Anda di halaman 1dari 6

PENDEKATAN BIOETIK TENTANG EUTANASIA

1
Mutiara D. B. I. Wakiran
2
Djemi Ch. Tomuka
2
Erwin G. Kristanto

1
Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
2
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran
Universitas Sam Ratulangi Manado
Email: mutchannomotteiru@yahoo.com

Abstract: Generally, a patient desires a „normal‟ death free from pain and fear which is called
in medical terms: euthanasia. Nowadays, euthanasia is a dilemmatic issue among doctors.
Medical ethics has become a broader consideration which has developed quite rapidly in the
last three decades; therefore, ethical considerations have become major concerns in the
medical profession. They are often found in conflict especially between a doctor and a patient,
and these can not be solved by using the traditional rules of medical ethics. In such cases, the
rules of law, depending on region or nation, can be enforced, so that the problem under
discussion (euthanasia) can not be separated from the issues of the rights and obligations of
the involved parties. The rapid development in medical science and biology creates more
complex problems which can not be solved by long-standing medical ethics; therefore,
bioethics has been developed in the expectation of providing more available and logical
solutions.
Keywords: euthanasia, death, conflict.

Abstrak: Kematian yang diidamkan oleh para penderita ialah kematian yang normal, jauh
dari rasa sakit dan mengerikan yang dalam istilah medis disebut eutanasia. Eutanasia
merupakan suatu persoalan yang dilematik baik di kalangan dokter. Etika telah menjadi suatu
bagian dari dunia kedokteran yang cukup pesat perkembanganya dalam tiga dekade terakhir
dan pertimbangan etika menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan profesi kedokteran.
Dalam profesi ini seringkali dijumpai konflik antara dokter dan pasien yang tidak dapat
dipecahkan oleh kaidah-kaidah etika. Dalam hal seperti ini maka kaidah-kaidah hukum dapat
dapat diberlakukan, sehingga pembicaraan tidak dapat dilepaskan dari masalah hak dan
kewajiban dari pihak-pihak yang yang terlibat dalam permasalahan tersebut. Perkembangan
yang pesat dalam ilmu kedokteran dan biologi serta permasalahan yang mengiringinya
semakin kompleks sehingga kajian tentang etika kedokteran yang membahas mengenai
bidang medis dan profesi kedokteran saja tidak cukup; untuk itu dikembangkan bioetika (etika
biomedis) yang diharapkan dapat menghasilkan solusi yang lebih dapat diterima dan logik.
Kata kunci: euthanasia, etika, konflik.

Kematian yang diidamkan oleh setiap terakhir dan pertimbangan etika telah
individu ialah kematian yang normal tanpa menjadi perhatian utama dalam pelaksana-
disertai rasa sakit dan hal yang mengerikan. an profesi kedokteran.
Dalam istilah medis, kematian demikian Dalam profesi kedokteran sering
disebut euthanasia.1 Etika telah menjadi dijumpai konflik antara dokter dan pasien
bagian dari dunia kedokteran yang berkem- yang tidak dapat diselesaikan oleh kaidah-
bang cukup pesat dalam tiga dekade kaidah etika. Dalam hal seperti ini maka

