Anda di halaman 1dari 18

Novita Listyaningrum, S.H., M.H.

Informed« 23

INFORMED CONSENT DALAM PERLINDUNGAN DOKTER YANG


MELAKUKAN EUTHANASIA

Oleh :

Novita Listyaningrum, S.H., M.H.


Dosen Fakultas Hukum Universitas 45 Mataram

Abstract

Until now Indonesia has not specifically regulating about euthanasia yet.
Euthanasia concept is still become a subject for debate among law experts, among them are
some who agree and disagree on performing euthanasia. The agree party expressed their
opinion that every person has own right to life and also right to end his own life
immediately for humanitarian reasons, with condition that no possibility to recover even for
keep a life, so they may ask for euthanasia. While the disagree party that not allow
euthanasia, they are have an argument that every person has no right to end his own life at
all because life and death is absolutely authority of Allah Subhanahu wa Ta'ala, that can
not be interrupted. Therefore it is necessary to make a deep study about euthanasia from
medical aspect with informed consent support that give protection to doctor who performing
euthanasia.

Keywords : Informed Consent, Euthanasia.

Abstrak

Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai euthanasia.
Konsep Euthanasia sekarang ini masih menjadi perdebatan para pakar hukum, ada yang
setuju tentang euthanasia dan ada pula pihak yang tidak setuju tentang euthanasia. Pihak
yang menyetujui euthanasia mengemukakan pendapat berdasarkan bahwa setiap manusia
mempunyai hak untuk hidup dan hak untuk mengakhiri hidupnya dengan segera dengan
alasan kemanusiaan. Dengan keadaan dirinya yang tidak lagi memungkinkan untuk sembuh
atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan permohonan untuk segera diakhiri hidupnya.
Sementara sebagian pihak yang tidak membolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap
manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya, karena masalah hidup dan mati
adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia. Untuk itu
perlu pembahasan mendalam mengenai tinjauan euthanasia berdasarkan persprektif medis,
serta kekuatan informed concent dalam memberikan perlindungan terhadap dokter yang
melakukan euthanasia.

Kata Kunci : Informed Consent, Euthanasia.


Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 24

A. PENDAHULUAN sempurna untuk dilakukan. Pengobatan


penyakit pun dapat berlangsung secara
1. Latar Belakang Masalah
lebih efektif. Dengan peralatan
Dalam Undang-Undang Dasar
kedokteran yang modern, rasa sakit
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
seseorang yang menderita suatu penyakit
(UUD 1945) telah banyak memberikan
dapat diperingan. Hidup seorang pasien
perlindungan hak-hak bagi masyarakat
pun dapat diperpanjang untuk jangka
Indonesia, termasuk hak untuk hidup,
waktu tertentu, yaitu dengan memasang
bekerja, memiliki keturunan, dan lain
sebuah respirator. Bahkan, perhitungan
sebagainya. Hak untuk hidup terdapat
saat kematian seseorang yang menderita
dalam Pasal 28A UUD 1945, yaitu:
penyakit tertentu, dapat dilakukan secara
³6HWLDS RUDQJ EHUKDN XQWXN KLGXS VHUWD
lebih akurat.1
berhak untuk mempertahankan hidup dan
Selain untuk memperpanjang
NHKLGXSDQQ\D´ Dalam perjalanannya,
kehidupan pasien, perlengkapan medis
perlindungan dan penghormatan terhadap
pun dapat digunakan untuk mempercepat
hak-hak asasi manusia termasuk hak
alternatif di bidang medis ini, pasien pun
untuk hidup tetap menjadi perhatian lebih,
dapat memilih pengobatan seperti apa
guna memberikan kesejahteraan bagi
yang baik untuk dirinya. Dalam hal ini,
Negara dan masyarakatnya (Welfare
tidak menutup kemungkinan pasien
State).
tersebut meminta kepada dokternya untuk
Dengan pesatnya penemuan-
mempercepat kematian pasien itu sendiri.
penemuan teknologi modern,
Adanya permintaan mati tersebut
mengakibatkan terjadinya perubahan-
dikarenakan tidak adanya obat yang dapat
perubahan yang sangat cepat di dalam
mengantisipasi atau mengurangi suatu
kehidupan sosial budaya manusia. Hampir
penyakit yang diderita oleh pasien. Hal ini
semua problema, ruang gerak dan waktu
dikenal dengan istilah euthanasia.
telah dapat terpecahkan oleh tekhnologi
Euthanasia ini, mulai menarik
dan modernitas. Di antara sekian banyak
perhatian dan mendapat sorotan dunia,
penemuan-penemuan teknologi tersebut,
lebih-lebih setelah dilangsungkannya
tidak kalah pesatnya perkembangan
konferensi Hukum se-dunia, yang
teknologi di bidang medis. Melalui ilmu
diselenggarakan oleh World Peace
pengetahuan dan teknologi yang sangat
maju di bidang kedokteran ini, diagnosa 1
Djoko Prakoso dkk, 1984, Euthanasia,
Hak Asasi Manusia dan Hukum Pidana, Ghalia
terhadap suatu penyakit dapat lebih Indonesia, Jakarta, hal. 10.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 25

