsep, ide, atau sebenarnya, Tuhan Absolut, adalah
imajinasi tentang Tuhan yang Tuhan pada Diri-Nya, Dzat Tuhan
diciptakan oleh akal manusia.

32 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

yang tidak diketahui. Tuhan yang Maha Penyayang, jika Dia hanya
VHSHUWL LQL ROHK ,EQ ¶$UDEL GLVHEXW membimbing bangsa-bangsa semitik,
sebagai Tuhan Yang Sebenarnya (al- dan meninggalkan bangsa-bangsa
ilah al-haq), Tuhan Absolut (al-ilah al- India, Cina, Indian, Negro, dan lain-
muthlaq), dan Tuhan Yang Tidak lain dalam keesatan.
Diketahui (al-ilah al-majhul). Tuhan 2OHK NDUHQD LWX EDJL ,EQ ¶$UDEL
dalam pengertian ini adalah Tuhan Tuhan yang sebenarnya adalah
yang munazzal, Tuhan yang tidak 7XKDQ ´\DQJ WLGDN WHUGHILQLVLNDQµ
diperbandingkan dengan alam, dan DWDX ´7XKDQ <DQJ 7LGDN 'LNHWDKXLµ
sama sekali berbeda dengan alam. Hal ini juga dipertegas oleh Karen
´7LGDN DGD VHUXSD EDJi-1\Dµ 46 Armstrong (2001: 300) bahwa tidak
al-6\XUD ´3HQJOLKDWDQ WLGDN ada gunanya kita berusaha mencari
dapat mempersepsi-Nya, tetapi Dia atau mendefinisikan Tuhan yang
PHPSHUVHSVL VHPXD SHQJOLKDWDQµ sebenarnya, karena Dia di luar kata-
(QS. al-$Q·DP kata dan diskripsi manusia. Karena
Itulah Tuhan yang tidak bisa Dia adalah Mutlak, Transenden, jauh
dipahami dan dihampiri secara melampau realitas atau wujud alam
absolut, yang sering disebut dengan dan manusia. Dia berada pada
Dzat Tuhan. Dalam keabsolutan- limitasi yang tidak terbatas oleh
Nya, Dia terlepas dari semua sifat pengetahuan alam dan manusia.
dan relasi yang dapat dipahami oleh
Dari sini kita dapat memahami
PDQXVLD 'LD LQL ROHK ,EQ ¶$UDEL
Tuhan dengan dua hal ; memahami
disebut sebagai Misteri Yang Absolut
Tuhan dengan persepsi kita sendiri,
(al-ghayb al-muthlaq). Jika kita lihat
melalui penampakan Diri Tuhan
dari peampakan Diri (tajalli) Tuhan,
lewat asma-asma-Nya. Maka yang
maka dapat dikataka bahwa Yang
NHGXD ´PHOHSDVNDQµ NHWHUEDWDVDQ
Absolut dalam keabsolutan-Nya
persepsi tentang Tuhan. Artinya, ada
adalah pada tingkat ke-Esaan (al-
wilayah yang mengharuskan kita
ahadiyyah).
untuk bersedia memasrahkan
Sulit rasanya, untuk menerima pengetahuan kita tentang Tuhan,
kenyataan bahwa Tuhan Maha Adil, SDGD 7XKDQ LWX VHQGLUL .DUHQD ´WDN
Maha Pengasih, Maha Penyayang, ada Tuhan yang bisa mengenal Allah,
jika Dia hanya membimbing bangsa- NHFXDOL $OODK VHQGLULµ %DQGLQJNDQ
bangsa tertentu saja, di belahan bumi dengan Sachiko Murata, 2000: 80-
kearah kebahagiaan dan kenikmatan, 81). Atau Dia bukanlah seperti
sementara membiarkan bangsa apapun (laisa kamitslihi syai) (QS. al-
lainnya dalam kesesatan dan Syura: 11), sebuah pendekatan dalam
kesengsaraan. Juga sangat sulit, memahami Tuhan yang dalam
untuk menerima kenyataan bahwa terminologi filafat agama biasa
Tuhan Maha Adil, Maha Pengasih, disebut via negativa atau teologi

