Anda di halaman 1dari 15

p-ISSN: 1411-3597

e-ISSN: 2527-7286
DOI: 10.35965/eco.v23i1.2506 120

Eutanasia: Tinjauan Medis, Bioetik, Humaniora dan Profesionalisme


Euthanasia: A Medical Review, Bioethics, Humanities and Professionalism

Andi Machmud Rompegading, Bayu Pratama Putra*


*
Email: dr.mroe251@gmail.com
Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas
Bosowa Diterima: 08 Februari 2023 / Disetujui: 30 April 2023

ABSTRAK
Konsep Eutanasia di Indonesia bukanlah hal yang baru dan telah ada sejak zaman dahulu kala,
namun demikian hingga saat ini masih menjadi pro dan kontra pada berbagai aspek seperti etika,
kemanusiaan, dan profesionalisme baik bagi praktisi medis maupun para pakar hukum. Penelitian ini
bertujuan untuk merumuskan konsek Euthanasia berdasarkan beberapa aspek yaitu aspek medis,
bioetika, humaniora dan profesionalisme sehingga dapat menjadi gambaran dan acuan bagi setiap
pihak agar tidak menimbulkan berbagai perdebatan. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan, sedangkan teknik analisis menggunakan analisis isi. Berdasarkan hasil
analisis diperoleh berbagai konsep Euthanasia yang ditinjau dari berbagai aspek yaitu aspek medis,
bioetika, humaniora dan profesionalisme berdasarkan berbagai sumber yang ada.
Kata Kunci: Etika Kedokteran, Hukum Kedokteran, Kematian yang Mudah.

ABSTRACT
The concept of euthanasia in Indonesia is not new and has existed since ancient times, however, until
now there are still pros and cons in various aspects such as ethics, humanity and professionalism for
both medical practitioners and legal experts. This study aims to formulate a Euthanasia concept
based on several aspects, namely medical, bioethical, humanities and professionalism aspects so that
it can become an illustration and reference for each party so as not to cause many problems. The
type of research used is library research, while the analysis technique uses content analysis. Based
on the results of the analysis obtained various concepts of Euthanasia which are reviewed from
various aspects, namely medical, bioethical, humanities and professionalism aspects based on
various existing sources.
Keywords: Medical Ethics, Medical Law, Easy Death
This work is licensed under Creative Commons Attribution License 4.0 CC-BY International license

A. PENDAHULUAN eutanasia mencakup sesuatu yang lebih


Salah satu topik kedokteran yang luas yaitu mengakhiri hidup manusia
selalu mengundang banyak perdebatan tanpa sakit dengan tujuan menghentikan
adalah eutanasia. Eutanasia berasal dari penderitaan yang berat baik atas
bahasa Yunani yaitu euthanatos (eu = permintaan pasien sendiri maupun atas
baik, thanatos = mati), secara sempit permintaan keluarga. Perdebatan akan
dapat dimaknai sebagai kematian yang tindakan medis ini muncul ketika
mudah atau tanpa penderitaan (Rumawi, bersinggungan dengan aspek tertentu
2022), namun saat ini pengertian

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


121

seperti etika medis, hukum, hak asasi tuntutan untuk mengakhiri penderitaan
manusia, kultur budaya dan keagamaan. pasien dengan eutanasia. Tuntutan ini
Terlepas pro dan kontra yang telah menyebabkan pertentangan dalam hal hak
ada sejak lama, beberapa negara di dunia asasi, yang salah satu poinnya adalah hak
telah mengadopsi dan memperbolehkan untuk hidup, dengan demikian, manusia
eutanasia. Pada Tahun 2001 Belanda juga memiliki hak untuk mati. Fenomena
menjadi negara pertama yang tuntutan eutanasia telah menimbulkan pro
memperbolehkan eutanasia, diikuti dan kontra, tidak hanya di kalangan
dengan belgia pada tahun berikutnya. masyarakat Indonesia juga di kalangan
Jepang adalah negara asia yang pernah masyarakat internasional. Perdebatan
mengizinkan eutanasia walaupun mengenai eutanasia tidak lagi terbatas
demikian hanya 1 kasus yang tercatat hanya pada aspek medisnya namun telah
hingga saat ini. Negara yang masih bersinggungan dengan aspek sosial
memperdebatkan legalitas eutanasia diantaranya hukum dan agama serta
diantaranya adalah amerika serikat dan norma-norma kultur budaya yang ada di
swiss sedangkan yang menolak dengan masyarakat. (Haryadi, 2011; Sofyan
tegas seperti korea dan austria. Di 2017).
Indonesia sendiri, walaupun belum ada Penelitian tujuan untuk
undang-undang yang mengatur secara merumuskan konsep Euthanasia
khusus mengenai eutanasia namun berdasarkan beberapa aspek yaitu aspek
tindakan ini termasuk dalam tindakan medis, bioetika, humaniora dan
yang tidak diperbolehkan (Haryadi, 2011; profesionalisme sehingga dapat menjadi
Isnawan, 2015). gambaran dan acuan bagi setiap pihak
Kemajuan teknologi di bidang agar tidak menimbulkan berbagai
kedokteran dewasa ini sangat pesat dan perdebatan.
telah membawa banyak kesembuhan
B. METODE PENELITIAN
berbagai macam penyakit, namun Jenis penelitian yang digunakan
secangih-cangihnya teknologi kedokteran, dalam penelitian ini adalah penelitian
ada saja penyakit yang belum dapat kepustakaan atau library research, yakni
disembuhan atau masih menyebabkan penelitian yang dilakukan melalui
penderitaan bagi manusia. Dengan adanya mengumpulkan data atau karya tulis
penyakit-penyakit ini maka muncul suatu ilmiah yang bertujuan dengan objek

