Anda di halaman 1dari 16

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L.)


Wulandari (2013) menyatakan bahwa kedudukan tanaman bawang merah
dalam sistematika diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Asparagales
Famili : Amaryllidaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa
Bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan
bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-30 cm di dalam tanah.
Tanaman bawang memiliki batang sejati atau bisa juga disebut “diskus” yang
berbentuk seperti cakram, tipis dan pendek, sebagai tempat melekatnya akar
dan mata tunas (titik tumbuh), di atas diskus terdapat batang semu yang
tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semu yang berada di dalam
tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis. Daunnya berbentuk
silindris kecil dan memanjang antara 50-70 cm, berlubang dan bagian ujungnya
runcing, berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada tangkai
yang ukurannya relatif pendek (Wulandari 2013).
Bunga bawang merupakan bunga sempurna (hermaprodite) dan dapat
menyerbuk sendiri atau silang. Bunga bawang merah adalah bunga mejemuk
berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujung
dan pangkal tangkainya mengecil dan di bagian tengah menggembung,
bentuknya seperti pipa yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini
sangat panjang, lebih tinggi dari daunnya sendiri dan mencapai 30-50 cm
(Wulandari 2013). Bawang merah merupakan tanaman semusim yang
berbentuk rumput. Daunnya panjang serta berongga seperti pipa. Pangkal

4
5

daunnya dapat berubah fungsi menjadi umbi lapis. Oleh karena itu, bawang
merah disebut umbi lapis (Sunarjono 2016).
Buahnya berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul yang membungkus
biji berjumlah 2-3 butir, bentuk bijinya agak pipih, saat masih muda berwarna
bening atau putih namun setelah tua akan menjadi hitam. Biji bawang merah
bisa digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generatif. Bakal
buah sebenarnya terbentuk dari 3 daun buah yang disebut carpel, carpel ini
membentuk tiga buah ruang dan dalam tiap ruang tersebut terdapat 2 calon biji.
Buah berbentuk bulat dengan ujung tumpul. Bentuk biji agak pipih. Biji
bawang merah dapat digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman secara
generatif (Wulandari 2013).
B. Syarat Tumbuh Tanaman Bawang Merah
Pada umumnya tanaman bawang merah tumbuh baik pada musim
kemarau, akan tetapi harus cukup air. Mengingat di Indonesia hanya ada 2
musim, yakni musim kemarau dan musim penghujan, maka petani harus benar-
benar memperhatikannya. Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi
dengan baik di dataran rendah sampai dataran tinggi 1.100 m (ideal 0-800 m)
di atas permukaan laut, tetapi produksi terbaik dihasilkan dari dataran rendah
(Wulandari 2013).
Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu
udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu
udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana
ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara
22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman
bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang
cerah (Rismunandar 1986).
Sinar matahari sangat dibutuhkan untuk pembentukan zat hijau daun atau
klorofil, serta untuk pertumbuhan bagi proses asimilasi. Jika tanaman bawang
merah kurang mendapatkan sinar matahari, maka pertumbuhannya lemah dan
pucat. Tanaman ini tidak menghendaki hujan lebat. Andaikata ada petani
menanam bawang merah, hasilnya masih kurang memuaskan meskipun
6

