Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 


            Berbagai metode untuk produksi temak transgenik telah ditemukan dan dikemukakan
oleh beberapa peneliti antara lain transfer gen dengan mikroinjeksi pada pronukleus, injeksi
pada germinal vesikel, injeksi gen kedalam sitoplama, melalui sperma, melalui virus (sebagai
mediator), dengan particke gun (particle bombartmen)dan embryonic stem cells:  Diantara
metode yang  telah dikemukakan diatas ternyata berkembang sesuai dengan kemajuan hasil
produksi dan  beberapa kelemahan yang dijumpai pada masing-masing metode. Sebagai
contoh produksi  ternak transgenik dengan metode retroviral sebagai mediator gen yang akan
diintegrasikan mulai  digantikan dengan metode lain yang tidak mengandung resiko atau efek
samping dari virus/bakteri. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa metode
mikroinjeksi DNA pada pronukleus yang sering dipakai oleh peneliti (Kart, 1989;
Bondioli, et. al., 1991; Hill et. al., 1992 ; Gagne and Sirard, 1995; Kubisch, et. al., 1995;
Han, et. Al, 1996; Su,et. al.,  1998).
            Produksi ternak transgenik diperlukan dibidang peternakan. Sebagai contoh pada
ternak sapi : panjangnya interval generasi, jumlah anak yang dihasilkan dan lamanya proses
integrasi gen menjadi tidak efissien bila dilakukan secara konvensional. Oleh karena itu
kebemasilan produksi sapi trangenik sangat diharapkan karena memungkinkan untuk
terjadinya mutasi gen secara tiba-tiba (pada satu generasi) dan lebih terarah pada gen yang
diinginkan. Performans yang diharapkan dari sapi transgenik adalah sapi yang mempunyai
tingkat kesuburan tinggi, efisien dalam pemanfaatan pakan , kuantitas dan kualitas produksi
yang lebih tinggi serta lebih resisten terhadap penyakit.
            Teknologi pembiakan embrio (pembiakan embrio di cawan petri) sebenarnya sudah
lama berkembang, terutama dalam percobaan-percobaan di laboratorium, dan dilakukan pada
binatang, bahkan di dunia peternakan sudah berkembang sedemikian pesat, sehingga
menghasilkan banyak hewan ternak jenis unggulan, penelitian-penelitian di bidang ini telah
dapat meningkatkan produksi peternakan di mana-mana. Demikian pula di bidang medis
sudah banyak percobaan-percobaan medis di laboratorium memanfaatkan teknologi ini
digunakan untuk memecahkan banyak masalah pengobatan dengan menggunakan percobaan
pembiakan embrio hewan di cawan petri. Perkembangan teknologi ini mulai menjadi berita
besar setelah lahirnya Luis Brown seorang anak manusia hasil perkawinan yang dilakukan
melalui prosesfertilisasi in vitro di akhir dekade tahun tujuhpuluhan, hasil teknologi ini mulai
mengundang reaksi etika di kalangan rohaniawan, ulama dan pakar etika.
            Teknologi ESC dan teknologi kloning dengan menggunakan transfer inti menjadi
suatu teknologi yang sangat potensial prospektif untuk aplikasi di bidang kedokteran dan
peternakan. Penemuan teknologi ini membuat para peneliti mendapatkan inspirasi untuk
mengembangkan penelitian-penelitian di bidang ESC dan teknologi transfer inti serta
teknologi rekayasa genetika untuk dapat menyelesaikan masalah kedokteran yang selama ini
manusia seperti pasrah, tanpa bisa mengobatinya, misalnya beberapa penyakit digeneratif
permanen seperti diabetes mellitus, alzheimer, parkinson, dan penyakit-penyakit kelainan
genetis, bahkan penyakit AIDS. Pada hakekatnya penyakit-penyakit tersebut sudah dianggap
penyakit yang sudah tidak mungkin disembuhkan karena adanya kerusakan permanen dari
sel-sel tubuh manusia. Beberapa peneliti berspekulasi apabila seseorang membutuhkan
transplantasi sumsum tulang belakang untuk menyembuhkan penyakit kankernya, maka
kemungkinan dia untuk mendapatkan donor yang bersedia dan mempunyai kondisi genetis
yang sesuai akan sulit. Kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan kombinasi teknologi
transfer inti dan rekayasa genetik, dengan memanfaatkan sel telur yang telah dienukleasi dan
digantikan materi genetik yang sesuai, maka hanya dalam beberapa hari dia akan mendapat
stem sel yang sesuai untuk ditransplasikan kepada pasien tersebut.
            Rideout dan Hochedlinger (2002) menggunakan combine therapeutic
cloning melakukan enukleasi sel telur tikus dan digantikan sel kulit dari tikus dewasa yang
menderita penyakit genetis immuno deficiency.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut.
1. Definisi Stem Cell ?
2. Perkembangan Teknologo Embrio Stem Cell ?
3. Prospek Pengembangan Embrio Stem Cell ?
4.  Stem Cell Dan Bioetika ?
5. Penggolongan Stem Cell ?
6. Penggunaan Kultur Stem Cell dalam Bidang Bioteknologi ?
7. Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Sel Induk (Stem Cell) ?
1.3.Tujuan
Dengan mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penulisan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui Definisi Stem Cell
2. Untuk mengetahui Perkembangan Teknologo Embrio Stem Cell
3. Untuk mengetahui Prospek Pengembangan Embrio Stem Cell
4.  Untuk mengetahui Stem Cell Dan Bioetika
5. Untuk mengetahui Penggolongan Stem Cell
6. Untuk mengetahui Penggunaan Kultur Stem Cell dalam Bidang Bioteknologi
7. Untuk mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan (Stem Cell)
1.4. Manfaat
            Manfaat yang dapat dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat mengetahui Definisi Stem Cell
2. Dapat mengetahui Perkembangan Teknologo Embrio Stem Cell
3. Dapat mengetahui Prospek Pengembangan Embrio Stem Cell
4.  Dapat mengetahui Stem Cell  Dan Bioetika
5. Dapat mengetahui Penggolongan Stem Cell
6. Dapat mengetahui Penggunaan Kultur Stem Cell dalam Bidang Bioteknologi
7. Dapat mengetahui Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan (Stem Cell)

