PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar 2. Klon human ESC hasil penelitian Gear Heart (1998) yang telah
dikembangkan di USA.
Gambar 3 : Klon Goat ESC hasil penelitian Djati (2002) yang telah dilakukan di
Malang-Indonesia.
2.3 Prospek Pengembangan Embrio Stem Cell
Teknologi ESC dan teknologi kloning dengan menggunakan transfer inti menjadi
suatu teknologi yang sangat potensial prospektif untuk aplikasi di bidang kedokteran dan
peternakan. Penemuan teknologi ini membuat para peneliti mendapatkan inspirasi untuk
mengembangkan penelitian-penelitian di bidang ESC dan teknologi transfer inti serta
teknologi rekayasa genetika untuk dapat menyelesaikan masalah kedokteran yang selama ini
manusia seperti pasrah, tanpa bisa mengobatinya, misalnya beberapa penyakit digeneratif
permanen seperti diabetes mellitus, alzheimer, parkinson, dan penyakit-penyakit kelainan
genetis, bahkan penyakit AIDS. Pada hakekatnya penyakit-penyakit tersebut sudah dianggap
penyakit yang sudah tidak mungkin disembuhkan karena adanya kerusakan permanen dari
sel-sel tubuh manusia.
2.4 Stem Cell Dan Bioetika
1) ESC (Embryonic Stem Cell) dalam Masalah Bioetika
ESC merupakan stem cell yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam
jaringan. ESC diambil pada fase zigot menuju blastosit (awal konsepsi). Setelah dikultur,
ESC akan ditransplantasikan ke pasien. Hal ini membuat ESC berimigrasi ke sel-sel yang
degeneratif dan akan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang sebelumnya rusak. Karena proses
ESC yang membuat zigot tersebut mengalami kematian, ESC dinilai keluar dari bioetika
kedokteran. Karena prinsip dari bioetika sendiri adalah tidak boleh menyembuhkan orang
dengan cara membunuh orang lain.
Perkembangan Teknik ESC (Embryonic Stem Cell) Dalam Masalah Etika
a. Teknik ESC alami
Pada tahap awal, proses ini identik dengan perkembangan embrio. Setelah terjadi
peleburan inti sel telur dan satu inti sperma, terbentuk zigot dilanjutkan fase morulla. Fase ini
bersifat totipotent. Totipotent terdapat pada zigot yang Kemudian menuju fase blastosit.
Blastosit tersusun dari 2 jenis sel, yakni trofektoderm di bagian luar yang nantinya menjadi
plasenta dan ICN (Inner Cell Mass). ICN diambil dan diisolasi kemudian ditransplantasikan
ke organ-organ degeneratif. Karena proses pengambilan inilah, embrio tidak dapat
berkembang menjadi matur dan mengalami pembunuhan. Hal ini memicu masalah etika.
Walaupun ada yang menyetujui akan penelitian ESC, namun tidak sedikit pula yang menolak
karena menyalahi prinsip bioetik, yakni tidak boleh menyembuhkan seseorang dengan cara
membunuh orang lain.
Pada penilaian pihak independen penelitian ESC telah keluar dari batas yang
diberikan. Tidak ada keadilan bagi embrio yang oleh sebagian pihak diyakini jika embrio
bukan termasuk makhluk hidup yang terdiri dari sel-sel namun embrio merupakan stem cell-
stem cell yang menjadikan makhluk hidup. Namun jika embrio bukan berasal daristem cell,
mereka makhluk hidup yang memiliki stem cell dan sel-sel ini adalah kematian bagi embrio.
b. Teknik SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer)
Teknik SCNT merupakan perkembangan dari ESC dan tekniknya sama dengan
kloning yaitu terjadi terjadinya transfer nukleus. perbedaan adalah inti dari sel telur
dihilangkan dan diganti dengan materi genetik dari donor/pasien. Setelah materi genetik
dimasukkan ke dalam enucleated oocyte (inti sel telur yang dihilangkan), kemudian diberi
beberapa bahan kimia dan kejut listrik. Kultur secara in vitro ini membutuhkan 3-5 hari
hingga pada fase blastosit. Pada fase blastosit inilah, stem cell dari inner cell massdiambil
kemudian ditransplantasikan
Namun kemajuan dasri ESC menjadi SCNT tidak sinergis dalam segi bioetik.
Terutama Indonesia masih menolak menggunakan embrio. Namun dengan ditemukannya
teknik ini, para peneliti semakin mengembangkan teknik ini dengan tujuan bagaimana
caranya supaya bahan dasar ESC dapat diterima dari aspek bioetik. Scott Klusenderf
menyatakan jika kloning disetujui dalam bioetik maka akan terjadi pembunuhan karena
embrio diciptakan untuk dibunuh dengan tujuan penelitian medis.
