Informed« 23
Oleh :
Abstract
Until now Indonesia has not specifically regulating about euthanasia yet.
Euthanasia concept is still become a subject for debate among law experts, among them are
some who agree and disagree on performing euthanasia. The agree party expressed their
opinion that every person has own right to life and also right to end his own life
immediately for humanitarian reasons, with condition that no possibility to recover even for
keep a life, so they may ask for euthanasia. While the disagree party that not allow
euthanasia, they are have an argument that every person has no right to end his own life at
all because life and death is absolutely authority of Allah Subhanahu wa Ta'ala, that can
not be interrupted. Therefore it is necessary to make a deep study about euthanasia from
medical aspect with informed consent support that give protection to doctor who performing
euthanasia.
Abstrak
Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai euthanasia.
Konsep Euthanasia sekarang ini masih menjadi perdebatan para pakar hukum, ada yang
setuju tentang euthanasia dan ada pula pihak yang tidak setuju tentang euthanasia. Pihak
yang menyetujui euthanasia mengemukakan pendapat berdasarkan bahwa setiap manusia
mempunyai hak untuk hidup dan hak untuk mengakhiri hidupnya dengan segera dengan
alasan kemanusiaan. Dengan keadaan dirinya yang tidak lagi memungkinkan untuk sembuh
atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan permohonan untuk segera diakhiri hidupnya.
Sementara sebagian pihak yang tidak membolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap
manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya, karena masalah hidup dan mati
adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia. Untuk itu
perlu pembahasan mendalam mengenai tinjauan euthanasia berdasarkan persprektif medis,
serta kekuatan informed concent dalam memberikan perlindungan terhadap dokter yang
melakukan euthanasia.
Hak asasi manusia adalah dalam setiap tindakan medis yang akan
seperangkat hak yang melekat pada dilakukan oleh dokter. Dokter sebagai
hakikat dan keberadaan manusia sebagai profesi yang memiliki tugas memberikan
mahluk Tugas Yang Mha Esa dan layanan untuk mengurangi bahkan
merupakan anugrah-Nya yang wajib menghilangkan penderitaan pasiennya,
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi haruslah menghormati keputusan yang
oleh negara hukum, Pemerintahan, dan dibuat oleh Pasien termasuk euthanasia.
setiap orang demi kehormatan serta
Dalam Pasal 344 KUHP yang
perlindungan harkat dan martabat
intinya menyebutkan bahwa perbuatan
manusia.
membunuh walaupun hal tersebut
Berdasarkan pengertian di atas,
merupakan permintaan dari si korban itu
maka dapat dipahami bahwa hak asasi
sendiri, merupakan tindak pidana yang
manusia harus dilindungi dan dihormati
harus mendapatkan hukuman sesuai
sebagai suatu harkat dan martabat dalam
hubungan sesama manusia. Salah satu dengan aturan perundang-undangan yang
fenomena baru adalah keberadaan berlaku. Namun hal tersebut tidak dapat
pidana yang dilakukan oleh dokter, maka malpraktek medik (medical malpractice)
perlu membandingkan antara euthanasia yang biasanya juga meliputi malpraktek
dengan malpraktek. etik (etical malpractice) dan malpraktek
Veronika Komalawati yuridik (yudicial malpractice). Sedangkan
menyebutkan malpraktek pada malpraktek yuridik dibagi menjadi tiga
hakekatnya adalah kesalahan dalam yaitu malpraktek perdata (civil
menjalankan profesi yang timbul akibat malpractice), malpraktek pidana (criminal
adanya kewajban-kewajiban yang harus malpractice), dan malpraktek administrasi
4
dilakukan dokter. Selanjutnya Hermein (administrative malpractice).