pertumbuhannya baik. Hal ini ada kemungkinan pengikatan Nitrogen atau zat
lemas yang berguna untuk pertumbuhan pucuk daun berkurang, karena banyak
unsur-unsur yang tercusi larut dalam tanah. Curah hujan yang terlalu banyak
akan menimbulkan berjangkitnya berbagai macam penyakit pada tanaman
bawang merah (Sugiharto 1992).
Tinggi rendahnya suhu akan menimbulkan reaksi pada tanaman bawang
merah. Pertumbuhan tanaman bawang merah memerlukan batas-batas suhu
tertentu. Pada suhu yang tinggi tanaman ini akan kehilangan air akibat
penguapan. Tanaman bawang merah baik ditanam pada akhir musim
penghujan, karena tanah masih cukup basah menyimpan air, sehingga pada
musim kemarau tiba tanaman sudah cukup kuat terhadap udara kering
(Sugiharto 1992).
Bawang merah dapat tumbuh dengan baik bila tanahnya subur, banyak
humus (gembur), tidak tergenang air, dan aerasinya baik. Selain itu, pH
tanahnya dijaga antara 5,5-6,5. Jika pH nya terlalu asam (lebih rendah dari
5,5), garam alumunium (Al) larut dalam tanah. Garam alumunium tersebut
akan bersifat racun terhadap tanaman bawang hingga tumbuhnya menjadi
kerdil. Jika pH nya lebih tinggi dari 6,5 (netral sampai basa), unsur mangan
(Mn) tidak dapat dimanfaatkan hingga umbi-umbinya menjadi kecil. Bawang
merah lebih senang pada iklim agak kering, tanah alluvial, dan suhu udara
panas sehingga sangat baik bila ditanam di dataran rendah. Daerah yang
banyak ditanami bawang merah ialah daerah Tegal, Cirebon, Pekalongan,
Brebes, Madiun, Wates, dan Ampenan (Sunarjono 2016).
C. Teknik Budidaya Tanaman Bawang Merah
1. Penyiapan Lahan
Pengolahan tanah pada dasarnya dimaksudkan untuk menciptakan
lapisan olah yang gembur dan cocok untuk budidaya bawang merah.
Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah,
memperbaiki drainase dan aerasi tanah, meratakan permukaan tanah, dan
mengendalikan gulma. Pada lahan kering, tanah dibajak atau dicangkul
sedalam 20 cm (Sumarni 2005).
7

Setelah pengolahan tanah, perlu dibiarkan di bawah terik sinar


matahari antara 4 sampai 5 hari, kemudian membuat selokan. Tanah bekas
selokan diletakkan di atas menjadi gundukan lurus yang selanjutnya
dijadikan bedengan. Hal tersebut bertujuan memudahkan pembuangan air
hujan, mempermudah pemeliharaan, mempermudah penyiraman, dan
menghindari injakan-injakan kaki. Pada umumnya ukuran bedengan dibuat
dengan panjang tergantung panjang sawah atau petakan, lebar 100-125 cm
dan tinggi 30 cm. Hal tersebut dapat disesuaikan dengan luas sawah atau
petak pada tanah garapan.
2. Pemberian Dolomit
Pada saat pengolahan tanah, khususnya pada lahan yang masam
dengan pH kurang dari 5,6, disarankan pemberian kaptan/dolomit minimal 2
minggu sebelum tanam dengan dosis 1-1,5 t/ha/tahun, yang dianggap cukup
untuk 2 musim tanam berikutnya. Pemberian dolomit ini penting dilakukan
untuk meningkatkan ketersediaan unsure hara Kalsium dan Magnesium,
terutama pada lahan masam atau lahan-lahan yang diusahakan secara
intensif untuk tanaman sayuran pada umumnya. Hasil penelitian
menyimpulkan bahwa untuk lahan yang dikelola secara intensif, pemberian
dolomite sebanyak 1,5 ton/ha dapat meningkatkan bobot basah dan bobot
kering bawang merah (Sumarni 2005).
3. Pemberian Pupuk Dasar
Tanah dicangkul sedalam 40 cm, kemudian diberi pupuk kandang atau
kompos yang telah matang sebanyak 10-20 ton/ha (Sunarjono2016). Pupuk
organik adalah semua sisa bahan tanaman, pupuk hijau, dan kotoran hewan
yang mempunyai kandungan unsur hara rendah. Pupuk organik tersedia
setelah zat tersebut mengalami proses pembusukan oleh mikroorganisme.
Pupuk kompos adalah pupuk yang dibuat dengan cara membusukkan sisa-
sisa tanaman. Jenis tanaman yang sering digunakan untuk kompos
diantaranya jerami, sekam padi, tanaman pisang, gulma, sayuran yang
busuk, sisa tanaman jagung, dan sabut kelapa. Tanaman air sering
digunakan untuk kompos diantaranya ganggang biru, gulma air, eceng
8

