==========================================================================
==
KEADABAN PUBLIK :
MENUJU HABITUS BARU BANGSA
A. RUMUSAN MASALAH :
Masalah serius yang dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini adalah Rusaknya
Keadaban Publik. Istilah ini mau mengungkapkan bahwa masalah yang kita
hadapi bukan hanya soal sekitar pribadi, sekitar bagaimana menjadi manusia
yang berperilaku baik.
Akan tetapi, masalah yang dihadapi adalah bagaimana mengusahakan hal-hal
yang baik secara orang-perorangan, sekaligus juga diciptakan iklim, lingkungan
dan suasana yang kondusif bagi kesejahteraan bersama.
Hal ini dilakukan melalui tata-kelola badan-badan publik, penyelenggaraan tata
ekonomi, serta pengembangan kehidupan bersama dalam masyarakat.
Masalah-masalah yang menyangkut ranah public bangsa Indonesia dewasa ini
terdiri dari tiga hal penting, yakni :
KORUPSI:
Untuk melihat betapa korupsi mengusai peri hidup bangsa Indonesia,dapat
digunakan misalnya hasil penelitian Transperency International. Tahun
2004 dinyatakan bahwa di antara 146 negara, Indonesia berada diurutan ke-
lima Negara terkorup di dunia, setingkat lebih buruk dari tahun yang lalu.
Korupsi yang terjadi sekarang ini, sudah menjadi korupsi politik dan politik
korupsi. Korupsi tidak terbatas pada pencurian uang untuk memperkaya
diri,tetapi sudah menyangkut suatu pola korupsi yang berantai dan rakus.
Untuk mencapai posisi politik atau jabatan tertentu,misalnya seorang calon
harus terlebih dahulu mengeluarkan uang yang tidak kecil jumlahnya.
Setelah kedudukan atau jabatan itu tercapai, dia pertama-tama akan mencari
segala jalan untuk mendapatkan kembali uang telah dikeluarkan
itu,termasuk melalui sarana-sarana public, penyusunan peraturan bahkan
perundang-undangan. Wabah Korupsi ini diperparah dengan rendahnya mutu
pendidikan.
KEKERASAN:
Salah satu sumber kekerasan adalah penyakit social yang disebut
komunalisme. Maksudnya, memandang orang yang tidak termasuk
kelompoknya (agama, suku atau pengelompokan yang lain) sebagai saingan
atau bahkan musuh.
Pola berpikir penyakit social ini bukan benar atau salah, melainkan menang
atau kalah. Dengan pola pikir seperti ini, kekerasan amat mudah digunakan
untuk merebut apa yang dikehendaki yaitu kemenangan.
Militer dan aparat keamanan merupakan asset nasional yang sangat
berharga. Masyarakat yang baik membutuhkan aparat keamanan yang baik
pula. Pencermatan dan control atas aparat militer dan keamanan adalah
tindakan yang bersifat preventif, yaitu agar kekerasan yang dilakukan
secara structural lekas ditinggalkan, dan apa yang dulu pernah dilakukan
diakui dan tidak dilanjutkan lagi.
Nota Pastoral KWI 2004 - Habitus Baru Bangsa 2
==========================================================================
==
Sejarah telah membuktikan bahwa lembaga militer yang dimaksudkan untuk
melindungi rakayt, ternyata dalam kurun waktu tertentu menampilkan wajah
kekerasan.
Dengan demikian, militer menjadi sebuah bentuk pelembagaan kekerasan
yang menular ke dalam lembaga-lembaga sipil sebagai militerisme.
Militerisme secara sadar atau tidak merasuk ke dalam lembaga-lembaga sipil,
termasuk lembaga agama, menyulut danmenyebarkan kekerasan, dengan
demikian merusak semuanya.
Merebaknya budaya kekerasan dalam masyarakat tidak bisa dipisahkan dari
kegagalan aparat keamanan dalam memberikan perlindungan dan rasa aman
bagi masyarakat.
