Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN JURNAL

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT GINJAL KRONIK


1. Definisi Penyakit Ginjal Kronik (PGK)

Penyakit gagal ginjal kronik adalah kerusakan fungsi ginjal yang progresif,
yang berakhir fatal pada uremia (kelebihan urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Netina, 2001). Penyakit ginjal kronis adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan
pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisi atau
transplantasi ginjal (Cynthia Lee Terry,2011).
Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan
gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner &
Suddarth, 2011).
Gagal ginjal kronis adalah hasil dari perkembangan dan ketidakmampuan
kembalinya fungsi nefron. Gejala klinis yang serius sering tidak terjadi sampai jumlah
nefron yang berfungsi menjadi rusak setidaknya 70-75% di bawah normal. Bahkan,
konsentrasi elektrolit darah relatif normal dan volume cairan tubuh yang normal
masih bisa di kembaikan sampai jumlah nefron yang berfungsi menurun di bawah 20-
25 persen. (Guyton and Hall, 2014).

6
2. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

a. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah abdomen,


retroperitoneal antara vertebra lumbal 1 dan 4. Pada neonatus kadang-kadang dapat
diraba. Seluruh traktus urinarius yaitu ginjal, ureter dan kandung kemih terletak di
daerah retroperitoneal. Pada janin permukaannya berlobulasi yang kemudian menjadi
rata pada masa bayi (Bradley A. Warady,2007).
Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang
berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut
papila bermuara di kaliks minor. Pada daerah korteks terdapat glomerulus, tubulus
kontortus proksimal dan distal. Daerah medula penuh dengan percabangan pembuluh
darah arteri dan vena renalis, ansa Henle dan duktus koligens. Satuan kerja terkecil
dari ginjal disebut nefron. Tiap ginjal mempunyai kira-kira 1 juta nefron. Nefron
terdiri atas glomerulus, kapsula Bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle
dan tubulus kontortus distal. Ujung dari nefron yaitu tubulus kontortus distal
bermuara ada di duktus koligens (Bradley A. Warady,2007).

7
b. Fisiologi Ginjal
Fungsi ginjal terutama untuk membersihkan plasma darah dari zat-zat yang
tidak diperlukan tubuh terutama hasil-hasil metabolisme protein. Proses ini
dilakukan dengan beberapa mekanisme, yaitu :
1) filtrasi plasma di glomerulus
2) reabsorpsi terhadap zat-zat yang masih diperlukan tubuh di tubulus
3) sekresi zat-zat tertentu di tubulus
Jadi urin yang terbentuk sebagai hasil akhir adalah resultat dari filtrasi
- sekresi – reabsorpsi.
Fungsi ginjal secara keseluruhan dapat dibagi dalam 2 golongan yaitu :
1) Fungsi ekskresi
a) Ekskresi sisa metabolisme protein
Sisa metabolisme lemak dan karbohidrat yaitu CO 2 dan H2O
dikeluarkan melalui paru dan kulit.Sisa metabolisme protein yaitu
ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat dilekuarkan
melalui ginjal. Jadi bila terjadi kerusakan ginjal, akan terjadi
penimbunan zat-zat hasil metabolisme tersebut dengan akibat terjadi
azotemia,hiperkalemia, hiperfosfatemia, hiperurisemia dan lain-lain
dengan segala macam akibatnya.
b) Regulasi volume cairan tubuh
Bila tubuh kelebihan cairan maka terdapat rangsangan melalui a. karotis
interna ke osmoreseptor di hipotalamus anterior.Rangsangan tersebut
diteruskan ke kelenjar hipofisis posterior sehingga produksi hormon
anti-diuretik (ADH) dikurangi dan akibatnya diuresis menjadi banyak.
Sebaliknya bila tubuh kekurangan air (dehidrasi), maka produksi ADH

8
akan bertambah sehingga produksi urin berkurang karena penyerapan
air di tubulus distal dan duktus koligens bertambah. Ginjal melakukan
konservasi cairan dengan mekanisme counter current.

c) Menjaga keseimbangan asam-basa


Keseimbangan asam dan basa tubuh diatur oleh paru dan ginjal.

(Bradley A. Warady,2007)

2) Fungsi endokrin
a) Partisipasi dalam eritropoesis
Pembentukan sel darah merah diperlukan zat erotropoetin.Eritropoetin,
merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang.Eritropoetin
dirubah dari proeritropoetin yang mungkin dibuat dalam hati oleh zat
yang diproduksi ginjal yang disebut faktor eritropoetik ginjal (kidney
erythropoetic factor).
b) Pengaturan tekanan darah
Bila terjadi iskemia ginjal misalnya oleh stenosis arteri renalis, maka
granula rennin akan dilepaskan dari aparat jukstaglomerular. Renin akan
merubah angiotensinogen di dalam darah menjadi angiotensin I.
Kemudian angiotensin I dirubah lagi menjadi angiotensin II oleh enzim

9
konvertase di paru. Angiotensin II mempunyai 2 efek, yaitu pertama
mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan kedua
merangsang korteks kelenjar adrenal untuk memproduksi
aldosteron.Aldosteron bersifat meretensi air dan natrium sehingga
akibatnya volume darah bertambah. Kombinasi kedua efek tersebut
akan mengakibatkan hipertensi.
c) Keseimbangan kalsium dan fosfor
Ginjal mempunyai peranan pada metabolisme vitamin D. Vitamin D
atau kolekalsiferol dirubah di hati menjadi 25 (OH)-kolekalsiferol (D3).
Kemudian baru setelah dirubah kedua kalinya yaitu di ginjal menjadi
1,25 (OH)2 D3 ia menjadi metabolit aktif dan dapat menyerap kalsium
di usus. Bila terjadi kerusakan ginjal misal pada GGK, maka hanya
sedikit dibentuk 1,25 (OH)2 D3 sehingga terjadi hipokalsemia. Hal ini
diperberat lagi dengan adanya retensi fosfor yang mempunyai
perbandingan terbalik dengan kalsium darah. Hipokalsemia akan
merangsang kelenjar paratiroid untuk memproduksi parathormon (PTH)
dengan maksud untuk meninggikan kadar kalsium darah.
(Bradley A. Warady,2007)

3. Etiologi
Di bawah ini ada beberapa penyebab CKD menurut Price dan Wilson (2006)
diantaranya adalah penyakit infeksi tubula intestinal, penyakit peradangan, penyakit
vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter,
penyakit metabolik, nefropati toksik, nefropati obsruktif. Beberapa contoh dari
golongan penyakit tersebut adalah :
a. Penyakit infeksi tubulointerstinal seperti pielo nefritis kronis dan refluks
nefropati.
b. Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis.
c. Penyakit vaskular seperti hipertensi, nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, dan stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan ikat seperti Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, dan seklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan kongenital dan herediter seperti penyakit ginjal polikistik, dan
asidosis tubulus ginjal.