S23
S24 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S23-28

kaidah-kaidah hukum dapat diberlakukan, dan eutanasia aktif tidak langsung (in-
sehingga pembicaraan tidak dapat dilepas- direct).
kan dari masalah hak dan kewajiban dari Ditinjau dari permintaan, eutanasia
pihak-pihak yang yang terlibat dalam per- dapat dibedakan atas eutanasia voluntir/
masalahan tersebut.2 sukarela yaitu atas permintaan pasien dan
eutanasia involuntir yang tidak atas
permintaan pasien.6
KEMATIAN DAN EUTANASIA
Eutanasia Eutanasia dalam ketentuan perundang-
Kematian bagi sebagian besar umat undangan
manusia merupakan suatu hal yang tidak Dalam KUHP yang berkaitan dengan
menyenangkan dan mungkin tidak dike- euthanasia yaitu KKUHP Bab XIX
hendaki sehingga manusia terus menerus Kejahatan terhadap nyawa pasal 344, dapat
tetap berusaha menunda untuk kematian dipaparkan sebagai berikut:8,9 BARANG
dengan berbagai cara sejalan dengan SIAPA MERAMPAS NYAWA ORANG
kemajuan teknologi. Adanya penemuan- LAIN ATAS PERMINTAAN ORANG
penemuan teknologi modern berdampak ITU SENDIRI YANG JELAS DINYATA-
terjadinya perubahan-perubahan yang sangat KAN DENGAN KESUNGGUHAN HATI,
cepat di dalam kehidupan sosial budaya; DIANCAM DENGAN PIDANA PENJA-
salah satu kemajuan teknologi itu di dalam RA PALING LAMA DUA BELAS
bidang medis. TAHUN.
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Pasal di atas ini menghalangi para
Yunani; “Eu” berarti baik dan “Thanatos” dokter untuk melakukan tindakan voluntary
berarti mati. Dengan demikian, istilah euthanasia. Bagi kalangan dokter yang
Euthanasia dapat diartikan “mati dengan berpegang pada pasal-pasal yang terdapat
baik”.3 Istilah tersebut hampir sama dengan dalam KUHP, pelaksanaan eutanasia apa-
pendapat Djoko Prakoso yang mendefinisi- pun jenisnya tidak mungkin dilaksanakan,
kan euthanasia sebagai “mati dengan terkecuali bila tindakan eutanasia tidak
tenang” atau “a good death”.4 diartikan sebagai tindakan kejahatan se-
bagaimana dimaksudkan dalam KUHP.
Proses kematian
Secara umum, proses kematian itu PENGERTIAN ETIKA
memiliki banyak istilah, antara lain:4
Eutanasia saling berkaitan erat dengan
1. Orthothanasia, yaitu suatu kematian etika sehingga banyak pendapat yang
yang terjadi karena suatu proses menyatakan bahwa perbuatan eutanasia
alamiah. tidak beretika. Istilah „etika‟ berasal dari
2. Dysthanasia, yaitu suatu kematian yang bahasa Yunani kuno yaitu bentuk tunggal
terjadi secara tidak wajar. kata „etika‟ yaitu ethos sedangkan bentuk
3. Euthanasia, yaitu suatu kematian yang jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
terjadi dengan pertolongan atau tidak banyak arti yaitu: tempat tinggal yang
dengan pertolongan dokter biasa, padang rumput, kandang, kebiasa-
an/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan
Jenis eutanasia cara berpikir; sedangkan arti ta etha yaitu
Ditinjau dari cara pelaksanaan, adat kebiasaan. Dengan demikian etika
eutanasia dapat dibedakan atas eutanasia mengacu pada nilai-nilai atau aturan yang
pasif (mencabut segala tindakan/pengobat- berlaku dalam suatu kelompok manusia
an) dan eutanasia aktif (intervensi aktif). atau manusia perorangan. Melalui tinjauan
Eutanasia aktif ini dapat pula dibeda- etis, kita dapat menilai suatu tindakan atau
kan atas eutanasia aktif langsung (direct) perbuatan baik atau buruk.10
Wakiran, Tomuka, Kristanto; Pendekatan Bioetik tentang Eutanasia S25

