Anda di halaman 1dari 18

Resume

Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Jakarta


Utara Nomor 5/Pid.B/2021/PN Jkt.Utr Mengenai
Pencurian dalam Keadaan Memberatkan

Oleh :

Islamiyah
20030004

Sekolah Tinggi Agama Islam


Perguruan Tinggi Da’wah Islam Indonesia
Program Studi Hukum Ekonomi Syari’ah
Jakarta
2021
Daftar Isi

Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pustaka
D. Manfaat Penelitian
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 5
A. Pengertian dan Dasar Hukum Mencuri
B. Macam Macam Pencurian
C. Uraian Peristiwa Pidana Terhadap Putusan No.
5/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr
BAB III PENUTUP ..................................................................................... 15
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... ii

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tindak pidana pencurian bisa terjadi kapan saja, ketika seseorang
meninggalkan tempat tinggalnya maka dapat menimbulkan niat jahat,
kondisi seperti ini sangat mendukung aksi pencurian. Perilaku demikian
apabila di tinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat di
kategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan
norma (Hukum) yang berlaku, tidak menjadi masalah . Terhadap perilaku
yang tidak sesuai norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di
bidang hukum dengan merugikan masyarakat. Kitab Undang-undang Hukum
Pidana (KUHP) dalam bab XXII dikenal beberapa tindak pidana biasa dan
tindak pidana dengan konsep pemberatan. Tindak pidana biasa, hal ini terjadi
pada kondisi yang normal, bukan kondisi yang mengancam atau
membahayakan .pencurian seperti ini, sering kali terjadi pada kondisi yang
sepi . Hal ini dimanfaatkan oleh pencuri untuk melakukan niat
jahatnya.Sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 362 Kitab Undang-
undang Hukum Pidana.Sedangkan tindak pidana berat, terjadi pada kondisi
yang tidak sewajarnya atau kondisi yang membahayakan atau mengancam
seperti bencana alam. Pencurian yang terjadi pada saat bencana termasuk
pencurian dengan pemberatan. Sebagai diatur dalam pasal 363 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum pidana (KUHP) menyatakan “Diancam dengan
pidana penjara paling lama tujuh tahun yaitu pencurian pada waktu ada
kebakaran, letusan banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus,
kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kreta api, huru hara,
pemberontakan atau bahaya perang.1 Terkait hal ini, tentu hukuman yang
diberikan lebih berat jika di bandingkan dengan tindakan pencurian
biasa.Perbedaannya terletak pada lamanya hukuman penjara paling lama
tujuh tahun. Lebih jelasnya,hal ini tercantum dalam Ayat (1) Pasal 363
KUHP. Berikut isi Pasal nya:Diancam dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun yaitu pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan banjir, gempa
bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar,
kecelakaan kreta api, huru hara, pemberontakan atau bahaya perang.
1. Pencurian ternak;

1
Ulil Absar, Tindak Pidana Pencurian, SKRIPSI Institut Agama Islam
Negeri Walisongo, Semarang Hlm. 1.
1
2. Pencurian pada waktu ada kebakaran, gunung meletus, banjir, gempa
bumi, kapal karam, kecelakaan kreta api, huru-hara, pemberontakan atau
bahaya perang;
3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup
yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak
diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak;
4. Pencurian yang dilakukan dua orang atau lebih dengan bersekutu;
5. Pencurian dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat,perintah
palsu atau pakaian jabatan palsu;
Berdasarkan KUHP, Bahwasannya setiap tindak pidana pencurian yang
dilakukan oleh kondisi-kondisi tertentu. Akan mempengaruhi sanksi atau
hukuman yang akan diberikan. Seharusnya pada saat bencana alam ini,
digunakan untuk saling menolong sesama, bukan untuk memanfaatkan
kondisi untuk memperoleh keuntungan. Maka dari itu pencurian yang
dilakukan pada kondisi ini, tergolong kepada pencurian yang memberatkan.
Selain dia telah melakukan tindak pidana pencurian yang menurut KUHP
dilarang, disamping itu dia tidak memiliki moral dan hati nurani untuk
menolong sesama.2 Pencurian dengan pemberatan, pernah terjadi di Palu
pada tanggal 28 September 2018 banyak masyarakat berbondong-bondong
mengambil barang untuk kebutuhan tapi ada juga yang mengambil untuk
memperkaya diri dapat dikatakan pencurian pemberatan jika mengambil
untuk memperkaya diri bukan untuk kebutuhan.3 Maka dari itu, Mahkamah
Agung mengeluarkan PERMA No.02 tahun 2012 tentang penyusaian batasan
tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP. Hal ini di maksud kan
untuk memudahkan penegak hokum khususnya hakim untuk memberikan
keadilan terhadap perkara yang diadilinya.4 Mengenai kejahatan pencurian di
atur dalam Kitab Undang-Undang Hukum pidana yang selanjutnya di singkat
dengan (KUHP), yang dibedakan atas lima macam pencurian yaitu:
1. Pencurian Biasa (Pasal 362 KUHP)
2. Pencurian Pemberatan (Pasal 363 KUHP)