33 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

negatif (Mulyadhi Kartanegara, 2002: Memandang Tuhan sebagai sesuatu


39). yang Mutlak, tanpa adanya pretensi
Kalau pada bagian pertama, dari imajinasi manusia tentang
terjadi perbedaan pemahaman ke- Tuhan. Sehingga kebenaran tentang
Tuhanan di antara manusia. Karena Tuhan, hanya Tuhan yang
tingkat pemahaman dan pengalaman mempunyai otoritas tentang Diri-
mereka tentang Tuhan berbeda satu Nya, bukan hasil dari pemahaman
dengan yang lainnya, sehingga sesorang tentang Tuhan. Maka, pada
muncul dalam realitas sosial posisi ini, kita dituntut untuk sedapat
keberagaman (pluralitas) dalam mungkin menghindari truth claims.
beragama. Apabila masing-masing Pengetahuan subjektif manusia
mempertahankan akan perbedaan tentang Tuhan, dihasilkan dari
tentang pemahamannya tentang pengalaman seseorang dalam
Tuhan tersebut, sangat menghayati pola hidup dan
dimungkinkan akan terjadi truth menghayati kehadiran Tuhan dalam
claims, klaim-klaim kebenaran, yang kehidupannya. Sebagaimana seorang
berujung pada posisi menyalahkan pengembala yang menggunakan
pemahaman orang lain tentang seluruh pengalaman hidupnya,
Tuhan. Padahal secara metafisis, sebagai seorang pengembala untuk
pemahaman dari masing-masing berhubungan dengan Tuhan. Yang
mereka tentang Tuhan, merupakan seringkali menjadi persoalan adalah
salah satu bentuk tajalli Tuhan pada ketika pengalaman subjektif ini
setiap manusia. Karena secara dijastifikasi sebagai sebuah
historis-sosiologis, keragaman dalam pengalaman objektif, sehingga semua
memahami Tuhan ini pasti berbeda- orang mesti memiliki pengalaman
beda, yang pada gilirannya masing- yang sama dengannya. Dari sini
masing komunitas di ikuti oleh muncul benturan-benturan
kelompoknya. Misalnya, Yahudi ´SHUVSHNWLIµ DWDX SHQDIVLran
dengan pengikutnya, Nasrani dengan terhadap pengamalan ber-Tuhan.
pengikutnya, Hindu, Budha, dan Lebih-lebih ketika pengalaman
lain-lain. Maka, eksklusivitas terjadi subjektif tentang Tuhan tersebut
ketika pemahaman yang berbeda- dipaksakan (karena dianggap
beda tersebut, dipaksakan kepada objektif) kepada orang lain, yang
yang lainnya. 'L VLQLODK PXQFXO ´The jelas-jelas memiliki pemahaman dan
Problem of Truth Claimµ 1XUFKROLVK pengalaman yang berbeda tentang
Madjid, 1999: 59). Tuhan.
Maka pada bagian kedua, kita Oleh karena itu, diperlukan
perlu mamandang Tuhan sebagai pendekatan inter-subjektif
sesuatu yang tidak boleh (Bandingkan dengan Amin
dideskripsikan oleh siapapun. Abdullah, 2002: 53-54) yang mampu