Through Law Center di Manila (Filipina), seseorang. Konsep euthanasia sekarang


tanggal 22 dan 23 Agustus 1977. Dalam ini masih menjadi perdebatan para pakar
konverensi Hukum se-dunia tersebut, hukum, ada yang setuju tentang
telah diadakan sidang Peradilan Semu euthanasia dan ada pula pihak yang tidak
6LGDQJ 7LUXDQ PHQJHQDL ³KDN PDQXVLD setuju tentang euthanasia. Pihak yang
XQWXN PDWL´ DWDX the right to die. Yang menyetujui euthanasia mengemukakan
berperan dalam sidang tersebut adalah pendapat berdasarkan bahwa setiap
tokoh-tokoh di bidang hukum dan manusia mempunyai hak untuk hidup dan
kedokteran dari berbagai Negara di hak untuk mengakhiri hidupnya dengan
dunia, sehingga mendapat perhatian yang segera dengan alasan kemanusiaan.
sangat besar. Dengan keadaan dirinya yang tidak lagi
Masalah ini menjadi bahan memungkinkan untuk sembuh atau
perdebatan, terutama jika terjadi kasus- bahkan hidup, maka ia dapat melakukan
kasus menarik. Para ahli agama, moral, permohonan untuk segera diakhiri
medis, dan hukum belum menemukan hidupnya. Sementara sebagian pihak yang
kata sepakat dalam menghadapi keinginan tidak membolehkan euthanasia beralasan
pasien untuk mati guna menghentikan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak
penderitaannya. Situasi ini menimbulkan untuk mengakhiri hidupnya, karena
dilema bagi para dokter, apakah ia masalah hidup dan mati adalah kekuasaan
mempunyai hak hukum untuk mengakhiri mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu
hidup seorang pasien atas permintaan gugat oleh manusia.
pasien itu sendiri atau keluarganya,
2. Rumusan Masalah
dengan dalih mengakhiri penderitaan yang Berdasarkan latar belakang di atas,
berkepanjangan, tanpa dokter itu sendiri
maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu
menghadapi konsekuensi hukum. Sudah sebagai berikut :
barang tentu dalam hal ini dokter tersebut a. Bagaimanakah perspektif medis
menghadapi konflik dalam batinnya. terhadap euthanasia ?
Sejauh ini Indonesia memang b. Apakah informed consent dapat
belum mengatur secara spesifik mengenai memberikan perlindungan hukum
euthanasia (mercy killing). Euthanasia terhadap dokter yang melakukan
atau menghilangkan nyawa orang atas euthanasia ?
permintaan sendiri sama dengan
perbuatan pidana menghilangkan nyawa
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 26

B. PEMBAHASAN Berdasarkan pasal di atas, jelas

1. Euthanasia dalam Perspektif Medis terlihat bahwa pasien memiliki hak


mutlak untuk menentukan hidupnya

Hak asasi manusia adalah dalam setiap tindakan medis yang akan
seperangkat hak yang melekat pada dilakukan oleh dokter. Dokter sebagai
hakikat dan keberadaan manusia sebagai profesi yang memiliki tugas memberikan
mahluk Tugas Yang Mha Esa dan layanan untuk mengurangi bahkan
merupakan anugrah-Nya yang wajib menghilangkan penderitaan pasiennya,
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi haruslah menghormati keputusan yang
oleh negara hukum, Pemerintahan, dan dibuat oleh Pasien termasuk euthanasia.
setiap orang demi kehormatan serta
Dalam Pasal 344 KUHP yang
perlindungan harkat dan martabat
intinya menyebutkan bahwa perbuatan
manusia.
membunuh walaupun hal tersebut
Berdasarkan pengertian di atas,
merupakan permintaan dari si korban itu
maka dapat dipahami bahwa hak asasi
sendiri, merupakan tindak pidana yang
manusia harus dilindungi dan dihormati
harus mendapatkan hukuman sesuai
sebagai suatu harkat dan martabat dalam
hubungan sesama manusia. Salah satu dengan aturan perundang-undangan yang

fenomena baru adalah keberadaan berlaku. Namun hal tersebut tidak dapat

euthanasia yang merupakan hak untuk disamakan dengan euthanasia, karena


mati dari seorang manusia. di satu sisi hak unsur-unsur dari Pasal 344 KUHP tidak
untuk mati ini tidak pula dicantumkan di sepenuhnya terdapat dan terkandung
dalam UUD 1945, namun setiap hak dalam tindakan euthanasia. Di satu sisi
manusia Indonesia harus tetap dihormati. Pasien dalam hal ini meminta kepada
Hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 56 Dokter untuk mengakhiri hidupnya, dan
ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Dokter membantu mewujudkan keinginan
Kesehatan, yaitu ³Vetiap orang berhak
dari Pasien. Terdapat beberapa alasan
menerima atau menolak sebagian atau
yang menjadi pembenaran tindakan
seluruh tindakan pertolongan yang akan
Dokter tersebut, antara lain :2
diberikan kepadanya setelah menerima
dan memahami informasi mengenai
tindakan tersebut secara lengkap´. 2
Cecep Triwibowo, 2014, Etika dan
Hukum Kesehatan, Yogyakarta, Nuha Medika, hal.
202.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 27