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


122

penelitian atau pengumpulan data yang massa. Analisis isi dapat digunakan untuk
bersifat kepustakaan, atau telaah yang menganalisa semua bentuk komunikasi,
dilaksanakan untuk memecahkan suatu dari berbagai sumber data. Sedangkan
masalah yang pada dasarnya bertumpu kaitannya dengan pembahasan yaitu
pada penelaahan kritis dan mendalam sebagai salah satu upaya penulis dalam
terhadap bahan-bahan pustaka yang memudahkan pemahaman dengan cara
relevan. menganalisa kebenarannya melalui
Sebelum melakukan telaah bahan pendapat para pakar yang kemudian
pustaka, peneliti harus mengetahui dijadikan acuan penelitian.
terlebih dahulu secara pasti tentang dari
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
sumber mana informasi ilmiah itu akan
1. Aspek Medis Eutanasia
diperoleh. Adapun beberapa sumber yang Proses kematian dapat terjadi secara
digunakan antara lain; buku teks, jurnal alamiah maupun tidak alamiah. Ilmu
ilmiah, referensi statistik, hasil-hasil pengetahuan membagi kematian
penelitian dalam bentuk skripsi, tesis, berdasarkan penyebab ini menjadi tiga
disertasi,dan internet, serta sumber- jenis yaitu (Siregar, 2015):
sumber lainnya yang relevan. Dilihat dari
a) Orthothansia merupakan kematian
sifatnya, maka penelitian ini termasuk
yang terjadi karena proses alamiah
penelitian deskriptif, penelitian deskriptif
b) Dysthanasia, adalah kematian yang
berfokus pada penjelasan sistematis
terjadi secara tidak wajar
tentang fakta yang diperoleh saat
c) Euthanasia, adalah kematian yang
penelitian dilakukan
terjadi dengan pertolongan atau
Setelah keseluruhan data terkumpul
tidak dengan pertolongan dokter.
maka langkah selanjutnya penulis
Eutanasia merupakan bagian dari
menganalisa data tersebut sehingga ditarik
suatu penyebab kematian. Berdasarkan
suatu kesimpulan. Untuk memperoleh
para ahli, tindakan ini dapat dibagi dibagi
hasil yang benar dan tepat dalam
menjadi (Zaelani, 2008; Kusumasari,
menganalisa data, penulis menggunakan
2022):
teknik analisis isi. Analisis isi (Content
a) Eutanasia aktif (Active) adalah
Analysis) adalah penelitian yang bersifat
suatu tindakan yang dilakukan
pembahasan mendalam terhadap isi suatu
secara aktif oleh dokter atau tenaga
informasi tertulis atau tercetak di media
medis lainnya untuk mengakhiri