Pendukung penelitian ESC dan SCNT mempunyai cara yang sedikit buruk demi meyakinkan
Negara dengan tujuan disahkannya penelitian tersebut. Pendukung ESC menyatakan jika
embrio hasil /kloning terapeutik ini bertujuan dalam menemukan solusi penyembuhan, Hal
ini dapat menimbulkan empati dari berbagai pihak. Pendukung ESC tidak mungkin
mengatakan jika dengan mereka melakukan kloning terapeutik, maka harga yang harus
dibayar pembunuhan embrio. Dan proses yang telah dipahami, benar jika penelitian stem
cell dengan bahan dasar embrionik adalah keluar dari batas bioetik karena terdapat unsur
yang dirugikan disini.
c. Teknik ANT (Altered Nuclear Transfer)
ANT merupakan perkembangan dari SCNT. Proses tahap awal hampir sama
perbedaannya, sebelum memasukkan materi genetik donor ke oosit tanpa inti, materi genetik
disisipkan RNAi dari pemanfaatan retrovirus. Ternyata dengan adanya RNAi, embrio tidak
terbentuk trofoblas sehingga trofektoderm gagal terbentuk. Dengan kegagalan pembentukan
trofoblas, akan terbentuk embrio yang cacat dan tidak dapat berimplantasi.
Pendukung ESC menyatakan jika ANT bebas dari bioetik. Dengan terhambatnya
pembentukan trofoblas, maka tidak akan terbentuk embrio matur karena tahap ANT berhenti
pada fase blastosit tanpa adanya trofektoderm. Banyak pihak dari luar negeri, baik dari segi
agama, hukum, budaya mengiyakan jika ANT terbebas dari etika karena tidak akan
munculnya embrio yang matur, karena yang terbentuk embrio cacat tanpa trofoblas .
Embryonic Stem Cell sedang memperoleh sorotan masalah etis paling berat. Ini karena
pikiran negatif, misalnya mengambil embrio atau mematikan embrio. Dan jika bayi tabung
yang tidak terpakai lebih baik digunakan sebagai penelitian ESC daripada dibuang.
Peneliti ESC menyatakan jika telah ditemukan alternatif yang lebih baik dalam
masalah bioetik yakni ditemukannya sel 8 dari sel embrio. jika dalam embrio terdapat 8 sel
yang mempengaruhi perkembangan embrio dan jika diambil sel 8 pada embrio, tidak terdapat
kecacatan pada embrio dan jika terjadi masalah, dapat dilakukan pengkulturan sel lagi. Hal
ini merupakan pemecahan terbaik dalam hal etika. Namun belum dapat dipastikan persentase
keberhasilannya. Sehingga aspek etika untuk saat ini masih jelas, yakni kurangnya nilai social
peneliti dan belum ada keadilan 100% bagi embrio karena masih dalam penelitian dengan
persentase keberhasilan yang belum diketahui. Peneliti ESC berharap jika perkembangan
dalam peneltian sel 8 dapat tercapai tanpa menimbulkan kecacatan embrio sehingga masalah
etika tidak menjadi momok bagi penelitian ESC.
Peneliti Stem Cell menyatakan jika penelitian ESC tergolong kuno karena penelitian
tersebut tidak berkembang dalam segi kemanfaatan, karena resikotumoriogenicity walaupun
teknik perkembangan telah ditemukan. jika ESC tidak memiliki batasan untuk membelah,
sehingga hanya sedikit kesalahan dalam penempatan dan kesalahan penempatan
DNA, tumoriogenicity bisa terjadi.
d. ASC (Adult Stem Cell) yang Bebas dari Masalah Etika
Berdasarkan prinsip bioetika yang menekankan jika dilarang melakukan penelitian
dengan cara membunuh orang lain, maka ASC terbebas dari masalah terbesar yang masih
dihadapi ESC. Masalah yang dihadapi ESC terletak pada sumbernya (embrio), dan sumber
ASC berasal dari tubuh manusia yang tidak menimbulkan kerugian sama sekali, mungkin
terkait dengan GvHD karena HLA yang kurang cocok. Namun hal ini bukan masalah jika
terapi penyembuhan menggunakan ASC yang bersumber dari darah tali pusat (Umbilical
Cord Blood).
ASC memenuhi 7 syarat bioetik dalam melakukan penelitian. Peneliti dari Amerika
merekomendasikan lebih baik menggunakan ASC karena secara etika tidak bermasalah,
keberhasilan ASC lebih tinggi karena resiko tumor yang sangat tinggi jika menggunakan ESC
dan keberhasilan dengan menggunakan ASC telah banyak dilakukan kepada manusia. Hal ini
bertentangan dengan ESC.