a. Ada tindakan yang dilakukan pelaksanaannya, sehingga dalam


dengan sengaja untuk mengakhiri
hidup seseorang; kenyataannya tidak terjadi penyelewengan
b. Tindakan tersebut dilakukan atas keberlakuan PP No. 61 Tahun 2014.
dasar rasa belas kasihan, karena
penyakit orang tersebut tidak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61
mungkin dapat disembuhkan; Tahun 2014 tentang Kesehatan
c. Proses mengakhiri hidup dengan Reproduksi telah diteken Presiden
sendirinya berarti juga Susilo Bambang Yudhoyono pada 21
mengakhiri penderitaan tersebut Juli 2014. Peraturan ini merupakan
dilakukan tanpa menimbulkan pelaksanaan dari UU No. 36 Tahun
rasa sakit pada orang yang 2009 Tentang Kesehatan khususnya
menderita tersebut; pasal 75, 126, dan 127. Bagian yang
d. Pengakhiran hidup tersebut menjadi sorotan adalah legalisasi
dilakukan atas permintaan orang aborsi untuk korban perkosaan di
itu sendiri atau atas permintaan Pasal 36 peraturan tersebut. Menurut
keluarganya yang merasa UU Kesehatan Pasal 75 ayat 1
dibebani oleh keadaan yang melarang aborsi terkecuali ada
menguras tenaga, pikiran, indikasi kedaruratan medis dan
perasaan dan keuangan. kehamilan akibat perkosaan yang
dapat menimbulkan trauma
Berdasarkan penjelasan di atas, psikologis bagi korban perkosaan.
Tindakan aborsi akibat perkosaan
maka dapat diketahui bahwa terdapat hanya dapat dilakukan bila kehamilan
unsur belas kasihan, menghilangkan paling lama berusia 40 hari dihitung
sejak hari pertama haid terakhir.
penderitaan serta faktor ekonomi dalam Berdasarkan PP yang baru ini,
tindakan aborsi hanya dapat
euthanasia. Seharusnya euthanasia bisa dilakukan berdasarkan: indikasi
disamakan dengan legalisasi aborsi yang kedaruratan medis dan kehamilan
akibat perkosaan. Seperti Pasal 75
dilakukan oleh dokter juga. Legalisasi UU Kesehatan, PP ini juga
aborsi telah diatur penetapannya dalam PP menyatakan bahwa aborsi perkosaan
hanya dapat dilakukan apabila usia
No. 61 Tahun 2014 terhadap seseorang kehamilan paling lama berusia 40
(empat puluh) hari dihitung sejak hari
yang hamil di luar ikatan pernikahan pertama haid terakhir.3
akibat adanya kejahatan seksual tidak
Oleh sebab itu perlu diketahui
sesuai dengan perlindungan Hak Asasi
sebuah tindakan yang dapat dikategorikan
Manusia. Namun pemerintah dalam hal
sebagai tindak pidana dan tidakan
ini juga telah memperhatikan dan
kemanusiaan yang dilakukan oleh Dokter.
menganalisis pentingnya legalisasi aborsi Untuk lebih mengetahui sebuah tindak
yang memiliki manfaat bagi korban
kekerasan seksual. Untuk itu perlu adanya 3
http://www.parentsindonesia.com/article.
pengawasan yang ketat dalam php?type=article&cat=solution&id=3569, diakses
pada 30 Januari 2016.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 28

pidana yang dilakukan oleh dokter, maka malpraktek medik (medical malpractice)
perlu membandingkan antara euthanasia yang biasanya juga meliputi malpraktek
dengan malpraktek. etik (etical malpractice) dan malpraktek
Veronika Komalawati yuridik (yudicial malpractice). Sedangkan
menyebutkan malpraktek pada malpraktek yuridik dibagi menjadi tiga
hakekatnya adalah kesalahan dalam yaitu malpraktek perdata (civil
menjalankan profesi yang timbul akibat malpractice), malpraktek pidana (criminal
adanya kewajban-kewajiban yang harus malpractice), dan malpraktek administrasi
4
dilakukan dokter. Selanjutnya Hermein (administrative malpractice).
Hediati Koeswadji menjelaskan bahwa a. Malpraktek medik (medical praktek)
malpraktek secara harfiah diartikan
John D. Blum merumuskan
sebagai bad practice atau praktek buruk medical malpractice is a from
professional negligenc in wich
yang berkaitan dengan penerapan ilmu
miserable injury occurs to a
dan teknologi medik dalam menjalankan plaintiff as the direct result of
anact or omission by defendant
profesi medik yang mengandung ciri-ciri practitioner.6 (Malpraktek medik
khusus.5 merupakan bentuk kelalaian
prefesional yang menyebabkan
Berpijak pada hakekat malpraktek terjadinya luka berat pada
pasien/penggugat sebagai akibat
adalah parktek yang buruk atau tidak
langsung dari perbuatan ataupun
sesuai dengan standar profesi yang telah pembiaran oleh dokter/tegugat).
Sedangkan rumusan yang
ditetapkan, maka ada bermacam-macam berlaku dalam dunia kedokteran
malpraktek yang dapat dipilah dengan adalah: Professional misconduct
or lack of adinary skill in the
mendasarkan pada ketentuan hukum yang performance of professional act,
A practitioner is liable for
dilanggar, walaupun kadang kala sebutan
damages on injuries caused by
malpraktek secara langsung malpractice.7 (Malpraktek adalah
perbuatan yang tidak benar dari
bisamencakup dua atau lebih jenis satu profesi atau kurangnya
malpraktek. Secara garis besar malpraktek kemampuan dasardalam
melaksankan pekerjaan. Seorang
dibagi menjadi dua golongan besar yaitu dokter bertanggung jawab atas
terjadinya kerugian atau luka
yang disebabkan karena
4
Veronika Komalawati, 1989, Hukum
6
Dan Etika Dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar John D. Blum dalam bukunya Hermien
Harapan, Jakarta, hal. 87. Hediati Koeswadji, Op.cit, hal. 122-123.
5 7
Hermein Hadiati Koeswadji, 1998, Soejatmiko, 2001, Masalah Medik dalam
Hukum Kedokteran, Citra Aditya Bakti, Bandung, Malpraktek Yuridik, Kumpulan Makalah, RSUD,
hal. 124. hal. 3.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 29