gondok, dan azola. Pupuk jenis ini berfungsi sebagai pemberi unsur hara
yang berguna untuk perbaikan struktur tanah (Susetya 2015).
Keunggulan kompos antara lain mengandung unsur hara yang
lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak
dimiliki oleh pupuk buatan (anorganik). Kompos mengandung asam-asam
organik, antara lain asam humic, asam fulfic, hormon dan enzym yang tidak
terdapat dalam pupuk buatan yang sangat berguna bagi tanaman maupun
lingkungan dan mikroorganisme. Kompos mengandung mikroorganisme
tanah yang mempunyai pengaruh yang sangat baik terhadap perbaikan sifat
fisik tanah dan terutama sifat biologis tanah. Kompos memperbaiki dan
menjaga struktur tanah, menjadi penyangga pH tanah, menjadi penyangga
unsur hara anorganik yang diberikan, membantu menjaga kelembaban
tanah, aman dipakai dalam jumlah besar, dan tidak merusak lingkungan
(Susetya 2015).
Kekurangan kompos antara lain kandungan unsur hara jumlahnya
kecil, sehingga jumlah pupuk yang diberikan harus relatif banyak bila
dibandingkan dengan pupuk anorganik. Karena jumlahnya banyak,
menyebabkan memerlukan tambahan biaya operasional untuk pengangkutan
dan implementasinya. Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah
yang sudah miskin unsur hara, pemberian pupuk organik yang
membutuhkan jumlah besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani.
Sementara itu reaksi atau respon tanaman terhadap pemberian pupuk
organik tidak sesignifikan pemberian pupuk buatan (Susetya 2015).
Menurut Santi (2006), kompos tergolong miskin unsur hara jika
dibandingkan dengan pupuk kimia. Namun, karena bahan-bahan penyusun
kompos cukup melimpah maka potensi kompos sebagai penyedia unsur hara
kemungkinan dapat menggantikan posisi pupuk kimia, meskipun dosis
pemberian kompos menjadi lebih besar dari pada pupuk kimia, sebagai
penyetaraan terhadap dosis pupuk kimia.
Cara pemakaian kompos, sebaiknya disesuaikan dengan keadaan jenis
tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut, disamping juga harus
9

disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman. Tiap-tiap


tanaman memerlukan kandungan bahan organik yang berbeda-beda.
Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan pupuk organik sama sekali
pertumbuhannya tidak akan sebaik tanaman yang mendapat pupuk organik.
Sementara itu tiap-tiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan
kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Sehingga jumlah pemberian
pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan
sama. Untuk menentukan tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus
dilakukan dengan analisa laboratorium (Susetya 2015).
Bahan dasar kompos berasal dari sisa-sisa tanaman yang telah
mengalami proses pelapukan oleh mikroorganisme pengurai. Kompos tidak
hanya menambah unsur hara bagi tanaman, tetapi juga dapat memperbaiki
struktur tanah, menjaga fungsi tanah sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan baik. Aplikasi kompos hampir sama dengan pupuk kandang yaitu
dapat diberikan 10-20 ton/ha, untuk polibag atau pot diberikan 1/3 dari
media tanam (Lingga 2005). Menurut Simamora (2006) kandungan unsur
hara dalam pupuk kompos yaitu N 1,33%, P2O5 0,85%, K2O 0,36%, Ca
5,61%, Fe 2,1%, Zn 2,5 ppm, Cu 65 ppm dan humus 53,7%.
Pupuk kandang merupakan produk yang berasal dari limbah usaha
peternakan. Jenis ternak yang bisa menghasilkan pupuk kandang sangat
beragam, diantaranya sapi, kambing, domba, kuda, kerbau, ayam, dan babi.
Limbah tersebut tidak saja berupa feses, melainkan juga sisa pakan, urine,
dan sekam sebagai liter pada pemeliharaan ayam. Kualitas pupuk kandang
sangat bervariasi, tergantung pada jenis ternak yang menghasilkan kotoran,
umur ternak, jenis pakan yang dikonsumsi, campuran bahan selain feces,
bahan alas/litter yang digunakan, proses pembuatan, serta teknik
penyimpanannya. Pupuk kandang mengandung beragam jenis unsur hara,
seperti disajikan pada Lampiran 2 (Setiawan 2010).
Fungsi pupuk kandang antara lain memperbaiki struktur tanah,
sebagai penyedia sumber hara, makro dan mikro, menambah kemampuan
tanah dalam menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan
10