10
f. Penyakit metabolik seperti diabetes militus, gout, dan hiperparatiroidisme,
serta amiloidosis.
g. Nefropati toksik seperti penyalah gunaan analgetik, dan nefropati timah.
h. Nefropati obstruktif seperti traktus urinarius bagian atas yang terdiri dari batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal. Traktus urinarius bagian bawah yang
terdiri dari hipertropi prostat, setriktur uretra, anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra.

Secara praktis penyebab GGK dapat dibagi menjadi kelainan kongenital,


kelainan didapat, dan kelainan herediter:
a) Kelainan kongenital : hipoplasia renal, displasia renal, uropati obstruktif
b) Kelainan herediter : nefronoftisis juvenil, nefritis herediter, sindrom alport
c) Kelainan didapat : glomerulosklerosis fokal segmental, glomerulopati
membranosa, kelainan metabolit (oksalosis, sistinosis) (Smeltzer C, 2012).
4. Klasifikasi
Menurut Sudung (2011), PGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu :

a) Gagal ginjal dini


Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal yang
ada sekitar 50-80% dari normal. Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon
metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak
gangguan klinis.
b) Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala
mulai dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan
keseimbangan kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini LFG berada di bawah 89
ml/menit/1,73m2.
c) Gagal ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkurang hingga 25% dari normal dan telah
menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi ginjal,
anemia, hipertensi, dan sebagainya. LFG pada tingkat ini telah berkurang
menjadi di bawah 30 ml/menit/1,73m2.
d) Gagal ginjal terminal
Pada tingkat ini fungsi ginjal 12% dari normal, LFG menurun sampai < 10

11
ml/menit/1,73m2 dan pasien telah memerlukan terapi dialisis atau transplantasi
ginjal

Menurut Corwin (2009), penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium
berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG), yaitu :

a) Stage 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
b) Stage 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
c) Stage 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
d) Stage 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
e) Stage 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.

Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin


Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg ))

( 72 x creatini serum )

Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85.

Menentukan keseimbangan cairan tubuh:

Ket: Rumus : Intake – Output

o Intake :air minum, air dalam makanan, air metabolisme, cairan


intravena/injeksi

o Output : urine, IWL, feses dan muntah

o Rumus Insesible Water Loss (IWL) : 15/Kg BB/Hari

o Jika ada kenaikan suhu badan : IWL + 200 (suhu badan sekarang - 36,8)

5. Patofisiologi

12
Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran
fungsi ginjal mencapai kritis, penjelekan sampai gagal ginjal stadium akhir tidak
dapat dihindari. Mekanisme yang tepat, yang mengakibatkan kemunduran fungsi
secara progresif belum jelas, tetapi faktor-faktor yang dapat memainkan peran
penting mencakup cedera imunologi yang terus-menerus; hiperfiltrasi yang ditengahi
secara hemodinamik dalam mempertahankan kehidupan glomerulus; masukan diet
protein dan fosfor; proteinuria yang terus-menerus; dan hipertensi sistemik (Bradley
A. Warady,2007).
Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus
secara terus-menerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus yang
akhirnya menimbulkan jaringan parut (Bradley A. Warady,2007).
Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting pada
destruksi glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai cedera ginjal.
Bila nefron hilang karena alasan apapun, nefron sisanya mengalami hipertroti
struktural dan fungsional yang ditengahi, setidak-tidaknya sebagian, oleh
peningkatan aliran darah glomerulus. Peningkatan aliran darah sehubungan dengan
dilatasi arteriola aferen dan konstriksi arteriola eferen akibat-angiotensin II
menaikkan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang bertahan hidup.
"Hiperfiltrasi" yang bermanfaat pada glomerulus yang masih hidup ini, yang
berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak glomerulus dan
mekanismenya belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi menimbulkan
kerusakan adalah pengaruh langsung peningkatan tekanan hidrostatik pada integritas
dinding kapiler, hasilnya mengakibatkan keluarnya protein melewati dinding kapiler,
atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini menyebabkan perubahan pada sel mesangium
dan epitel dengan perkembangan sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis meningkat,
nefron sisanya menderita peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan
peningkatan aliran darah glomerulus dan hiperfiltrasi. Penghambatan enzim
pengubah angiotensin mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat produksi
angiotensin II, dengan demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat
memperlambat penjelekan gagal ginjal (Bradley A. Warady,2007).
Model eksperimen insufisiensi ginjal kronis telah menunjukkan bahwa diet
tinggi-protein mempercepat perkembangan gagal ginjal, mungkin dengan cara
dilatasi arteriola aferen dan cedera hiperperfusi. Sebaliknya, diet rendah-protein
mengurangi kecepatan kemunduran fungsi. Penelitian manusia memperkuat bahwa

13
pada individu normal, laju filtrasi glomerulus (LFG) berkorelasi secara langsung
dengan masukan protein dan menunjukkan bahwa pembatasan diet protein dapat
mengurangi kecepatan kemunduran fungsi pada insufisiensi ginjal kronis (Bradley A.
Warady,2007).
Beberapa penelitian yang kontroversial pada model binatang menunjukkan
bahwa pembatasan diet fosfor melindungi fungsi ginjal pada insufisiensi ginjal
kronis. Apakah pengaruh yang menguntungkan ini karena pencegahan penimbunan
garam kalsium-fosfat dalam pembuluh darah dan jaringan atau karena penekanan
sekresi hormon paratiroid, yang berkemungkinan nefrotoksin, masih belum jelas
(Bradley A. Warady,2007).
Proteinuria menetap atau hipertensi sistemik karena sebab apapun dapat
merusak dinding kapiler glomerulus secara langsung, mengakibatkan sklerosis
glomerulus dan permulaan cedera hiperfiltrasi.
Ketika fungsi ginjal mulai mundur, mekanisme kompensatoir berkembang
pada nefron sisanya dan mempertahankan lingkungan internal yang normal. Namun,
ketika LFG turun di bawah 20% normal, kumpulan kompleks kelainan klinis,
biokimia, dan metabolik berkembang sehingga secara bersamasaan membentuk
keadaan uremia (Bradley A. Warady,2007).
6. Pathway (Terlampir)
7. Tanda Dan Gejala

Menurut Suyono (2010) menjelaskan bahwa manifestasi klinis pada gagal


ginjal kronik adalah sebagai berikut :
a.  Gangguan pada sistem gastrointestinal
1) Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan ganguan metabolisme
protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin akibat metabolisme bakteri
usus seperti ammonia danmelil guanidine serta sembabnya muosa usus.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah
oleh bakteri dimulut menjadi amoni sehinnga nafas berbau amonia.
3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan colitis uremik.
b.   Kulit
1) Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat
penmbunan urokrom. Gatal-gatal akibat toksin uremin dan pengendapan
kalsium di pori-pori kulit.