34 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

mendialogkan antara pribadi yang Meminjam istilah Paul F. Knitter,


memiliki perbedaan persepsi tentang bahwa semua agama (sebagai 'jalan'
Tuhan tersebut. Karena ketika menuju Tuhan) adalah relatif (all
masing-masing individu mempunyai religions are relative) ² yakni terbatas
konsepsi subyektif tentang Tuhan, (limited), parsial (partial) dan incomplete
yang kemudian dianggap sebagai ² tetapi sekaligus all are essentially
SHPDKDPDQ \DQJ ´REMHNWLIµ 0DND same, yakni sama-sama sebagai 'jalan'
komunalitas sebuah agama penyelamatan kehidupan rohani
kehilangan deep insight, ´KDWL QXUDQLµ manusia menuju Tuhan, meskipun
kemanusiaan yang paling dalam. ditempuh melalui 'jalan' yang
Keadaan ini, oleh Quraish Shihab, berbeda-beda.
disebut sebagai upaya manusia yang
Seperti Yesus Kristus sebagai
bersikap melebihi Tuhan, misalnya
bentuk perwujudan dari 'Kehadiran'
dengan menginginkan agar seluruh
Yang Ilahi, merupakan jalan
manusia satu pendapat, satu aliran,
keselamatan bagi orang-orang
dan satu agama. Semangat ini pula
Kristen, atau Buddha bagi para
yang mengantarkan mereka untuk
pemeluk agama Buddha, atau Rama
PHPDNVDNDQ ´SDQGDQJDQ
sebagai jalan keselamatan bagi umat
VXE\HNWLIµ-nya untuk dianut oleh
Hindu, atau juga al-Qur'an yang oleh
orang lain (M. Quraish Shihab, 1992:
Frithjof Schuon dinilai sebagai
153-222).
wujud dari 'Kebenaran dan
3. Tuhan Eksoterik dan Tuhan kehadiran' sekaligus, merupakan
Esoterik petunjuk keselamatan bagi umat
Secara metaforis. bahwa jalan Islam, dan seterusnya. Maka, sangat
kehidupan itu sangat luas dan plural. wajar sekiranya 'jalan' itu luas, tetapi
Ia bukan sebagai tujuan, tetapi hanya juga lurus. Jalan itu 'luas', berarti
sekedar 'jalan' menuju Tuhan. dapat menampung semua pejalan
Meskipun secara lahiriah, jalan itu dan semua aliran (mazhab) yang
amat beragam dan nampak sekali berbeda-beda, tetapi juga 'lurus'
terjadinya perbedaan, bahkan menuju Tuhan, selama bercirikan
pertentangan sekalipun, tetapi secara 'kedamaian, keamanan dan
'esoterik' (kata Huston Smith), atau keselamatan'. Semua jalan yang
'esensial' (kata Bhagavan Das), atau mencirikan hal tersebut pasti
'transenden' (kata Seyyed Hossein bermuara pada jalan yang 'lurus',
Nasr, kaum perennialis, dan tentu yang dalam bahasa al-Qur'an
saja menjadi jalan pilihan di kalangan diistilahkan al-Shirath al-Mustaqim
New Agers), semua itu akan (jalan yang 'luas', lagi 'lurus').
mencapai 'kesatuan transendental Meskipun jalan yang ditempuh luas,
(agama-agama) yang sama' (the beragam, sekaligus plural, tetapi
transcendent unity of religions). semuanya (umat beragama) akan

35 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

sama-sama 'lurus' ke arah vertikal agama, meskipun terbungkus dalam


menuju Tuhan 'Yang Maha Esa', bentuk (wadah) yang berbeda. Maka,
'Yang Kudus', yang dalam bahasa bisa dirumuskan secara filosofis
teologis-Islam dinamakan Allah. bahwa substansi agama itu satu,
Maka, Tuhan adalah 'sangkan paran' tetapi bentuknya beraneka ragam.
(asal dan tujuan) hidup (hurip), Ada (agama) Yahudi, Kristen, Islam
bahkan seluruh makhluk (dumadi). dan seterusnya. Perumusan ini,
Maka menarik sekali apa yang menjadikan filsafat perennial
dikemukakan Bhagavan Das, bahwa memasuki wilayah jantungnya
kita semua para penganut agama agama-agama, yang secara substantif
akan bertemu dalam the road of life hanya satu, tetapi terbungkus dalam
(jalan kehidupan) yang sama. Lanjut bentuk (wadah, jalan) yang berbeda.
Bhagavan; "Yang datang dari jauh, ´$GD 6DWX 7XKDQ WDSL %DQ\DN
yang datang dari dekat, semua -DODQ µ EHJLWX kesepakatan Edward
kelaparan dan kehausan. Semua W Scott, Blu Greenberg, Donald
membutuhkan roti dan air Merrifield, Seyyed Hossein Nasr, dan
kehidupan, yang hanya bisa Nurcholish Madjid.
diperoleh lewat kesatuan dengan The Untuk menguak misteri dari
Supreme Spirit" (Bhagavan Das, 1966: jantung agama yang menjadi titik
604). temu agama-agama, dapat
Seyyed Hossein Nasr (1989) diilustrasikan dengan air, yang
menegaskan bahwa wacana-wacana substansinya adalah satu. Tetapi, bisa
metafisik yang mempertemukan saja kehadirannya mengambil bentuk
agama-agama dan tradisi spiritual berupa sungai, danau, lautan, uap,
yang otentik pada satu titik kesatuan mendung, hujan, kolam, embun dan
transenden. Yakni, Tuhan, yang VHEDJDLQ\D ´ Ia sama dengan agama:
dicari (umat beragama) melalui kebenaran substansial hanyalah satu,
beragam agama (sebagai jalan-jalan tetapi aspek-aspeknya berbeda µ WHJDV
menuju Tuhan). Inilah inti dasar sufi India terkemuka, Hazrat Inayat
perspektif filsafat perennial. Maka, Khan sambil menambahkan bahwa
bila disebut perennial religion (agama orang-orang yang berkelahi karena
dan atau tradisi perennial), bentuk luar akan selalu terus
maksudnya adalah ada hakikat yang menerus berkelahi, tetapi orang-
sama dalam setiap agama. Rumusan orang yang mengakui kebenaran
filosofisnya: the heart of religion or the batini (esensial, transenden, skd)
religion of heart. tidak akan berselisih dan dengan
demikian akan mampu
Inilah wilayah terdalam dari mengharmoniskan orang-orang
setiap agama. Artinya, terdapat semua agama (Hazrat Inayat Khan,
substansi yang sama dalam agama- 2003: 28).