2
Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidan(KUHP), (Jakarta: Bumi
Aksara, 1999) Hlm. 128
3
https://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/amp/indonesia-
45721520, Diakses pada hari sabtu 25 Mei 2019 Pukul 17.35 Wib.
4
Direktori putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
2
3. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP)
4. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP)
5. Pencurian dalam Keluarga (Pasal 367 KUHP) Pasal 363: Barang siapa
yang mengambil barang sesuatu,yang seluruh nya atau sebagian kepunyaan
orang lain,dengan, maksud untuk memiliki secara melawan hukum.
Kasus pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh Fatrokhi Alias Roy
Bin Saild kenakan pasal 363 ayat (1) satu KUHP pada putusan
(Nomor5/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr). Pada hari Kamis tanggal 7 Februari 2019
sekitara jam 13.00 01.45 WIB Pancaka Setiadi untuk mengambil AC (Air
Conditioner) dari rumah yang telah dijual oleh Lydiawati Dakhi kepada
Korban atas nama Hendra. sebelumnya Pancaka Setiadi diminta oleh
Lydiawati Dakhi untuk mengambil AC dikarenakan rumah tersebut telah
dibeli Korban dan Lydiawati Dakhi diperkenankan untuk mengambil AC
yang berada di rumah itu, selanjutnya Terdakwa menuju ke rumah tersebut
dan membongkar AC dimaksud setelah itu Terdakwa menelfon Lydiawati
Dakhi lalu meminta lemari baju, lemari kitchen set, lemari pajangan ruang
tamu, kloset, serta pintu-pintu rumah tersebut dan permintaan Terdakwa
disetujui oleh Lydiawati Dakhi sehingga Terdakwa pun membongkar
barang-barang tersebut dengan cara dicongkel maupun dilas namun selain
barang itu Terdakwa juga membongkar dan mengambil barang lainnya
antara lain, seperti yang disebutkan selanjutnya. Kemudian Terdakwa
membawa lemari-lemari, kloset, serta pintu-pintu tersebut ke rumah
Terdakwa sedangkan barang-barang yang terbuat dari besi atau Terdakwa
jual ke tukang loak atau tukang las seharga Rp.2.000.000,- (Dua Juta
Rupiah). Bahwa akibat dari perbuatan Terdakwa tersebut, mengakibatkan
Korban menderita kerugian senilai kurang lebih Rp.565.400.000,- (Lima
Ratus Enam Puluh Lima Juta Empat Ratus Ribu Rupiah).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pertimbangan hakim dari kasus pencurian dengan pemberatan yang
dilakukan oleh pelaku dalam putusan Nomor 5/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr ?
2. Bagaimana penjatuhan sanksi kepada pelaku dalam putusan Nomor
5/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui dan menganalisi pertimbangan hakim memberikan
hukuman terhadap pelaku tindak pidana pencurian dengan pemberatan
pada putusan Nomor 5/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr.

3
2. Untuk Menganalisis penjatuhkan sanksi pidana kepada pelaku tindak
pidana pencurian dengan pemberatan pada putusan
Nomor5/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr.

D. Manfaat Penelitian
a)Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan tambahan
wacana untuk ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada
khususnya.

b)Manfaat Praktis
1. Dengan penelitian ini dapat membuka wawasan peneliti tentang
pelanggaran hukum yang ada di masyarakat.
2. Membuka wawasan peneliti dan masyarakat bahwasannya agar lebih
waspada ketika terjadi bencana selalu ada tindak pidana dan
pelanggaran hukum yang perlu di cegah.
3. Meningkatkan kesadaran bagi penegak hukum dan pihak kepolisian
agar lebih diperketat lagi penjagaan dan pengawasan ketika terjadi
bencana.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak berwajib atau
aparat kepolisian dalam menentukan kebijakan untuk memberikan
sanksi dan hukuman yang tegas bagi pelaku pencurian ketika bencana
terjadi sehingga mengurangin tingkat pelanggaran hukum.