Sejarah etika kedokteran paling kecil bagi pasien yang dirawat


atau diobati olehnya.
Etika kedokteran mempunyai riwayat
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang
sejarah yang sama panjang dengan ilmu
mementingkan fairness dan keadilan
kedokteran itu sendiri. Bapak Ilmu
dalam bersikap maupun dalam mendis-
Kedokteran yang berasal dari Yunani yaitu
tribusikan sumber daya. Keadilan
Hipocrates (460-377 BC) telah meletakkan
(justice) merupakan suatu prinsip di-
dasar untuk etika kedokteran.
mana seorang dokter wajib memberikan
Pengamatan sejarah memperlihatkan
perlakuan sama rata serta adil untuk
bahwa kode etik pertama dalam bidang
kebahagiaan dan kenyamanan pasien
praktek medik telah dikeluarkan oleh
tersebut.
bangsa yang hidup di lembah Mesopotamia
(Babylon) sekitar 2500 tahun sebelum
masehi.9 Bioetika
Menurut Kusumaatmaja, hukum
Prinsip-prinsip etik sebagai kaidah sosial tidak terlepas dari
nilai (values) yang berlaku di suatu
Beauchamp and Childress (1994)
masyarakat; bahkan dikatakan bahwa
mengemukakan bahwa untuk mencapai
hukum itu merupakan pencerminan dari
suatu keputusan etik diperlukan empat
pada nilai-nilai yang berlaku dalam
kaidah dasar moral dan beberapa aturan di
masyarakat. Abel merumuskan definisi
bawahnya. Keempat kaidah dasar moral
tentang bioetika yang diterjemahkan
tersebut ialah:10
Bertens sebagai berikut: Bioetika adalah
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral studi interdisipliner tentang problem-
yang menghormati hak-hak pasien, problem yang ditimbulkan oleh perkem-
terutama hak otonomi pasien. Prinsip bangan di bidang biologi dan ilmu
moral inilah yang kemudian melahirkan kedokteran baik pada skala mikro maupun
doktrin informed consent. Dalam hal pada skala makro, lagipula tentang
ini, seorang dokter wajib menghormati dampaknya atas masyarakat luas serta
martabat dan hak manusia. sistim nilainya kini dan masa mendatang.
2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip Bioetika bersifat pluralistik/terbuka karena
moral yang mengutamakan tindakan pada bioetika kebudayaan dikedepankan,
yang ditujukan demi kebaikan pasien. agamawan didengar, suara-suara yang
Dalam prisnip beneficience tidak hanya berbeda direspon, dan dialog yang rasional
dikenal perbuatan untuk kebaikan saja, dibuka. Bioetika (Biomedical ethics) meru-
tetapi juga perbuatan dengan sisi baik pakan cabang dari etika normatif dan
yang lebih besar daripada sisi buruk. merupakan etika yang berhubungan dengan
Dalam hal ini, seorang dokter harus praktek kedokteran dan atau penelitian
berbuat baik, menghormati martabat dibidang biomedik.8
manusia, dan dokter tersebut harus
berusaha secara maksimal agar pasien-
BIOETIK DAN EUTANASIA
nya tetap dalam kondisi sehat.
3. Prinsip non-malficience, yaitu prinsip Untuk meliput lebih jauh eutanasia
moral yang melarang tindakan yang dari segi bioetika, maka terlebih dahulu
memperburuk keadaan pasien. Prinsip dikonstruksikan unsur dan ciri bioetika
ini terkenal sebagai primum non nocere secara mendalam. Menurut Prof. Dr. Ir.
atau “above all do no harm”. Non- Tien R. Muchtadi, MS dari Komisi Bio-
malficience ialah suatu prinsip dimana etika Nasional Deputi Bidang Pengem-
seorang dokter tidak melakukan bangan Sistem Iptek Nasional, bioetika
perbuatan yang memperburuk pasien terkait dengan kegiatan yang mencari
dan memilih pengobatan yang berisiko jawaban dan menawarkan pemecahan
S26 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S23-28