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Stem Cell


            Stem cell diperkenalkan sebagai sel-sel “undifferentiated” karena belum dapat
berkembang dan membentuk jaringan atau organ yang lebih spesifik. Sel punca, sel induk, sel
batang (bahasa Inggris: stem cell) merupakan sel yang belum berdiferensiasidan mempunyai
potensi yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi banyak jenis sel yang berbeda di
dalam tubuh. Proses perubahan stem cell menjadi tipe sel yang spesifik dikenal sebagai
“differentation”.
            Selain berfungsi untuk membentuk jaringan atau organ yang lebih spesifik, stem
cell juga berfungsi sebagai sistem perbaikan untuk mengganti sel-sel tubuh yang telah rusak
demi kelangsungan hidup organisme.  Saat stem cell terbelah, sel yang baru mempunyai
potensi untuk tetap menjadi stem cell atau menjadi sel dari jenis lain dengan fungsi yang
lebih khusus, misalnya sel otot, sel darah merah atau sel otak.

Gambar 1. Sifat/karakter sel punca yaitu differentiate dan self regenerate/renew


      Sel Punca mempunyai 2 sifat yang khas yaitu:
1.      Differentiate yaitu kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi sel lain. Sel Punca mampu
berkembang menjadi berbagai jenis sel yang khas (spesifik) misalnya sel saraf, sel otot
jantung, sel otot rangka, sel pankreas dan lain-lain
2.      Self regenerate/self renew yaitu kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya
sendiri. Stem cells mampu membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya melalui
pembelahan sel.
2.2 Perkembangan Teknologo Embrio Stem Cell
            Teknologi ESC berkembang pesat di awal tahun 80-an terutama yang berkaitan
dengan percobaan-percobaan sel-sel tumor. Pada mencit, sel-sel tumor dengan mudah
berkembang biak melalui transplantasi embrio atau sel-sel embrio di bagian extra-uterine.
Percobaan semacam ini sangat bermanfaat untuk menganalisa banyak aspek diferensiasi sel,
maupun biologi perkembangan dan pengobatan tumor pada mamalia dengan keberhasilan
percobaan sangat tinggi (Damjanov dkk,1987).  Terilhami dari prospek pengembangan
hewan transgenik yang  sangat berguna di bidang peternakan maupun kedokteran serta
penelitian biologi dasar tentang teori diferensiasi dan proliferasi sel, dan di samping itu
tersedianya banyak embrio tersisa akibat penelitian disertasi saya, sejak tahun 1996 saya
mencoba membuat percobaan Embryonic Stem Cell. Permasalahan utama dalam teknologi
ESC adalah bagaimana caranya menjaga sel-sel ESC tetap mengalami proliferasi tetapi tidak
terjadi diferensiasi. Permasalahan ini didasari sebuah pemikiran bahwa dalam upaya efisiensi
pembuatan hewan transgenik membutuhkan stok ESC cukup banyak untuk digunakan
sebagai sel donor untuk injeksi blastosis dalam pembuatan hewan transgenik. Diharapkan sel-
sel tersebut merupakan sel yang masih bersifat pluripoten. Saya menyusun kerangka konsep
teori untuk mengatur strategi dalam membiakkan dan mengisolasi sel-sel ES, dengan harapan
bahwa ESC yang saya biakkan tersebut dapat dengan cepat mengalami proliferasi tetapi tidak
terjadi diferensiasi sel. Penyusunan kerangka konsep teori ini di landasi oleh ketidak
berhasilan para peneliti terdahulu terutama dalam membiakkan dan mengisolasi.
            Akhir tahun 1998 John Gearheart seorang peneliti dari Universitas John Hopkin
mempublikasikan hasil riset ESC bahwa teknologi ESC memungkinkan kita dapat
membiakkan klon ESC manusia secara simultan dengan tujuan akhir untuk mendapatkan sel-
sel “spare part”. Pada penelitian ini Gear Heart menggunakan klon ESC manusia (lihat
gambar 1). Sel-sel tersebut dibiarkan melakukan diferensiasasi pada media biak, dan dapat
menghasilkan tipe-tipe sel yang berbeda-beda berupa stem sel neuron, muscledan
hemapoietic. Sel-sel inilah yang oleh para peneliti disebut sebagai sel-sel “spare parts”.
Meskipun penelitian ini baru penemuan awal dari sebuah rencana penelitian jangka panjang,
tetapi dapat mengilhami banyak peneliti untuk melakukan penelitian yang lebih besar lagi,
terutama  bagaimana caranya membiakan sel-sel embrio tersebut menjadi sel-sel “spare part”
tertentu dengan harapan dapat diaplikasikan dalam transplantasi sel. Hasil penelitian tersebut
memang merubah niat saya untuk mencoba menghambat diferensiasi sel-sel embrio, tetapi
justru dibiarkan sel-sel tersebut berdiferensiasi dan berkembang menjadi berbagai
kemungkinan sel-sel tertentu. Dari hasil penelitian saya, teknologi ini sangat mungkin
dikembangkan di Indonesia (Lihat gambar 2) mengingat sumber daya peneliti mempunyai
potensi untuk mengembangkannya.

 
Gambar 2. Klon human ESC hasil penelitian Gear Heart (1998) yang telah
dikembangkan di USA.