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


123

hidup pasien secara medis. permintaan pribadi yang dilakukan


Umumnya dilakukan dengan secara sadar. Disebut juga mercy
penggunaan obat-obatan yang killing.
bekerja cepat dan mematikan. d) Eutanasia Non-voluntary adalah
Eutanasia aktif dibagi menjadi dua keputusan eutanasia dilaksanakan
kelompok yaitu (i) Eutanasia aktif pada pasien yang tidak memiliki
langsung (direct) adalah kemampuan mengambil keputusan
penghentian hidup melalui tindakan seperti pada orang tua atau anak
medis yang diperhitungkan untuk kecil dan disampaikan melalui pihak
segera mengakhiri hidup pasien. ketiga.
Misalnya dengan pemberian tablet e) Eutanasia tidak secara sukarela
sianida atau suntikan zat yang (involuntey) adalah jenis eutanasia
langsung dimatikan. (ii) Eutanasia yang dilakukan pada pasien dalam
aktif tidak langsung (indirect) keadaan tidak sadar. Pada kondisi
adalah tindakan medis yang ini keinginan pasien tidak diketahui
dilakukan tidak serta merta dan tanpa permintaan maupun
mengakhiri hidup pasien, tetapi persetujuan pasien, bahkan dapat
diketahui bahwa risiko tindakan bertentangan dengan keinginan
tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Keluarga pasien yang
pasien. Misalnya, cabut steker dianggap bertanggung jawab atas
oksigen atau alat kehidupan lainnya. penghentian bantuan medis atau
b) Eutanasia Pasif (Passive) adalah tindakan lain untuk mempercepat
tindakan menghentikan atau kematian. Perbuatan ini sulit
mencabut setiap tindakan atau dibedakan dengan kejahatan.
pengobatan yang diperlukan untuk 2. Aspek Bioetika Eutanasia
mempertahankan hidup manusia, Bioetika adalah studi interdisipliner
sehingga pasien diharapkan tentang problem-problem yang
meninggal setelah tindakan ditimbulkan oleh perkembangan di bidang
penyelamatan dihentikan. biologi dan ilmu kedokteran baik pada
c) Eutanasia Sukarela (voluntary) skala mikro maupun pada skala makro
adalah penghentian pengobatan atau yang memiliki dampak pada masyarakat
mempercepat kematian atas saat ini maupun pada masa yang akan

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


124

datang. Bioetika bersifat dapat terlepas dari penderitaan harus


pluralistik/terbuka karena semua unsur dihormati karena semua manusia
termasuk agama dan budaya juga harus hidup layak dalam artian
dipertimbangkan. Etika yang terkait kesehatan dan kualitas hidup yang
dengan tindakan manusia yang dapat baik. namun demikian dilema akan
diklasifikasi ke dalam model di bidang muncul dari sisi pemberi layanan
ilmu kesehatan diantaranya model medis dalam hal ini dokter dan
sosiobiologis, model radikal-liberal, tenaga medis lainnya karena akan
model konsekuensi bioetik, model memutuskan untuk melaksanakan
pragmatis-utilitaris, model kasuistik, tindakan ini atau tidak sesuai dengan
model hukum koadrat, model personalis pemahaman dan kepribadiannya
dengan pendekatan ontologies, dan model masing-masing.
prinsipalisme. Dalam pembahasan kali ini b) Prinsip tidak merugikan “Non-
akan digunakan pendekatan model maleficence” Adalah prinsip
prinsipalisme (Candra, 2018). menghindari terjadinya kerusakan
Model prinsipalisme merupakan atau prinsip moral yang melarang
model yang dibuat pertama kali oleh Tom tindakan yang memperburuk
L. Beauchamp dan James F. Childress keadaan pasien. Prinsip ini dikenal
yang menguraikan bahwa untuk mencapai sebagai “primum non nocere” atau “
ke suatu keputusan ETIK diperlukan 4 above all do no harm”. Pada prinsip
Kaidah Dasar Moral / Kaidah Dasar ini eutanasia tentunya tidak dapat di
Bioetik (Moral Principle) yaitu (Candra, benarkan karena tindakan ini dengan
2018; Beuchamp, 1994): sangat jelas akan menyebabkan
a) Prinsip “Autonomy” (self- perburukan pasien yang kemudian
determination) Yaitu prinsip yang berakhir pada kematian.
menghormati hak-hak pasien, c) Prinsip murah hati “Beneficence”
terutama hak otonomi pasien (the Yaitu prinsip moral yang
rights to self determination) dan mengutamakan tindakan yang
merupakan kekuatan yang dimiliki ditujukan ke kebaikan pasien aau
pasien untuk memutuskan suatu mempertimbangkan sisi baik
prosedur medis .Pada kasus (manfaat) lebih besar daripada sisi
Eutanasia keinginan pasien untuk buruknya (mudharat). Pada pasien