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Hukum Pencurian
Harta dalam bahasa Arab disebut “‫“ المال‬yang berasal dari kata maalayamiilu-
mailan yang berarti condong, cenderung, dan miring. Menurut etimologi
harta merupakan sesuatu yang di butuhkan dan diperoleh manusia, baik
berupa benda yang tampak seperti emas, perak, binatang, tumbuh-tumbuhan
maupun (yang tidak tampak), yakni manfaat seperti kendaraan, pakaian, dan
tempat tinggal. Menurut istilah fikih harta mempunyai sinonim makna
dengan benda, yaitu segala sesuatu yang mungkin dimiliki seseorang dan
dapat diambil manfaatnya dengan jalan biasa (Ahmad Azhar Basyir, 2009:
41).

Kata mal dalam Alquran disebutkan 86 kali pada 79 ayat dalam 38 surah,
dan ini tergolong jumlah yang cukup banyak menghiasi sepertiga surah-
surah Alquran. Dari 86 kata mal itu terdapat 25 kata berbentuk mufrad
dengan berbagai lafal, selanjutnya 61 kali dalam bentuk isim jama’ (amwal)
dan jumlah ini belum termasuk kata-kata yang semakna dengan mal seperti
rizq, mata’, qintar dan kanz (perbendaharaan). Yahya bin Jusoh (Azhari
Akmal Tarigan, 2012: 91), mengklasifikasikan makna mal di dalam al-Quran
dapat berarti harta yang hina (Q.S. [68]: 10-14, Q.S. [23]: 55-56, Q.S. [26]:
88-89, dan lainlain), harta yang sangat dicintai (Q.S. [89]: 20, dan lain-lain),
harta yang menyebabkan manusia berwatak jelek (Q.S. [74]: 12, Q.S. [104]:
2, Q.S. [90]: 6, dll), harta yang dimiliki tidak berguna diakhirat (Q.S. [111]:
2, Q.S. [92]: 11, dan lain-lain), harta yang disesali karena tidak berguna
(Q.S. [69]: 28), harta yang berkembang (Q.S. [17]: 6, Q.S. [71]: 12, dan lain-
lain), harta sebagai cobaan (Q.S. [2]: 155), harta yang dibangga-banggakan
(Q.S. [34]: 35, Q.S. [9]: 69), harta yang membuat manusia menjauhkan diri
dari Allah (Q.S. [34] 37), harta yang tidak diperlakukan dengan tidak benar
(Q.S. [11]: 87), dan harta yang menyesatkan (Q.S. [10]: 88).

Dari jumlah dan beragam makna harta dalam Alquran, membuktikan betapa
besarnya perhatian Islam terhadap harta. Meskipun harta mempunyai sifat
yang saling bertolak belakang. Kadangkadang dapat menyelamatkan
pemiliknya, namun tak sedikit pula mencelakakan. Oleh sebab itu, Islam
telah mengatur bagaimana caranya seorang muslim dapat memanfaatkan
harta yang dimilikinya itu agar berguna bagi kehidupan dunia dan akhirat.
Belumlah lengkap jika harta itu hanya dinikmati untuk kepentingan duniawi
dan sama sekali tidak berpengaruh pada kehidupan akhirat, keduanya harus
mendapat porsi yang seimbang. Islam memandang harta sebagai jalan yang

5
mempermudah manusia untuk menuju kesejahteraan (Abdullah Fatah Idris,
1989: 6).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ْ


“Seorang hamba berkata: “Hartaku! Hartaku!” Sesungguhnya yang
menjadi (harta) miliknya tidak lain hanya tiga: (1) Apa yang dia makan
hingga habis, (2) Apa yang dipakai hingga lusuh dan (3) Apa yang dia
sedekahkan maka ia disimpan sebagai pahala untuk akhirat. Apa jua selain
itu (bukanlah hartanya kerana) dia akan pergi (mati) dan meninggalkannya
kepada manusia. (Muslim dalam Shahihnya, hadis No: 2959).

Dalam surat al-Kahfi ayat 46, kata harta disejajarkan dengan anak-anak dan
dianggap sebagai perhiasan dunia. Terbukti dalam kehidupan, manusia
begitu bangga dengan harta dan keturunan yang dimiliki, sehingga
memberikan kehidupan serta martabat yang terhormat bagi yang
memilikinya. Alquran pun mencatat beragam kisah yang berkenaan dengan
orang-orang yang dicoba dengan harta dan anak. Harta sangatlah penting
dalam menopang kehidupan bahkan menjadi terhormat dengannya, sehingga
Alquran menempatkannya demikian juga dengan anak sebagai perhiasan
atau sesuatu yang dianggap baik dan indah (zinah) Alquransurah Al-Kahfi:
46 dan Ali Imran: 14.