masalah dari konflik moral. Konflik moral tujuan itu”.13 Sumpah Hipocrates tersebut
yang dimaksud meliputi konflik yang menunjukkan bahwa dalam situasi apapun
timbul dari kemajuan pesat ilmu-ilmu keadaan pasien, Hipocrates tidak akan
pengetahuan hayati dan kedok-teran, yang memberikan obat yang mematikan sekali-
diikuti oleh penerapan teknologi yang pun pasien telah memintanya; dengan kata
terkait dengannya. Dalam hal ini, bioetika lain, Hipocrates tetap menolak tindakan
dapat pula dilihat sebagai cabang ilmu eutanasia aktif. Dokter lebih baik memberi-
pengetahuan tersendiri yang berkenaan kan penjelasan terhadap pasiennya untuk
dengan konflik tersebut.11 memahami kenyataan yang sedang di-
Hipocrates menuangkan pemikiran hadapinya, yaitu pada saat-saat menjelang
mengenai eutanasia di dalam buku karya- kematiannya. Jadi, menurut Hipocrates
nya, antara lain Prognosis. Berg mengutip tindakan eutanasia aktif merupakan per-
pandangan Hipocrates mengenai kematian buatan yang dilarang, sedangkan untuk
pasien akibat penyakit yang tidak dapat penyakit-penyakit yang yang tidak dapat
disembuhkan.12 Dalam buku Medicine: The disembuhkan lagi, lebih baik melakukan
Forgotten Art, Elliot-Bijnns mengutip eutanasia pasif. 15
pandangan Hipocrates yang relevan dengan Tugas seorang dokter ialah untuk
hal di atas, yaitu: Ilmu kedokteran adalah menolong jiwa seorang pasien, walaupun
upaya mengurangi penderitaan si sakit, bila hal tersebut sudah tidak bisa dilanjut-
menyingkirkan penyakit, dan tidak meng- kan lagi dan bila diteruskan, kadang-
obati kasus-kasus yang tidak memerlukan kadang malah akan menambah penderitaan
pengobatan.13 seorang pasien. Penghentian pertolongan
Berdasarkan kedua pandangan tersebut merupakan salah satu bentuk
Hipocrates tersebut di atas dapat disimpul- eutanasia. Dalam KODEKI pasal 2
kan bahwa dokter tidak lagi mengobati dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus
penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak senantiasa berupaya melaksanakan profesi-
perlu diobati atau tidak membohongi pasien nya sesuai dengan standar profesi
yang sebenarnya sudah tidak memerlukan tertinggi”. Jelasnya, seorang dokter dalam
obat. Disamping itu, dokter itu tidak harus melakukan kegiatan kedokterannya sebagai
berupaya mengobati penyakit-penyakit seorang profesi dokter harus sesuai dengan
yang tidak dapat disembuhkan lagi yaitu ilmu kedokteran mutakhir, hukum, dan
bila pengobatan atau perawatan dokter agama. Berdasarkan perspektif kesehatan
sudah tidak kompeten lagi untuk melaku- maka eutanasia masih tidak diperbolehkan
kan medikasi terhadap pasiennya. Pandang- karena pada dasarnya dokter harus tetap
an lain dari Hipocrates yang dikutip oleh bersikap profesional dan mengupayakan
Elliot-Bijnns, ialah: „Adalah gila untuk semaksimal mungkin untuk pengobatan
menuntut dari dokter upaya penyembuhan pasien. Menurut KODEKI dokter juga
yang tidak dimungkinkan oleh ilmu tidak boleh tidak mengupayakan atau
kedokteran, seperti menuntut agar tubuh melakukan pembiaran terhadap penderitaan
melawan penyakit yang sudah tidak dapat pasien.15
dihindarkannya‟.12 Bertolak dari ketentuan Pasal 344
Berdasarkan kutipan-kutipan tersebut KUHP tersimpul bahwa pembunuhan atas
di atas, dapat disimpulkan bahwa permintaan korban sekalipun tetap diancam
Hipocrates telah menerima eutanasia pasif, pidana bagi pelakunya. Dengan demikian,
khususnya terhadap penyakit-penyakit yang dalam konteks hukum positif di Indonesia,
tidak dapat disembuhkan lagi, sedangkan eutanasia tetap dianggap sebagai perbuatan
mengenai eutanasia aktif, salah satu yang dilarang dan tidak dimungkinkan
sumpah Hipocrates berbunyi: “Saya tidak melakukan pengakhiran hidup seseorang
akan memberikan obat yang mematikan sekalipun atas permintaan orang itu sendiri.
kepada siapa pun meskipun dimintanya, Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi
atau menganjurkan kepada mereka untuk sebagai tindak pidana, yaitu sebagai
Wakiran, Tomuka, Kristanto; Pendekatan Bioetik tentang Eutanasia S27