malpraktek). Sedangkan Junus telah disepakati. Tindakan dokter


Hanafiah merumuskan
yang dapat dikategorikan sebagai
malpraktek medic adalah
kelalaian seorang dokter untuk malpraktek perdata antara lain:
mempergunakan tingkat
a. Tidak melakukan apa
keterampilan dan ilmu
yang mennurut
pengetahuan yang lazim
kesepakatan wajib
dipergunakan dalam mengobati
dilakukan;
pasien atau yang terluka menurut
b. Melakukan apa yang
lingkungan yang sama.8
disepakati dilakukan
tetapi tidak sempurna;
b. Malpraktek Etik (etichal malpractice)
c. Melakukan apa yang
disepakati tatepi
Malpraktek etik adalah tindakan
terlambat;
dokter yang bertentangan dengan
d. Melakukan apa yang
etika kedokteran, sebagaimana
menurut kesepakatan
yang telah di atur dalam kode
tidak seharusnya
Etik Kedokteran Indonesia yang
dilakukan;
merupakan seperangkat standar
etika, prinsip, aturan, norma yang
2) Malpraktek Pidana (criminal
berlaku untuk dokter.9
malpractice)
c. Malpraktek Yuridik (yuridicial
Malpraktek pidana dapat
malpractice)
terjadi, jika perbuatan yang
Malpraktek yuridik adalah
dilakukan maupun tidak
pelanggaran ataupun kelalaian dalam
dilakukan memenuhi rumusan
pelaksanaan profesi kedokteran yang
undang-undang hukum pidana.
melanggar ketentuan hukum positif
Perbuatan tersebut dapat berupa
yang berlaku. Malpraktek yuridik
perbuatan positif (melakukan
meliputi :
sesuatu) maupun negative (tidak
1) Malpraktek Perdata (civil
melakukan sesuatu) yang
malpractice)
merupakan perbuatan tercela
Malpraktek perdata
(actus reus), dilakukan dengan
terjadi jika dokter tidak
sikap batin yang salah (mens rea)
melakukan kewajiban (ingkar
berupa kesenjangan atau
janji) yaitu tidak memberikan
kelalaian.10 Contoh malpraktek
prestasinya sebagaimana yang
pidana dengan sengaja adalah:

8
M. Junus Hanafiah dan Amri Amir,
10
1999, Etika Kedokteran dan Hukum Keseshatan, Sofwan Dahlan, 2000, Hukum
ECG, Jakarta, hal. 87. Kesehatan, Badana Penerbit UNDIP, Semarang,
9
Soejatmiko, Op. cit, hal. 4. hal. 61.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 30

a. Melakukan aborsi tanpa dengan


indikasi medik; kewenangannya;
b. Mengungkapkan rahasia c. Melakukan praktek
kedokteran dengan kedokteran dengan ijin
sengaja; yang sudah
c. Tidak melakukan kadaluwarsa;
pertolongan pada d. Tidak membuat rekam
seseorang yang dalam medik;
keadaan darurat;
d. Membuat surat
keteangan dokter yang 2. Perlindungan Hukum Terhadap
isinya tidak benar; Dokter yang Melakukan
e. Membuat visum et Euthanasia
repertum tidak benar;
f. Memberikan keterangan Menurut Philipus M. Hadjon12,
yang tidak benar
dipengadilan dalam perlindungan hukum adalah suatu
kapasitasnya sebagai perlindungan yang diberikan terhadap
ahli.11
subyek hukum dalam bentuk perangkat
Contoh malpraktek pidana hukum baik yang bersifat preventif
karena kelalaian :
maupun yang bersifat represif, baik yang
a. Kurang hati-hati
sehingga menyebabkan tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata
gunting tertinggal lain perlindungan hukum sebagai suatu
diperut;
b. Kurang hati-hati gambaran dari fungsi hukum, yaitu
sehingga menyebabkan konsep di mana hukum dapat memberikan
pasien luka berat atau
meninggal dunia; suatu keadilan, ketertiban, kepastian,

3) Malpraktek Administrasi Negara kemanfaatan, kedamaian, ketentraman

(administrative malpractice) bagi segala kepentingan manusia yang ada

Malpraktek administrasi di dalam masyarakat.


terjadi jika dokter menjalankan Sudikno Mertokusumo13
profesinya tidak mengindahkan memberikan gambaran terhadap
ketentuan-ketentuan hukum pengertian perlindungan hukum yaitu
administrasi Negara, misalnya : segala upaya yang dilakukan untuk
a. Menjalankan praktek
kedokteran tanpa ijin;
b. Menjalankan praktek 12
Philiphus M. Hadjon dalam Ribka
kedokteran tidak sesuai Djula, 2010, ³Perjanjian Waralaba Sebagai
6DUDQD $OLK 7HNQRORJL´ (Tesis Magister Ilmu
Hukum, Universitas Mataram), hal. 11.
13
Sudikno Mertokusumo dalam Ribka
11
Ibid. Djula, Ibid.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 31

menjamin adanya kepastian hukum yang mekanisme preventif15 meliputi kewajiban


didasarkan pada keseluruhan peraturan organ administrasi untuk memberikan
atau kaidah-kaidah yang ada dalam suatu informasi dan adanya hak untuk didengar
kehidupan bersama. Keseluruhan bagi masyarakat. Penerapan kedua aspek
peraturan itu dapat dilihat baik dari ini dalam praktiknya akan
undang-undang maupun ratifikasi menggambarkan terciptanya jalur
konvensi internasional. komunikasi dua arah yang sejalan dengan
Pada dasarnya perlindungan asas keselarasan dan asas kerukunan.
hukum dapat dibedakan menjadi dua Perlindungan hukum yang sifatnya
yaitu14 perlindungan hukum yang represif lebih menekankan pada upaya
preventif dan perlindungan hukum yang penindakan atau penghukuman. Dalam
represif. Perlindungan hukum yang upaya represif lebih tepat apabila
preventif bertujuan untuk mencegah dilakukan oleh aparat penegak hukum
terjadinya sengketa, sedangkan dengan mengefektifkan sanksi baik
perlindungan hukum yang represif perdata maupun pidana yang telah diatur
bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. dalam peraturan perundang-undangan.
Perlindungan hukum yang 0HQXUXW 5X¶EDL GDQ $VWXWL 16 sanksi pada
preventif mengandung arti yang sangat umumnya merupakan alat pemaksa agar
besar karena mendorong pihak pengambil seseorang mentaati norma-norma yang
kebijakan atau regulator untuk senantiasa berlaku. Melalui mekanisme penerapan
bersikap hati-hati dalam mengambil sanksi diharapkan agar seluruh lapisan
keputusan. Sarana perlindungan hukum masyarakat menjadi lebih sadar hukum
yang sifatnya preventif lebih diarahkan dalam bertindak.
pada usaha-usaha untuk mencegah atau Hubungan hukum antara dokter
sekurang-kurangnya mengurangi dan pasien, haruslah memiliki landasan
terjadinya sengketa. Dalam hal ini, yang kuat. Hal tersebut dimaksudkan
untuk menghindari malpraktek yang