unsur-unsur hara (melepas hara sesuai kebutuhan tanah), sumber energi bagi
mikro organisme. Tingginya pemanfaatan kotoran ternak menjadi pupuk
kandang karena beberapa keuntungan yang didapat, antara lain dengan
mengubahnya menjadi pupuk kandang, patogen yang terdapat dalam
kotoran ternak akan terbasmi, bibit gulma yang terdapat di dalam kotoran
ternak akan mati ketika terjadi proses dekomposisi, pupuk kandang mampu
memperbaiki kondisi tanah yang kian rusak karena pengaruh penggunaan
pupuk kimia, pupuk kandang meningkatkan pelepasan unsur hara yang
kualitasnya lebih tinggi dari kompos secara perlahan-lahan dalam jangka
waktu tertentu (release), dengan mengubah menjadi pupuk kandang, sumber
polusi menjadi berkurang karena proses dekomposisi akan menstabilkan
nitrogen (N) yang mudah menguap menjadi bentuk lain, seperti protein,
pupuk kandang mampu mengikat air tanah sehingga bisa digunakan sebagai
sumber energi bagi flora dan fauna tanah, pupuk kandang dapat
meningkatkan pertumbuhan mikroba dan perputaran hara dalam tanah
(Setiawan 2010).
Pupuk kandang bisa digunakan untuk berbagai jenis tanaman, seperti
tanaman sayur, tanaman buah, tanaman palawija, dan tanaman pangan.
Secara aplikasi, penggunaan pupuk kandang dibedakan menjadi penggunaan
di sawah dan penggunaan di lahan kering. Penggunaan di sawah lebih
ditekankan pada tanaman padi. Sementara penggunaan di lahan kering
untuk tanaman sayur dan tanaman buah. Dosis pupuk kandang yang
digunakan untuk tanaman padi di sawah lebih rendah dibandingkan dengan
dosis untuk lahan kering. Untuk setiap hektar sawah, pupuk kandang yang
digunakan sebanyak kurang dari 2 ton. Sementara pada lahan kering, dosis
yang digunakan bisa mencapai 25-75 ton/ha, tergantung pada jenis tanaman
yang ditanam (Setiawan 2010).
Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah,
menyediakan unsur makro (nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan belerang)
dan mikro (besi, seng, boron, kobalt, dan molibdenium). Selain itu, pupuk
kandang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan terhadap air, aktivitas
11

mikrobiologi tanah, nilai kapasitas tukar kation dan memperbaiki struktur


tanah. Pengaruh pemberian pupuk kandang secara tidak langsung
memudahkan tanah untuk menyerap air. Pemakaian pupuk kandang sapi
dapat meningkatkan permeabilitas dan kandungan bahan organik dalam
tanah, dan dapat mengecilkan nilai erodobilitas tanah yang pada akhirnya
meningkatkan ketahanan tanah terhadap erosi (Yuliana et al. 2015).
Kelebihan pupuk kandang antara lain aman digunakan dalam jumlah
besar, bahkan sumber utama hara dalam pertanian organik, membantu
menetralkan pH tanah, membantu menetralkan racun akibat logam berat
dalam tanah, memperbaiki struktur tanah menjadi lebih gembur,
mempertinggi porositas tanah dan secara langsung meningkatkan
ketersediaan air tanah, membantu penyerapan hara dari pupuk kimia yang
ditambahkan, serta membantu mempertahankan suhu tanah sehingga
fluktuasinya tidak tinggi. Sementara kekurangan dari pupuk kandang adalah
harus diberikan dalam jumlah besar, secara perbandingan berat, kadar hara
yang tersedia bagi tanaman relatif sedikit, dapat menurunkan kualitas air
bila berdekatan dengan sumber air (Marsono 2001).
Untuk meningkatkan optimalisasi pemupukan, biasanya penggunaan
pupuk kandang untuk lahan sawah dicampur dengan pupuk anorganik. Di
lahan kering, pupuk kandang bisa diaplikasikan untuk tanaman sayur,
tanaman buah, dan tanaman palawija. Dosis yang digunakan tergantung
pada jenis tanamannya. Untuk tanaman sayur, dosis yang digunakan sekitar
20-30 ton/ha, sedangkan pada tanaman palawija berkisar 1-2 ton/ha. Efek
pemberian pupuk kandang biasanya agak lama. Oleh karenanya, pada masa
tanam pertama biasanya kurang memberikan hasil yang optimal. Efeknya
baru terasa pada masa penanaman yang kedua (Setiawan 2010). Menurut
Sunarjono (2016), sebelum bawang merah ditanam, tanah diolah terlebih
dahulu. Tanah tersebut dicangkul sedalam 40 cm, kemudian diberi pupuk
kandang yang telah matang sebanyak 10-20 ton/ha.
Pupuk kandang sapi mempunyai kandungan serat kasar tinggi, seperti
selulosa. Hal ini ditandai dengan tingginya rasio C/N, di atas 40. Kondisi ini
12