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


125

yang secara medis sulit sembuh dan pelayanan klinik , yaitu (Jonsen et al,
mengalami penderitaan yang tidak 2003):
dapat di atasi maka dapat a) Medical Indication : semua prosedur
dipertimbangkan bahwa kematian diagnostik dan terapi yang sesuai
merupakan jalan yang lebih baik untuk mengevaluasi keadaan pasien
apalagi jika konsep ini juga di dan mengobatinya. Pada kasus
setujui oleh keluarga dan pasien itu eutanasia aspek medis pasien harus
sendiri. jelas dan memenuhi syarat yang
d) Prinsip keadilan “Justice” Yaitu ketat bukan sekedar kemauan pasien
prinsip moral yang mementingkan atau keluarga akan hak kematian.
fairness dan keadilan dalam b) Patient Preferrences :
bersikap maupun dalam memperhatikan nilai (value) dan
mendistribusikan sumber daya penilaian tentang manfaat dan beban
(distributive justice) atau yang akan diterimanya, yang berarti
pendistribusian dari keuntungan, cerminan kaidah Autonomy.
biaya dan risiko secara adil. Dalam Pertanyaan etiknya meliputi
hal permintaan akan eutanasia, pertanyaan tentang kompetensi
prinsip keadilan sulit ditegakkan pasien, sifat volunteer sikap dan
kecuali syarat dilakukannya keputusannya, pemahaman atas
eutanasia diatur secara ketat, karena informasi, siapa pembuat keputusan
kalau hanya melihat dari hak pasien bila pasien tidak kompeten, nilai dan
untuk mengakhiri hidup maka keyakinan yang dianut pasien, dan
eutanasia bias diperuntukkan bagi lain-lain. Pada kasus eutanasia,
siapa saja yang ingin mengakhiri selain mempertimbangkan
hidup tanpa alasan medis yang kuat. keinginan pasien, perspektif agama
Pembuatan keputusan etik, terutama dan budaya perlu dipertimbangkan.
dalam situasi klinik, dapat juga dilakukan Pasien harus sadar bahwa tidak ada
dengan pendekatan yang berbeda dengan agama yang menyetujui tindakan
pendekatan kaidah dasar moral diatas. pembunuhan apap pun alasan
Jonsen, Siegler dan Winslade (2002) maupun kedoknya dengan demikian
mengembangkan teori etik yang pasien maupun keluarga dapat
menggunakan 4 topik yang esensial dalam terhindar dari perasaan bersalah

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


126

yang mungkin muncul akibat faktor keluarga, ekonomi, agama,


pelanggaran ajaran agama dan budaya, kerahasiaan, alokasi sumber
budayanya. daya dan faktor hukum. Pasien dan
c) Quality of Life : merupakan keluarga serta tenaga medis perlu
aktualisasi salah satu tujuan mendapatkan informasi mengenai
kedokteran, yaitu memperbaiki, aspek etik, agama, budaya dan yang
menjaga atau meningkatkan kualitas paling utama adalah hukum karena
hidup insani. Apa, siapa, dan hukun di Indonesia dengan tegas
bagaimana melakukan penilaian walaupun tidak secara eksplisit
kualitas hidup merupakan melarang menghilangkan nyawa
pertanyaan etik sekitar prognosis, orang lain secara sengaja atau tidak
yang berkaitan dengan kaidah dasar sengaja.
bioetik yaitu Beneficence, Penilaian etik kedokteran pada
Nonmaleficence dan Autonomy. kasus eutanasia di Indonesia didasarkan
Pada kasus eutanasia, kualitas hidup pada lembaga utama yaitu Ikatan dokter
dapat menjadi salah satu Indonesia (IDI). IDI memiliki pedoman
pertimbangan pasien dan keluarga yang disebut dengan Kode etik
dalam mengajukan tindakan kedokteran Indonesia (KODEKI) yang
eutanasia. Tenaga medis perlu dibuat berdasarkan Peraturan Menteri
mengetahui batasan tegas indikasi Kesehatan RI tanggal 30 Agustus 1969
eutanasia sebelum menyetujui No.55/WKSN/1969 dan mulai berlaku
permintaan pasien, sehingga alasan sejak tanggal 29 Oktober 1969
kualtas hidup yang buruk yang berdasarkan Surat Keputusan Mentri
diajukan oleh pasien sesuai dengan Kesehatan RI tanggal 23 Oktober 1969
prespektif medis yang di pahami tentang : Pernyataan berlakunya Kode
atau disepakati oleh tenaga medis Etik Kedokteran Indonesia. KODEKI
bersangkutan. pasal 7D menyatakan bahwa “Seorang
d) Contextual Features : Prinsipnya dokter harus senantiasa mengingat akan
adalah Loyalty and Fairness. Disini kewajiban melindungi hidup dan makhluk
dibahas pertanyaan etik seputar insani” yang secara jelas tidak
aspek non medis yang memperbolehkan usaha untuk
mempengaruhi keputusan, seperti menghilangkan nyawa. Selain itu pada