14
Philipus M. Hadjon, 2007,
15
Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Ibid, hal. 216.
16
Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, 5X¶EDL $VWXWL GDODP 6DKQDQ
Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Kerusakan Sumber Daya Alam (Hutan) dan
Lingkungan Peradilan Umum Dan Pembentukan Penegakannya, Studi di Kabupaten Lombok Barat,
Pengadilan Administrasi, Edisi Khusus, Tanpa Jurnal Hukum Jatiswara, Vol. 23 No. 2 Juli 2008,
Tempat, Peradaban, hal. 2. hal. 45.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 32

terjadi setelah dilakukannya layanan memiliki hak yang sama dalam


kesehatan oleh dokter. Banyaknya kasus memperoleh akses atas sumber daya di
yang terjadi dalam dunia kesehatan jelas bidang kesehatan. Oleh karena itu, sudah
menjadi sorotan yang tajam, dikarenakan selayaknya pelayanan kesehatan tidak
tindakan dokter terhadap pasien haruslah lagidiskriminaif dan terkesan memilih-
sesuai dengan ilmu kedokteran yang milih dalam memberikan layanan
berlaku. Di satu sisi dokter haruslah kesehatan. Sudah menjadi rahasia umum
melihat pasien sebagai manusia yang bahwa orang susah makin sakit ketika
harus segera dilayani, begitupula akan berobat ke rumah sakit. Biaya mahal
sebaliknya pasien harus menghargai dan pelayanan buruk yang didapatkan.
dokter atas profesi kemanusiaan yang Hubungan antara pemberi jasa
telah dijalaninya. layanan kesehatan (dokter) dengan
Salah satu tujuan dari hukum atau penerima jasa kesehatan (pasien) berawal
peraturan atau deklarasi atau kode etik dari hubungan vertical yang bertolak pada
kesehatan atau apapun namanya, adalah hubungan paternalism (father knows
untuk melindungi kepentingan pasien di best). Hubungan vertical tersebut adalah
samping mengembangkan kualitas profesi hubungan antara dokter dan pasien yang
dokter atau tenaga kesehatan. Keserasian tidak sederajat lagi. Hubungan ini
antara kepentingan pasien dan melahirkan aspek hukum inspaning
kepentingan tenaga kesehatan, merupakan verbintenis antara dua subjek hukum
salah satu penunjang keberhasilan tersebut (dokter dan pasien). Hubungan
pembangunan system kesehatan di hukum ini tiedak menjanjikan suatu
Indonesia. Oleh karena itu perlindungan kesembuhan atau kematian, karena objek
hukum terhadap kepentingan-kepentingan dari hubungan hukum itu adalah berupaya
itu harus diutamakan. secara maksimal yang dilakukan secara
Demi perlindungan hukum hati-hati dan cermat sesuai dengan standar
tersebut maka perlu untuk mereformasi pelayanan minimum berdasarkan ilmu
pelayanan kesehatan dalam mewujudkan pengetahuan dan pengalamannya dalam
tata pemerintahan yang baik. Seperti yang menagani penyakit.
tercantum dalam UU No. 36 Tahun 2009 Dan tanpa disadari bahwa telah
WHQWDQJ .HVHKDWDQ EDKZD ³setiap orang terjadi perubahan paradigma yaitu dalam
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 33

hubungan layanan kesehatan yang vertical IDI tentang Inform Concent tersebut,
menuju ke arah hubungan horizontal adalah :18
termasuk konsekuensinya, di mana 1) Manusia dewasa sehat jasmani dan
rohani berhak sepenuhnya
kedudukan pasien dan dokter adalah menentukan apa yang hendak
setara. Oleh karena itu perjanjian dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter
tidak berhak melakukan tindakan
terapeutik sangatlah penting dalam medis yang bertentangan dengan
pemberian layanan kesehatan yang kemauan pasien, walaupun untuk
kepentingan pasien sendiri.
optimal bagi pasien, serta hal tersebut 2) Semua tindakan medis (diagnotik,
terapeutik maupun paliatif)
dilakukan demi mengurangi malpraktek memerlukan inform concent secara
yang terjadi.17 lisan maupun tertulis.
3) Setiap tindakan medis yang
a. Kedudukan Informed Concent mempunyai resiko cukup besar,
sebagai Perlindungan Hukum mengharuskan adanya persetujuan
Preventif terhadap Dokter tertulis yang ditandatangani pasien,
setelah sebelumnya pasien
Mengenai inform concent masih memperoleh informasi yang kuat
diperlukan pengaturan hukum yang lebih tentang perlunya tindakan medis yang
bersangkutan serta resikonya.
lengkap. Karena tidak hanya untuk 4) Untuk tindakan yang tidak termasuk
dalam butir 3 hanya dibutuhkan
melindungi pasien dari kesewenangan persetujuan lisan atau sikap diam.
dokter, tetapi juga diperlukan untuk 5) Informasi tentang tindakan medis
harus diberikan kepada pasien, baik
melindungi dokter dari ketidaktauan diminta maupun tidak diminta oleh
pasien terhadap pelayanan kesehatan yang pasien. Menahan informasi tidak
boleh, kecuali bila dokter menilai
telah diberikan oleh dokter. Di Indonesia bahwa informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan kesehatan
terdapat ketentuan inform concent yang pasien. Dalam hal ini dokter dapat
diatur antara lain pada Peraturan memberikan informasi kepada
keluarga terdekat pasien. Dalam
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981dan member informasi kepada keluarga
Surat Keputusan PB IDI Nomor terdekat dengan pasien, kehadiran
seorang perawat/ paramedic lainnya
319/PB/A4/88, yaitu tentang pernyataan sebgai saksi adalah penting.
6) Isi informsasi mencakup keuntungan
dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan, baik diagnostic,
terapeutik maupun paliatif. Informasi
biasanya diberikan secara lisan, tetapi
17
Hariadi, 2004, aspek etik dalam dapat pula secara tertulis.
kesehatan di rumah sakit, seminar etika legal dan
18
hukum dalam pelayanan di raumah sakit, RSSA, M Yusuf hanafiah dan amri amir,
Malang, hal. 3. 1999, etika kedokteran dan hukum kesehatan,
EGC, Jakarta, hal. 13.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 34