perbuatan yang diancam dengan pidana walaupun dengan alasan kasih sayang,
bagi siapa yang melanggar larangan tetap melanggar sila pertama dari Pancasila
tersebut.15 Buddhis. Gereja Katolik telah berjuang
Tiap jenis eutanasia mengandung untuk memberikan pedoman sejelas mung-
aspek moral dan etika yang harus menjadi kin mengenai penanganan terhadap mereka
pertimbangan mendalam, mengingat yang menderita sakit tak tersembuhkan,
penentuan hidup dan mati tidak ditangan sehubungan dengan ajaran moral gereja
manusia semata. Bila kita melihat lebih mengenai eutanasia dan sistem penunjang
jauh mengenai hak-hak pasien untuk me- hidup.14
nentukan nasib sendiri, eutanasia nampak Apapun alasan untuk eutanasia pasti
sebagai pilihan cerdas untuk mengakhiri memerlukan jawaban yang tidak mudah,
penderitaan karena pasien tidak berkeberat- apalagi bagi setiap orang yang memiliki
an hidupnya berakhir (eutanasia sukarela). agama tertentu dan meyakini keajaiban
Walaupun demikian, penghargaan atas nilai Tuhan. Namun secara manusiawi, setiap
insani ini tidak begitu saja dapat diabaikan orang pasti dihadapkan pada pilihan-pilihan
meskipun oleh si pemilik jiwa itu sendiri yang dianggap terbaik bagi semua.
yaitu pasien, oleh karena hal tersebut akan Pada setiap situasi yang dihadapi,
membuka peluang bagi yang lain untuk seseorang akan diperhadapkan dengan
mengakhiri hidupnya dengan begitu mudah dilema etik untuk mengambi keputusan
bila ia tidak lagi mampu menahan penderi- mengenai perilaku yang layak dan yang
taan. Terlebih lagi bagi pasien yang sudah harus diambil. Dengan mengacu pada ber-
berada dalam kondisi koma selama bagai pandangan di atas, ditinjau dari sudut
bertahun-tahun, faktor biaya, perawatan, pandang Bioetika eutanasia merupakan
dan faktor mental spiritual menjadi harga suatu hal yang tidak etik; perbuatan meng-
yang begitu mahal harus dibayar untuk akhiri hidup manusia tetap tidak bermoral
mempertahankan kehidupan seseorang dan juga melanggar hukum Tuhan.14
tanpa mengetahui apakah harapan itu masih
ada.15
SIMPULAN
Eutanasia merupakan salah satu
Bioetik, eutanasia, dan keterkaitannya
masalah moral yang dihadapi dewasa ini,
dengan agama
yang membutuhkan penyelesaian yang
Pandangan Bioetika merupakan hal komperhensif dari berbagai pihak. Secara
yang interdisiplin, dengan melibatkan ilmu umum, eutanasia berkaitan erat dengan
biomedik, hukum, ilmu sosial, teologi, dan norma-norma sosial lainnya, yaitu norma
lainnya. Umumnya agama tidak membenar- agama, hak asasi manusia, dan etika
kan tindakan eutanasia. Syariah Islam kedokteran.
mengharamkan eutanasia aktif, karena Di Indonesia, eutanasia merupakan
termasuk dalam kategori pembunuhan perbuatan yang melanggar Kode Etik
sengaja (al-qatlu al-„amad). Pandangan Kedokteran Indonesia. perbuatan yang
agama Hindu terhadap eutanasia mengung- tidak beretika, amoral, bahkan melanggar
kapkan bahwa bunuh diri ialah suatu hukum. Dari aspek norma hukum terutama
perbuatan yang terlarang di dalam ajaran hukum pidana, pengaturan eutanasia
Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan berhubungan erat dengan kepentingan
tersebut dapat menjadi suatu faktor yang perseorangan menyangkut perlindungan
mengganggu pada saat reinkarnasi oleh terhadap nyawa seseorang.
karena menghasilkan “karma” buruk.
Eutanasia atau mercy killing baik yang aktif
UCAPAN TERIMA KASIH
atau pasif tidak dibenarkan dalam agama
Buddha karena perbuatan membunuh atau Ucapan terima kasih ditujukan kepada
mengakhiri kehidupan seseorang ini, dr. L. Ratulangi, Sp.F dan dr. Johannis F.
S28 Jurnal Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 1, Suplemen, Maret 2013, hlm. S23-28

