Anda di halaman 1dari 10

ACARA V

BUDIDAYA BAWANG MERAH DALAM WADAH PLASTIK

A. TUJUAN
1. Mempraktekkan budidaya bawang merah dalam wadah plastik.
2. Memanfaatkan lahan terbatas untuk budidaya bawang merah.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan
yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas
sayuran ini termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang
berfungsi sebagai bumbu penyedap makanan serta obat tradisonal.
Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan kerja
yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan
ekonomi wilayah (Balitbang Pertanian, 2005). Bawang merah merupakan
komoditas yang diusahakan petani dari dataran rendah sampai dataran
tinggi. Bawang merah menghendaki suhu udara berkisar antara 25oC
sampai 30oC, tempat terbuka tidak berkabut, intensitas sinar matahari
penuh, tanah gembur, subur cukup mengandung organik akan
menghasilkan pertumbuhan dan produksi terbaik (Istina, 2016).
Tanaman bawang merah (Allium cepa L.) memiliki klasifikasi
tanaman sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisio : Spermatophyta
Divisio : Magnoliophyta
Klas : Liliopsida
Sub-klas : Liliidae
Ordo : Liliales
Familia : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L.
Morfologi tanaman bawang merah dimulai dari akar, Berakar
serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada
kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah. Secara morfologi akar
tersusun atas rambut akar, batang akar, ujung akar, dan tudung akar.
Sedangkan secara anatomi (struktur dalam) akar tersusun atas epidermis,
korteks, endodermis, dan silinder pusat. Ujung akar merupakan titik
tumbuh akar. Ujung akar terdiri atas jaringan meristem yang sel-selnya
berdinding tipis dan aktif membelah diri. Ujung akar dilindungi oleh
tudung akar. Tudung akar berfungsi melindungi akar terhadap kerusakan
mekanis pada waktu menembus tanah (Anonim, 2008).
Pada akar, terdapat rambut-rambut akar yang merupakan perluasan
permukaan dari sel-sel epidermis akar. Adanya rambut-rambut akar akan
memperluas daerah penyerapan air dan mineral. Rambut-rambut akar
hanya tumbuh dekat ujung akar dan relatif pendek. Bila akar tumbuh
memanjang kedalam tanah maka pada ujung akar yang lebih muda akan
terbentuk rambut-rambut akar yang baru, sedangkan rambut akar yang
lebih tua akan hancur dan mati. Akar merupakan organ pada tumbuhan
yang berfungsi sebagai alat untuk menyerap air dan garam mineral dari
dalam tanah, dan untuk menunjang dan memperkokoh berdirinya
tumbuhan di tempat hidupnya (Anonim, 2008).
Memiliki batang sejati atau disebut diskus yang berbentuk seperti
cakram, tipis dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas
(titik tumbuh), diatas diskus terdapat batang semu yang tersusun dari
pelepah-pelepah daun dan batang semu yang berada di dalam tanah
berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis. Batang pada bawang
merah merupakan batang yang semu yang terbentuk dari kelopak-kelopak
daun yang saling membungkus. Kelopak-kelopak daun sebelah luar selalu
melingkar dan menutupi daun yang ada didalamnya. Beberapa helai
kleopak daun terluar mengering tetapi cukup liat. Kelopak daun yang
menipis dan kering ini membungkus lapisan kelopak daun yang yang ada
didalamnya yang membengkak. Karena kelopak daunnya membengkak
bagian ini akan terlihat mengembung, membentuk umbi yang merupakan
umbi lapis (Anonim, 2008).
Bagian yang membengkak pada bawang merah berisi cadangan
makanan untuk persediaan makanan bagi tunas yang akan menjadi
tanaman baru, sejak mulai bertunas sampai keluar akarnya. Sementara itu,
bagian atas umbi yang membengkak mengecil kembali dan tetap saling
membungkus sehingga membentuk batang semu. Pada pangkal ubi
membentuk cakram yang merupakan batang pokok yang tidak sempurna.
Dari bagian bawah cakram ini tumbuh akar-akar serabut yang tidak terlalu
panjang. Sedangkan dibagian atas cakram, diantara lapisan kelopak daun
yang membengkak, terdapat mata tunas yang dapat tumbuh menjadi
tanaman baru (Anonim, 2008).
Daunnya berbentuk silindris kecil memanjang antara 50 – 70 cm,
berlubang dan bagian ujungnya runcing, bewarna hijau muda sampai tua,
dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek.
Secara morfologi, pada umumnya daun memiliki bagian-bagian helaian
daun (lamina), dan tangkai daun (petiolus). Daun pada bawang merah
(Allium cepa var. aggregatum) hanya mempunyai satu permukaan,
berbentuk bulat kecil dan memanjang dan berlubang seperti pipa. Bagian
ujung daunya meruncing dan bagian bawahnya melebar seperti kelopak
dan membengkak. Pada bawang merah, ada juga yang daunnya
membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daunnya,
warna daunnya hujau muda. Kelopak-kelopak daun sebelah luar melingkar
dan menutup daun yang ada didalamnya (Anonim, 2008).
Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang
panjangnya antara 30 – 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum
bunga yang tersusun melingkar (bulat) seolah berbentuk payung. Tiap
kuntum bunga terdiri atas 5 – 6 helai daun bunga yang berwarna putih, 6
benang sari berwarna hijau atau kekuning-kuningan, 1 putik dan bakal
buah berbentuk hampir segitiga. Bunga bawang merupakan bunga
sempurna (hermaprodit) dan dapat menyerbuk sendiri atau silang. Buah
berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 –3
butir, bentuk biji agak pipih saat muda berwarna bening atau putih setalah
tua berwarna hitam. Biji bawang merah dapat digunkan sebagai bahan
perbanyakan tanaman secara generatif.
Bagian pangkal umbi membentuk cakram yang merupakan batang
pokok yang tidak sempurna (rudimenter). Dari bagian bawah cakram
tumbuh akar-akar serabut. Di bagian atas cakram terdapat mata tunas yang
dapat menjadi tanaman baru. Tunas ini dinamakan tunas lateral, yang akan
membentuk cakram baru dan kemudian dapat membentuk umbi lapis
kembali (Estu et al. 2007).
Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim
kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas
hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan
penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran),