Informed concent terdiri dari dua 3) Kesukarelaan dalam memberikan


kata yaitu informed yang berarti telah persetujuan
mendapatkan penjelasan atau keterangan Ruang lingkup dan materi
dan concent yang berarti persetujuan atau informasi yang diberikan tergantung pada
member izin. Jadi informed concent pengetahuan medis pasien saat itu. Jika
mengandung pengertian suatu persetujuan memungkintkan pasien juga diberitahu
yang diberikan setelah mendapat mengenai tanggung jawab orang lain yang
informasi. Dengan demikian informed berperan serta dalam pengobatan pasien.
concent dapat didefinsikan sebagai Biasanya inform concent ini harus
persetujuan yang diberikan oleh pasien meliputi:21
dan atau keluarganya atas dasar 1) Dokter harus menjelaskan pada
pasien mengenai tindakan, terapi, dan
penjelasan mengenai medis yang akan penyakitnya;
dilakukabn terhadap dirinya serta risiko 2) Pasien harus diberitahu tentang hasil
terapi yang diharapkan dan seberapa
yang berkaitan dengannya.19 besar kemungkinan keberhasilannya;
3) Pasien harus diberitahu mengenai
Dari sudut pandang dokter beberapa alternative yang ada dan
persetujuan tindakan medi ini berkaitan akibat apabila penyakit tidak diobati;
4) Pasien harus diberitahu mengenai
dengan kewajiban dokter untuk risiko apabila menerima atau menolak
memberikan informasi kepada pasien dan terapi.

kewajiban untuk melakukan tindakan Dalam hubungan hukum


medic ssesuai dengan standar profesi pelaksana dan pengguna jasa tindakan
medik. Suatu informed concent baru sah medis (dokter dan pasien) bertindak

diberikan kepada pasien jika memenuhi sebagai subjek hukum yakni orang yang

minimal 3 unsur sebagai berikut :20 mempunyai hak dan kewajiban,


sedangkan jasa tindakan medis sebagai
1) Keterbukaan informasi yang cukup
objek hukum yakni sesuatu yang bernilai
diberikan oleh dokter;
dan bermanfaat bagi orang sebagai subjek
2) Kompetensi pasien dalam
hukum, dan akan terjadi perbuatan
memberikan persetujuan;
hgukum yaitu perbuatan yang akibatnya
diatur ooleh hukum, baik yang dilakukan
19
Ngesti Lestari, Masalah Malpraktek
Etik, 2001, Seminar Ilmiah Etika dan Hukum satu pihak saja maupun oleh dua pihak.
Kedokteran, RSSA, hal. 6.
20
Soejatmiko. Masalah Medik dalam
21
Malpraktek Yuridik, Kumpulan Makalah, RSUD, Ibid, hal. 4.
2001, hal. 3.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 35

Sebagai salah satu pelaksana jasa c) Alternatif tindakan lain dan


risikonya;
tindakan medis dokter harus menyadari
d) Risiko dan komplikasi yang
bahwa inform concent benar-benar dapat mungkin terjadi;
e) Prognosis terhdap tindakan yang
menjamin terlaksananya hubungan hukum
dilakukan;
antara pihak pasien dengan dokter, atas f) Persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 dapat
dasar saling memenubhi hak dan
diberikan baik secara tertulis
kewajiban masing-masing. Masih banyak maupun lisan;
g) Setiap tindakan kedokteran atau
seluk beluk dari inform concent ini
kedokteran gigi yang
sifatnya relative, misalnya tidak mudah mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujhuan
untuk menentukan apakah suatu informasi
tertulis yang ditandatangani oleh
sudah atau belum cukup diberikan oleh yang berhak memberikan
persetujuan;
dokter. Hal tersebut sulit untuk ditetapkan
h) Ketentuan mengenai tata cara
secara pasti dan dasar teoris-yuridisnya persetujuan tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi
juga belum mantap, sehingga diperlukan
sebagaimana dimaksud pada ayat
pengkajian yang lebih mendalam lagi 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4 dan ayat
5 diatur dengan peraturan
terhadap masalah hukum yang berkenaan
menteri.
dengan inform concent ini.22
Kedudukan dari inform concent
Pengaturan mengenai inform
yaitu sebelum layanan kesehatan
concent terdapat juga dalam Pasal 45
dilakukan kepada pasien. Seseorang yang
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
mengetahui informasi mengenai
tentang Praktek Kedokteran, yaitu:
kesehatan dirinya dapat menerima serta
1) Setiap tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan menolak layanan kesehatan yang
oleh dokter atau dokter gigi terhadap
ditawarkan oleh dokter. Inform concent
pasien hanya mendapat persetujuan;
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud berlaku pada saat para pihak baik dokter
pada ayat (1) diberikan setelah pasien
maupun pasien menyetujui perjanjian
mendapat penjelasan secara lengkap;
3) Penjelasan sebagaimana dimaksud terapetik yang ditawarkan oleh dokter.
pada aya 2 sekurang-kurangnya
Setelah perjanjian terapeutik tersebut
mencakup:
a) Diagnosis dan tata cara tindakan disetujui bersama maka akan timbul hak
medis;
dan kewajiban dari kedua belah pihak.
b) Tujuan tindakan medis yang
dilakukan; Oleh karena itu inform concent
merupakan langkah awal tercapainya
22
Sofwan Dahlan, Hukum Kesehatan,
suatu perjanjian antara dokter dan pasien
UNDIP, Edisi 2, Semarang, 2000, hal. 24.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 36