Quraish Shihab menjelaskan, bahwa penamaan keduanya sebagai hiasan


(zinah) jauh lebih tepat dari dari pada menamainya qimah (sesuatu yang
berharga atau bernilai). Karena kepemilikan harta dan kehadiran anak tidak
dapat menjadikan menjadikan seseorang berharga atau mulia. Kemuliaan dan
penghargaan hanya diperoleh melalui iman dan amal saleh (M. Quraish
Shihab, 2002: 70). Bila merujuk kepada pengertian harta yang didefinisikan
oleh kalangan Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, unsur qimah menjadi
syarat sesuatu dianggap sebagai harta. dank arena qimah akan dijadikan
standar bila terjadi ganti rugi.

1. Larangan Memakan Harta Secara Batil dalam Al-Quran


Islam tidak membatasi mencari harta dengan cara apapun, selama tidak
melanggar prinsip-prinsip yang telah ditentukan syara’. Karena hukum asal
dalam bermu’amalah adalah mubah. ْ kaidah ini memberikan jalan bagi
manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem,
teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan. Namun, Islam
mempunyai prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem bisnis yaitu harus
terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan) dan zulum
(merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Begitu halnya dalam
bisnis dengan sistem pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak

6
hanya menguntungkan orang yang di atas. Dalam artian seluruh rangkaian
bisnis juga harus terbebas dari unsur “MAGHRIB”, singkatan dari lima
unsur. 1. Maysir (judi),
2. Aniaya (zulum),
3. Gharar (penipuan),
4. Haram,
5. Riba (bunga),
6. Iktinaz atau Ihtikar
7. Bathil.

Begitu bernilainya harta bagi kehidupan manusia, Alquran juga memberikan


memberikan batasanbatasan umum dalam bermuamalah, salah satunya
larangan memakan harta secara batil. Dan ini menjadi bukti bahwa Islam
memiliki konsep etika bagaimana melindungi hak dan kekayaan orang lain
agar tidak dilanggar dan dirampas. Termasuk kegiatan konsumsi harus
menghindari prilaku zalim dan batil (Abdul Karim Al-Khatib, 1976: 151-
152). Kata batil (Ahmad Warson Munawwir, 1997: 92) memiliki kata dasar
bathil yang bermakna fasad atau rusak, sia-sia, tidak berguna, bohong. Al
baathil sendiri berarti sesuatu yang batil, yang salah, yang palsu, yang tidak
berharga, yang sia-sia dan syaitan. Ar-Raghib al-Asfahani (Abi alQasim al-
Husain bin Muhammad arRaghib Al-Asfahani, 1961: 50-51) menjelaskan, al
baathil bermakna lawan dari kebenaran yaitu segala sesuatu yang tidak
mengandung apaapa didalamnya ketika diteliti atau diperiksa atau sesuatu
yang tidak ada manfaatnya baik di dunia maupun diakhirat. Shihab
menyebutkan bahwa makna bathil yaitu segala perkara yang diharamkan
Allah SWT atau tidak ada haknya.

Dalam artian pelanggaran terhadap ketentuan agama atau persyaratan yang


disepakati. Dalam konteks ini dikaitkan dengan sabda Nabi SAW: “kaum
muslimin sesuai dengan (harus menepati) syarat-syarat yang mereka
sepakati, selama tidak menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang
halal”. Kata al-bathil dalam Alquran terdapat 36 kali dengan berbagai
derivasinya. Bathala disebut satu kali dalam surah al- ‘Araf ayat 11, tubthilu
dua kali dalam surah al-Baqarah ayat 264 dan surah Muhammad ayat 33.
Yubthilu satu kali dalam surah al-Anfal ayat 8 dan sayubthiluhu satu kali
dalam surah Yunus ayat 81.

Dibanding bentuk kata lainnya, kata bathilun disebut paling banyak yaitu 24
kali dalam AlQuran. Bathilan disebut dua kali dan mubthilun disebut lima
kali (Muhammad Fuad Abdul Baqi, 1981: 123-124). Wahbah Az-Zuhaili
dalam kitabnya Tafsir al Wajiz wa Mu’jam Ma’aniy al Qur’an al ‘Aziz,
menjelaskan bahwa kata bathil dalam Alquran yang berhubungan dengan

7
memakan harta manusia secara batil ada di 4 tempat, yaitu: Al-Baqarah ayat
188, an-Nisa ayat 29 dan 161, dan at-Taubah ayat 34. Dalam makalah ini
akan dibahas 2 ayat dari 4 ayat yang berhubungan dengan memakan harta
manusia dengan batil, yaitu an-Nisa ayat 29 dan at-Taubah ayat 34.