36 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

Begitu pula perumpamaan memberikan penekanan (secara


cahaya, yang substansinya juga satu. diametral) antara eksoterisme
Tapi, spektrum cahaya itu punya ('wilayah pluralitas agama') dan
'daya terang' tersendiri -- terang esoterisme ('wilayah jantungnya
sekali, biasa, dan remang-remang --, agama-agama').
juga tercermin dalam aneka warna
Itulah sebabnya, titik temu
cahaya, -- ada merah, kuning, hijau,
agama-agama ini tidak berada pada
dan seterusnya. Tetapi, aneka warna
jalur formal, kulit luar, eksoteris,
cahaya itu bukanlah signifikan, sebab
fenomen, aksiden, dan seterusnya,
semua itu tetap dinamakan cahaya,
sehingga yang tampak di permukaan
dan semua cahaya pada hakikatnya
adalah realitas pluralitas agama,
dapat membawa manusia ke arah
seperti dipresentasikan oleh
Sumber Cahaya itu, yakni Tuhan
kehadiran agama Yahudi, Kristen,
(dalam wacana teologi keagamaan).
Islam, dan seterusnya itu. Tetapi,
Ilustrasi di atas, dengan demikian titik temu agama-agama itu hanya
bisa diaplikasikan ke dalam wacana mungkin terealisasi pada level
pluralitas agama. Ibarat agama, yang esoteris (kata Huston Smith),
secara substansial satu sebagai esensial (kata Baghavan Das), atau
jantung dari setiap agama, tetapi transenden (kata Frithjof Schuon).
menjadi beragam dan plural ketika
Maka, kesatuan agama-agama itu
diturunkan dalam 'atmosfir bumi',
hanya terealisasi pada tingkat
'alam eksoterik', atau 'alam nasut'
tertinggi; esoteris, transenden, dan
dalam istilah Mulla Shadra. Tetapi,
batiniah. Tetapi, karena yang
meskipun agama itu plural, semua
esoteris, transenden dan batiniah itu,
(agama) itu pada dasarnya dapat
hanya bisa berada dalam suatu
membawa manusia ke Sumber
¶ZDGDK· DWDX ¶EXQJNXV· \DQJ VHFDUD
Asalnya, yakni Tuhan.
VLPEROLV GLQDPDNDQ ¶DJDPD· LWX
Namun, sejauh manakah batas- sendiri, maka ia bersifat rahasia dan
batas diametral antara letak tersembunyi, sebab tertimbun dalam
'jantungnya agama' dengan 'pluralitas simbolisme agama. Maka seperti
agama'? Sehingga, bisa dikatakan XQJNDSDQ PHWDIRU ´6LDSD \DQJ
bahwa secara substantif (esoteris), hendak mendapatkan kacang, dia
semua agama pada hakikatnya 'satu', KDUXV PHQJXSDVQ\D µ (VRWHULVPH
karena diakui adanya titik temu MXVWUX EDUX ¶WHUOLKDW· MLND HNVRWHULV-
esoteris agama-agama, seperti yang Q\D ¶GLSHFDK· µ 6HNDGDU LOXVWUDVL ODJL
dipresentasikan oleh Huston Smith. DJDU OHELK MHODV ´Ibaratkan agama
Dalam kerangka inilah, Frithjof SDGD URGD VHSHGD µ NDWD 1XUFKROLVK
Schuon, genius terbesar metafisika 0DGMLG [[[L[ µ-DUL-jari
tradisional, memberikan sumbangan VHSHGD LWX VHPDNLQ MDXK GDUL ¶DV·
pemikiran yang sangat orisinal dalam ¶SXVDW· -nya, maka akan semakin