14
2) Ekimosis akibat gangguan hematologi.
3) Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.
4) Bekas-bekas garukan karena gatal.
c.  Sistem Hematologi
1) Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat berkurangnya masa
hidup eritrosit dalam suasana uremia toksin, defisiensi besi, asam folat, dan
lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarhan, dan fibrosis sumsum
tulang akibat hipertiroidism sekunder.
2) Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.
3) Gangguan fungsi leukosit.
d.  Sistem saraf dan otot
1) Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya sehinnga selalu
digerakkan.
2) Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak
kaki.
3) Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsetrasi, tremor,
asteriksis, mioklonus, kejang.
4) Miopati,  kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas proksimal. 
e. Sistem kardiovaskuler
1) Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas
sistem renin angiotensin aldosteron.
2) Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal jantung akibat
penimbunan cairan hipertensif.
3) Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan
klasifikasi metastasik.
4) Edema akibat penimbuna cairan.
f.   Sistem Endokrin
1) Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada laki-laki
akibat testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada wnita tibul gangguan
menstruasi, gangguan ovulasi, sampai amenore.
2) Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
3) Gangguan metabolisme lemak.

15
4) Gangguan metabolisme vitamin D.
g. Gangguan Sistem Lain
1) Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis, osteitis
fibrosia dan klasifikasi metastasik.
2) Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai hasil
metabolisme.
3) Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia

8. Stadium Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium-
stadium gagal ginjal kronik didasarkan pada tingkat GFR yang tersisa dan mencakup
menurut Corwin (2001) dalam Lutfia (2012) adalah:
1. Penurunan cadangan ginjal, yang terjadi apabila GFR turun 50% dari normal.
2. Insufisiensi ginjal, yang terjadi apabila GFR turun menjadi 20-35% dari normal.
Nefron-nefron yang tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena
beratnya beban yang mereka terima.
3. Gagal ginjal, yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal. Semakin banyak
nefron yang mati.
4. Penyakit ginjal stadium-akhir, yang terjadi apabila GFR menjadi kurang dari 5%
dari normal. Hanya sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal
ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.

9. Komplikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2011), komplikasi potensial penyakit ginjal
kronik yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a) Hiperkalemia
Akibat penurunan eksresi,asidosis metabolic, katabolisme dan masukan diet
berlebih
b) Pericarditis
Efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
c) Hipertensi

16
Akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi system rennin,
angiotensin, aldosteron
d) Anemia
Akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
peradangan gastro intestinal
e) Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat

10. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Diagnostik Spesifik :


1) Ureum dan kreatinin : meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandigan ini berkurang : ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun
(Robert, 2007).
2) Laboratorium :
a) Laju endap darah : meninggi yang diperberat oleh adanya anemia dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
b) Hiponatremi : umumnya karena kelebihan cairan.
c) Hiperkalemia : biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunnya diuresis.
d) Hipoklasemia dan hiperfosfatemia : terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D.3 pada pasien Penyakit Ginjal Kronik.
e) Phospate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang,
terutama isoenzim fosfatase lindin tulang.
f) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
g) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).

17
h) Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lema, disebabkan
peninggian hormone insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
i) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukkan Ph yang
menurun, HCO3 yang menurun, PCO2 yang menurun, semua disebabkan
retensi asam –asam organic pada gagal ginjal.
(Robert, 2007)

Pemeriksaan Diagnostik Lain :


1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab
itu penderita diharapkan tidak puasa.
2) Intra Vena Pielografi ( IVP) untuk menilai system pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu,
misalnya usia lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat.
3) Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim
ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.
4) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskuler, parenkim, eksresi) serta sisa fungsi ginjal.
5) Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri,
tanda-tanda pericarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
(Long, 2011)
9. Penatalaksanaan Medis
1.      Terapi Konservatif

Perubahan fungsi ginjal bersifat individu untuk setiap klien Cronic renal
Desease (CKD) dan lama terapi konservatif bervariasi dari bulan sampai tahun.

Tujuan terapi konservatif :

a.       Mencegah memburuknya fungsi ginjal secara profresi.

18
b.      Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksi asotemia.

c.       Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal.

d.      Memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.

Prinsip terapi konservatif :

a.     Mencegah memburuknya  fungsi ginjal.

1).    Hati-hati dalam pemberian obat yang bersifat nefrotoksik.

2).    Hindari keadaan yang menyebabkan diplesi volume cairan


ekstraseluler dan hipotensi.

3).    Hindari gangguan keseimbangan elektrolit.

4).    Hindari pembatasan ketat konsumsi protein hewani.

5).    Hindari proses kehamilan dan pemberian obat kontrasepsi.

6).    Hindari instrumentasi dan sistoskopi tanpa indikasi medis yang kuat.

7).    Hindari pemeriksaan radiologis dengan kontras yang kuat tanpa


indikasi medis yang kuat.

2. Terapi pengganti

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu
pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis
peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).

a.       Dialisis yang meliputi :

1.    pengertian hemodialisa

Haemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan


cairan dan produk limbah dalam tubuh kita, dimana ginjal tidak mampu melaksanakan
proses tersebut. (Brunner dan Suddarth 2001 dalam Suzanne, 2002).Haemodalisa
adalah proses perpindahan masa berdasarkan difusi antara darah dan cairan dialisis
yang dipisahkan oleh membrane semipermiabel (Price, 2005).

19
Gagal ginjal kronis dimana fungsi ginjal sudah rusak sehingga diperlukan
terapi seperti cuci darah (dialisa) setiap jangka waktu tertentu atau transplantasi
(Pearce, 1995). Menurut National Kidney and Urologic Diseases Information
Clearinghouse (NKUDIC, 2006) hemodialisa merupakan terapi yang paling sering
digunakan pada penderita gagal ginjal kronis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Secara khusus,
indikasi HD adalah

1.   Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:


 Hiperkalemia > 17 mg/lt
 Asidosis metabolik dengan pH darah < 7.2
 Kegagalan terapi konservatif
 Kadar ureum > 200 mg % dan keadaan gawat pasien uremia, asidosis metabolik
berat, hiperkalemia, perikarditis, efusi, edema paru ringan atau berat atau
kreatinin tinggi dalam darah dengan nilai kreatinin > 100 mg %
 Kelebihan cairan
 Mual dan muntah hebat
 BUN > 100 mg/ dl (BUN = 2,14 x nilai ureum )
 preparat (gagal ginjal dengan kasus bedah )
 Sindrom kelebihan air
 Intoksidasi obat jenis barbiturat

Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.
Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu
perikarditis, ensefalopati/ neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan
yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi berat, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% atau > 40 mmol per liter dan kreatinin > 10 mg
% atau > 90 mmol perliter. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8
mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006).

20
Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003)
secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit,
LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari
5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut
juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti
oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan
yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow
fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang
tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal
(Rahardjo, 2006).

2).    Dialisis Peritoneal (DP)

Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal


Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD,
yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang
telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,
pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi
non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).

b.      Transplantasi ginjal atau cangkok ginjal.

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).


Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

 Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal,
sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah
 Kualitas hidup normal kembali
 Masa hidup (survival rate) lebih lama

21
 Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
 Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
2. Fungsi System Ginjal Buatan
Fungsi sistem ginjal buatan atau alat haemodialisa :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
b. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan
bagian cairan. Biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan
negative (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi)
c. Mempertahankan dan mengembalikan sistem buffer tubuh.
d. Mempertahankan dan mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
(anonymous, 2012).