bisa menghambat pertumbuhan tanaman sehingga pemberiannya harus


dibatasi. Untuk menurunkan tingginya kandungan C, bisa dilakukan dengan
pengomposan. Pupuk kandang sapi juga dikenal mengandung air yang
banyak. Kondisi ini akan menambah berat pupuk kandang sehingga
memerlukan tenaga kerja lebih. Selain itu, proses pelepasan amoniak juga
masih terjadi. Untuk mempercepat proses pengomposan kotoran sapi dapat
dilakukan dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang mampu menyerap
kelebihan air, seperti serbuk gergaji atau jerami (Setiawan 2010).
4. Penanaman
Bawang merah dapat dikembangbiakkan dengan umbi dan biji.
Namun, pengembangbiakan dengan biji tidak pernah dilakukan karena
perawatannya sulit. Bentuk umbi sebaiknya bulat dan telah disimpan dalam
gudang selama 1-2 bulan. Untuk lahan seluas satu hektar diperlukan
200.000 umbi dengan berat sekitar 1.200 kg/ha (Sunarjono 2016).
Pada saat hendak ditanam, terlebih dahulu menyiram bedengan, agar
tanah menjadi lembab dan mempermudah penancapan bibit yang hendak
ditanam. Sebaiknya digunakan umbi yang berukuran cukup besar, sebab
kelak usia panen cenderung lebih cepat jika dibandingkan dengan umbi bibit
yang berukuran kecil. Penanaman bibit sebaiknya dilakukan secara teratur,
rapi dan sejajar, menggunakan blak atau alat ukuran yang terbuat dari
bambu. Jarak tanam antar barisan sekitar 15-20 cm, sedangkan antar
tanaman sekitar 8-10 cm. Pada waktu tanam, bagian pangkal bibit berada di
bawah. Bibit ditanam atau dibenamkan 2/3 bagian di bawah permukaan
tanah, sedangkan 1/3 bagian bibit harus ada di permukaan tanah. Jika
penanaman bibit terlalu dalam dapat mengakibatkan kesulitan pertumbuhan
pada tunas, dan bibit mudah rusak. Sebaliknya, jika letak bibit kurang dalam
mudah terbawa oleh pengikisan tanah yang diakibatkan hujan atau waktu
penyiraman (Sugiharto 1992).
5. Pemeliharaan
Sudah selayaknya jika menghendaki suatu keberhasilan, tentu akan
bekerja lebih keras dan berhati-hati. Demikian pula pada tanaman bawang
13

merah, benar-benar harus memerlukan perhatian khusus guna mengikuti


perkembangan dari awal hingga panen. Kesadaran, kesabaran, dan
keterampilan sangat dibutuhkan dalam budidaya tanaman bawang merah
(Sugiharto 1992). Kegiatan pemeliharaan tanaman bawang merah antara
lain:
a. Penyiraman
Bila saat awal penanaman hujan masih turun, perlu diperhatikan
adalah drainase bedengan, apabila pada saat itu dalam kondisi iklim
kering perlu dilakukan penyiraman intensif 2-5 kali dalam seminggu
(Wulandari 2013). Penyiraman tanaman ini tergantung pada musim. Pada
musim penghujan perlu adanya perhatian sungguh-sungguh, karena
apabila terlalu banyak air akan menyebabkan tanah selalu lembab,
sehingga mudah terkena penyakit busuk umbi. Jika keadaan sedang
berawan, dimana penguapan tidak sebanyak pada waktu panas, maka
penyiraman tidak perlu banyak. Tanaman yang masih berumur muda
memerlukan penyiraman yang lebih banyak daripada tanaman yang
sudah berumur 1 bulan (Sugiharto 1992).
b. Pemupukan Susulan
Sepuluh hari setelah tanam dengan NPK dosis 200 kg/ha dengan
jalan dilakukan penugalan diantara tanaman bawang merah (Wulandari
2013). Pemupukan merupakan salah satu faktor penentu dalam upaya
meningkatkan hasil tanaman. Pupuk yang digunakan sesuai anjuran
diharapkan dapat memberikan hasil yang secara ekonomis
menguntungkan. Dengan demikian, dampak yang diharapkan dari
pemupukan tidak hanya meningkatkan hasil per satuan luas tetapi juga
efisien dalam penggunaan pupuk. Hal ini, mengingat penggunaan pupuk
di tingkat petani cukup tinggi, sehingga dapat menimbulkan masalah
terutama defisiensi unsur hara mikro, pemadatan tanah, dan pencemaran
lingkungan (Bangun et al.2000). Agar jumlah dan bobot umbi bawang
merah yang dihasilkan tinggi, maka pertumbuhan tanaman harus cepat
14