37 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

UHQJJDQJ µ 6HEDOLNQ\D VHPDNLQ Aku tidak dari Adam atau Hawa,


GHNDW NH ¶DV· ¶SXVDW· -nya, maka akan tidak dari taman Firdaus atau
semakin dekat, bahkan bersatu. kediaman malaikat Ridwan
Asalku bukan tubuh dan jiwa,
Secara filosofis, bisa diungkapkan; sebab sepenuhnya dari Kekasih,
´%DUDQJVLDSD KDQ\D VXND PHOLKDW jiwa dari segala jiwa (Diwan
perbedaan-perbedaan sebagai Shamsi Tabriz) (Abdul Hadi
sesuatu yang sangat penting, maka WM, 2001).
ibaratkan orang di lingkaran itu, Kesimpulan
berada pada posisi pinggiran. Tetapi,
Terdapat tiga hal yang mendasari
barang siapa telah mampu membuka
proses pemahaman manusia tentang
tabir the heart of religion atau the religion
Tuhan; Pertama, Tuhan yang Transeden
of heart, maka semua agama (umat
dan Tuhan yang Imanen. Tuhan pada
EHUDJDPD DNDQ EHUWHPX µ GHPLNLDQ
satu sisi adalah identik, atau lebih tepat
ditegaskan Nurcholish.
serupa dan satu dengan alam, meskipun
Sehingga sangatlah wajar jika keduanya tidak setara, karena Allah
dalam pandangan sufi, seseorang melalui asma-asma-Nya menampakkan
mesti mentransendensikan dunia Diri-Nya dalam alam. Tetapi disisi lain,
simbol, dunia real, berusaha Tuhan sama sekali berbeda denga alam,
mengembara dari keanekaan menuju karena Dia adalah Dzat Mutlak yang
ke Kesatuan, dari yang khusus ke tidak terbatas, dan berada di luar alam
Yang Universal (Seyyed Husein nisbi yang terbatas. Kedua, Tuhan
Nasr, 1991: 174). Dalam hal ini obyektif dan Tuhan subyektif. Tuhan
termasuk berbagai ragam etnis, dipahami dalam pengetahuan, konsep,
kebangsaan, ras dan agama yang penangkapan atau persepsi manusia,
dianut adalah bagian dari keragaman sebab Tuhan telah ber-tajalli kesemua
tersebut, yang mesti dilampaui ciptaan-Nya. Disini Tuhan dipahami
kepada arah Yang Universal. Rumi melalui penggambaran manusia tentang
misalnya mengatakan dengan indah: Tuhan, sehingga setiap manusia
Apa yang harus kulakukan O mempunyai persepsi sendiri-sendiri
Muslim, jika aku tak kenal diriku? dalam mendekati, mencintai, dan ber-
Aku bukan Nasrani, bukan ibadah kepada-Nya. Maka pluralitas
Yahudi, bukan Majusi atau dalam ber-Tuhan menjadi sebuah
Islam. keniscayaan memahami Tuhan sebagai
Aku tidak dari Timur, tidak dari
Barat, tidak dari darat atau lautan. Wujud yang Mutlak, Tuhan yang
Aku tidak dicipta dari tanah, mengatasi dan jauh berada di atas
air, udara ataupun api. persepsi manusia sendiri yang serba nisbi
Aku tidak dari putaran cakrawala, 6XE\HNWLI ,EQ ¶$UDEL ,QD\DW .KDQ
pusaran debu atau keberadaan dan Hamzah Fansuri, dan tokoh sufi lainnya
rupa.
Aku tidak berasal dari India, menegaskan bahwa sangat mustahil
China, Bulgar atau Saqsin... mengetahui esensi Tuhan, karena Tuhan