Setiap orang yang berakal pasti akan sepakat bahwa mencuri adalah
perbuatan yang zalim dan merupakan kejahatan. Oleh karena itu Islam juga
menetapkan larangan mencuri harta orang lain. Bahkan ia termasuk dosa
besar dan kezaliman yang nyata. MencuriMencuri Adalah Dosa Besar Allah
Ta’ala berfirman: ْ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al
Maidah: 38).

Dalam ayat ini, Allah Ta’ala menetapkan hukuman hadd bagi pencuri adalah
dipotong tangannya. Ini menunjukkan bahwa mencuri adalah dosa besar.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin mengatakan:
“Dosa besar adalah yang Allah ancam dengan suatu hukuman khusus.
Maksudnya perbuatan tersebut tidak sekedar dilarang atau diharamkan,
namun diancam dengan suatu hukuman khusus. Semisal disebutkan dalam
dalil ‘barangsiapa yang melakukan ini maka ia bukan mukmin’, atau ‘bukan
bagian dari kami’, atau semisal dengan itu. Ini adalah dosa besar. Dan dosa
kecil adalah dosa yang tidak diancam dengan suatu hukuman khusus”
(Fatawa Nurun ‘alad Darbi libni Al-‘Utsaimin, 2/24, AsySyamilah).

Ibnu Shalah rahimahullah mengatakan:


“Dosa besar ada beberapa indikasinya, diantaranya diwajibkan hukuman
hadd kepadanya, juga diancam dengan azab neraka atau semisalnya, di
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Demikian juga, pelakunya disifati dengan
kefasikan dan laknat ” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/285).

Pencuri Mendapat Laknat Pencuri juga dilaknat oleh Allah Ta’ala.


Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur, lalu di lain waktu ia
dipotong tangannya karena mencuri tali.” (HR. Bukhari no. 6285).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan


“Maksud hadits ini adalah seorang yang mencuri telur lalu dia menganggap
remeh perbuatan tersebut sehingga kemudian ia mencuri barang yang
melewati nishab hadd pencurian, sehingga ia dipotong tangannya” (Syarhul
Mumthi‘, 14/336-337).

8
Mencuri Adalah Kezaliman dan secara umum mencuri termasuk perbuatan
mengambil harta orang lain dengan cara batil. Padahal harta seorang Muslim
itu haram. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama kalian darah kalian
(untuk ditumpakan) dan harta kalian (untuk dirampais) dan kehormatan
(untuk dirusak). Sebagaimana haramnya hari ini, haramnya bulan ini dan
haramnya negeri ini” (HR. Bukhari no. 1742).

Dan mencuri juga termasuk perbuatan zalim. Padahal Allah Ta’ala


berfirman:
“Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim” (QS. Hud:
18)

Salah satu bentuk kejahatan yang tercantum dalam Bukum Kedua KUHP
adalah tindak pidana pencurian yang secara khusus diatur dalam Bab XXII
Pasal 362 – 367 KUHP. Mengenai tindak pidana pencurian ini ada salah satu
pengkualifikasian dengan bentuk pencurian dengan pemberatan, khususnya
yang diatur dalam Pasal 363 dan 365 KUHP. Pencurian secara umum
dirumuskan dalam Pasal 362 KUHP yang berbunyi sebagai berikut
”Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagaian
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan
hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

B. Kaitannya dengan masalah kejahatan pencurian, di Indonesia


mengenai tindak pidana pencurian diatur dalam KUHP, yang
dibedakan atas 5 (lima) macam pencurian :
1. Pencurian biasa (Pasal 362 KUHP) Perumusan pencurian biasa diatur
dalam Pasal 362 KUHP yang menyatakan sebagai berikut : ”Barangsiapa
mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling
banyak enam puluh rupiah”. Berdasarkan rumusan tersebut di atas, maka
unsur-unsur tindak pidana pencurian (biasa) adalah sebagai berikut : Unsur
obyektif, yang meliputi unsur-unsur :
a) mengambil;
b) suatu barang;
c) yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain. Unsur subyektif, yang
meliputi unsur-unsur : a) dengan maksud; b) untuk memiliki barang/benda
tersebut untuk dirinya sendiri; c) secara melawan hukum