KEHANCURAN LINGKUNGAN
Kerusakan lingkungan sudah sampai tahapmembahayakan hidup manusia.
Salah satu factor yang menyebabkan kerusakan lingkungan adalah
pembabatan hutan.
Sejak tahun 1985, pembabatan hutan sebesar 1,6 juta hektar pertahun.
Pada tahun 1997 meningkat sampai 2,83 juta hektar pertahun.
Bahkan beberapa waktu lalu, TVRI setiap hari menayangkan iklan yang
menyatakan bahwa setiap hari lebih dari 83 milyar dirampok dari hutan
Indonesia.
Kerusakan ini sudah mengakibatkan kerusakan lingkungan baru. Bukan
hanya pohon-pohon yang hancur, tetapi iklim pun terpengaruh oleh
kerusakan itu.
Selain itu, masih banyak factor yang menyebabkan kehnacuran
lingkungan,misalnya pembuangan limbah-limbah beracun, eksploitasi
sumber-sumber daya alam yang tanpa kendali.
MASYARAKAT PASAR :
Masyarakat pasar atau sector bisnis bergerak di ruang public melalui urusan
transaksi jual beli barang dan jasa secara spontan, namun “fair” demi
keuntungan baik bagi penjual, pembeli,maupun masyarakat pada umumnya.
Nota Pastoral KWI 2004 - Habitus Baru Bangsa 3
==========================================================================
==
MASYARAKAT WARGA :
Masyarakat warga berinteraksi di ruang public atas dasar saling percaya dan
tata perilaku social yang diandaikan diterima dan dihormati oleh semua
pihak.
Rasa aman orang berjalan di jalan umum tanpa khwatir ditabrak
kendaraan,rasa nyaman dalam beribadat,spontanitas warga untuk menanam
pohon bagi penghijauan,untuk memasang lampu penerang di depan
rumah,merupakan tanda ada dan berfungsinya saebuah komunitas warga.
MEWUJUDKAN PENGHARAPAN :
Berharap berarti mengembangkan pemikiran, tindakan kreatif, serta cara
hidup alternative. Salah satu usaha yang perlu ditempuh adalah mencari dan
menemukan budaya baru yang merupakan budaya alternative atau budaya
tandingan.
Maksud Budaya alternative adalah suatu pola pandang dan perilaku yang
berlaku umum dalam masyarakat. Dengan membangun dan
Nota Pastoral KWI 2004 - Habitus Baru Bangsa 5
==========================================================================
==
mengembangkan budaya alternative,akar-akar yang menyebabkan korupsi,
erusakan lingkungan, kekerasan dan penyelewengan kekuasaan diharpkan
dapat teratasi. Sejalan dengan itu,secara bertahap KEADABAN PUBLIK
TERBANGUN DAN KESEJAHTERAAN UMUM TERWUJUD.
MASYARAKAT PASAR :
Ketika masyarakat seakan-akan digiring untuk menyembah uang, Gereja
perlu bersaksi dengan mewartakan Allah yang bersetiakawan, dan penuh
kasih serta kerahiman.
Gereja sendiri perlu memainkan perannya sebagai komunitas yang
transparan dan akuntabel, di mana uang tidak dipakai untuk
kepentingan sendiri dan kelompok, tetapi digunakan sungguh-sungguh
dalam fungsi sosialnya, yakni melaksanakan secara gesit dan tangkas
solidaritas kemanusiaan
MASYARAKAT WARGA :
Ketika masyarakat dikondisikan untuk mencapai tujuan dengan
menghalalkan segala cara, Gereja perlu mengembangkan dalam dirinya
budaya damai (dialog, kerjasama, musyawarah, saling menghormati).
Gereja harus terbuka, efektif dan effisien dalam mengemban perannya
sebagai persekutuan yang partisipatif, yang mendorong umat terlibat
secara proaktif dalam dialog kemanusiaan demi terwujudnya
persaudaraan yang tahan uji.