3. Indikasi Haemodialisa
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (2006)
umumnya indikasi dialisa pada GGK adalah bila laju filtrasi glomerulus (LFG sudah
kurang dari 5 ml/menit) sehingga dialisis baru dianggap perlu dimulai bila dijumpai
salah satu dari hal di bawah :
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. K serum > 6 mEq/L
c. Ureum darah > 200 mg/L
d. Ph darah < 7,1
e. Anuria berkepanjangan (> 5 hari)
f. Fluid overloaded.
4. Kontra Indikasi
Menurut Thiser dan Wilcox (1997) kontra indikasi dari hemodialisa adalah
hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan
sindrom otak organik.Sedangkan menurut PERNEFRI (2003) kontra indikasi dari
hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses
vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa
yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom

22
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI,
2003).
5. Prinsip yang Mendasari Kerja Haemodialisa
Pada hemodialisis, aliran darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen
dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah tersebut dibersihkan dan
kemudian dikembalikan lagi ke tubuh pasien.Sebagian besar dializer merupakan
lempengan rata atau ginjal serat artificial berongga yang berisi ribuan tubulus selofan
yang halus dan bekerja sebagai membran semipermeabel. Aliran darah akan melewati
tubulus tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi di sekelilingnya. Pertukaran
limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membrane
semipermeabel tubulus (Brunner & Suddarth, 2002).
Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu difusi, osmosis,
ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses difusi
dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat
dengan konsentrasi yang lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit
yang penting dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan
dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan
menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari daerah dengan tekanan yang
lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).Gradient ini
dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang dikenal sebagai
ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative diterapkan pada alat ini sebagai
kekuatan penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Suharayanto
dan Madjid, 2009).
6. Peralatan Haemodialisa
Peralatan haemodialisa terdiri dari, yaitu :
a. Arterial – Venouse Blood Line (AVBL)
AVBL terdiri dari :
1) Arterial Blood Line (ABL)
Adalah tubingatau line plastic yang menghubungkan darah dari tubing akses
vaskular tubuh pasien menuju dialiser, disebut Inlet ditandai dengan warna
merah.
2) Venouse Blood Line
Adalah tubing/line plastic yang menghubungkan darah dari dialiser dengan
tubing akses vascular menuju tubuh pasien disebut outlet ditandai dengan

23
warna biru.Priming volume AVBL antara 100-500 ml. priming volume adalah
volume cairan yang diisikan pertama kali pada AVBL dan kompartemen
dialiser.Bagian-bagian dari AVBL dan kopartemen adalah konektor, ujung
runcing,segmen pump,tubing arterial/venouse pressure,tubing udara,bubble
trap,tubing infuse/transfuse set, port biru obat, port darah/merah,
heparin,tubing heparin dan ujung tumpul.
b. Dializer atau ginjal buatan (artificial kidney)
Adalah suatu alat dimana proses dialisis terjadi terdiri dari 2 ruang
ataukompartemen, yaitu:
1) Kompartemen darah yaitu ruangan yang berisi darah.
2) Kompartemen dialisat yaitu ruangan yang berisi dialisat
Kedua kompartemen dipisahkan oleh membran semipermiabel. Dialiser
mempunyai 4 lubang yaitu dua ujung untuk keluar masuk darah dan dua
samping untuk keluar masuk dialisat.
c. Air Water Treatment
Air dalam tindakan hemodialis dipakai sebagai pencampur dialisat peka (diasol).
Air ini dapat berasal dari berbagai sumber, seperti air PAM dan air sumur, yang
harus dimurnikan dulu dengan cara “water treatment” sehingga memenuhi
standar AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrument). Jumlah
air yang dibutuhkan untuk satu session hemodilaisis seorang pasien adalah
sekitar 120 Liter.
d. Larutan Dialisat
Dialisat adalah larutan yang mengandung elektrolit dalam komposisi
tertentu.Dipasaran beredar dua macam dialisat yaitu dialisat asetat dan dialisat
bicarbonate. Dialisat asetat menurut komposisinya ada beberapa macam yaitu :
jenis standart, free potassium, low calsium dan lain-lain. Bentuk bicarbonate ada
yang powder, sehingga sebelum dipakai perlu dilarutkan dalam air murni/air
water treatment sebanyak 9,5 liter dan ada yang bentuk cair (siap pakai).
e. Mesin Haemodialisis
Ada bermacam-macam mesin haemodilisis sesuai dengan mereknya. Tetapi
prinsipnya sama yaitu blood pump, system pengaturan larutan dilisat, system
pemantauan mesin terdiri dari blood circuit dan dillisat circuit dan bebagai
monitor sebagai deteksi adanya kesalahan. Dan komponen tambahan seperti

24
heparin pump, tombol bicarbonate, control ultrafiltrasi, program ultrafiltrasi,
kateter vena, blood volume monitor.
7. Proses Haemodialisa
Hemodialisa mencakup shunting / pengalihan arus darah dari tubuh pasien ke
dialisator dimana terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali ke sirkulasi
pasien.Untuk pelaksanaan hemodialisa terjadi yang masuk ke darah pasien, suatu
mekanisme yang mentraspor darah ke dan dari dialisator, dan dialisator (daerah
dimana terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk-produk sisa berlangsung).
Sekarang terdapat lima cara utama agar terjadi yang masuk ke aliran darah pasien. Ini
terdiri dari : Fistula aerteriovena, External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal,
Kateterisasi vena femoral, Kateterisasi vena subklavia.
Pengobatan dialisis berlangsung 3 sampai 5 jam tergantung kepada tipe
dialisator yang dipakai dan jumlah waktu yang yang diperlukan demi koreksi cairan,
elektrolit, asam basa dan masalaah produk sisa yang ada. Dialise untuk masalah yang
akut harus dilaksanakan tiap hari atau lebih sering berdasarkan kondisi pasien yang
masih menjamin. Hemodialisa bagi orang dengan gaggal ginjal kronik biasanya
dikerjakan dua atau tiga kali seminggu.(Long, 1996).
8. Penatalaksanaan Pasien yang Menjalani Haemodialisa
Hemodialisa merupakan hal yang sangat membantu pasien sebagai upaya
memperpanjang usia penderita. Hemodialisa tidak dapat menyembuhkan penyakit
ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat meningkatkan kesejahteraan
kehidupan pasien yang gagal ginjal (Wijayakusuma, 2008 dalam Desita, 2010).
Pasien hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang cukup agar tetap
dalam gizi yang baik.Gizi kurang merupakan prediktor yang penting untuk terjadinya
kematian pada pasien hemodialisa. Asupan protein diharapkan 1-1,2 gr/kgBB/hari
dengan 50 % terdiri atas asupan protein dengan nilai biologis tinggi. Asupan kalium
diberikan 40-70 meq/hari.Pembatasan kalium sangat diperlukan, karena itu makanan
tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan untuk
dikonsumsi.Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah air kencing yang ada
ditambah insensible water loss.Asupan natrium dibatasi 40-120 meq.hari guna
mengendalikan tekanan darah dan edema. Asupan tinggi natrium akan menimbulkan
rasa haus yang selanjutnya mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan
berlebihan maka selama periode di antara dialisis akan terjad kenaikan berat badan
yang besar (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