2.5 Penggolongan Stem Cell
Berdasarkan pada kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dikelompokkan
menjadi:
1. Totipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang
termasuk dalam sel punca totipoten adalah zigot dan morula. Sel-sel ini merupakan sel
embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk berbagai jenis sel termasuk
sel-sel yang menyusun plasenta dan tali pusat. Karenanya sel punca kelompok ini mempunyai
kemampuan untuk membentuk satu individu yang u tuh.
2. Pluripoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisan germinal (ektoderm,
mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti
plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel punca pluripoten adalah sel punca embrionik
(embryonic stem cells).
3. Multipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel misalnya
sel punca hemopoetik (hemopoetic stem cells) yang terdapat pada sumsum tulang yang
mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel yang terdapat di
dalam darah seperti eritrosit, lekosit dan trombosit. Contoh lainnya adalah sel punca saraf
(neural stem cells) yang mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel
glia.
4. Unipotent yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi menjadi 1 jenis sel. Berbeda
dengan non sel punca, sel punca mempunyai sifat masih dapat memperbaharui atau
meregenerasi diri (self-regenerate/self renew). Contohnyaerythroid progenitor cells hanya
mampu berdifferensiasi menjadi sel darah merah.
Gambar 5. Multipotent dan unipotent stem cell pada sumsum tulang
Berdasarkan sel induk yang ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh, maka sel induk
dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
1. Sel induk embrio (embryonic stem cell) adalah sel induk yang diambil dari embrio pada fase
blastosit yang terdiri dari 50-150 sel (berumur 5-7 hari setelah pembuahan). Pada saat ini
massa sel bagian dalam mengelompok dan mengandung sel-sel induk embrionik. Selanjutnya
sel-sel diisolasi dari massa sel bagian dalam dan dikultur secara in vitro di laboratorium. Sel
induk embrional dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada organisme
dewasa, seperti sel-sel darah, sel-sel otot, sel-sel hati, sel-sel ginjal, dan sel-sel
lainnya. Embryonic stem cell biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada
IVF (in vitro fertilization). Akan tetapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan sel
induk embrionik (embryonic stem cell) yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga
dapat terus hidup dan tumbuh. Untuk masa dapan hal ini mungkin dapat mengurangi
kontroversi etis terhadap embryonic stem cell.
2. Sel induk
dewasa (adult
stem cells)
adalah sel
induk dewasa
yang
mempunyai
dua
karakteristik.
Karakteristik
pertama adalah
sel-sel tersebut
dapat
berfroliferasi
untuk periode
yang panjang
untuk
memperbaharui
Gambar 6. Pembuatan kultur sel induk embrio
Sumber: http://stemcells.nih.gov diri.
Karakteristik
kedua, sel-sel
tersebut dapat berdiferensiasi untu menghasilkan sel-sel khusus yang mempunyai
karakteristik morfologi dan fungsi yang spesial. Salah satu macam sel induk dewasa adalah
sel induk hematopoietik (hematopoietik stem cell), yaitu sel induk pembentuk darah yang
mampu membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan keeping darah yang sehat. Sumber
sel induk hematopoietik dapat ditransplantasikan dari beberapa organ seperti: sumsum tulang,
sel darah tepi, dan darah tali pusar.
Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow transplantation). Sumsum tulang
adalah jaringan spons yang terdapat dalam tulang-tulang besar seperti tulang pinggang, tulang
dada, tulang punggung dan tulang rusuk. Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan
sel induk hematopoietik. Sejak dilakukan pertama kali kira-kira 30 tahun yang lalu,
transplantasi sumsum tulang digunakan sebagai bagian dari pengobatan leukemia, limfoma
jenis tertentu, dan anemia aplastik. Karena teknik dan angka keberhasilannya semakin
meningkat, maka pemakaian transplantasi sumsum tulang sekarang ini semakin meluas. Pada
transplantasi ini prosedur yang dilakukan cukup sederhana, yaitu biasanya dalam keadaan
teranastesi total. Sumsum tulang (sekitar 600 cc) diambil dari tulang panggul donor dengan
bantuan sebuah jarum suntik khusus, kemudian sumsum tulang itu disuntikkan ke dalam vena
resipien. Sumsum tulang donor berpindah dan menyatu di dalam tulang resipien dan sel-
selnya mulai berfroliferasi. Pada akhirnya, jika semua berjalan lancar, seluruh sumsum tulang
resipien akan tergantikan dengan sumsum tulang yang baru. Namun, prosedur transplantasi
sumsum tulang memiliki kelemahan karena sel darah putih resipien telah dihancurkan oleh
terapi radiasi dan kemoterapi. Sumsum tulang yang baru memerlukan waktu sekitar 2-3
minggu untuk menghasilkan sejumlah sel darah putih yang diperlukan guna melindungi
resipien terhadap infeksi. Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow
transplantation).
Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation) seperti
halnya sumsum tulang, peredaran darah tepi merupakan sumber sel induk walaupun jumlah
sel induk yang dikandung tidak sebanyak pada sumsum tulang. Untuk mendapatkan jumlah
sel induk yang jumlahnya mencukupi untuk suatu transplantasi, biasanya pada donor
diberikan granulosyte coloni stimulating factor(G-CSF) untuk menstimulasi sel induk
hematopoietik bergerak dari sumsum tulang ke peredaran darah. Transplantasi ini dilakukan
dengan proses yang disebut aferesis. Jika resipien membutuhkan sel induk hematopoietik,
pada proses ini darah lengkap diambil dari donor dan sebuah mesin akan memisahkan darah
menjadi komponen-komponennya, secara selektif memisahkan sek induk dan
mengembalikan sisa darah ke donor. Transplantasi sel induk darah tepi pertama kali berhasil
dilakukan pada tahun 1986. Keuntungan transplantasi sel induk darah tepi adalah lebih
mudah didapat. Selain itu pengambilan sel induk darah tepi tidak menyakitkan dan hanya
membutuhkan sekitar 100cc. Keuntungan lain sel induk darah tepi lebih mudah tumbuh.
Namun, sel induk darah tepi lebih rentang tidak setahan sumsum tulang. Sumsum tulang juga
lebih lengkap, selain mengandung sel induk juga ada jaringan penunjang untuk pertumbuhan
sel. Karena itu, transplantasi sel induk darah tepi tetap perlu dicampur dengan sumsum
tulang.
Transplantasi sel induk darah tali pusat. Pada tahun 1970-an para peneliti menemukan bahwa
darah plasenta manusia mengandung sel induk yang sama dengan sel induk yang ditemukan
dalam sumsum tulang. Karena sel induk dalam sumsum tulang telah berhasil mengobati
pasien-pasien dengan penyakit-penyakit kelainan darah yang mengancam jiwa seperti
leukemia dan gangguan-gangguan sistem kekebalan tubuh, maka para peneliti percaya bahwa
mereka juga dapat menggunakan sel induk dari darah tali pusat untuk menyelamatkan jiwa
pasien mereka. Darah tali pusat mengandung sel induk yang bermakna dan memiliki
keunggulan diatas transplantasi sel induk dari sumsum tulang atau dari darah tepi bagi
pasien-pasien tertentu. Transplantasi sel induk dari darah tali pusat telah mengubah bahan
sisa dari proses kelahiran menjadi suatu sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.
Transplantasi sel induk darah tali pusat pertama kali dilakukan di Prancis pada penderita
anemia fanconi tahun 1988 pada tahun 1991, darah tali pusat di transplantasikan pada
penderita Chronic Myelogenous Leukimia. Kedua trasnplantasi ini berhasil dengan baik.
Sampai saat ini telah dilakukan kira-kira tiga ribu transplantasi darah tali pusat.
Gambar 7.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa simpulan yaitu sebagai
berikut.
1. Sel Punca atau stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi dan mempunyai
kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik yang
membentuk berbagai jaringan tubuh.
2. Berdasarkan pada kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dikelompokkan
menjadi: totipoten, pluripoten, multipoten, unipotent. Sedangkan berdasarkan sel induk yang
ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh, sel induk dapat digolongkan menjadi dua golongan
yaitu : Sel induk embrio (embryonal stem cell) dan Sel induk dewasa (adult stem cells).
3. Pemanfaatan stem cell dalam bioteknologi yakni digunakan dalam riset dan dalam
pengobatan penyakit. Pemanfaatan stem cell dalam riset adalah untuk terapi gen, engetahui
proses biologis, yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker, penemuan dan
pengembangan obat baru dan terapi sel (cell based therapy). Sedangkan penggunaan stem
cell dalam pengobatan penyakit, yaitu untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan
sel-sel baru yang sehat pada jaringan atau organ tubuh pasien dan untuk menggantikan sel-sel
spesifik yang rusak akibat penyakit atau cidera tertentu dengan sel-sel baru yang
ditranspalantasikan.
4. Dalam penggunaan stem cell tentu saja terdapat kelebihan dan kekurangan, secara umum
dapat dijelaskan sebagai berikut. Keuntungannya yaitu stem cell mudah didapatkan, stem
cell mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai macam sel. Sedangkan
kekurangannya adalah adanya kemungkinan terkena penyakit genetik pada sel induk tali
pusat, secara kode etik penggunaan stem cell masih kontroversial khususnya dalam
penggunaan sel induk embrionik.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami ajukan dalam penyusunan makalah ini adalah sebaiknya isi
dari makalah ini dapat dipahami dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.