 
Gambar 3 : Klon Goat ESC hasil penelitian Djati (2002) yang telah dilakukan di
Malang-Indonesia.
2.3 Prospek Pengembangan Embrio Stem Cell
            Teknologi ESC dan teknologi kloning dengan menggunakan transfer inti menjadi
suatu teknologi yang sangat potensial prospektif untuk aplikasi di bidang kedokteran dan
peternakan. Penemuan teknologi ini membuat para peneliti mendapatkan inspirasi untuk
mengembangkan penelitian-penelitian di bidang ESC dan teknologi transfer inti serta
teknologi rekayasa genetika untuk dapat menyelesaikan masalah kedokteran yang selama ini
manusia  seperti pasrah, tanpa bisa mengobatinya, misalnya beberapa penyakit digeneratif
permanen seperti diabetes mellitus, alzheimer, parkinson, dan penyakit-penyakit kelainan
genetis, bahkan penyakit AIDS. Pada hakekatnya penyakit-penyakit tersebut sudah dianggap
penyakit yang sudah tidak mungkin disembuhkan karena adanya kerusakan permanen dari
sel-sel tubuh manusia.
2.4  Stem Cell Dan Bioetika
1)      ESC (Embryonic Stem Cell) dalam Masalah Bioetika
            ESC merupakan stem cell yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai macam
jaringan. ESC diambil pada fase zigot menuju blastosit (awal konsepsi). Setelah dikultur,
ESC akan ditransplantasikan ke pasien. Hal ini membuat ESC berimigrasi ke sel-sel yang
degeneratif dan akan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang sebelumnya rusak. Karena proses
ESC yang membuat zigot tersebut mengalami kematian, ESC dinilai keluar dari bioetika
kedokteran. Karena prinsip dari bioetika sendiri adalah tidak boleh menyembuhkan orang
dengan cara membunuh orang lain.
            Perkembangan Teknik ESC (Embryonic Stem Cell) Dalam Masalah Etika
a.       Teknik ESC alami
            Pada tahap awal, proses ini identik dengan perkembangan embrio. Setelah terjadi
peleburan inti sel telur dan satu inti sperma, terbentuk zigot dilanjutkan fase morulla. Fase ini
bersifat totipotent. Totipotent terdapat pada zigot yang Kemudian menuju fase blastosit.
Blastosit tersusun dari 2 jenis sel, yakni trofektoderm di bagian luar yang nantinya menjadi
plasenta dan ICN (Inner Cell Mass). ICN diambil dan diisolasi kemudian ditransplantasikan
ke organ-organ degeneratif. Karena proses pengambilan inilah, embrio tidak dapat
berkembang menjadi matur dan mengalami pembunuhan. Hal ini memicu masalah etika.
Walaupun ada yang menyetujui akan penelitian ESC, namun tidak sedikit pula yang menolak
karena menyalahi prinsip bioetik, yakni tidak boleh menyembuhkan seseorang dengan cara
membunuh orang lain.
            Pada penilaian pihak independen penelitian ESC telah keluar dari batas yang
diberikan. Tidak ada keadilan bagi embrio yang oleh sebagian pihak diyakini jika embrio
bukan termasuk makhluk hidup yang terdiri dari sel-sel namun embrio merupakan stem cell-
stem cell yang menjadikan makhluk hidup. Namun jika embrio bukan berasal daristem cell,
mereka makhluk hidup yang memiliki stem cell dan sel-sel ini adalah kematian bagi embrio.
b.      Teknik SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer)
            Teknik SCNT merupakan perkembangan dari ESC dan tekniknya sama dengan
kloning yaitu terjadi terjadinya transfer nukleus. perbedaan adalah inti dari sel telur
dihilangkan dan diganti dengan materi genetik dari donor/pasien. Setelah materi genetik
dimasukkan ke dalam enucleated oocyte  (inti sel telur yang dihilangkan), kemudian diberi
beberapa bahan kimia dan kejut listrik. Kultur secara in vitro ini membutuhkan 3-5 hari
hingga pada fase blastosit. Pada fase blastosit inilah, stem cell dari inner cell massdiambil
kemudian ditransplantasikan
            Namun kemajuan dasri ESC menjadi SCNT tidak sinergis dalam segi bioetik.
Terutama Indonesia masih menolak menggunakan embrio. Namun dengan ditemukannya
teknik ini, para peneliti semakin mengembangkan teknik ini dengan tujuan bagaimana
caranya supaya bahan dasar ESC dapat diterima dari aspek bioetik. Scott Klusenderf
menyatakan jika kloning disetujui dalam bioetik maka akan terjadi pembunuhan karena
embrio diciptakan untuk dibunuh dengan tujuan penelitian medis.
Pendukung penelitian ESC dan SCNT mempunyai cara yang sedikit buruk demi meyakinkan
Negara dengan tujuan disahkannya penelitian tersebut. Pendukung ESC menyatakan jika
embrio hasil /kloning terapeutik ini bertujuan dalam menemukan solusi penyembuhan, Hal
ini dapat menimbulkan empati dari berbagai pihak. Pendukung ESC tidak mungkin
mengatakan jika dengan mereka melakukan kloning terapeutik, maka harga yang harus
dibayar pembunuhan embrio. Dan proses yang telah dipahami, benar jika penelitian stem
cell dengan bahan dasar embrionik adalah keluar dari batas bioetik karena terdapat unsur
yang dirugikan disini.
c.       Teknik ANT (Altered Nuclear Transfer)
            ANT merupakan perkembangan dari SCNT. Proses tahap awal hampir sama
perbedaannya, sebelum memasukkan materi genetik donor ke oosit tanpa inti, materi genetik
disisipkan RNAi dari pemanfaatan retrovirus. Ternyata dengan adanya RNAi, embrio tidak
terbentuk trofoblas sehingga trofektoderm gagal terbentuk. Dengan kegagalan pembentukan
trofoblas, akan terbentuk embrio yang cacat dan tidak dapat berimplantasi.
            Pendukung ESC menyatakan jika ANT bebas dari bioetik. Dengan terhambatnya
pembentukan trofoblas, maka tidak akan terbentuk embrio matur karena tahap ANT berhenti
pada fase blastosit tanpa adanya trofektoderm. Banyak pihak dari luar negeri, baik dari segi
agama, hukum, budaya mengiyakan jika ANT terbebas dari etika karena tidak akan
munculnya embrio yang matur, karena yang terbentuk embrio cacat tanpa trofoblas .
Embryonic Stem Cell sedang memperoleh sorotan masalah etis paling berat. Ini karena
pikiran negatif, misalnya mengambil embrio atau mematikan embrio. Dan jika bayi tabung
yang tidak terpakai lebih baik digunakan sebagai penelitian ESC daripada dibuang.
            Peneliti ESC menyatakan  jika telah ditemukan alternatif yang lebih baik dalam
masalah bioetik yakni ditemukannya sel 8 dari sel embrio. jika dalam embrio terdapat 8 sel
yang mempengaruhi perkembangan embrio dan jika diambil sel 8 pada embrio, tidak terdapat
kecacatan pada embrio dan jika terjadi masalah, dapat dilakukan pengkulturan sel lagi. Hal
ini merupakan pemecahan terbaik dalam hal etika. Namun belum dapat dipastikan persentase
keberhasilannya. Sehingga aspek etika untuk saat ini masih jelas, yakni kurangnya nilai social
peneliti dan belum ada keadilan 100% bagi embrio karena masih dalam penelitian dengan
persentase keberhasilan yang belum diketahui. Peneliti ESC berharap jika perkembangan
dalam peneltian sel 8 dapat tercapai tanpa menimbulkan kecacatan embrio sehingga masalah
etika tidak menjadi momok bagi penelitian ESC.
             Peneliti Stem Cell menyatakan jika penelitian ESC tergolong kuno karena penelitian
tersebut tidak berkembang dalam segi kemanfaatan, karena resikotumoriogenicity walaupun
teknik perkembangan telah ditemukan. jika ESC tidak memiliki batasan untuk membelah,
sehingga hanya sedikit kesalahan dalam penempatan dan kesalahan penempatan
DNA, tumoriogenicity  bisa terjadi.
d.     ASC (Adult Stem Cell) yang Bebas dari Masalah Etika
            Berdasarkan prinsip bioetika yang menekankan jika dilarang melakukan penelitian
dengan cara membunuh orang lain, maka ASC terbebas dari masalah terbesar yang masih
dihadapi ESC. Masalah yang dihadapi ESC terletak pada sumbernya (embrio), dan sumber
ASC berasal dari tubuh manusia yang tidak menimbulkan kerugian sama sekali, mungkin
terkait dengan GvHD karena HLA yang kurang cocok. Namun hal ini bukan masalah jika
terapi penyembuhan menggunakan ASC yang bersumber dari darah tali pusat (Umbilical
Cord Blood).
ASC memenuhi 7 syarat bioetik dalam melakukan penelitian. Peneliti dari Amerika
merekomendasikan lebih baik menggunakan ASC karena secara etika tidak bermasalah,
keberhasilan ASC lebih tinggi karena resiko tumor yang sangat tinggi jika menggunakan ESC
dan keberhasilan dengan menggunakan ASC telah banyak dilakukan kepada manusia. Hal ini
bertentangan dengan ESC.