25
Menurut Lumenta (1992) anjuran pemberian diet pada pasien hemodialisa 2 x/
minggu :
Protein : 1 – 1,2 gr/kgBB/hari
Kalori : 126 – 147 kj/ kgBB (30 – 35 kal/kgBB/hari)
Lemak : 30 % dari total kalori
Hidrat arang : sedikit gula (55 % total kalori)
Besi : 1,8 mmol/hari (100 mg)
Air : 750 – 1000 ml/hari (500 + sejumlah urin/24 jam)
Ca : 25 – 50 mmol/hari (1000 – 2000)
Banyak obat yang diekskresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal.
Pasien yang memerlukan obat-obatan (preparat glikosida jantung, antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar
obat-obatan ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan
akumulasi toksik. Risiko timbuknya efek toksik akibat obat harus dipertimbangkan
(Brunner & Suddarth, 2002).
9. Masalah yang Timbul Saat Haemodialisa
Masalah-masalah yang mungkin timbul pada saat klien menjalani hemodialisa
(Suzanne, 2004 dalam anonymous 2012), yaitu :
a. Hipotensi, biasanya terjadi selama perawatan ketika cairan dipindahkan. Mual
muntah, diaphoresis (berkeringat), takikardi, dan pusing merupakan tanda
hipotensi.
b. Nyeri otot tiba-tiba, biasanya terjadi karena keterlambatan cairan dialisis dan
elektrolit dapat dengan cepat hilang pada CES.
c. Disrithmia, disebabkan oleh pertukaran elektrolit dan PH atau dari perpindahan
anti arithmia selama pengbatan dialisis.
d. Emboli udara, biasanya jarang tetapi biasanya terdapat jika udara masuk ke
saluran pembuluh darah pasien.
e. Nyeri dada, yang disebabkan oleh anemia atau pasien dengan penyakit
artherosklerosis .

B. KONSEP DASAR HIPERTENSI

1. Pengertian Hipertensi

26
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik
yang menetap di atas batas normal yang telas disepakati, dengan nilai sistolik 140
mmHg dan diastolic 90 mmHg dan salah satu pencetus terjadinya penyakit jantung,
ginjal, stroke (Elokdiyah, M, 2007).
Menurut WHO, hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik besar atau
sama dengan 160 mmHg atau tekanan diastolic sama atau lebih besar dari 95 mmHg
(Kodim Nasrin,2003).
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
tekanan darah abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjala.
Hipertensi di definisikan oleh Joint National Committee on detecsion evaluation and
treatmen tof high blood preassure (JIVC) sebagai tekanan yang lebih dari 140/90
mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahanya, mempunyai rentang tekanan
darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai
primer atau sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologo yang dapat dikenali,
seringkali dapat diperbaiki (Faqih,2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2013).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya140
mmHg atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg (Price& Wilson, 2006).
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat
menyebabkan kerusakan pada ginja, jantung, dan otak bila tidak dideteksi secara dini
dan mendapat pengobatan yang memadai (Kemenkes RI, 2013).
2. Klasifikasi Hipertensi
Secara klinis hipertensi dapat dikelompokan menjadi :
a. Berdasarkan penyebabnya :
1) Hipertensi Esensial (Primer)
Hipertensi primer adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih, pada usia 18
tahun keatas dengan penyebab yang tidak di ketahui. Pengukuran dilakukan 2
kali atau lebih dengan posisi duduk, kemudian diambil rerataanya, pada
duakali atau lebih kunjungan (Chandra, 2014).
2) Hipertensi sekunder

27
Hipertensi Sekunder adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi yang
disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit ginjal) atau reaksi
terhadap obat – obatan tertentu (misalnya pil KB ) (Palmer& Williams, 2007).
2. Berdasarkan Bentuk Hipertensi
a. Hipertensi Sistolik
Hipertensi sistolik (isolatedsystolichypertension) yaitu hipertensi yang
biasanya ditemukan pada usia lanjut, yang ditandai dengan peningkatan
tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan darah diastolic.
b. Hipertensi Diastolic
Hipertensi diastolic (diastolichypertension) yaitu peningkatan tekanan
diastolic tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik, biasanya ditemukan pada
anak-anak dan dewasa muda (Gunawan,2001).
c. Hipertensi Campuran
Hipertensi campuran yaitu peningkatan tekanan sistolik dan diikuti
peningkatan tekanan diastolik.

Sistolik Diastolik
No Kategori
(mmHg) (mmHg)
1 Optimal <120 <80
2 Normal 120-129 80-84
3 High normal 130-139 85-89
4 Hipertensi :
Grade 1 ( ringan ) 140-159 90-99
Grade 2 ( sedang )
Grade 3 ( berat ) 160-179 100-109
180-209 110-119
Grade 4 ( sangat
>210 >120
berat )

Table 2.1 klasifikasi derajat hipertensi menurut WHO

3. Patofisiologi Hipertensi
Tekanan darah arteri merupakan produk total resistensi parifer dan curah
jantung. Curah jantung meningkat karena keadaan meningkat frekuensi jantung
volume secungkup atau keduanya. Resistensi parifermeningkat karena factor-faktor
yang meningkat viskositas darah atau yang menurunkan ukuran lumen pembuluh

28
darah. Khususnya pembuluh darah arteriol. Hipertensi yang berlangsung lama akan
meningkatkan beban kerja jantung karena terjadi peningkatan resistensi terhadap
injeksi vertikel kiri. Untuk meningkatkan kekuatan kontraksinya, vertikel kiri
mengalami hipertropi sehingga kebutuhan jantung akan oksigen dan beban jantung
meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung dapat terjadi ketika keadaan hipertrofi
tidak lagi mampu mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi
memicuaterosklerosis arteri koronaria, maka jantung ganguan lebih lanjut akibat
penurunan aliran darah ke dalam miokardium sehingga timbul angina pectoris atau
infark miokard.
Hipertensi juga mengakibatkan kerusakan pembuluh darah yang semakin
mempercepat proses arteosklerosis serta kerusakan organ, seperti cideraretina, gagal
ginjal, stroke, dan aneurisma serta diseksi aorta (Kowalak, 2011).