suhu udara 25-32°C, dan kelembaban nisbi 50-70% (Sutarya dan Grubben
1995, Nazarudin 1999). Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi
di daerah yang suhu udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak
sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang merah akan
membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan
penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara 22°C tanaman bawang
merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman bawang merah lebih
menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah
(Rismunandar 1986).
Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah
sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang
optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-
450 m di atas permukaan laut (Sutarya dan Grubben 1995). Tanaman
bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi
umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih
rendah (Sumarni dan Hidayat, 2005). Tanaman bawang merah
memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat,
drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi
tanah tidak masam (pH tanah : 5,6 – 6,5). Tanah yang paling cocok untuk
tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan
tanah Glei-Humus atau Latosol (Sutarya dan Grubben 1995).
Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh
tanaman bawang merah (Rismunandar 1986). Di Pulau Jawa, bawang
merah banyak ditanam pada jenis tanah Aluvial, tipe iklim D3/E3 yaitu
antara (0-5) bulan basah dan (4-6) bulan kering, dan pada ketinggian
kurang dari 200 m di atas permukaan laut. Selain itu, bawang merah juga
cukup luas diusahakan pada jenis tanah Andosol, tipe iklim B2/C2 yaitu
(5-9) bulan basah dan (2-4) bulan kering dan ketinggian lebih dari 500 m
di atas permukaan laut (Nurmalinda dan Suwandi 1995). Waktu tanam
bawang merah yang baik adalah pada musim kemarau dengan ketersediaan
air pengairan yang cukup, yaitu pada bulan April/Mei setelah panen padi
dan pada bulan Juli/Agustus. Penanaman bawang merah di musim
kemarau biasanya dilaksanakan pada lahan bekas padi sawah atau tebu,
sedangkan penanaman di musim hujan dilakukan pada lahan tegalan.
Bawang merah dapat ditanam secara tumpangsari, seperti dengan tanaman
cabai merah (Sutarya dan Grubben 1995).
Bawang merah dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu
bahantanam berupa biji botani dan umbi bibit. Pada skala penelitian,
perbanyakan bawang merah dengan biji mempunyai prospek cerah karena
memiliki beberapa keuntungan (kelebihan) antara lain : keperluan benih
relatif sedikit ±3 kg/ha, mudah didistribusikan dan biaya transportasi
relatif rendah, daya hasil tinggi serta sedikit mengandung wabah penyakit.
Hanya saja perbanyakan dengan biji memerlukan penanganan dalam hal
pembibitan di persemaian selama ± 1 bulan setelah itu bisa dibudidayakan
dengan cara biasa (Rukmana,1994).
Bawang merah TUK TUK istimewa karena penanamannya
menggunakan biji, bukan umbi. Untuk satu hektar lahan diperlukan 1,5 ton
umbi dengan potensi hasil panen 8-15 ton umbi per hektar. Petani harus
mengeluarkan biaya bibit sedikitnya Rp 30 juta per hektar dalam satu
siklus tanam sedangkan kebutuhan benih untuk bawang varietas TUK
TUK hanya 4-5 kg per hektar. Hasil panen umbi cukup besar mencapai 25
ton per hektar. TUK TUK bisa dipanen pada umur 70 hari setelah tanam.
Perbedaan dengan menanam melalui umbi, TUK TUK harus disemai
terlebih dahulu selama 40 hari sebelum dipindah ke lahan. Adapun proses
pemeliharaan dan penanganan budidaya lainnya sama dengan penanaman
dari umbi. Dengan demikian TUK TUK merupakan solusi untuk petani
yang menginginkan hasil panen prima. Sebagai bentuk suport kepada
aktifitas urban farming, benih bawang merah TUK TUK dalam kemasan
personal pouch. Kemasan ini sangat cocok dipergunakan bagi masyarakat
perkotaan yang hobi berkebun dengan memanfaatkan keterbatasan lahan
yang dimilikinya.
Adapun salah satu teknologi budidaya yang belum diperhatikan
petani adalah cara pemotongan umbi yang tepat, kebanyakan petani
tidak mengetahui manfaat dilakukan pemotongan pada ujung umbi.
Menurut Juminiet al., (2009), pemotongan ujung umbi bibit kira-kira
1/3 atau 1/4 bagian dari panjang umbi, bertujuan agar umbi tumbuh
merata, dapat merangsang tunas, mempercepat tumbuhnya tanaman, dapat
merangsang tumbuhnya umbi samping dan dapat mendorong
terbentuknya anakan. Berdasarkan uraian di atas diharapkan pada
pemotongan umbi dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil dari
tanaman bawang merah. Selain dari pemotongan umbi salah satu
upaya untuk meningkatkan produksi tanaman bawang merah ialah
dengan penggunaan varietas yang baik dan unggul.Penggunaan varietas
yang unggul juga merupakan teknologi budidaya tanaman.Varietas
unggul memiliki beberapa kelebihan seperti tahan serangan hama dan
penyakit, serta produksi yang tinggi. Sehingga penggunaan varietas
unggul dapat menjadi nilai ekonomis terhadap petani.
Pemotongan ¼ maupun 1/3 bagian umbi bawang merah, tinggi
tanaman lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan tanpa
pemotongan umbi. Hasil penelitian Jumini, dkk (2010) juga memperolah
hasil yang sama yaitu pertumbuhan dan hasil bawang merah yang lebih
baik dijumpai pada pemotongan umbi ¼ bagian, yang ditunjukkan pada
tinggi tanaman, jumlah anakan umur 30 HST, jumlah umbi per rumpun
dan bobot umbi basah per rumpun, walaupun tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan perlakuan pemotongan umbi 1/3 bagian,
akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan tanpa pemotongan umbi bibit.
Hal ini diduga pemotongan ¼ bagian umbi mampu merangsang
pembentukan hormon tumbuh tanpa mengganggu mata tunas. Sebaliknya,
pemotongan umbi bibit 1/3 bagian diduga mengganggu mata tunas
sehingga pertumbuhannya terganggu. Menurut Samadi dan Cahyono
(2005), menyatakan rendahnya nilai pertumbuhan dan hasil tanaman
bawang merah pada perlakuan tanpa pemotongan umbi bibit diduga
diakibatkan oleh rusaknya mata tunas, sehingga pertumbuhan tunas dan
pembentukan anakan terhambat dan mengakibatkan tanaman tumbuh tidak
maksimal.

C. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan
a. Bibit bawang merah (umbi)
b. Tanah
c. Pupuk kandang
d. Arang sekam
2. Alat
a. Jerigen
b. Cethok
c. Ember
d. Soldir
D. CARA KERJA
1. Mencampur tanah, pupuk kandang, dan arang sekam degan
perbandingan 1:1:1.
2. Menyiapkan 1 buah jerigen yang akan digunakan.
3. Memberi lubang dibagian bawah jerigen menggunakan soldir agar air
tidak menggenang.
4. Mengisi jerigen dengan campuran media tanam yang sudah dibuat.
5. Menanam bibit bawang merah ke media tanam sedalam 3 cm, untuk
jerigen dapat ditanami 5 bibit sekaligus dalam satu wadah.
6. Melakukan penyiraman setiap pagi dan sore hari.
DAFTAR PUSTAKA

Ana Nawangsari, Dwi. 2010. Bawang Merang (Allium cepa L.). Universitas
Gajah Mada Yogyakarta
Apriany Fatmawaty, Andi. 2015. Pengaruh Pemotongan Umbi dan Pemberian
Beberapa Dosis Pupuk NPK Majemuk Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Bawang Merah (Allium ascolanicum L.). Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
Berlian dan Rahayu. 2017. Botani dan Morfologi Tanaman Bawang Merah.
Mercubuana Yogyakarta
Hera. 2017. Bawang Merah. Universitas Diponegoro Semarang
Hidayat dan Sumarni. 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman
Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Lembang Bandung.
Nazirah, Laila dan Maulana, Anjas. 2020. Pertumbuhan dan Hasil Beberapa
Varietas Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Akibat
Pemotongan Umbi. Universitas Malikussaleh Aceh
Pujiati S.Si., M.Si. 2017. Budidaya Bawang Merah Pada Lahan Sempit.
Universitas PGRI Madiun
LAMPIRAN

Gambar 5.1 Melubangi Jerigen Gambar 5.2 Mencampur Media Tanam

Gambar 5.3 Memasukkan Media Gambar 5.4 Menyirami Media


Tanam Tanam

Gambar 5.5 Memotong Bawang Gambar 5.6 Menanam Bawang


Merah Merah

Anda mungkin juga menyukai