e.   Garis Besar Bioetik terhadap Penelitian Stem Cell


            ESC mendapat sorotan tajam dalam pelanggaran etika, namun juga terdapat yang
menyetujui kelangsungan ESC. ANT merupakan solusi dalam pemecahan etika, namun
terdapat kubu kontra tidak menyetujuinya.
Pendukung ESC terdapat 2 kelompok:
a.       Kelompok yang mendukung stemcell research secara total dan menilai bahwa embryonic
stemcells tidak mempunyai nilai moral. Kelompok ini mendukung semua bentuk stemcell
research dan cara mendapatkan stemcells tersebut.
b.      Kelompok yang memberikan nilai moral kepada embryonic stemcells namun menganggap
bahwa manfaat yang didapatkan dari stemcell research tersebut jauh lebih besar dari
pengorbanan yang dilakukan. Embryo tidak terpakai tersimpan di berbagai klinik bayi
tabung. Banyaknya sisa embryo karena dalam proses pembuatan bayi tabung biasanya 10
sampai 12 sel telur yang dibuahi, tetapi hanya 3 atau 4 saja yang ditanam di dalam
kandungan. Sisa embryo tersebut umumnya akan dibuang, dan lebih baik digunakan sebagai
bahan stemcell research. Dan pembuatan embrio melalui SCNT kemudian memanen embrio
tersebut sebagai bahan stemcell research.
            Sedangkan pihak yang menolak ESC menyatakan embrio merupakan makhuk hidup
yang harus dihargai kelangsungan hidupnya seperti manusia selayaknya. Embrio buatan
melalui SCNT maupun sisa embrio dari klinik bayi tabung tetap merupakan calon manusia
yang tidak boleh dibunuh atau dirusak. Dalam pelegalan ESC dan jika berhasil, maka terjadi
pembunuhan embrio secara besar-besaran. Dengan jumlah sisa bayi tabung yang tidak
sebanding dengan tingkat kebutuhan, peternakan embrio maupun aborsi terjadi. Hal ini
disebabkan dengan digunakan embrio bukan dari sisa bayi tabung yang seharusnya dibuang,
hal ini identik dengan pelegalan akan adanya abortus. Dan ESC tetap keluar dari bioetika.

2.5 Penggolongan Stem Cell
Berdasarkan pada kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dikelompokkan
menjadi:
1.      Totipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang
termasuk dalam sel punca totipoten adalah zigot dan morula. Sel-sel ini merupakan sel
embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk berbagai jenis sel termasuk
sel-sel yang menyusun plasenta dan tali pusat. Karenanya sel punca kelompok ini mempunyai
kemampuan untuk membentuk satu individu yang u   tuh.