9
2. Pencurian dengan pemberatan (Pasal 363 KUHP) Istilah ”pencurian
dengan pemberatan” biasanya secara doktrinal disebut sebagai ”pencurian
yang dikualifikasikan”. Pencurian yang dikualifikasikan ini menunjuk pada
suatu pencurian yang dilakukan dengan cara-cara tertentu atau dalam
keadaan tertentu, sehingga bersifat lebih berat dan karenanya diancam
dengan pidana yang lebih berat pula dari pencurian biasa. Oleh karena
pencurian yang dikualifikasikan tersebut merupakan pencurian yang
dilakukan dengan cara-cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat
memberatkan, maka pembuktian terhadap unsurunsur tindak pidana
pencurian dengan pemberatan harus diawali dengan membuktikan pencurian
dalam bentuk pokoknya.

Berdasarkan rumusan yang terdapat dalam Pasal 363 KUHP, maka unsur-
unsur tindak pidana pencurian dengan pemberatan adalah : Unsur-unsur
pencurian Pasal 362 KUHP Unsur yang memberatkan, dalam Pasal 363
KUHP yang meliputi: Pencurian ternak (Pasal 363 ayat (1) ke-1 KUHP);
Pencurian pada waktu ada kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau
gempa laut, peletusan gunung api, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan
kereta api, huru-hara, pemberontakan, atau bahaya perang (Pasal 363 ayat (1)
ke-2 KUHP); Pencurian di waktu waktu malam dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang
adanya disitu tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak (Pasal
363 ayat (1) ke-3 KUHP); Pencurian yang dilakukan oleh dua orang yang
bersekutu (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP); Pencurian yang untuk masuk ke
tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang
diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau
dengan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu
(Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP).

3. Pencurian ringan (Pasal 364 KUHP) Pencurian ringan adalah pencurian


yang memiliki unsur-unsur dari pencurian di dalam bentuknya yang pokok,
yang karena ditambah dengan unsur-unsur lain (yang meringankan),
ancaman pidananya menjadi diperingan. Perumusan pencurian ringan diatur
dalam Pasal 364 KUHP yang menyatakan : ”Perbuatan yang diterangkan
dalam Pasal 362 dan pasal 363 ke-4, begitupun perbuatan yang diterangkan
dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak
lebih dari puluh lima rupiah, dikenai, karena pencurian ringan, pidana
penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.

Berdasarkan rumusan pada Pasal 364 KUHP di atas, maka unsur-unsur


dalam pencurian ringan adalah : Pencurian dalam bentuknya yang pokok

10
(Pasal 362 KUHP); Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
secara bersama-sama (Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP); Pencurian yang
dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci,
perintah palsu atau seragam palsu; Tidak dilakukan dalam sebuah rumah;
Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya; dan Apabila
harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah.

4. Pencurian dengan kekerasan (Pasal 365 KUHP) Jenis pencurian yang


diatur dalam Pasal 365 KUHP lazim disebut dengan istilah ”pencurian
dengan kekerasan” atau populer dengan istilah ”curas”. Ketentuan Pasal 365
KUHP selengkapnya adalah sebagai berikut : Diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau
diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan
maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal
tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta
lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya. Diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun : ke-1 jika perbuatan dilakukan
pada malam hari dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya, dijalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang
berjalan; ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu; ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan
merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah
palsu atau pakaian seragam palsu; ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-
luka berat. Jika perbuatan mengakibatkanmati, maka dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun. Diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan
dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, jika disertai oleh
salah satu hal yang diterangkan dalam point 1 dan 3.

5. Pencurian dalam keluarga (Pasal 367 KUHP) Pencurian sebagaimana


diatur dalam ketentuan Pasal 367 KUHP ini merupakan pencurian di
kalangan keluarga. Artinya baik pelaku maupun korbannya masih dalam satu
keluarga. Pencurian dalam Pasal 367 KUHP akan terjadi apabila seorang
suami atau istri melakukan (sendiri) atau membantu (orang lain) pencurian
terhadap harta benda isteri atau suaminya. Berdasarkan ketentuan Pasal 367
ayat (1) KUHP apabila suami isteri tersebut masih dalam ikatan perkawinan
yang utuh, tidak terpisah meja atau tempat tidur juga tidak terpisah harta
kekayannya, maka pencurian atau membantu pencurian yang dilakukan oleh
mereka mutlak tidak dapat dilakukan penuntutan. Tetapi apabila dalam
pencurian yang dilakukan oleh suami atau isteri terhadap harta benda isteri
atau suami ada orang lain (bukan sebagai anggota keluarga) baik sebagai

11
pelaku maupun sebagai pembantu, maka terhadap orang ini tetap dapat
dilakukan penuntutan, sekalipun tidak ada pengaduan.