di bidang kedokteran dalam pelayanan tindakan malpraktek. Namun dalam kasus


kesehatan. euthanasia jelas berbeda dengan hal

b. Undang-Undang tentang tersebut di atas, dokter melakukan suatu


Euthanasia sebagai Perlindungan
Represif bagi Dokter tindakan medis dengan mengakhiri hidup
dari pasien atas permintaan pasien itu
Perlindungan hukum represif
sendiri akibat penderitaan yang amat
adalah perlindungan hukum yang di
pedih dari penyakit yang dideritanya dan/
berikan setelah terjadinya perjanjian
atau penyakit tersebut tidak dapat
terapeutik antara dokter dan pasien.
disembuhkan.
Dokter harus melakukan layanan
Untuk itu alangkah baiknya dibuat
kesehatan sesuai dengan inform concent
sebuah aturan perundang-undangan
yang telah disepakati bersama. Di mana
mengenai euthanasia tersebut, sebagai
dalam hal ini dokter dapat dikenakan
payung hukum bagi dokter dalam
pidana berdasarkan peraturan yang
menghormati hak pasien untuk
berlaku apabila tidak melaksanakan
menghilangkan penderitaannya. Peraturan
informed concent tersebut. Atau bahkan
perundang-undangan tentang euthanasia
dokter tidak dapat dikenakan sanksi
sangatlah penting dalam memberikan
pidana karena telah melaksanakan isi
suatu kepastian hukum bagi dokter
perjanjian dari informed concent.
sehingga dalam memberikan layanan
Setiap orang yang mengalami
kesehatan tidak ragu-ragu dalam
kerugian dalam suatu layanan kesehatan,
memberikan tindakan medis. Namun
baik berupa kelalaian atau kealpaan atau
disatu sisi juga Pemerintah harus hati-hati
kesalahanyang dilakukan oleh pihak
dalam memberikan keleluasaan tindakan
dokter maka dapat meminta ganti
medis ini sendiri, sehingga aturan tersebut
kegrugian terhadapnya. Ganti kerugian ini
tidak dijadikan suatu tameng dalam
dapat dilakukan oleh pasien dengan
menutupi perbuatan malpraktek yang
melaporkan terlebih dahulu kepada aparat
dilakukan oleh Dokter terhadap Pasien.
penegak hukum yang berwenang demi
Adapun hak dan kewajiban dokter yang
tindakan penyidikan kepada layanan
kesehatan yang diduga telah melakukan
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 37

diatur dalam UU RI No. 29 Tahun 2004 atau kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan
tentang Praktek Kedokteran adalah:. suatu pemeriksaan atau pengobatan;
1) Memperoleh perlindungan hukum 3) Merahasiakan segala sesuatu yang
sepanjang melaksanakan tugas sesuai diketahuinya tentang pasien, bahkan
dengan standar profesi dan standar juga setelah pasien itu meninggal
prosedur operasioal; dunia;
2) Memberikan pelayanan medis 4) Melakukan pertolongan darurat atas
menurut standar profesi dan standar dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
prosedur operasional; yakin ada orang lain yang bertugas
3) Memperoleh informasi yang lengkap dan mampu melakukannya; dan
dan jujur dari pasien atau 5) Menambah ilmu pengetahuan dan
keluarganya; dan mengikuti perkembangan ilmu
4) Menerima imbalan jasa kedokteran atau kedokteran gigi.

Sedangkan hak dokter menurut Kewajiban dokter menurut Fred


Fred Ameln sebagai berikut:23 Ameln, adalah :24
a) Menolak melakukan tindakan yang 1) Memiliki ketrampilan dan
bertentangan dengan moral, etika, pengetahuan;
hukum, hati nuraninya; 2) Menggunakan ketrampilan dan
b) Mengakhiri hubungan terapeutik pengetahuannya secara teliti dan hati-
dengan pasien, kecuali dalam hati;
keadaan darurat; 3) Memakai pertimbangan yang terbaik;
c) Menolak pasien yang bukan 4) Melakukan praktik setelah mendapat
spesialisasinya, kecuali gawat ijin;
darurat; 5) Mendapatkan informasi yang benar
d) Hak atas privacy; dari pasien;
e) Hak atas ketentraman bekerja; 6) Bekerja sesuai dengan standar profesi
f) Hak mengeluarkan surat keterangan; medik.
g) Hak untuk mendapatkan imbalan
jasa; dan
h) Hak untuk membela diri.
Sedangkan kewajiban dokter/ C. PENUTUP
dokter gigi juga telah ditentukan dalam
Pasal 51 UU No. 29 Tahun 2004 tentang 1. Kesimpulan
Praktek Kedokteran, yaitu ³Newajiban
dokter/ dokter gigi dalam melaksanakan a. Bahwa pelaksanaan euthanasia di
praktik kedokteran mempunyai kewajiban
: Indonesia merupakan sebuah
1) Memberikan pelayanan medis sesuai polemik yang harus ditemukan
dengan standar profesi dan standar
prsedur operasional serta kebutuhan jalan keluarnya. Di satu sisi
medis pasien;
tindakan eutahanasia dapat
2) Merujuk pasien ke dokter atau dokter
gigi lain, yang mempunyai keahlian dikenakan sanksi pidana yang
sama dengan pembunuhan
23
Fred Ameln, 1991, Kapita Selekta
Hukum Kedokteran, Grafikatama Jaya, Jakarta,
24
hal. 54. Ibid.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 38