Gambar 4.  Sel Punca totipoten dan pluripoten

2.      Pluripoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisan germinal (ektoderm,
mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti
plasenta dan tali pusat. Yang termasuk sel punca pluripoten adalah sel punca embrionik
(embryonic stem cells).
3.      Multipoten yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel  misalnya
sel punca hemopoetik (hemopoetic stem cells) yang terdapat pada sumsum tulang yang
mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel yang terdapat di
dalam darah seperti eritrosit, lekosit dan trombosit. Contoh lainnya adalah sel punca saraf
(neural stem cells) yang mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel
glia.
4.      Unipotent yaitu sel punca yang hanya dapat berdifferensiasi menjadi 1 jenis sel. Berbeda
dengan non sel punca, sel punca mempunyai sifat masih dapat memperbaharui atau
meregenerasi diri (self-regenerate/self renew). Contohnyaerythroid progenitor cells hanya
mampu berdifferensiasi menjadi sel darah merah.
     Gambar 5. Multipotent dan unipotent stem cell pada sumsum tulang
Berdasarkan sel induk yang ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh, maka sel induk
dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu :
1.      Sel induk embrio (embryonic stem cell)  adalah sel induk yang diambil dari embrio pada fase
blastosit yang terdiri dari 50-150 sel (berumur 5-7 hari setelah pembuahan). Pada saat ini
massa sel bagian dalam mengelompok dan mengandung sel-sel induk embrionik. Selanjutnya
sel-sel diisolasi dari massa sel bagian dalam dan dikultur secara in vitro di laboratorium. Sel
induk embrional dapat diarahkan menjadi semua jenis sel yang dijumpai pada organisme
dewasa, seperti sel-sel darah, sel-sel otot, sel-sel hati, sel-sel ginjal, dan sel-sel
lainnya. Embryonic stem cell biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada
IVF (in vitro fertilization). Akan tetapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan sel
induk embrionik (embryonic stem cell) yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga
dapat terus hidup dan tumbuh. Untuk masa dapan hal ini mungkin dapat mengurangi
kontroversi etis terhadap embryonic stem cell.
2.      Sel induk
dewasa (adult
stem cells)
adalah sel
induk dewasa
yang
mempunyai
dua
karakteristik.
Karakteristik
pertama adalah
sel-sel tersebut
dapat
berfroliferasi
untuk periode
yang panjang
untuk
memperbaharui
Gambar 6. Pembuatan kultur sel induk embrio
Sumber: http://stemcells.nih.gov diri.
  Karakteristik
kedua, sel-sel
tersebut dapat berdiferensiasi untu menghasilkan sel-sel khusus yang mempunyai
karakteristik morfologi dan fungsi yang spesial.  Salah satu macam sel induk dewasa adalah
sel induk hematopoietik (hematopoietik stem cell), yaitu sel induk pembentuk darah yang
mampu membentuk sel darah merah, sel darah putih, dan keeping darah yang sehat. Sumber
sel induk hematopoietik dapat ditransplantasikan dari beberapa organ seperti: sumsum tulang,
sel darah tepi, dan darah tali pusar.
         Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow transplantation). Sumsum tulang
adalah jaringan spons yang terdapat dalam tulang-tulang besar seperti tulang pinggang, tulang
dada, tulang punggung dan tulang rusuk. Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan
sel induk hematopoietik. Sejak dilakukan pertama kali kira-kira 30 tahun yang lalu,
transplantasi sumsum tulang digunakan sebagai bagian dari pengobatan leukemia, limfoma
jenis tertentu, dan anemia aplastik. Karena teknik dan angka keberhasilannya semakin
meningkat, maka pemakaian transplantasi sumsum tulang sekarang ini semakin meluas. Pada
transplantasi ini prosedur yang dilakukan cukup sederhana, yaitu biasanya dalam keadaan
teranastesi total. Sumsum tulang (sekitar 600 cc) diambil dari tulang panggul donor dengan
bantuan sebuah jarum suntik khusus, kemudian sumsum tulang itu disuntikkan ke dalam vena
resipien. Sumsum tulang donor berpindah dan menyatu di dalam tulang resipien dan sel-
selnya mulai berfroliferasi. Pada akhirnya, jika semua berjalan lancar, seluruh sumsum tulang
resipien akan tergantikan dengan sumsum tulang yang baru. Namun, prosedur transplantasi
sumsum tulang memiliki kelemahan karena sel darah putih resipien telah dihancurkan oleh
terapi radiasi dan kemoterapi. Sumsum tulang yang baru memerlukan waktu sekitar 2-3
minggu untuk menghasilkan sejumlah sel darah putih yang diperlukan guna melindungi
resipien terhadap infeksi. Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow
transplantation).
           Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem cell transplantation) seperti
halnya sumsum tulang, peredaran darah tepi merupakan sumber sel induk walaupun jumlah
sel induk yang dikandung tidak sebanyak pada sumsum tulang. Untuk mendapatkan jumlah
sel induk yang jumlahnya mencukupi untuk suatu transplantasi, biasanya pada donor
diberikan granulosyte coloni stimulating factor(G-CSF) untuk menstimulasi sel induk
hematopoietik bergerak dari sumsum tulang ke peredaran darah. Transplantasi ini dilakukan
dengan proses yang disebut aferesis. Jika resipien membutuhkan sel induk hematopoietik,
pada proses ini darah lengkap diambil dari donor dan sebuah mesin akan memisahkan darah
menjadi komponen-komponennya, secara selektif memisahkan sek induk dan
mengembalikan sisa darah ke donor. Transplantasi sel induk darah tepi pertama kali berhasil
dilakukan pada tahun 1986. Keuntungan transplantasi sel induk darah tepi adalah lebih
mudah didapat. Selain itu pengambilan sel induk darah tepi tidak menyakitkan dan hanya
membutuhkan sekitar 100cc. Keuntungan lain sel induk darah tepi lebih mudah tumbuh.
Namun, sel induk darah tepi lebih rentang tidak setahan sumsum tulang. Sumsum tulang juga
lebih lengkap, selain mengandung sel induk juga ada jaringan penunjang untuk pertumbuhan
sel. Karena itu, transplantasi sel induk darah tepi tetap perlu dicampur dengan sumsum
tulang.
         Transplantasi sel induk darah tali pusat. Pada tahun 1970-an para peneliti menemukan bahwa
darah plasenta manusia mengandung sel induk yang sama dengan sel induk yang ditemukan
dalam sumsum tulang. Karena sel induk dalam sumsum tulang telah berhasil mengobati
pasien-pasien dengan penyakit-penyakit kelainan darah yang mengancam jiwa seperti
leukemia dan gangguan-gangguan sistem kekebalan tubuh, maka para peneliti percaya bahwa
mereka juga dapat menggunakan sel induk dari darah tali pusat untuk menyelamatkan jiwa
pasien mereka. Darah tali pusat mengandung sel induk yang bermakna dan memiliki
keunggulan diatas transplantasi sel induk dari sumsum tulang atau dari darah tepi bagi
pasien-pasien tertentu. Transplantasi sel induk dari darah tali pusat telah mengubah bahan
sisa dari proses kelahiran menjadi suatu sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.
Transplantasi sel induk darah tali pusat pertama kali dilakukan di Prancis pada penderita
anemia fanconi tahun 1988 pada tahun 1991, darah tali pusat di transplantasikan pada
penderita Chronic Myelogenous Leukimia. Kedua trasnplantasi ini berhasil dengan baik.
Sampai saat ini telah dilakukan kira-kira tiga ribu transplantasi darah tali pusat.
Gambar 7.