4. Tanda dan Gejala


Menurut Sustrani (2014) gejala-gejala yang sering terjadi pada penderita
hipertensi meskipun secara tidak sengaja muncul secara bersamaan antara lain sakit
kepala, pendarahan dihidung, wajah kemerahan serta cepat capai, gejala-gejala
hipertensi antara lain sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah
bekerja keras atau mengangkat beban kerja, mudah lelah , penglihatan kabur, wajah
merah, hidung berdarah , sering buang air kecil dimalam hari, telinga berdenging dan
dunia terasa berputar.
Menurut Palmer & Williams (2012), bila tekanan darah tidak terkontrol dan
menjadi sangat tinggi atu bisa disebut hipertensi berat makaakan timbul gejala-gejala
seperti pusing, pandangan kabur, sakit kepala, kebingungan , mengantuk dan sesak
nafas.
5. Faktor-Faktor Resiko Hipertensi
Resiko hipertensi yang tidak dapat diubah menurut Perry & Potter (2005) yaitu:
a. Usia
Tingkat normal tekanan darah bervariasi sepanjang kehidupan. Tekanan darah
orang dewasa cenderung meningkat seiring dengan pertumbuhan usia. Standar
normal untuk remaja yang tinggi dan usia baya adalah 120/80 mmHg. Tekanan
sistolik lansia akan meningkat sehubungan dengan penurunan elastisitas
pembuluh, tekanan darah normalnya 140/90 mmHg.

29
b. Stress
Ansietas, takut, nyeri dan stess emosi mengakibatkan stimulasi simpatik, yang
meningkatkan frekuensi darah, curah jantung, dan tekanan vaskuler perifer. Efek
stimulasi simpatik akan meningkatkan tekanan darah.
c. Ras
Frekuensi orang Afrika Amerika lebih tinggi dari pada orang Eropa Amerika.
Populasi hipertensi diyakini berhubungan dengan faktor genetik dan lingkungan
d. Jenis kelamin
Setelah pubertas, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi
dan setelah manaupose wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih
tinggi dari pada pria tersebut.

6. Komplikasi Hipertensi
Komplikasi akibat hipertensi menurut Anna & Bryan (2007) antara lain :
a. Jantung
Menyebabkan penyakit gagal jantung, angina dan serangan jantung.Penyakit
hipertensi mengakibatkan gangguan pada jantung sehingga tidak dapat memompa
darah ke seluruh tubuh secara efisien dan kurangnya pasokan oksigen ke dalam
pembuluh darah jantung. Tanda dan gejala yang dirasakan adalah sakit kepala,
nyeri dada, jantung berdebar-debar, kelelahan, dan mimisan.
b. Ginjal
Menyebabkan gagal ginjal yang mana disebabkan kemampuan ginjal yang
berkurang dalam membuang zat sisa dan kebihan air. Jika bertambah buruk maka
akan menyebabkan gagal ginjal kronik. Tanda dan gejala hipertensi yang telah
berkomplikasi ke ginjal adalah urine sedikit, udem (bengkak).
c. Alat gerak
Menyebabkan penyakit arteri perifer. Timbul jika pembuluh arteri berada dalam
keadaan stress berat akibat peningkatan tekanan darah dan penyempitan arteri
tersebut menyebabkan aliran darah berkurang. Tanda dan gejalanya dapat
mengakibatkan nyeri pada tungkai dan kaki saat berjalan, serta merasakan
kesemutan.
d. Otak

30
Mengakibatkan penyakit stroke iskemik dan stroke hemorogik.Pada stroke
iskemik terjadi karena aliran darah yang membawa oksigen dan nutrisi ke otak
terganggu.Stroke hemorogik terjadi karena pecahnya pembuluh darah di otak yang
diakibatkan oleh tekanan darah tinggi yang paristen.Tanda dan gejala pada otak
pasien hipertensi adalah mudah sakit kepala, pelupa/ pikun.
e. Mata
Mengakibatkan penyakit kerusakan mata (vascular retina), yang terjadi karena
adanya penyempitan atau penyumbatan pembuluh arteri dimata.Tanda dan gejala
pada mata pasien hipertensi adalah mata tidak focus/ tidak tajam lagi melihat
(kabur).

7. Penatalaksanaan Hipertensi
Tujuan penatalaksaan hipertensi adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler, mencegah organ dan mencapai target tekanan darah< 130/80 mmHg
dan 140/90 mmHg untuk individu beresiko tinggi dengan diabetes atau gagal ginjal
(Yugiantoro, 2014).
a. Penatalaksanaan Farmakologis
Seberapapun tingkat kegawatan hipertensi semua pasien harus
mendapatkan nasehat/anjuran yang berkaitan dengan pengaturan gaya hidup untuk
menurunkan hipertensi salah satunya pengobatan (Gormer, 2012).
Golongan obat anti hipertensi yang banyak digunakan yaitu:
1) Diuretik tiazid
Diuretik tiazid adalah diuretik dengan potensi menurunkan tekanan darah
dengan cara menghambat reabsobsi sodium pada daerah awal tubulus distal
ginjal, meningkatkan ekskresi sodium dan volume urin. Efek samping dari
pemberian diuretik tiazid yaitu peningkatan ekskresi urin (peningkatan proses
pembuangan urine), sehingga dapat menimbulkan hipokalemia (kondisi ketika
kadar kalium di aliran darah berada dibawah batas normal), hiponatremia
(kondisi ketika kadar natrium di aliran darah berada dibawah batas normal),
dan hipomagnesiemi (konsentrasi magnesium serum dibawah batas normal).

31
2) Beta-blocker
Beta blocker memblok beta-adrenoseptor.Reseptor ini diklasifikasikan menjadi
reseotor beta-1 dan beta-2.Reseptor beta-1 terutama terdapat pada jantung,
sedangkan beta-2 banyak ditemukan di paru-paru.Beta-blocker diekskresikan
lewat hati atau ginjal tergantung sifat kelarutan obat dalam air atau lipid. Efek
samping beta-blocker adalah bradikardi (kondisi jantung penderita berdetak
lebih lambat dari kondisi normal), gangguan kontraktil miokard ( kemampuan
sel-sel otot jantung memberikan kekuatan serabut otot miokard menurun),
tangan-kaki terasa dingin.
3) ACE inhibitor
ACE inhibitor akan menghambat secara kompetitif pembentukan angiostensin
II dari preskursorangiontensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah,
pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal, dan otak. Efek samping ACE
inhibitor adalah dapat menyebabakan hiperkalemia (jumlah kalium didalam
darah sangat tinggi), karena menurunkan produksi aldosteron, sehingga
suplementasi kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus dihindari.
4) Calcium Channel Blocker
Calcium Channel Blocker (CCB) menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel
miokard, sel-sel dalam sistem konduksijantung, dan sel-sel otot polos
pembuluh darah. Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung, menekan
pembentukan dan propagasiimplus elektrik dalam jantung dan memacu
aktivitas vasodilatasi pembuluh darah. Efek samping Calcium Channel Blocker
(CCB) adalah terjadi kemerahan pada wajah, pusing dan pembengkakakan
pergelangan kaki sering dijumpai.