38 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

tidak dapat diasosiasikan dengan apapun pada nilai-nilai universal Tuhan, seperti
(obyektif). Ketiga, Tuhan yang Eksoteris Kasih Sayang, Keindahan, Kebesaran,
dan Tuhan yang Esoteris. Memahami Keagungan, Kesucian Tuhan, sekaligus
Tuhan, secara baik dan benar tidak akan membangun interaksi moral antar
mungkin bertemu pada jalur, eksoteris. sesama makhluq ciptaan-Nya. Model
Karena yang tampak di permukaan pendekatannya pun lebih menekankan
adalah realitas pluralitas agama, seperti pada situasi dan kondisi yang tengah
dipresentasikan oleh kehadiran agama berlangsung, di samping tidak
Yahudi, Kristen, Islam, dan seterusnya melepaskan dimensi transsendental dari
itu. Tetapi, titik temu agama-agama itu suatu agama itu sendiri. Di sini ada
hanya mungkin terealisasi pada level dealektika yang dinamis antara dataran
esoteris (kata Huston Smith), esensial transendental-normatif substansif dari
(kata Baghavan Das), atau transenden sebuah agama, dengan dataran historis-
(kata Frithjof Schuon). HPSLULV GDODP PHODNXNDQ ´UHNRQVWUXNVLµ
Pemahaman tersebut, jika tidak penafsiran terhadap sebuah teks.
disertai dengan kesadaran bahwa
pluralitas bukan keniscayaan, maka akan
berimplikasi pada peneguhan akan truth
claim, yaitu membenarkan persepsinya
sendiri tentang Tuhan sekaligus
memperlemah pemahaman orang lain
tentang Tuhan. Sehingga dalam proses
sosialnya, seseorang cenderung
menggunakan pendekatan secara
Dokriner-Dogmatik. Pendekatan ini,
pada umumnya menjadikan agama
WDPSDN ´NDNXµ HNVNOXVLI GDQ LQWROHUDQ
Dan penafsiran-penafsiran agamanya
seringkali bertentangan secara deametral
dengan situasi dan kondisi yang ada.
Implikasi lebih lanjut adalah proses
hubungan antar umat beragama
cenderung kaku dan doktrinal, bukan
pada proses pengembangan sikap dan
nalar yang toleran antar sesama.
Akibatnya, muncul generasi yang
bernalar negatif terhadap perbedaan dan
heterogenitas.
Oleh karena itu, kita perlu
memahami Tuhan yang menekankan

39 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

Daftar Kepustakaan Amin Abdullah. (1997). Falsafah Kalam di


Era Postmodenisme. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Abduh, Muhammad. (1992). Risalah
------- ´$JDPD GDQ +DUmoni
Tauhid. Jakarta : Bulan Bintang.
Kebangsaan; Perspektif Pemikiran
$EGXO +DGL :0 ´6HPDQJDW 3URIHWLN ,VODP .RQWHNVWXDOµ GDODP 7LP
dalam Sastra Sufi dan Jejaknya PPN (ed). Agama dan Harmoni
GDODP 6DVWUD 0RGHUQµ GDODP Kebangsaan dalam Perspektif Islam,
Horison, no 6, tahun XXII, Juni Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan
1998. Konghucu. Yogyakarta: PP.
-------. (2001). Tasawuf Yang Tertindas, 1DV\LDWXO ¶$LV\LDK
Kajian Hermeneutik terhadap Karya- ------- ´3HQJDMDUDQ .DODP GDQ
Karya Hamzah Fansuri. Jakarta: Theologi dalam Era Kemajmukan
Paramadina. di Indonesia; Sebuah Tinjauan
Abdul Munir Mulkhan. (2001). 0DWHUL GDQ 0HWRGHµ GDODP
"Pengantar" dalam Jalaluddin Sumartana (ed). Pluralisme, Konflik,
dan Pendidikan Agama di
Rumi, Kearifan Cinta; Renungan
Indonesia.Yogyakarta: Pustaka
Sehari-Hari Kutipan Fihi Ma Fihi.
Pelajar.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
------- ´$JDPD 0DVD 'HSDQ
-------. (2002). Nalar Spritual Pendidikan;
Intersubyektif dan Post-
Solusi Problem Filosofis Pendidikan
Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana. 'RJPDWLVµ Basis, nomor 05 ² 06,
tahun ke-5, Mei-Juni 2002.
-------. (2005). Satu Tuhan Seribu Tafsir.
Yogyakarta: Kanisius. -------. (2005). Pendidikan Agama Era
Multikultural dan Multireligius.
Abdurrahman Shaleh Abdullah. (1990). Jakarta: PSAP
Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan
al-4XU·DQ Jakarta: Rineka Cipta. $PLQXOODK (OKDGL ´6LPEROLVDVL $JDPD
Antara Ketaatan dan Kekerasan
Abu Bakar Atjeh. (t.th). ,EQ ¶$UDEL 7RNRK atas nama Agama dalam
Tasawuf dan Filsafat Agama. Jakarta: 0DV\DUDNDWµ -XUQDO HARMONI,
Tinta Mas. edisi Juli- September 2002.
$IDQGL ´3HPLNLUDQ ,EQ $UDEL 7HQWDQJ Amstrong, Karen. (2001). Sejarah
+DNLNDW :XMXGµ al--DPL·DK No 41 Tuhan.Bandung: Mizan.
(1990).
Azyumardi Azra. (1999). Pendidikan Islam
Afifi, AE. (1989). Filsafat Mistis Ibn ; Tradisi dan Modernisasi Menuju
¶$UDEL. Jakarta: Gaya Media Milenium Baru. Jakarta: Logos.
Pratama.
Bambang Abimanyu. "Teror Bom
$KPDG %DUL]L ´0HPEDQJXQ .HVDGDUDQ Azhari-Noor Din". Republika.
dan Kearifan UQLYHUVDOµ Jurnal Jakarta: 2006.
Multikultural dan Multireligius, Vol.
III No. 9. Boisard, Marcel A. (1980). Humanisme
dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Allen, Doglas. (1978). Structure and
Creativity in Religion, Netherland: C. Chitik, William. (2001). The Sufi Path of
Mouton Publisher Knowledge; Pengetahuan Spiritual Ibn
al-Arabi. Yogyakarta: Qalam.