Mallo SH, Sp.F, DFM, DK selaku penguji Islam Fakultas Kedokteran UMY. 2002.
skripsi, dan pada semua pihak baik secara 9. Samil RS. Etika Kedokteran Indonesia.
langsung atau tidak langsung telah menum- Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
buhkan ide dan gagasan pada penulis. Sarwono Prawirohardjo; 2001.
10. Sampurna B, Syamsu Z, Dwidja T.
Bioetik dan Hukum Kedokteran: Etik
pada akhir kehidupan. Jakarta: Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
Dwipar; 2007.
1. Aseri FA. Euthanasia suatu tinjauan dari 11. Muchtadi TR. Perkembangan Bioetika
segi Kedokteran Hukum Pidana dan Nasional. Seminar Etika Penelitian di
Hukum Islam. In: Problematika Hukum Bidang Kesehatan Reproduksi.
Kontemporer. Jakarta: Pustaka Firdaus; Surabaya: Fakultas Kedokteran
1995. Universitas Airlangga; 2007.
2. Bertens K. Keprihatinan Moral. Yogyakarta: 12. Kartono M. Euthanasia dipandang dari
Kanisius; 2003. Etika Kedokteran. Jakarta: Sinar
3. Gunawan. Memahami Etika Kedokteran. Harapan; 1984.
Yogyakarta: Kanisius; 1992. 13. Soekanto S, Kartono M. Aspek Hukum
4. Prakoso D, Nirwanto DA. Euthanasia, Hak dan Etika Kedokteran di Indonesia.
Asasi Manusia dan Hukum Pidana. Jakarta: Grafiti Pers, 1983.
Jakarta: Ghalia Indonesia; 1984. 14. Hidayat G. Pandangan 5 agama terhadap
5. Dewi AI. Etika dan Hukum Kesehatan. Euthanasia [homepage on the Internet].
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher; 2010 [cited 2012 Nov 10]. Available
2008. from: http://gustihidayatullah.blogspot.
6. Hanafiah M. Etika Kedokteran dan Hukum com/2010/11/pandangan-5-agama-ter
Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran hadap. html.
EGC; 1999. 15. Wibowo K. Euthanasia dan Bioetika
7. Hanafiah M, Amir A. Etika Kedokteran dan [homepage on the Internet]. 2011.
Hukum Kesehatan. Jakarta: Buku [cited 2012 Nov 10]. Available from:
Kedokteran EGC; 2007. http://pengacaraonlinecom.blogspot.co
8. William JR. Medical Ethics Manual. m/2011/11/euthanasia-dan-bioetika.
Yogyakarta: Pusat Studi Kedokteran html.

Anda mungkin juga menyukai