C. Uraian Peristiwa Pidana Terhadap Putusan No.


5/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr
Fatrokhi alias Roy bin Sail pada hari Kamis, tanggal 7 Februari 2019
sekira jam 13.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu lain dalam
bulan Februari Tahun 2020, bertempat di Puri Jimbaran Indah II Blok E6D
No.3 Kel. Ancol Kec. Pademangan, Jakarta Utara atau di tempat lain yang
masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Jakarta Utara, mengambil
barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain,
dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum yang untuk masuk
ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang
diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau
dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu,

Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa dengan cara sebagai berikut :


- Bahwa berawal ketika Terdakwa diminta oleh Pancaka Setiadi untuk
mengambil AC (Air Conditioner) dari rumah yang telah dijual oleh
Lydiawati Dakhi kepada Korban atas nama Hendra yang beralamat di Puri
Jimbaran Indah II Blok E6D No.3 Kel. Ancol Kec. Pademangan, Jakarta
Utara dimana sebelumnya Pancaka setiadi diminta oleh Lydiawati Dakhi
untuk mengambil AC dikarenakan rumah tersebut telah dibeli Korban dan
Lydiawati Dakhi diperkenankan untuk mengambil AC yang berada di rumah
itu.

Selanjutnya Terdakwa menuju ke rumah tersebut dan membongkar AC


dimaksud setelah itu Terdakwa menelfon Lydiawati Dakhi lalu meminta
lemari baju, lemari kitchen set, lemari pajangan ruang tamu, kloset, serta
pintu-pintu rumah tersebut dan permintaan Terdakwa disetujui oleh
Lydiawati Dakhi sehingga Terdakwa pun membongkar barang-barang
tersebut dengan cara dicongkel maupun dilas namun selain barang itu
Terdakwa juga membongkar dan mengambil barang lainnya antara lain :

i. Tangga depan teralis besi letter L;


ii. Kran air dan pipa paralon di bawah kran;
iii. Lampu kamar mandi;
iv. 19 (Sembilan Belas) buah lampu di ruang lantai dasar;
v. Tangga letter L dari lantai 1 ke lantai 2;
vi. Besi tangga ke lantai bawah dan besi untuk dudukan toran;
vii. Kran dan paralon di bawah wastafel;

12
viii. Kran shower;
ix. Pintu kaca kamar mandi;
x. Besi tangga letter L ke lantai atas;
xi. Pegangan besi kaca;
xii. Lampu 23 buah;
xiii. Lemari lantai 2;
xiv. Lemari pajangan;
xv. Kran kloset dan leher bebek;
xvi. Kran shower kamar mandi;
xvii. Kran/ paralon wastafel;
xviii. Krey;
xix. Besi penahan kaca;
xx. Kawat nyamuk jendela;
xxi. Lift dan struktur;
xxii. Kran wastafel cuci piring;
xxiii. Kitchen set;
xxiv. Lampu garasi 10 (sepuluh) buah;
xxv. Teralis besi untuk tangga ke garasi;
xxvi. Kabel;
xxvii. Teralis besi jendela dan penahan kaca;
xxviii. Lemari baju;
xxix. Pintu-pintu;
xxx. Mesin pompa air

atau barang-barang lain yang berada di dalam rumah tersebut, selanjutnya


Terdakwa membawa lemari-lemari, kloset, serta pintu-pintu tersebut ke
rumah Terdakwa sedangkan barang-barang yang terbuat dari besi atau
Terdakwa jual ke tukang loak atau tukang las seharga Rp.2.000.000,- (Dua
Juta Rupiah).