Hediati Koeswadji menjelaskan bahwa a. Malpraktek medik (medical praktek)
malpraktek secara harfiah diartikan
John D. Blum merumuskan
sebagai bad practice atau praktek buruk medical malpractice is a from
professional negligenc in wich
yang berkaitan dengan penerapan ilmu
miserable injury occurs to a
dan teknologi medik dalam menjalankan plaintiff as the direct result of
anact or omission by defendant
profesi medik yang mengandung ciri-ciri practitioner.6 (Malpraktek medik
khusus.5 merupakan bentuk kelalaian
prefesional yang menyebabkan
Berpijak pada hakekat malpraktek terjadinya luka berat pada
pasien/penggugat sebagai akibat
adalah parktek yang buruk atau tidak
langsung dari perbuatan ataupun
sesuai dengan standar profesi yang telah pembiaran oleh dokter/tegugat).
Sedangkan rumusan yang
ditetapkan, maka ada bermacam-macam berlaku dalam dunia kedokteran
malpraktek yang dapat dipilah dengan adalah: Professional misconduct
or lack of adinary skill in the
mendasarkan pada ketentuan hukum yang performance of professional act,
A practitioner is liable for
dilanggar, walaupun kadang kala sebutan
damages on injuries caused by
malpraktek secara langsung malpractice.7 (Malpraktek adalah
perbuatan yang tidak benar dari
bisamencakup dua atau lebih jenis satu profesi atau kurangnya
malpraktek. Secara garis besar malpraktek kemampuan dasardalam
melaksankan pekerjaan. Seorang
dibagi menjadi dua golongan besar yaitu dokter bertanggung jawab atas
terjadinya kerugian atau luka
yang disebabkan karena
4
Veronika Komalawati, 1989, Hukum
6
Dan Etika Dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar John D. Blum dalam bukunya Hermien
Harapan, Jakarta, hal. 87. Hediati Koeswadji, Op.cit, hal. 122-123.
5 7
Hermein Hadiati Koeswadji, 1998, Soejatmiko, 2001, Masalah Medik dalam
Hukum Kedokteran, Citra Aditya Bakti, Bandung, Malpraktek Yuridik, Kumpulan Makalah, RSUD,
hal. 124. hal. 3.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 29
8
M. Junus Hanafiah dan Amri Amir,
10
1999, Etika Kedokteran dan Hukum Keseshatan, Sofwan Dahlan, 2000, Hukum
ECG, Jakarta, hal. 87. Kesehatan, Badana Penerbit UNDIP, Semarang,
9
Soejatmiko, Op. cit, hal. 4. hal. 61.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 30
14
Philipus M. Hadjon, 2007,
15
Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Ibid, hal. 216.
16
Sebuah Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya, 5X¶EDL $VWXWL GDODP 6DKQDQ
Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Kerusakan Sumber Daya Alam (Hutan) dan
Lingkungan Peradilan Umum Dan Pembentukan Penegakannya, Studi di Kabupaten Lombok Barat,
Pengadilan Administrasi, Edisi Khusus, Tanpa Jurnal Hukum Jatiswara, Vol. 23 No. 2 Juli 2008,
Tempat, Peradaban, hal. 2. hal. 45.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 32
hubungan layanan kesehatan yang vertical IDI tentang Inform Concent tersebut,
menuju ke arah hubungan horizontal adalah :18
termasuk konsekuensinya, di mana 1) Manusia dewasa sehat jasmani dan
rohani berhak sepenuhnya
kedudukan pasien dan dokter adalah menentukan apa yang hendak
setara. Oleh karena itu perjanjian dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter
tidak berhak melakukan tindakan
terapeutik sangatlah penting dalam medis yang bertentangan dengan
pemberian layanan kesehatan yang kemauan pasien, walaupun untuk
kepentingan pasien sendiri.
optimal bagi pasien, serta hal tersebut 2) Semua tindakan medis (diagnotik,
terapeutik maupun paliatif)
dilakukan demi mengurangi malpraktek memerlukan inform concent secara
yang terjadi.17 lisan maupun tertulis.