Transplantasi sel induk darah tali pusat


2.6 Penggunaan Kultur Stem Cell dalam Bidang Bioteknologi
            Stem cell dapat digunakan untuk keperluan baik dalam bidang riset maupun
pengobatan. Adapun penggunaan kultur stem cell adalah sebagai berikut:
2.6.1 Pemanfaatan  Stem Cell Dalam Riset
1. Terapi gen
a.       Stem cell (dalam hal ini hematopoietic stem cell) digunakan sebagai alat pembawa transgen
ke dalam tubuh pasien dan selanjutnya dapat dilacak jejaknya apakah stem cell ini berhasil
mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien. Dan karena stem cell mempunyai
sifat self-renewing, maka pemberian pada terapi gen tidak perlu dilakukan berulang-ulang,
selain itu hematopoietic stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi bermacam-macam sel,
sehingga transgen tersebut dapat menetap di berbagai macam sel.
b.      Mengetahui proses biologis, yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker.
Melalui stem cell  dapat dipelajari nasib sel, baik sel normal maupun sel kanker.
c.       Penemuan dan pengembangan obat baru, yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap
berbagai jaringan.
d.      Terapi sel (cell based therapy)
e.       Stem cell dapat hidup diluar tubuh manusia, misalnya di cawan petri. Sifat ini dapat
digunakan untuk melakukan manipulasi pada stem cells yang akan ditransplantasikan ke
dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-penyakit tertentu tanpa mengganggu organ
tubuh.
            Ada beberapa alasan mengapa stem cell merupakan calon yang bagus dalam cell-
based therapy:
         Stem cell tersebut dapat diperoleh dari pasien itu sendiri. Artinya transplantasi dapat bersifat
autolog sehingga menghindari potensi rejeksi. Berbeda dengan transplantasi organ yang
membutuhkan organ donor yang sesuai (match),transplantasi stem cell dapat dilakukan tanpa
organ donor yang sesuai.
         Mempunyai kapasitas proliferasi yang besar sehingga dapat diperoleh sel dalam jumlah
besar dari sumber yang terbatas. Misalnya pada luka bakar luas, jaringan kulit yang tersisa
tidak cukup untuk menutupi lesi luka bakar yang luas. Dalam hal ini terapi stem cell sangat
berguna.
         Mudah dimanipulasi untuk mengganti gen yang sudah tidak berfungsi lagi melalui metode
transfer gen. Hal ini telah dijelaskan dalam penjelasan mengenai terapi gen di atas.
         Dapat bermigrasi ke jaringan target dan dapat berintegrasi ke dalam jaringan serta
berinteraksi dengan jaringan sekitarnya.
2.6.2 Penggunaan Stem Cell Dalam Pengobatan Penyakit  
Para ahli saat ini sedang giat melakukan berbagai penelitian untuk menggunakan stem
cell dalam mengobati berbagai penyakit. Penggunaan stem cell untuk mengobati penyakit
dikenal sebagai Cell Based Therapy.   Prinsip terapi yang dimaksud adalah dengan
melakukan transplantasi stem cell pada organ yang rusak. Tujuan dari transplantasi stem cell
ini adalah sebagai berikut.
a.       Mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel baru yang sehat pada jaringan atau
organ tubuh pasien.
b.      Menggantikan sel-sel spesifik yang rusak akibat penyakit atau cidera tertentu dengan sel-sel
baru yang ditranspalantasikan.
            Sel induk embrio (Embryonic stem cell) sangat plastik dan mempunyai kemampuan
untuk dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel seperti neuron, kardiomiosit,
osteoblast, fibroblast, sel-sel darah dan sebagainya, sehingga dapat dipakai untuk
menggantikan jaringan yang rusak. Sel induk dewasa (adult stem cells) juga dapat digunakan
untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, tetapi kemampuan plastisitasnya sudah
berkurang. Keuntungan dari penggunaan sel stem dewasa yaitu tidak atau kurang
menimbulkan masalah dan kontroversi etika.
1.   Penggunaan sel punca embrionik untuk mengobati cidera pada medula spinalis (spinal cord)
            Cidera pada medula spinalis disertai demielinisasi menyebabkan hilangnya fungsi
neuron. Sel punca dapat mengembalikan fungsi yang hilang dengan cara melakukan
remielinisasi. Percobaan dengan sel punca embrionik tikus dapatmenghasilkan oligodendrosit
yang kemudian dapat menyebabkan remielinisasi akson yang rusak.
2.   Penggunaan sel punca pada penyakit stroke
Pada penyakit stroke dicoba untuk menggunakan sel punca mesenkim (mesenchymal
stem cell) dari sumsum tulang autolog. Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya. Mesenchymal stem cells diperoleh dari aspirasi sumsum tulang.
Setelah disuntikkan perifer MSC akan melintas sawar darah otak pada daerah otak yang
rusak. Pemberian MSC intravenous akan mengurangi terjadinya apoptosis dan menyebabkan
proliferasi sel endogen setelah terjadinya stroke.