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


127

pasal 1 yang berbunyi “ Setiap dokter alasan melarangnya selama tidak


harus menjunjung tinggi, menghayati dan membahayakan bagi pasien. Bahwa
mengamalkan sumpah dokter” dalam menghadapi pasien yang secara
menjelaskan keharusan seorang dokter medis tidak dimungkinkan lagi untuk
mengingat dan mengamalkan sumpahnya, disembuhkan, termasuk penderita
dan salah satu dari sumpah dokter itu “demetia” lanjut disarankan untuk
adalah “ Saya akan menghormati setiap memberikan perawatan hospis (Hospis
hidup insani mulai dari saat pembuahan” Care); (iv). Dalam situasi dimana ilmu
(Isnawan, 2015) pengetahuan dan teknologi kedokteran
Pengurus Besar Ikatan Dokter sudah tidak diharapkan memberikan
Indonesia (PB-IDI) telah mengeluarkan kesembuhan, maka upaya perawatan
Surat Edaran (SE) No. pasien harus lebih ditujukan untuk
702/PB/H.2/09/2004 tentang Euthanasia memperoleh kenyamanan dan
(tindakan menghentikan usia pasien). meringankan penderitaan; 5. PB IDI
Surat edaran tersebut menyatakan : (i). mengharapkan Komite Medik di setiap
Seruan kepada seluruh dokter untuk rumah sakit untuk menyusun pedoman
menyampaikan yang sebenarnya dan yang lebih rinci dan teknis dalam
sejujurnya kepada pasien atau menghadapi kemungkinan pasien dan atau
keluarganya tentang penyakit yang keluarga yang meminta eutanasia.3
dideritanya; (ii). Tindakan menghentikan
3. Aspek Humaniora Eutanasia
hidup pasien pada tahap menjelang Pada aspek ini terdapat beberapa
ajalnya, patut dihormati. Namun demikian
tinjauan yaitu
dokter wajib untuk terus merawatnya
a) Hubungan Dengan Hukum Negara.
sekalipun pasien dipindahkan ke fasilitas
Secara yuridis eutanasia belum
pelayanan lainnya. Beban yang menjadi
diatur dalam hukum positif di
tanggungan pasien harus diusahakan
Indonesia termasuk dalam UU
seringan mungkin, dan apabila pasien
Kesehatan dan UU Praktik
meninggal seyogyangya bantuan
Kedokteran, sehingga belum ada
diberikan kepada keluarga yang
batasan yang jelas yang mengatur
ditinggalkan. (iii). Bahwa apabila pasien
mengenai tindakan eutanasia.
dan keluarganya menghendaki menempuh
Terdapat beberapa pasal dalam
cara pengobatan “alternatif”, tidak ada
KUHP yang sering dikaitkan dengan

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


128

masalah eutanasia ini yaitu pasa diancam karena pembunuhan


304, 344, 338, 345, dan 359 dengan rencana, dengan pidana mati
(Dharmayanti & Nurmawati, 2019; atau pidana penjara seumur hidup
Pradjonggo, 2016) .Pasal 304 atau selama waktu tertentu, paling
KUHP yang berbunyi “Barang siapa lama 20 tahun”. Pasal 345 KUHP
dengan sengaja menempatkan atau yang berbunyi “Barangsiapa dengan
membiarkan seorang dalam keadaan sengaja menghasut orang lain untuk
sengsara,padahal menurut hukum membunuh diri, menolongnya
yang berlaku baginya atau karena dalam perbuatan itu, atau
persetujuan dia wajib memberi memberikan daya upaya kepadanya
kehidupan,perawatan atau untuk itu, maka jika orang itu jadi
pemeliharaan kepada orang membunuh diri, dihukum penjara
itu,diancam dengan pidana penjara selama-lamanya empat bulan.”Pasal
paling lama dua tahun delapan bulan 359 KUHP yang berbunyi “Barang
atau pidana denda paling banyak siapa karena kesalahannya
empat ribu lima ratus rupiah”. Pasal (kealpaannya) menyebabkan orang
344 KUHP yang berbunyi lain mati, diancam dengan pidana
“Barangsiapa menghilangkan jiwa penjara paling lama lima tahun atau
orang lain atas permintaan orang itu pidana kurungan paling lama satu
sendiri, yang disebutkannya dengan tahun.”
nyata dan dengan sungguh-sungguh, Berdasarkan ketentuan semua pasal
dihukum penjara selama-lamanya diatas maka para pelaku
dua belas tahun”. Pasal 338 KUHP pembunuhan dengan sengaja dan
yang berbunyi “Barang siapa atas permintaan korban, dengan
dengan sengaja menghilangkan jiwa terencana atau tidak tetap diancam
orang lain, dihukum, karena makar pidana. Dengan demikian, dalam
mati, dengan hukuman penjara konteks hukum positif di Indonesia
selama-lamanya lima belas tahun”. eutanasia tetap dianggap sebagai
Pasal 340 KUHP yang berbunyi perbuatan yang dilarang. Dengan
“Barang siapa dengan sengaja dan demikian dalam konteks hukum
dengan rencana terlebih dahulu positif di Indonesia, tidak
merampas nyawa orang lain, dimungkinkan dilakukan