5) Alpha-blocker
Alpha-blocker (penghambat adreno-septor alfa-1) memblok adrenoseptor alfa-1
perifer, mengakibatkan efek vasodilatasi karena merelaksasi otot polos
pembuluh darah.Efek samping dapat menyebabkan hipotensi postural (bentuk
tekanan darah rendah yang terjadi ketika seseorang berdiri dari duduk atau
berbaring), yang sering terjadi pada pemberian pertama kali.
Golongan lain
Antihipertensi vasodilator menurunkan tekanan darah dengan cara
merelaksasi otot polos pembuluh darah. Anti hipertensi kerja sentral bekerja pada

32
adrenoreseptor alpha-2 atau reseptor lain pada batang otak, menurunkan aliran
simpatik ke jantung, pembuluh darah dan ginjal, sehingga efek akhirnya
menurunkan tekanan darah. Efek samping dapat menyebabkan retensi cairan atau
kelebihan cairan yang menumpuk didalam tubuh (Gormer, 2011).
b. Penatalaksanaan Non-Farmakologis
Penatalaksanaan non- farmakologis hipertensi menurut Lenny dan Danang (2012)
yaitu :
1) Diet rendah garam atau kolesterol atau lemak jenuh
2) Mengurangi berat badan agar mengurangi beban kerja jantung sehingga
kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup juga berkurang.
3) Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Menurut Masjoer (2001) yang
dikutip Danang (2008) mengatakan bahwa sebaiknya mengurangi asupan
natrium <100.
4) Ciptakan keadaan rileks. Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau
hypnosis dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan
tekanan darah.
5) Melakukan olahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-40
menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Olahraga, terutama bila disertai
penurunana berat badan. Olahraga meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL), yang dapat mengurangi hipertensi yang terkait
aterosklerosis.
6) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol. Berhenti merokok
penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ dan dapat meningkatkan
kerja jantung.
7) Terapi komplementer juga termasuk penatalaksanaan secara non farmakologis,
bersifat terapi pengobatan alamiah diantaranya menurut Sustrani, (2005) yang
dikutip Widaswara (2011) adalah dengan:
a) Terapi herbal
Obat-obatan untuk menangani hipertensi antara lain bawang putih atau
garlic (Alliumsativum), seledri atau celery (Apiumgravolens), bawang
merah atau onion (Alliumcepa), tomat ( Lyocopercisonlycopersium),
semangka (Citrullus vulgaris).
b) Terapi nutrisi

33
Makanan yang kaya potassium, seperti: apicot, pisang, ikan lele, bayam,
tomat, kacang-kacangan, kentang, susu, yoghurt.
c) Makanan kaya magnesium
Seperti: kacang-kacangan, polong-polongan dan hasil olahannya (kacang
merah, kedelai (tahu), bahan makanan dari ikan laut (ikan, kerang, cumi-
cumi).
d) Makanan yang banyak mengandung kalsium, seperti: polong-polongan
dan hasil olahannya, sayur-sayuran hijau, daging sapi dan ayam rendah
lemak.
e) Makanan yang banyak mengandung asam lemak esensial seperti: ikan
laut (salmon, tuna, makeral), aneka kacang-kacangan (kenari, kacang
mete, wulnut).
f) Makanan yang kaya vitamin C seperti: beragam buah-buahan (jambu biji,
jeruk, mangga, pepaya, rambutan), aneka sayuran yang disantap mentah
(kol, kacang panjang, daun katuk, cabai rawit, cabai merah).
g) Makanan yang banyak mengandung seng adalah daging rendah lemak,
kerang, polong-polongan, beras merah.

D. KONSEP DASAR STRETCHING EXERCISE


1. Pengertian
Streching merupakan suatu bentuk latihan yang dilakukan dengan tujuan
mengulur otot agar lebih rileks.Stretching merupakan teknik pengeluaran pada
jarimgan lunak dengan teknik tertentu, untuk mengeuarkan ketegangan otot secara
fisiologis sehingga otot secara fisiologis menjadi rileks.
2. Fungsi Stretching
a. Meningkatkan kebugaran fisik
b. Mengoptimalkan aktifitas yang dilakukan sehari-hari
c. Meningkatkan perkembangan kesadaran tubuh
d. Meningkatkan mental dan relaksaksi fisik
e. Mengurangi ketegangan otot
f. Meningkatkan feksibilitas jaringan otot
g. Mengurangi resiko cidera
h. Mengurangi rasa nyeri pada otot
3. Indikasi Stretching

34
a. Keterbatasan ROM akibat kontraktur adhesive dan terbentuknya jaringan perut
yang memicu pendekatan otot, connective tissue dan kulit
b. Keterbatasan yang memicu deformitas struktur tulang atau sebaliknya
c. Kontraktur yang mempengaruhi aktivitas sehari-hari perawatan diri
d. Kelemahan otot yang menimbulkan ketegangan otot
4. Kontra Indikasi Stretching
a. Tulang mengalami gerakan (tulang sukar digerakan)
b. Sedang mengalami patah tulang
c. Terdapat gerjala peradangan akut pada daerah sendi
d. Terdapat gejala osteoporosis
e. Terjadi rasa sakit yang akut dan menyulitkan pergerakan sendi dan pemanjangan
otot
f. Mengalami cidera,dislokasi dan ketegangan otot yang akut
g. Sedang menderita karena penyakit tertentu pada pembuluh darah darah maupun
penyakit kulit
h. Terdapat pengurangan atau penurunan fungsi pada daerah pergerakan
E. KONSEP DASAR PERNAFASAN YOGA
1. Pengertian
pernafasan atau disebut juga Pranayama adalah salah satunya, yang bertujuan
untuk mengajarkan cara bernafas yang benar terutama dalam melaksanakan gerakan
yoga. Bernafas yang baik dan benar berarti membawa oksigen yang cukup ke otak
dan aliran darah, dan pada akhirnya juga mempengaruhi energi kehidupan alias
Prana. Penggabungan antara gerakan yoga (asana) dengan teknik pernafasan
(pranayama) dianggap sebagai bentuk pembersihan diri baik dari sisi pikiran
maupun fisik. Dengan teknik pernafasan akan membugarkan tubuh, menstabilkan
emosi serta menciptakan pikiran yang jernih dan segar.
2. Manfaat pernafasan yoga
a. Detoks tubuh
b. Anti penuaan dini
c. Meredakan stress.
d. Manajemen emosoi atu mengendalika emosi
e. Menyehastkan sistem pencrnaan
f. Meredakan sakit punggung
g. Membantu mengontrol tekanan darah

35
h. Menyehatkan jantung

F. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


I. Pengkajian
1. Identitas :
Terdiri dari Nama, No.Rek.Medis, Umur, Agama, Jenis Kelamin (pria lebih
beresiko daripada wanita), Alamat, Tanggal masuk, Yang mengirim, Cara
masuk RS, dan Diagnosa medis dan nama Identitas Penanggung Jawab
meliputi : Nama, Umur, Hub dengan pasien, Pekerjaan dan Alamat

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Pada klien dengan penyakit ginjal kronik biasanya urine keluar sedikit
sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak
selera makan (anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa
lelah, napas bau (ureum), dan gatal pada kulit (Mutaqqin,2012).
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan
kulit, adanya nafas berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul,
penglihatan kabur, perasaan tak berdaya dan perubahan pemenuhan
nutrisi (Mutaqqin,2012).
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
penyakit batu saluran kemih, infeksi system perkemihan yang berulang,
penyakit diabetes mellitus, dan hipertensi pada masa sebelumnya yang
menjadi predisposisi penyebab. Riwayat pemakaian obat-obatan masa
lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat (Mutaqqin,2012).
d. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya klien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama dengan klien yaitu gagal ginjal kronik, maupun

36
penyakit diabetes mellitus dan hipertensi yang bisa menjadi factor
pencetus terjadinya penyakit gagal ginjal kronik (Padila,2012).
3. Pola Kebiasaan Sehari-hari
a. Pola Nutrisi/Metabolisme
a) Pola Makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah.
b) Pola Minum
Biasanya klien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa
metalik tak sedap pada mulut (pernapasan ammonia).