3) Setiap tindakan medis yang
a. Kedudukan Informed Concent mempunyai resiko cukup besar,
sebagai Perlindungan Hukum mengharuskan adanya persetujuan
Preventif terhadap Dokter tertulis yang ditandatangani pasien,
setelah sebelumnya pasien
Mengenai inform concent masih memperoleh informasi yang kuat
diperlukan pengaturan hukum yang lebih tentang perlunya tindakan medis yang
bersangkutan serta resikonya.
lengkap. Karena tidak hanya untuk 4) Untuk tindakan yang tidak termasuk
dalam butir 3 hanya dibutuhkan
melindungi pasien dari kesewenangan persetujuan lisan atau sikap diam.
dokter, tetapi juga diperlukan untuk 5) Informasi tentang tindakan medis
harus diberikan kepada pasien, baik
melindungi dokter dari ketidaktauan diminta maupun tidak diminta oleh
pasien terhadap pelayanan kesehatan yang pasien. Menahan informasi tidak
boleh, kecuali bila dokter menilai
telah diberikan oleh dokter. Di Indonesia bahwa informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan kesehatan
terdapat ketentuan inform concent yang pasien. Dalam hal ini dokter dapat
diatur antara lain pada Peraturan memberikan informasi kepada
keluarga terdekat pasien. Dalam
Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981dan member informasi kepada keluarga
Surat Keputusan PB IDI Nomor terdekat dengan pasien, kehadiran
seorang perawat/ paramedic lainnya
319/PB/A4/88, yaitu tentang pernyataan sebgai saksi adalah penting.
6) Isi informsasi mencakup keuntungan
dan kerugian tindakan medis yang
direncanakan, baik diagnostic,
terapeutik maupun paliatif. Informasi
biasanya diberikan secara lisan, tetapi
17
Hariadi, 2004, aspek etik dalam dapat pula secara tertulis.
kesehatan di rumah sakit, seminar etika legal dan
18
hukum dalam pelayanan di raumah sakit, RSSA, M Yusuf hanafiah dan amri amir,
Malang, hal. 3. 1999, etika kedokteran dan hukum kesehatan,
EGC, Jakarta, hal. 13.
Novita Listyaningrum, S.H., M.H. Informed« 34
diberikan kepada pasien jika memenuhi sebagai subjek hukum yakni orang yang
diatur dalam UU RI No. 29 Tahun 2004 atau kemampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan
tentang Praktek Kedokteran adalah:. suatu pemeriksaan atau pengobatan;
1) Memperoleh perlindungan hukum 3) Merahasiakan segala sesuatu yang
sepanjang melaksanakan tugas sesuai diketahuinya tentang pasien, bahkan
dengan standar profesi dan standar juga setelah pasien itu meninggal
prosedur operasioal; dunia;
2) Memberikan pelayanan medis 4) Melakukan pertolongan darurat atas
menurut standar profesi dan standar dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia
prosedur operasional; yakin ada orang lain yang bertugas
3) Memperoleh informasi yang lengkap dan mampu melakukannya; dan
dan jujur dari pasien atau 5) Menambah ilmu pengetahuan dan
keluarganya; dan mengikuti perkembangan ilmu
4) Menerima imbalan jasa kedokteran atau kedokteran gigi.
Djoko Prakoso. 1984. Djaman Andhi Ngesti Lestari, 2001, Masalah Malpraktek
Nirwanto, Euthanasia. Hak Asasi Etik, Seminar Ilmiah Etika dan
Manusia dan Hukum Pidana, Hukum Kedokteran, RSSA.
Ghalia Indonesia, Jakarta.
Hariadi, 2004, aspek etik dalam kesehatan
Fred Ameln, 1991, Kapita Selekta Hukum di rumah sakit, seminar etika legal
Kedokteran, Grafikatama Jaya, dan hukum dalam pelayanan di
Jakarta. raumah sakit, RSSA, Malang.