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


129

“pengakhiran hidup seseorang” kemerdekaan pikiran dan hati


sekalipun atas permintaan orang itu nurani, hak beragama, hak untuk
sendiri. Perbuatan tersebut tetap tidak diperbudak, hak untuk diakui
dikualifikasi sebagai tindak pidana sebagai pribadi dihadapan hukum,
dan akan memiliki konsekuensi dan hak untuk tidak dituntut atas
hukum. Bagi keluarga pasien yang dasar hukum yang berlaku surut
memberikan persetujuan untuk adalah hak asasi manusia yang tidak
eutanasia juga akan dianggap dapat dikurangi dalam keadaan apa
sebagai tindakan pidana dan pun.” Selain bertentangan dengan
hukuman sesuai 345 KUHP pasal- pasal tersebut, tindakan
(Pradjonggo, 2016). eutanasia juga bertentangan dengan
b) Hubungan dengan Hak asasi pasal 4, pasal 9 ayat (1), dan pasal
manusia (Hartawan et al, 2020). 33 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun
Perspektif HAM terhadap konsep 1999 tentang Hak Asasi Manusia
eutanasia sangat bertentangan yang yang menyatakan “Hak untuk hidup,
tampak dalam beberapa pasal dalam hak untuk tidak disiksa, hak
UUD Negara Republik Indonesia kebebasan pribadi, pikiran dan hati
1945 yang mengatur tentang hak nurani, hak beragama, hak untuk
asasi manusia, antara lain: pasal tidak diperbudak, hak untuk diakui
28A, pasal 28G ayat (2), dan pasal sebagai pribadi dan persamaan
28I ayat (1). Pasal 28A berbunyi dihadapan hukum, dan hak untuk
“setiap orang berhak untuk hidup tidak dituntut atas dasar hukum yang
serta berhak mempertahankan hidup berlaku surut adalah hak asasi
dan kehidupannya”. Pasal 28G ayat manusia yang tidak dapat dikurangi
2 berbunyi “Setiap orang berhak dalam keadaan apapun dan oleh
untuk bebas dari penyiksaan dan siapapun” (Hartawan et al, 2020).
perlakuan yang merendahkan derajat c) Hubungan Dengan Kultur-budaya.
martabat manusia dan berhak Indonesia merupakan negara yang
memperoleh suaka politik dari memiliki keberagaman kultur
negara lain”. Pasal 28I ayat 1 budaya yang sangat banyak. Lebih
berbunyi “Hak untuk hidup, hak dari 300 suku tersebar di seluruh
untuk tidak disiksa, hak wilayah Indonesia yang tentunya

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


130

selain membawa budayanya masing- yang keliru, belas kasihan yang


masing juga membawa budaya semu, belas kasihan yang sejati
campuran antar satu suku dengan mendorong untuk ikut menanggung
suku yang lain. Kebudayaan yang penderitaan sesama, belas kasihan
berbeda akan membawa nilai norma, itu tidak membunuh orang yang
sikap dan cara hidup yang berbeda penderitaannya tidak dapat kita
pula namun demikian ada kesaman tanggung. Keburukan moral
yang dimiliki oleh kebudayaan yang eutanasia ditunjukkan oleh misalnya
berbeda-beda ini yang juga tertuang Evangelium Vitae tahun 1995 oleh
dalam ideologi Indonesia yaitu Yohanes Paulus II yang
Pancasila sila pertama “Ketuhanan menyatakan: “Eutanasia dalam arti
Yang Maha Esa”. Sila pertama ini ketat dimengerti sebagai tindakan
akan membawa dokter dan tenaga atau pengabaian yang dari
medis serta pasien pada pemahanan hakikatnya dan dalam intensinya
bahwa masalah hidup dan mati menyebabkan kematian, dengan
adalah hak dan kekuasaan tujuan menghilangkan semua
mutlak dari Tuhan. Manusia tidak penderitaan. Eutanasia ditempatkan,
bisa dan tidak berhak mengambil dengan demikian, pada level intensi-
ataupun mengakhiri hidup intensi atau sarana-sarana yang
menurut kemauannya dan tidak ada digunakan. Eutanasia merupakan
izin atau pun persetujuan dari suatu pelanggaran berat pada
seorang manusia yang dapat Hukum Allah karena ia merupakan
melegalkan pengambilan nyawa suatu pematian pribadi manusia
manusia lainnya bahkan nyawanya sengaja dan secara moral tidak dapat
sendiri karena nyawa tersebut bukan diterima. Ini berkenaan dengan
milik manusia (Hardjono, 2022). ajaran yang didasarkan pada hukum
d) Hubungan Dengan Agama kodrat, yang diajar oleh Tradisi
Ajaran agama katolik dengan tegas Gereja dan oleh Magisterium
menolak eutanasia seperti ordinaris dan universal” (Yamco,
pernyataan Paus Yohanes Paulus II 2013).
yang mengatakan bahwa eutanasia Ajaran protestan sejak awalnya cara
merupakan tindakan belas kasihan pandang yang dilakukan dalam