berdasarkan Pasal 344 KUHP, represif adalah pembentukan


namun disisi lainnya euthanasia sebuah aturan hukum yang
terlepas dari Pasal 344 KUHP mengatur tentang euthanasia.
tersebut dikarenakan tidak 2. Saran
terdapatnya unsur dari Pasal 344 a. Perlu diperhatikan antara
KUHP yakni belas kasihan, tindakan hukum dan
menghilangkan penderitaan, dan pertanggungjawaban hukum
faktor ekonomi. Untuk itu dalam sebuah tindakan
diperlukan suatu penelaahan euthanasia. Tindakan euthanasia
yang mendalam mengenai merupakan sebuah tindakan yang
euthanasia sehingga nantinya mengakhiri hidup seseorang
akan memberikan suatu kepastian tanpa membuatnya menderita,
hukum terhadap tindakan selain itu juga tindakan
euthanasia ini dan memberikan euthanasia merupakan keinginan
perlindungan hukum kepada dari si Pasien sendiri tanpa
Dokter. paksaan diakibatkan penyakit
b. Bahwa perlindungan terhadap yang tidak dapat disembuhkan.
dokter yang menghormati hak Yang dalam asas geen straf
pasien untuk tidak menerima zonder schuld yang berarti tidak
layanan kesehatan ataupun dipidana jika tidak ada kesalahan
meminta untuk mengakhiri dari suatu perbuatan dan tidak
penderitaan akibat penyakit yang adanya sebuah kerugian yang
tidak dapat disembuhkan harus dihasilkan dari perbuatannya.
diberikan baik oleh pemerintah. Untuk itu tindakan euthanasia
Adapun perlindungan hukum tidak dapat digolongkan dalam
preventif yang dimiliki oleh Pasal 344 KUHP, dan harus
Dokter dalam mengambil dibuatkan suatu aturan untuk
tindakan euthanasia terhadap euthanasia ini sendiri, sehingga
pasiennya adalah inform concent tidak ada lagi keraguan dalam
yang diberikan kepada pasien. setiap tindakan kemanusiaan
Sedangkan perlindungan hukum yang dilakukan oleh Dokter.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 39

b. Bahwa perlindungan terhadap Philiphus M. Hadjon dalam Ribka Djula,


2010, ´3HUMDQMLDQ :DUDODED
dokter harus diberikan oleh 6HEDJDL 6DUDQD $OLK 7HNQRORJL´
pemerintah dengan (Tesis Magister Ilmu Hukum,
Universitas Mataram).
melegalisasikan tindakan
euthanasia, seperti legalisasi _________________,2007,Perlindungan
Hukum Bagi Rakyat Indonesia,
aborsi yang sebelumnya telah Sebuah Studi Tentang Prinsip-
Prinsipnya, Penanganannya Oleh
disyahkan melalui No. 61 Tahun Pengadilan Dalam Lingkungan
2014 mengenai legalisasi aborsi. Peradilan Umum Dan
Pembentukan Pengadilan
Hal tersebut dikarenakan adanya Administrasi, Edisi Khusus, Tanpa
pembeda antara tindakan yang Tempat, Peradaban.

sebelumnya illegal menjadi legal, Sofwan Dahlan, 2000, Hukum Kesehatan,


UNDIP, Edisi 2, Semarang.
yakni alasan kemanusiaan.
Soejatmiko, 2001, Masalah Medik dalam
Malpraktek Yuridik, Kumpulan
DAFTAR PUSTAKA Makalah, RSUD.
Veronika Komalawati, 1989, Hukum Dan
Buku Etika Dalam Praktek Dokter,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Cecep Triwibowo, 2014, Etika dan
Hukum Kesehatan, Nuha Medika,
Yogyakarta. Jurnal dan Artikel

Djoko Prakoso. 1984. Djaman Andhi Ngesti Lestari, 2001, Masalah Malpraktek
Nirwanto, Euthanasia. Hak Asasi Etik, Seminar Ilmiah Etika dan
Manusia dan Hukum Pidana, Hukum Kedokteran, RSSA.
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hariadi, 2004, aspek etik dalam kesehatan
Fred Ameln, 1991, Kapita Selekta Hukum di rumah sakit, seminar etika legal
Kedokteran, Grafikatama Jaya, dan hukum dalam pelayanan di
Jakarta. raumah sakit, RSSA, Malang.

Hermein Hadiati Koeswadji, 1998, 5X¶EDL $VWXWL GDODP 6DKQDQ


Hukum Kedokteran, Citra Aditya Kerusakan Sumber Daya Alam
Bakti, Bandung. (Hutan) dan Penegakannya, Studi
John D. Blum dalam bukunya Hermien di Kabupaten Lombok Barat,
Hediati Koeswadji. Jurnal Hukum Jatiswara, Vol. 23
No. 2 Juli 2008.
M Yusuf hanafiah dan amri amir, 1999,
etika kedokteran dan hukum
kesehatan, EGC, Jakarta.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 40

Sumber Hukum Undang-undang Republik Indonesia


Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Undang-undang Dasar Negara Republik Praktik Kedokteran.
Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang Republik Indonesia
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Nomor 36 Tahun 2009 tentang
(KUHP). Kesehatan.

Undang-undang Republik Indonesia


Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia.

Anda mungkin juga menyukai