3.   Penggunaan sel punca dalam pengobatan diabetes


Pada diabetes, terjadi kekurangan insulin atau kurangnya kepekaan terhadap insulin.
Dalam hal ini transplantasi sel pulau Langerhans diharapkan dapat memenuhi kebutuhan
insulin. Pada awalnya, kira-kira 10 tahun yang lalu, hanya 8% transplantasi sel pulau
Langerhans yang berhasil. Hal ini terjadi karena reaksi penolakannya besar sehingga
diperlukan sejumlah besar steroid; padahal makin besar steroid yang dibutuhkan, makin besar
pula kebutuhan metabolik pada sel penghasil insulin. Namun, baru-baru ini penelitian yang
dilakukan oleh James Shapiro dkk. di Kanada, berhasil membuat protokol transplantasi sel
pulau Langerhans dalam jumlah banyak dengan metode imunosupresi yang berbeda dengan
yang sebelumnya. Pada penelitian tersebut, 100% pasien yang diterapi transplantasi sel pulau
Langerhans pankreas tidak memerlukan injeksi insulin lagi dan gula darahnya tetap normal
setahun setelah transplantasi. Penelitian-penelitian yang sudah dilakukan untuk diabetes ini
mengambil sumber stem cell dari kadaver, fetus, dan dari embryonic stem cell. Selanjutnya,
masih dibutuhkan penelitian untuk menemukan cara membuat kondisi yang optimal dalam
produksi insulin, sehingga dapat menggantikan injeksi insulin secara permanen.
4.      Penggunaan sel punca untuk skin replacement
Dengan bertambahnya pengetahuan mengenai stem cell, maka peneliti telah dapat
membuat epidermis dari keratinosit yang diperoleh dari folikel rambut yang dicabut. Hal ini
memungkinkan transplantasi epidermis autolog, sehingga menghindari masalah penolakan.
Pemakaian skin replacement ini bermanfaat dalam terapi ulkus vena ataupun luka bakar.
5.      Penggunaan sel punca dalam penyakit Parkinson
Pada penyakit Parkinson, didapatkan kematian neuron-neuron nigra-striatal, yang
merupakan neuron dopaminergik. Dopamin merupakan neurotransmiter yang berperan dalam
gerakan tubuh yang halus. Dengan berkurangnya dopamin, maka pada penyakit Parkinson
terjadi gejala-gejala gangguan gerakan halus. Dalam hal ini transplantasi neuron dopamin
diharapkan dapat memperbaiki gejala penyakit Parkinson. Tahun 2001, dilakukan penelitian
dengan menggunakan jaringan mesensefalik embrio manusia yang mengandung neuron-
neuron dopamin. Jaringan tersebut ditransplantasikan ke dalam otak penderita Parkinson
berat dan dipantau dengan alat PET (Positron Emission Tomography). Hasilnya setelah
transplantasi terdapat perbaikan dalam uji-uji standar untuk menilai penyakit Parkinson,
peningkatan fungsi neuron dopamin yang tampak pada pemeriksaan PET; perbaikan
bermakna ini tampak pada penderita yang lebih muda. Namun setelah 1 tahun, 15% dari
pasien yang ditransplantasi ini kambuh setelah dosis levodopa dikurangi atau dihentikan.
6.      Penggunaan sel punca dalam pengobatan HIV
Pada awalnya pengobatan HIV/AIDS ditemukan tidak sengaja dalam pengobatan penyakit
leukemia dengan sistem stem sel. Dimana HIV/AIDS menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga
tubuh menjadi rentan terhadap gangguan virus atau penyakit. Dengan sel punca maka sel-sel yang
mengalami degradasi akan tergantikan sehingga kekebalan tubuh pengidap akan berangsur pulih.
Namun setelah itu terjadi mutasi gen yang mengakibatkan sel darah menjadi resisten terhadap virus
HIV.
Mutasi tersebut terjadi pada reseptor yang dikenal sebagai CCR5, yang secara normal
ditemukan pada permukaan T cell – sel pada sistem kekebalan tubuh yang diserang oleh virus HIV.
Gen yang telah bermutasi tersebut dikenal sebagai CCR5 delta 32, dan ditemukan pada 1% - 3%
populasi orang kulit putih di Eropa.
Virus HIV menggunakan CCR5 sebagai co-reseptor untuk merusak sistem kekebalan tubuh.
Sejak CCR5 bermutasi menjadi CCR5 delta 32, virus HIV tidak lagi mampu menyerang sel sehingga
terjadi kekebalan tubuh alami pada orang yang mengalami mutasi gen.