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum


Pertama; Pasal 363 ayat (1) ke-5 KUHP;
Kedua; Pasal 406 ayat (1) KUHP;

Putusan
Mengadili:
- Menyatakan Terdakwa Fatrokhi Alias Roy Bin Sail telah terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan pidana “pencurian”
- Menjatuhkan hukuman kepada Terdakwa Fatrokhi Alias Roy Bin Sail
tersebut diatas dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan ;
- Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan kota dikurangkan
1/5 dari pidana yang dijatuhkan ;

13
- Menetapkan barang bukti berupa :
1. 1 (satu) buah troli;
2. 1 (satu) buah kunci pas nomor 10;
3. 1 (satu) buah tang warna merah;
4. 1 (satu) buah obeng min;
5. 1 (satu) buah linggis ukuran panjang 60cm;
6. 1 (satu) buah palu bergagang kayu warna coklat;

oleh karena barang bukti tersebut dipergunakan untuk melakukan perbuatan


pidana maka ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan ;
7. 1 (satu) set lemari pajangan ruang tamu warna coklat;
8. 1 (satu) lembar kuitansi asli pembayaran pembelian 1 (satu) unit rumah
yang terletak di Jalan Puri Jimbaran Indah II Blok E6 No. 3 Kel. Ancol Kec.
Pademangan Jakarta Utara yang ditandatangani oleh Sdri. Lydiawati Dakhi;
9. 1 (satu) lembar bukti setoran Bank BCA (asli) sebesar Rp. 1.000.000.000,-
(satu milyar rupiah).
10.2 (dua) lembar bukti setoran bank BCA (asli) sebesar Rp. 6.926.377.000,-
(enam milyar Sembilan ratus dua puluh enam juta tiga ratus tujuh puluh
tujuh ribu rupiah).
11.2 (dua) lembar Surat Kesepakatan Jual Beli Nomor: 001/SK/LD/I/2019
(asli);
12.1 (satu) bundel Surat Akta Jual Beli Nomor : 11/2019 dari Notaris/ PPAT
Yan Armin, SH (asli).

Oleh karena barang bukti tersebut milik dari saksi Hendra, maka
dikembalikan kepada saksi Hendra ;
- Membebankan kepada Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah)

14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam tidak membatasi mencari harta dengan cara apapun, selama tidak
melanggar prinsip-prinsip yang telah ditentukan syara’. Karena hukum asal
dalam bermu’amalah adalah mubah. ْ kaidah ini memberikan jalan bagi
manusia untuk melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem,
teknik dan mediasi dalam melakukan perdagangan. Namun, Islam
mempunyai prinsip-prinsip tentang pengembangan sistem bisnis yaitu harus
terbebas dari unsur dharar (bahaya), jahalah (ketidakjelasan) dan zulum
(merugikan atau tidak adil terhadap salah satu pihak). Begitu halnya dalam
bisnis dengan sistem pemberian bonus harus adil, tidak menzalimi dan tidak
hanya menguntungkan orang yang di atas. Dalam artian seluruh rangkaian
bisnis juga harus terbebas dari salah satunya ialah “bathil.” Seperti kasus
dengan Nomor 5/Pid.B/2021/PN.Jkt.Utr. dengan mengambil sesuatu yang
bukan hak nya dan akibatnya sangat merugikan orang lain. Kemudian dari
kesalahan yang diperbuatnya, maka terdakwa diberi hukuman (sanksi)
pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan membayar biaya perkara sebesar
Rp.5.000,00 (lima ribu rupiah).

B. Saran
Sebagai manusia yang memiliki akhlak dan moral, jangan pernah sekali-kali
mengambil sesuatu yang bukan hak atau mencuri atau sejenisnya. Karena hal
tersebut dapat merusak iman dan merugikan pihak lain.

Menyadari penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannyapenulisakan


lebih focus dan detail dalam mejelaskan tentang makalah diatas dengan
sumber-sumber yang lebih banyak lagi.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://putusan3.mahkamahagung.go.id/pengadilan/profil/pengadilan/pn-
jakarta-utara.html.diakses pada hari Senin 7 Juni 2021 Pukul 14.17.

https://www.peradi.or.id/index.php/berita/detail/contoh-resume-perkara
pidana-dan-perdata. diakses pada hari Senin 7 Juni 2021 Pukul 14.19.

http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/year/2020/docId/2869.
diakses pada hari Senin 7 Juni 2021 Pukul 14.23.

Muchammad Rizki Fauzan, Jurnal Analisis Terhadap Putusan Pengadilan


Negeri Jakarta Utara Nomor 621/Pdt.G/2016/Pn.Jkt.Utr Mengenai
Keabsahan Perjanjian Novasi dari Perjanjian Jual Beli Menjadi Perjanjian
Utang Piutang Ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN, Bandung, 2020

UlilAbsar, Tindak Pidana Pencurian, SKRIPSI institute Agama Islam Negeri


Walisongo Semarang.

Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Jakarta: Bumi


Aksara, 1999.

ii

Anda mungkin juga menyukai