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


131

menanggapi masalah bunuh diri dan keputusan guna memusnakan


pembunuhan berdasarkan belas kehidupan seseorang tersebut
kasihan (mercy killing) adalah dari (Yamco, 2013).
sudut kekudusan kehidupan sebagai Ajaran agama Hindu, menolak
suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri eutanasia didasarkan ajaran tentang
hidup dengan alasan apapun juga karma, moksa dan akhimsah. Karma
bertentangan dengan maksud dan merupakan suatu konsekuensi murni
tujuan pemberian tersebut (Yamco, dari semua perbuatan atau tindakan,
2013). Bunuh diri melanggarakan moksa yaitu kebebasan dari siklus
kedaulatan Tuhan seperti yang reingkarnasi dan akhimsah
tertuang dalam alkitab Ulangan merupakan prinsip anti kekerasan
32:39 ”Lihatlah sekarang, bahwa atau pantang menyakiti siapapun
Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah juga (Yamco, 2013).
kecuali Aku. Akulah yang Ajaran agama Islam mengakui hak
mematikan dan yang seseorang untuk hidup dan mati,
menghidupkan...”, 1 Samuel 2:6 namun hak tersebut merupakan
“TUHAN mematikan dan anugerah Allah kepada manusia.
menghidupkan” , Pengkotbah 8:8 Hanya Allah yang dapat
“Tiada seorangpun berkuasa menentukan kapan seseorang lahir
menahan angin dan tiada dan kapan ia mati (QS 22:66;
seorangpun berkuasa atas hari 2:243). Oleh karena itu, bunuh diri
kematian. Tak ada istirahat dalam diharamkan dalam hukum Islam
peperangan, dan kefasikan tidak dalam Al Quran maupun Hadis yang
melepaskan orang yang secara eksplisit melarang bunuh diri.
melakukannya” (Mcdowel, 1996). Kendati demikian, ada sebuah ayat
Ajaran dalam agama Budha, yang menyiratkan hal tersebut, “Dan
mempercepat kematian seseorang belanjakanlah (hartamu) di jalan
secara tidak alamiah merupakan Allah, dan janganlah kamu
pelanggaran terhadap perintah menjatuhkan dirimu sendiri ke
utama ajaran Budha. Demikian dalam kebinasaan, dan berbuat
dapat menjadi karma negatif baiklah, karena sesungguhnya Allah
terhadap siapapun pengambil menyukai orangorang yang berbuat

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


132

baik.” (QS 2:195), dan dalam ayat dan Ikatan dokter Indonesia untuk
lain disebutkan, “Janganlah engkau mengontrol agar keahlian-keahlian
membunuh dirimu sendiri,” (QS profesional didayagunakan secara
4:29). bertanggung jawab, bertolak dari itikad
pengabdian yang tulus dan tak berpamrih,
4. Aspek Profesinalisme Eutanasia
Profesi merupakan suatu pekerjaan dan semua itu dipikirkan untuk

berkualifikasi yang menuntut syarat kemaslahatan sesama (Mcdowel, 1996).

keahlian tinggi. Terdapat tiga kriteria Dokter merupakan pekerjaan profesi

utama yang terpenuhi pada pekerjaan yang seperti halnya profesi lainnya,

dokter sehingga pekerjaan ini bertumpuh pada ideologi profesionalisme

dikategorikan sebagai profesi, yang dengan dua komponen utama yaitu teknik

pertama ialah bahwa dokter merupakan dan etika serta memiliki ciri- ciri sebagai

pekerjaan yang membutuhkan keahlian berikut: (a) mengikuti pendidikan sesuai

yang tinggi, dan karena itu hanya dapat standar nasional; (b) pekerjaannya

dilakukan setelah menempuh pendidikan berlandaskan etika profesi; (c)

dan pelatihan teknis. Untuk menetapkan mengutamakan panggilan kemanusiaan

standar dan menjaga keahlian yang tinggi daripada keuntungan; (d) pekerjaannya

ini maka profesi dokter selalu legal melalui perizinan; (e) anggota-

mengembangkan pranata dan lembaga anggotanya belajar sepanjang hayat; (f)

untuk mengefektifkan jasa profesi, dan anggota-anggotanya bergabung dalam

sekaligus juga menilai kemampuan suatu organisasi profesi (Mcdowel, 1996).