dan baik. Tanaman perlu pupuk NPK sebagai sumber hara untuk proses
pertumbuhannya (Napitupulu 2010).
Tanaman bawang merah memerlukan ketersediaan hara dalam
jumlah yang cukup dan berimbang, terutama unsur hara nitrogen (N),
fosfor (P), dan kalium (K). Unsur hara nitrogen merupakan bahan
pembangun protein, asam nukleat, enzim, nukleoprotein, dan alkaloid,
yang sangat dibutuhkan tanaman terutama untuk perkembangan daun,
meningkatkan warna hijau daun, serta pembentukan cabang atau anakan.
Kekurangan hara N dapat membatasi pembelahan dan pembesaran sel
(Sumiati 2007).
Unsur hara fosfor merupakan komponen enzim, protein, ATP,
RNA, DNA, dan fitin, yang mempunyai fungsi penting dalam proses-
proses fotosintesis, penggunaan gula dan pati, serta transfer energi.
Defisiensi P menyebabkan pertumbuhan tanaman lambat, lemah, dan
kerdil. Unsur hara kalium berfungsi dalam pembentukan gula dan pati,
sintesis protein, katalis bagi reaksi enzimatis, penetral asam organik,
serta berperan dalam pertumbuhan jaringan meristem, meningkatkan
ketahanan terhadap penyakit, dan perbaikan kualitas hasil tanaman.
Pemberian ketiga unsur hara tersebut secara tepat sangat membantu
pembentukan umbi bawang merah. Hasil-hasil penelitian pemupukan
pada tanaman bawang merah menggunakan benih umbi konvensional
menunjukkan bahwa kebutuhan pupuk untuk produksi umbi bawang
merah bervariasi antara 150–300 kg/ha N, 90–180 kg/ha P2O5, dan 50–
100 kg/ha K2O, bergantung pada varietas, musim tanam, dan jenis tanah
(Hidayat 1996, Sumarni 1993, Suwandi 1992, Napitupulu 2010).
Pemupukan susulan I berupa pupuk N dan K dilakukan pada umur
10 – 15 hari setelah tanam dan susulan ke II pada umur 1 bulan sesudah
tanam, masing-masing ½ dosis. Macam dan jumlah pupuk N dan K yang
diberikan adalah sebagai berikut : N sebanyak 150-200 kg/ha dan K
sebanyak 50-100 kg K2O/ha atau 100-200 kg KCl/ha. Komposisi pupuk
N yang paling baik untuk menghasilkan umbi bawang merah konsumsi
15

adalah 1/3 N (Urea) + 2/3 N (ZA). Pupuk K sebanyak 50-100 kg K2O/ha


diaplikasikan bersama pupuk N dalam larikan dan dibenamkan ke dalam
tanah. Sumber pupuk K yang paling baik adalah KCl (Sumarni 2005).
Pemupukan susulan merupakan pemupukan yang lanjutan setelah
pemupukan pertama pada saat pengolahan tanah. Pemupukan susulan
besifat memberikan makanan tambahan berupa zat makanan (hara) atas
kekurangan pada pemupukan dasar, dan berupa pemberian zat makanan
(pupuk) yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan tanaman. Pupuk
yang digunakan dalam pemupukan susulan merupakan jenis pupuk
sintetik (pupuk kimia buatan pabrik). Salah satu yang digunakan adalah
jenis NPK. Jenis pupuk NPK ini sangat perlu diberikan karena dapat
menambah kekurangan unsur hara NPK yang terdapat pada pupuk
kandang dan di dalam tanah, sedangkan jumlah pupuk NPK dalam
jumlah yang cukup untuk tanaman baik bagi pertumbuhan dan
pembentukan hasilnya (Prabowo 2013).
Pupuk NPK adalah pupuk buatan yang berbentuk cair atau padat
yang mengandung unsur hara utama nitrogen, fosfor, dan kalium. Fungsi
nitrogen (N) bagi tumbuhan antara lain mempercepat pertumbuhan
tanaman, menambah tinggi tanaman, dan merangsang pertunasan,
memperbaiki kualitas, terutama kandungan proteinnya, menyediakan
bahan makanan bagi mikroba. Fosforus (P) bagi tanaman berperan dalam
proses respirasi dan fotosintesis, penyusunan asam nukleat, pembentukan
bibit tanaman dan penghasil buah, perangsang perkembangan akar
sehingga tanaman akan lebih tahan terhadap kekeringan, dan
mempercepat masa panen sehingga dapat mengurangi resiko
keterlambatan waktu panen. Fungsi kalium bagi tanaman antara lain
mempengaruhi susunan dan mengedarkan karbohidrat di dalam tanaman,
mempercepat metabolisme unsur nitrogen, mencegah bungadan buah
agar tidak mudah gugur (Susetya 2015).
Pengaruh negatif unsur urea yaitu tanah akan bersifat agak asam,
penggunaan urea berlebihan akan mengurangi proses tumbuhnya
16