40 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

------- ´,EQ ¶$UDEL GDQ +DLGDU %DJLU ´6XDWX 3HQJDQWDU


0DK]DEQ\Dµ GDODP 6 + 1DVU Kepada Filsafat Islam Pasca ibn
(ed). Ensiklopedi Tematis Spritualitas 5XVGµ GDODP 0XUWDGKR
Islam. Bandung: Mizan. Muthahari. Pengantar Pemikiran
------- ´5XPL GDQ 7DUHNDW Shadra; Filsafat Hikmah. Bandung:
0DXODL\\DKµ GDODP 6 + 1DVU HG Mizan.
Ensiklopedi Tematis Spritualitas Islam. Haji Muhammad Bukhari Lubis. (1993).
Bandung: Mizan. The Ocean of Unity, Wahdat al-Wujud
Chodkewicz, Michel. (1999). Konsep Ibn in Persian, Turkish and Malay Poetry.
Arabi tentang Kenabian dan Auliya. Kuala Lumpur: DBP.
Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hanafi, Hassan. (2001). Agama,
Collins, Dennis. (1999). Paulo Friere; Kekerasan, dan Islam Kontemporer.
Kehidupan dan Karya Pemikirannya. Yogyakarta: Jendela.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Huntington, Samuel P. (2005). The Future
Corbin, Henri. (2002). Imajinasi Kreatif Ibn of The World Order; Masa Depan
al-Arabi (terjemahan). Yogyakarta: Peradaban dalam Cengkraman
Demokrasi Liberal virsus Pluralism.
LKiS.
Yogyakarta: Ircisod.
Coward, Harold. (1989). Pluralisme dan
Tantangan Agama, Yogyakarta: Husaini, Moulvi SAQ. (1913). Ibn
Kanisius. ¶$UDEL 7KH *UHDW 0XVOLP 0LVW\F DQG
Thinker. Lahore : Muhammad
Das, Bhagavan. (1966). The Essential Asraf.
Unity of All Religions.
Ibn al-Arabi. (t.th). Futuhat al-Makiyyah.
'HQQ\ )UHGHULFN 0 ´5LWXDO Beirut: Dar al-Fikr.
,VODP 3HUVSHNWLI GDQ 7HRULµ
-------. (1988). Misykat al-Anwar (Relung
dalam Richard M. Martin (ed).
Cahaya) (terjemahan). Jakarta:
Pendekata Kajian Islam Dalam Study
Pustaka Firdaus.
Agama. Surakarta: Muhamadiyah
University Press. -------. (1980). The Bezel of Wisdom. New
York: Paulist Press. 1980.
El Fadl, Khaled Abou. (2003). Cita dan
Fakta Toleransi Islam; Puritanisme vs Imam Muslim. (1916). al-Shahih ; Kitab al-
Pluralisme, Bandung: Arasy Mizan. Iman. No 302. Kairo: Muhammad
Ali Shabih.
Endang Saifudin Ansyori. (1987). Ilmu,
Filsafat, dan Agama. Surabaya: Bina Izutsu, Toshihiko. (1994). Konsep
Ilmu. Kepercayaan dalam Teologi Islam;
Analisis Semantik Iman dan Islam
al-Faruqi, Ismail Raji and al-Faruqi, Lois
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Lamya. (1986). The Cultural Atlas of
Islam. New York: MacMilan Kautsar Azhari Noer. (1996). Ibn al-
Publisher Company. Arabi; Wahdatul Wujud dalam
Perdebatan. Jakarta: Paramadina.
al-Ghozali. (1994). Al-$VPD· $O-Husna;
Rahasia Nama-nama Indah Allah. ------- ´0HQ\HPDUDNNDQ 'LDORJ
Bandung: Mizan. $JDPD 3HUVSHNWLI 6XILµ GDODP
Edi A. Efendi, Dekonstruksi
H. Witdarmono. Kompas. Senin
Desember 2002.