individu-individu yang menjalani profesi Dengan demikian dalam

tersebut. Di Indonesia lembaga ini dikenal menjalankan pekerjaannya, seorang

sebagai Konsil kedokteran Indonesia. dokter yang professional akan terikat pada

Kriteria Kedua adalah bahwa dokter wilayah etika profesi dan keterampilan

merupakan pekerjaan yang keilmuannya serta pengetahuan kedokterannya. Etika

selalu berkembang secara nalar dan profesi tidak dapat dipisahkan dari

dikembangkan dengan teratur seiring persoalan hubungan antara dokter dan

dengan kebutuhan yang dibuktikan pasien, hubungan ini juga akan

dengan pembaharuan keilmuan melalui bersinggungan dengan isu kultur budaya

pelatihan dan simposium. Kriteria terakhir dan agama sehingga dokter yang

adalah dokter memiliki lembaga seperti professional perlu menanggapi

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


133

permintaan eutanasia dengan bijak serta Yogyakarta: Fakultas hukum


Universitas Islam Indonesia; 2015.
mempertimbangkan tidak hanya faktor Sofyan H. Euthanasia: Concept and Rule of
kebutuhan medis pasien akan tetapi sudut Law in Indonesia. Journal of Law,
Policy and Globalization. Vol.58, 2017
pandang lainnya seperti hukum, kultur Siregar, R A, (2015), Euthanasia dan Hak
Asasi Manusia. Jurnal Hukum To-ra, 1
budaya dan agama. (3). ISSN 2442-8019
Zaelani A. Eutanasia dalam pandangan hak
D. KESIMPULAN DAN SARAN asasi manusia dan hukum islam.
Eutanasia yang bertujuan untuk [Skripsi]. Yogyakarta: Fakultas Syariah
dan hukum Universitas Islam Negeri
membebaskan manusia dari penderitaan syarif hidayatullah; 2008.
Kusumasari D. Pengaturan Eutanasia di
oleh karena penyakit yang bahkan belum Indonesia [Internet]. Hukum online.
dapat disembuhkan dengan kemajuan 2011 [cited 20 Oktober 2022].
Candra X. Bahan ajar Bioetik : Eutanasia.
teknologi kedokteran saat ini, masih Jakarta. 2018
Beauchamp TL, Childress JF. Principles of
menjadi perdebatan pada banyak aspek biomedical ethics. 4th ed. London,
kehidupan. Konsep eutanasia tidak boleh Oxford University Press, 1994
Jonsen AR, Siegler M, WinsladeWJ. Clinical
hanya dilihat dari sudut pandang pasien Ethics : A Practical Approach to ethical
decisions in clinical medicine. 5th ed.
saja melainkan perlu mempertimbangkan
New York, NY:McGraw-Hill. 2002
segi etika, hukum, HAM, kultur budaya Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia. Kode Etik Kedokteran
dan agama. Indonesia Dan Pedoman Pelaksanaan
Hingga saat ini di Indonesia masih Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode
Etik Kedokteran, 2004
tidak memperbolehkan dan melegalkan Dhamayanti NGAAF, Nurmawati M .(2019).
Tinjauan yuridis euthanasia ditinjau
eutanasia dan dilihat dari berbagai segi dari aspek hukum pidana. Kerta wicara
eutanasia belum dapat dibenarkan. Untuk E journal ilmu hukum.
Pradjonggo TS. (2016). Suntik Mati
memperbolehkan tindakan eutanasia akan (Euthanasia) Ditinjau Dari Aspek
Hukum Pidana Dan Hak Asasi Manusia
memerlukan perombakan konsep Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Pendidikan
mendasar mulai dari aturan hukum hingga Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1,
Nomor 1, Juni 2016
agama dan kultur budaya. Hartawan IGAGU, Dewi AASL, Sutama IN.
(2020). Eutanasia dalam perspektif hak
DAFTAR PUSTAKA asasi manusia dan hukum positif di
Indonesia.Jurnal konstruksi hukum
A. Rumawi. Eutanasia dapatkah dilakukan di
Vol. 1, No 2 oktober 2020.
Indonesia ? [Internet]. Gama Cendekia.
Hardjono S .(2022). Kedudukan hukum
2016.
tenaga medis yang menyuntik mati
Haryadi. (2011).Masalah Euthanasia dalam
(euthanasia) pasien dengan ijin pihak
Hubungannya dengan Hak Asasi
keluarga karena pasien menderita sakit
Manusia. Inovatif: Jurnal Ilmu Hukum,
berkepanjangan menurut KUHP. Jurnal
vol. 4, no. 5, 2011.
Ilmiah Hukum inrichting recht Vol.4,
Isnawan F. Kajian Filosofis Pro dan Kontra
No 1, april 2022
Dilarangnya Eutanasia [Tesis].

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023


134

Yamco AG. Euthanasia Dalam Perspektif


Hukum Positif Indonesia Dan Hak
Asasi Manusia [Tesis]. Makassar:
Fakultas Hukum Universitas
Hasanuddin; 2013.
Mcdowel J, Geisler N.(1996). Kasih Itu
Selalu Benar. Jakarta Professional.
Dewi RWL, Suhandi. Aborsi Bagi Korban
Pemerkosaan Dalam Perspektif Etika
Profesi Kedokteran, Hukum Islam Dan
Peraturan Perundang-Undangan.
Perspektif. Volume XVI No. 2 Tahun
2011 Edisi April

Jurnal Ilmiah Ecosystem Volume 23 Nomor 1, Hal.120-134, Januari - April 2023

Anda mungkin juga menyukai