kecambah dari suatu bibit dan mengurangi daya serap akar. Pengaruh
negatif unsur superfosfat yaitu jika kelebihan, tanah akan kelebihan asam
karena superfosfat dapat meningkatkan konsentrasi hydrogen dalam
tanah, dapat bersifat racun bagi tanaman jika diberikan pada tanaman
yang tumbuh pada tanah yang mengandung banyak unsur aluminium atau
toxic aluminium (Susetya 2015).
Pemakaian pupuk majemuk NPK akan memberi suplai N yang
cukup besar ke dalam tanah, sehingga dengan pemberian pupuk NPK
yang mengandung nitrogen tersebut akan membantu pertumbuhan
tanaman. Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang terdiri dari
pupuk tunggal N, P dan K. Penggunaan pupuk NPK mempunyai faktor
positif dan negatif. Faktor positif dari pupuk NPK adalah sebagai berikut:
pupuk buatan memiliki konsentrasi hara yang tinggi sehingga
memudahkan dalam pemakaian. Faktor negatif dari pupuk NPK adalah
adakalanya tanaman memperlihatkan gejala tanaman kurang baik sebagai
akibat dari konsentrasi garam yang tinggi di dalam tanah dan NPK
bereaksi masam (Wasis 2010).
c. Penyiangan
Untuk mempercepat pertumbuhan tanaman, maka rumput-rumput
liar yang tumbuh di sekitar tanaman bawang merah harus disiangi atau
dicabut. Pelaksanaan penyiangan rumput dapat pula dilaksanakan pada
saat-saat tertentu jika tanaman selalu diganggu oleh rumput. Penyiangan
rumput liar sangat diperlukan karena disamping merugikan tanaman, juga
menghalangi pertumbuhan. Rumput liar selalu menghisap dan merebut
zat-zat makanan yang diperlukan tanaman bawang merah, dan juga
merebut cahaya, CO2, yang sangat dibutuhkan oleh tanaman bawang
merah (Sugiharto 1992).
d. Pengendalian Hama dan Penyakit
Pemberantasan hama atau penyakit perlu memperhatikan dosis dan
jenis pestisida yang tepat agar tanaman tidak terganggu. Hama dan
penyakit yang sering mengganggu tanaman bawang merah dapat
17

menggagalkan panen. Jenis serangga pengganggu bawang merah adalah


ulat daun (Laphygma exigua) dan hama bodas atau hama lier (Thrips
tabaci). Kedua serangga hama ini menyerang tanaman melalui daunnya.
Ulat daun merusak daun dengan cara memotong ujungnya, sedangkan
hama bodas menghisap cairan hingga daun kering. Hama ini dapat
diberantas dengan semprotan insektisida Kelthane 0,2% atau Lebaycid
500 EC 0,2%. Akibat serangan hama tersebut umbi bawang merah
menjadi kecil (Sunarjono 2016).
Bawang merah pun dapat mengalami gangguan penyakit seperti
penyakit mati pucuk, bercak konsentris berwarna ungu, dan trotol abu-
abu. Penyakit tersebut disebabkan oleh sejenis cendawan. Jika terserang
penyakit tersebut umbi tanaman menjadi kecil. Cendawan Phytophthora
porri menyebabkan penyakit mati pucuk. Penyakit ini merusak ujung-
ujung daun tanaman sehingga berwarna kuning, kemudian berubah
menjadi putih dan kering. Penyakit ini dapat dikendalikan dengan
Antracol atau Dithane M-45 0,2%. Jenis cendawan kedua ialah
Alternaria porri. Cendawan ini dapat menyebabkan penyakit bercak
konsentris berwarna ungu dan menyerang daun bawang merah. Penyakit
ini dapat diberantas dengan semprotan Dithane M-45 atau Antracol 0,2%.
Adapun cendawan Peronospora destructor menyebabkan penyakit trotol
abu-abu atau embun. Penyakit ini dapat muncul setiap saat, terutama bila
malam harinya lembab dan berkabut. Penyakit ini merusak daun bawang
merah. Pencegahannya dengan semprotan Dithane M-45 0,2%-0,3%
(Sunarjono 2016).
6. Panen dan Pasca Panen
Panen dilakukan pada umur 65-75 hari setelah tanam dengan ciri-ciri
tanaman sudah cukup tua dengan hampir 60%-90% batang telah lemas dan
daun-daun menguning. Umbi lapis terlihat penuh padat berisi dan sebagian
tersembul di permukaan tanah. Warna kulit telah mengkilap atau memerah,
tergantung varietas atau kultivarnya. Cara panen dengan mencabut tanaman
bersama daunnya dan diusahakan agar tanah yang menempel dibersihkan.
18