41 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016
Imam Hanafi : Basis Teologi untuk Pluralisme Agama...........

Mazhab Ciputat. Bandung: Zaman Nasr, S.H. (1989). Knowledge and the
Wacana Mulia. Sacred. New York.
-------. (2002). Tasauf Perennial; Kearifan -------. (1991). Tasawuf; Dulu dan Sekarang
Kritis Kaum Sufi. Jakarta: Serambi. (terjemahan). Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Khalafullah, Ahmad. (1999). al-Fann al-
Qishashiy fi al-4XU·DQ DO-Karim. Nurcholish Madjid. (1984). Khazanah
Kairo-Beirut: Sina li al-Nasyr wa Intelektual Islam. Jakarta: Bulan
0X·DVVDVDK DO-Intisyar al-Araby. Bintang.
.KDPDPL =DGD ´0HPEHEDVNDQ -------. (1992). Islam Doktrin dan
Pendidikan Islam dari Peradaban. Jakarta: Paramadina.
Eksklusifisme menuju -------. (1995). Islam Agama Kemanusiaan;
,QNOXVLYLVPH GDQ 3OXUDOLVPHµ Membangun Tradisi dan Visi Baru
Tashwirul Afkar, No. 11 (2000). Islam di Indonesia. Jakarta:
Khan, Hazrat Inayat. (2003). Kesatuan Paramadina.
Ideal Agama-Agama (terjemahan). -------. (1999). Cendekiawan dan Religiusitas
Yogyakarta: Putra Langit. masyarakat. Jakarta: Paramadina.
.RPDUXGGLQ +LGD\DW ´0DQXVLD -------. (1999). Pintu-Pintu Menuju Tuhan.
dan Proses Penyempurnaan DiULµ Jakarta: Paramadina.
dalam Buddhy Munawar Rahman
(ed). Kontekstualisasi Doktrin Islam ------- ´,EQ DO-Arabi dan
dalam Sejarah. Jakarta: Paramadina. 7DVDZXIµ GDODP 6XNDUGL (ed).
Kuliah-kuliah Tasawuf Bandung:
-------. (1996). Memahami Bahasa Agama; Pustaka Hidayah.
Sebuah kajian Hermeneutik. Jakarta:
Paramadina. Pannikar, Raimundo. (1979). Myth, Faith,
and Hermeneutics. New York: Paulist
------- ´0HODPSDXL 1DPD-Nama Press.
Islam dan PostmodenisPHµ GDODP
Edy A. Efendi (ed). Dekonstruksi 5XEDLGL ´'LVHPLQDVL 3HQGLGLNDQ
Mazhab Ciputat. Bandung: Zaman Perdamaian Berbasis Agama;
Wacana Mulia. Gagasan Intensifikasi Konsep Peace
Building %HUEDVLVL $JDPDµ
Mulyadhi Kartanegara. (2002). Panorama Nizamia, Vol. 8 No. 1 (2005).
Filsafat Islam; Sebuah Refleksi
Autobiografi. Bandung: Mizan. 6LQJK 'DYLG (PPDQXHO ´5ROH RI -HVXV
in Ibn al-¶$UDEL·V 6SULWXDOLW\µ The
0XQ·LP $ 6LUU\ HG Fiqh Lintas Asia Jurnal of Theologi, Vol. 10 No.
Agama; Membangun Masyarakat 1 (1996).
Inklusif-Pluralis. Jakarta:
Paramadina. Schuon, Fritjhof. (1975). The Trancendent
Unity of Religions. New York:
Munzir Hitami. (2005). Menangkap Pesan- Harper & Row.
Pesan Allah; Mengenal Wajah-wajah
Hermeneutika Kontemporer. Sukidi. (2001). New Age; Wisata Spritual
Pekanbaru: Susqa Press. Lintas Agama. Jakarta: Gramedia.
Murata, Sachiko. (2000). The Tao of Islam Taufik Abdullah, dkk. (t.th). Ensiklopedi
(terjemahan). Bandung: Mizan. Tematis Islam Asia Tenggara. Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve.

42 TOLERANSI: Media Komunikasi umat Beragama


Vol. 8, No. 1, Januari ² Juni 2016

Anda mungkin juga menyukai