1.7 Kelebihan dan Kekurangan Penggunaan Sel Induk (Stem Cell)


Dalam penggunaannya stem cell memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan antara
lain:
1.      Penggunaan sel induk embrionik (embryonic stem cell) pada terapi sel.
         Kelebihan penggunaan sel induk embrionik antara lain:
a.       Mudah didapatkan, biasanya dapat diperoleh dari klinik fertilitas.
b.      Bersifat pluripotent artinya mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai
macam sel yang merupakan turunan ketiga lapis germinal (ektoderm, mesoderm dan
endoderm), tetapi tidak dapat membentuk selubung embrio.
c.       Immortal artinya dapat berumur panjang sehingga dapat memperbanyak diri ratusan kali
pada media kultur.
d.      Reaksi penolakan tehadap imunitas rendah.
         Kekurangan penggunaan sel induk embrionik adalah:
1.      Dapat bersifat karsinogenik artinya setiap kontaminasi dengan sel yang tidak berdifferensiasi
dapat menimbulkan kanker.
2.      Selalu bersifat allogenik yaitu sel induk yang diambil berasal dari pendonor yang cocok,
umumnya keluarga atau orang lain yang cocok sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya
rejeksi immunitas.
3.      Secara kode etik masih kontroversial, di mana yang menjadi kontroversi
dalam penggunaan stem cell embrio yakni sumber sel tersebut (embrio). Pengklonan embrio
manusia untuk memperoleh stem cell  menimbulkan kontroversi karena pengklonan manusia
tersebut ditentang oleh semua agama, hal ini dikarenakan adanya anggapan bahwa embrio
berstatus sama dengan manusia menyebabkan hal tersebut tidak dapat diterima. Selain itu
status moral embrio, apakah embrio harus diperlakukan sebagai manusia atau sebagai sesuatu
yang berpotensi untuk menjadi manusia atau sebagai jaringan hidup tubuh lainnya masih
menjadi kontroversi.
2.      Penggunaan sel induk dewasa (adult stem cell)
         Kelebihan penggunaan sel induk dewasa adalah:
a.       Dapat diperoleh dari sel pasien sendiri sehingga dapat menghindari terjadinya penolakan
imun.
b.      Sel induk dewasa sudah terspesialisasi sehingga induksi menjadi lebih sederhana.
c.       Penggunaan sel induk dewasa tidak terlalu menimbulkan problem etika.
         Kekurangan dari penggunaan sel induk dewasa antara lain:
a.       Sel induk dewasa ditemukan dalam jumlah kecil di 12 tempat yang berbeda dalam tubuh
(otak, darah, kornea, retina, jantung, lemak, kulit, daerah gigi, pembuluh darah pada sumsum
tulang belakang, otot tengkorak, dan usus). sehingga sulit mendapatkan sel induk dewasa
dalam jumlah banyak.
b.      Masa hidupnya tidak selama sel induk embrionik.
c.       Bersifat multipotent, yaitu dapat berdiferensiasi menjadi lebih dari satu macam sel sehingga
differensiasi tidak seluas sel induk embrionik yang bersifat pluripotent.
3.      Penggunaan sel induk dari darah tali pusat.
         Kelebihan penggunaan sel induk dari darah tali pusat adalah:
a.       Mudah diperoleh, karena sudah tersedia di bank darah tali pusat.
b.      Siap pakai, karena telah melalui proses prescreening, testing dan pembekuan.
c.       Kontaminasi virus sangat minimal dibandingkan dengan sel induk yang berasal dari sumsum
tulang.
d.      Cara pengambilannya mudah, tidak beresiko dan menyakiti donor.
         Kekurangan penggunaan sel induk dari darah tali pusat adalah:
a.       Kemungkinan terkena penyakit genetik. Ada beberapa penyakit genetik yang terdeteksi saat
lahir sehingga diperlukan pengamatan setelah donor meningkat menjadi dewasa.
b.      Jumlah sel induk relatif terbatas sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah sel induk yang
diperlukan resipien dengan jumlah yang tersedia dari donor. 
2.7 Aplikasi Stem Cell Dalam Bidang Peternakan
Therapeutic Cloning
            Therapeutic cloning atau yang lebih panjangnya disebut SCNT (Somatic Cell Nuclear
Transfer) adalah suatu teknik yang bertujuan untuk menghindari risiko penolakan/rejeksi.
Pada therapeutic cloning, inti sel telur donor dikeluarkan dan diganti dengan inti sel resipien
misalnya diambil dari sel mukosa pipi. Lalu sel ini akan membelah diri dan setelah menjadi
blastocyst, maka inner cell massnya akan diambil sebagai embryonic stem cell dan setelah
dimasukkan kembali ke dalam tubuh resipien maka stem cell tersebut akan berdiferensiasi
menjadi sel organ yang diinginkan (misalnya sel beta pankreas, sel otot jantung, dan lain
lain), tanpa reaksi penolakan karena sel tersebut mengandung materi genetik resipien.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat diambil beberapa simpulan yaitu sebagai
berikut.
1.      Sel Punca atau stem cell adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi dan mempunyai
kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik yang
membentuk berbagai jaringan tubuh.
2.      Berdasarkan pada kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dikelompokkan
menjadi: totipoten, pluripoten, multipoten, unipotent. Sedangkan berdasarkan sel induk yang
ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh, sel induk dapat digolongkan menjadi dua golongan
yaitu : Sel induk embrio (embryonal stem cell) dan Sel induk dewasa (adult stem cells).
3.      Pemanfaatan stem cell dalam bioteknologi yakni digunakan dalam riset dan dalam
pengobatan penyakit. Pemanfaatan stem cell dalam riset adalah untuk terapi gen, engetahui
proses biologis, yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker, penemuan dan
pengembangan obat baru dan terapi sel (cell based therapy). Sedangkan penggunaan stem
cell dalam pengobatan penyakit, yaitu untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan
sel-sel baru yang sehat pada jaringan atau organ tubuh pasien dan untuk menggantikan sel-sel
spesifik yang rusak akibat penyakit atau cidera tertentu dengan sel-sel baru yang
ditranspalantasikan.
4.      Dalam penggunaan stem cell tentu saja terdapat kelebihan dan kekurangan, secara umum
dapat dijelaskan sebagai berikut. Keuntungannya yaitu stem cell mudah didapatkan, stem
cell mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai macam sel. Sedangkan
kekurangannya adalah adanya kemungkinan  terkena penyakit genetik pada sel induk tali
pusat, secara kode etik penggunaan stem cell masih kontroversial khususnya dalam
penggunaan sel induk embrionik.
3.2 Saran
            Saran yang dapat kami ajukan dalam penyusunan makalah ini adalah sebaiknya isi
dari makalah ini dapat dipahami dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Anda mungkin juga menyukai