Saat panen harus pada kondisi kering. Pemanenan di dataran rendah pada
umur 55-70 hari, di dataran tinggi pada umur 70-90 hari. Panen dilakukan
pada pagi hari yang cerah dan tanah tidak becek. Pemanenan dengan
pencabutan batang dan daun-daunnya. Selanjutnya 5-10 rumpun diikat
menjadi satu ikatan (Wulandari 2013).
Tanaman bawang merah dapat dipanen hasilnya setelah 60% daun-
daunnya kering dan pangkalnya lemas. Umur tanaman tersebut berkisar 2,5-
3,5 bulan. Tiap umbi bibit (tiap rumpun) dapat menghasilkan antara 4-6
umbi anakan. Berat hasil yang dipungut sekitar 4-5 kali berat bibit yang
digunakan. Oleh karena itu, tanaman yang baik dapat menghasilkan 10-40
ton per hektar umbi. Umbi dapat bertahan lama jika setelah dijemur
disimpan beserta daunnya (Sunarjono 2016).
Penjemuran bawang merah dengan alas anyaman bambu. Penjemuran
pertama selama 5-7 hari dengan bagian daun menghadap ke atas, tujuannya
mengeringkan daun. Penjemuran kedua selama 2-3 hari dengan umbi
menghadap ke atas, tujuannya untuk mengeringkan bagian umbi sekaligus
dilakukan pembersihan umbi dari sisa kotoran atau kulit terkelupas dan
tanah yang terbawa dari lapangan. Kadar air 85-89% baru disimpan di
gudang. Penyimpanan dilakukan dengan cara ikatan bawang merah
digantungkan pada rak-rak bambu. Aerasi diatur dengan baik, suhu gudang
26-29oC, kelembaban 70-80% (Wulandari 2013).
D. Analisis Usaha Tani
Ada tiga komponen yang mendasari analisis usaha tani asyuran, yakni
biaya produksi, pendapatan, dan keuntungan. Biaya produksi sayuran
merupakan jumlah semua biaya untuk mengahasilkan sayuran sampai panen.
Biaya ini terdiri dari sewa tanah, pengolahan lahan, pembelian bibit,
penyediaan sarana produksi, perawatan tanaman, pemanenan, dan bunga
modal. Biaya bunga modal dihitung apabila modal diperoleh dari pinjaman
bank. Biaya sarana produksi meliputi pupuk, pestisida, dan ajir atau lanjaran.
Biaya ini dapat disesuaikan dengan waktu dan kondisi daerah setempat
(Sunarjono 2016).
19

Pendapatan didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh dari usaha tani


selama periode tanam. Adapun kelayakan usaha dinilai dengan analisis
keuangan (analisis finansial). Analisis tersebut mencakup titik impas atau
Break Event Point (BEP), efisiensi penggunaan atau Return of Investment
(ROI), dan Revenue Cost Ratio (R/C rasio). Usaha bertanam sayuran dikatakan
tercapai titik impasnya bila harga jual sayuran sesuai dengan BEP harga atau
produksi sayuran sesuai dengan BEP produksi. Suatu usaha dapat dikatakan
layak apabila nilai Revenue Cost Ratio (R/C rasio) lebih dari satu. Tiap
penambahan biaya Rp 1,00 maka akan memeperoleh penerimaan senilai R/C
(Sunarjono 2016).

Anda mungkin juga menyukai