(Padila,2012)
b. Pola Eliminasi
Terjadi penurunan frekuensi urine,perubahahan pada warna urine,
oliguria, anuria, abdomen kembung, diare, konstipasi (Padila,2012).
c. Pola Aktivitas /Latihan
Terjadi kelelahan yang ekstrim, kelemahan, malaise, kelemahan otot,
kehilangan tonus, penurunan rentang gerak (Padila,2012).
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan TTV
1) Keadaan umum klien lemah, letih dan terlihat sakit berat
2) Tingkat kesadaran klien menurun sesuai dengan tingkat uremia
dimana dapat mempengaruhi sistem saraf pusat.
3) TTV : RR meningkat, tekanan darah didapati adanya hipertensi.
b. Mata
Biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur, konjungtiva anemis.
c. Dada / Thorak
Biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan kussmaul
(cepat/dalam), fremitus kiri dan kanan, ronkhi, vesicular.
d. Perut / Abdomen
Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan cairan, klien
tampak mual dan muntah, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya
pembesaran hepar pada stadium akhir, terdengar pekak karena terjadinya
acites.

37
e. Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria, distensi
abdomen, diare atau konstipasi, perubahan warna urine menjadi kuning
pekat, merah, coklat dan berawan.
f. Ekstremitas
Biasanya didapatkan adanya nyeri panggul, odema pada ektremitas,
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak
kaki,keterbatasan gerak sendi.
g. Sistem Integumen
Biasanya warna kulit mengkelabu, kulit gatal, kering dan bersisik,
adanya area ekimosis pada kulit.

h. System Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan
tingkat kesadaran, disfungsi serebral,seperti perubahan proses fikir dan
disorientasi. Klien sering didapati kejang, dan adanya neuropati perifer.
(Muttaqin, 2011)
II. Pemeriksaan Penunjang
1) Urine
a) Volume : kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada
(anuria)
b) Warna : biasanya didapati urine keruh disebabkan oleh pus, bakteri,
lemak, partikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis : kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d) Osmolalitas : kurang dari 350 m0sm/kg (menunjukkan kerusakan
tubular)
e) Klirens Kreatinin : agak sedikit menurun.
f) Natrium : lebih dari 40 mEq/L, karena ginjal tidak mampu
mereabsorpsi natrium.
g) Proteinuri : terjadi peningkatan protein dalam urine (3-4+)
(IDAI, 2011)
2) Darah

38
a) Kadar ureum dalam darah (BUN) : meningkat dari normal.
b) Kreatinin : meningkat sampai 10 mg/dl (Normal : 0,5-1,5 mg/dl).
c) Hitung darah lengkap
(1) Ht : menurun akibat anemia
(2) Hb : biasanya kurang dari 7-8 g/dl
(IDAI, 2011)
3) Ultrasono Ginjal : menetukan ukuran ginjal dan adanya massa,
kista,obstruksi pada saluran kemih bagian atas.
4) Pielogram retrograde : menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
5) Endoskopi ginjal : untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria
dan pengangkatan tumor selektif
6) Elektrokardiogram (EKG):mungkin abnormal menunjukkan ketidak
seimbangan elektrolit dan asam/basa.
7) Menghitung laju filtrasi glomerulus : normalnya lebih kurang 125ml/menit,
1 jam dibentuk 7,5 liter, 1 hari dibentuk 180 liter
(IDAI, 2011)
III. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukan pengkajian, data-data yang didapatkan dalam pengkajian
tersebut dianalisa dan dapat ditegakkan diagnose keperawatannya sesuai dengan
masalah yang sedang dihadapi klien, maka, Kemungkinan diagnosa yang
mungkin muncul pada klien dengan gagal ginjal kronik yaitu :
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi (filtrasi glomerulus)
b. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik,
kalsifikasi jaringan lunak.
c. Ketida kseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual dan muntah/anoreksia.
d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolik,
sirkulasi , gangguan sirkulasi, gangguan turgor kulit dan gangguan sensasi
(neuropati ferifer)

39
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 Ds : Retensi Na Kelebihan Volume


 Klien mengatakan TotalCES menurun cairan
bengkak pada bagian
pergelangan tangan dan
klien mengataka jarang Tek.Kapiler naik
BAK
Do :

 Pergelangan tangan Peningkatan volume


klien bengkak intersial
 Tanda tanda vital
Td: 140/90 mmhg
N : 98x/i Kelebihan Volume
S :36 c cairan
RR :20x/i
 Klien tampak ADL
dibantu oleh keluarga

2 DS : Hipertensi resiko ketiidak


- Biasanya klien mengatakan efektifan perfusi
badan terasa lemah Gangguan peredaran ginjal
- Biasanya klien mengatakan darah ginjal
bab sedikit
- Biasanya Klien mengatakan
tensi tinggi

40
nefropati
DO :

- Klien tamapak lemah gagal gimjal


- Kulit tampak kering
- Tekanan darah

filtrasi
glomerulus
meneurun

aliran darah
renal menurum

resiko ketiidak

efektifan perfusi
ginjal

3 Ds : Sekresi eritopitois Ketidak


 Klien mengatakan seimbangan nutrusi
nafsu makan menurun
Produksi hb menurun

Anoreksia
 Klien mengatakan
porsi makan tidak habis
Do : Suplai Nutrisi dalam
darah turun
 Porsi makan tidak
habis

Resiko gannguan
nurisi

4 DS : Eksresi dan zat Resti kerusakan


 Biasanya klien terlarut Zat integritas kulit
mengatakan kulit kering terlarut/sisa
 Biasanya klien met(ureum dan
mengatakan mukosa bibir
kreatini)
kering
 Biasanya klien
mengatakan ada bintik-
bintik pada kulitya Anemia
DO :

41
 Kulit klien tampak kering Kristalisasi
Tampak berbintik - bintik urea
pada kulit klien Mukosa
bibir tampak kering Akumulasi
toksin
Kulit

Kulit kering
bersisik dan gatal

42

Anda mungkin juga menyukai