Anda di halaman 1dari 32

Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No.

2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

GEMPABUMI YOGYAKARTA TANGGAL 27 MEI 2006

Oleh : Supartoyo *)

*) Surveyor Pemetaan Muda di Bidang Pengamatan Gempabumi dan Gerakan Tanah,


Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG)

Sari
Pada tanggal 27 Mei 2006 pukul 05:54:01 WIB wilayah Yogyakarta dan Jawa
Tengah diguncang gempabumi kuat berpusat di darat dengan magnitudo
tercatat Mw : 6,2 (USGS), sedangkan data BMG gempabumi ini bersumber di laut
dengan magnitudo 5,8 Skala Richter (SR). Gempabumi ini mengakibatkan
bencana di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan korban jiwa lebih dari
5.700 orang (Bakornas Aju Yogyakarta), ribuan bangunan roboh dan mengalami
kerusakan. Goncangan gempabumi ini cukup kuat yang mengakibatkan
kerusakan geologi yang dapat diamati dipermukaan tanah berupa : longsoran
(landslide), retakan tanah (ground fracturing), dan pelulukan (liquefaction)

Abstract
Yogyakarta and Central Java is strike by strong earthquake which source in the
land, magnitudo Mw : 6,2 (USGS) on May 27, 2006, local time 05:54:01 AM. BMG
recorded the earthquake source in Hindia Oceanic, magnitude 5,8 Scale of
Richter. The earthquake has caused disaster in Yogyakarta and Central Java.
More than 5.700 people are died, thousand building and housing are collaps and
damage. This earthquake is strong and cause the geological effect on the surface,
such as : landslide, ground fracturing and liquefaction.

1. Pendahuluan

Pada tanggal 27 Mei 2006 pukul 05:54:01 WIB wilayah Yogyakarta dan Jawa
Tengah, diguncang gempabumi kuat berpusat di darat dengan magnitudo
tercatat Mw : 6,2 (USGS). Gempabumi ini sangat mengagetkan masyarakat
Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Pemerintah daerah dan masyarakat di

1
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah tidak menyangka sama sekali akan
timbulnya bencana gempabumi. Akhir - akhir ini mereka lebih berkonsentrasi
pada upaya mitigasi letusan gunung Merapi, akibat peningkatan kegiatan
gunungapi tersebut, sehingga segala upaya penanggulangan dampak letusan
Gunung Merapi merupakan prioritas utama bagi mereka.

Akibat kejadian gempabumi menimbulkan kerugian harta benda yang sangat


besar. Korban jiwa yang tercatat lebih dari 5.700 orang, sebagian besar terdapat
di Kabupaten bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Ribuan orang
mengalami luka – luka serta ribuan rumah penduduk dan bangunan roboh dan
mengalami kerusakan. Dampak lainnya adalah terjadinya kepanikan di
masyarakat akibat berkembangnya isu antara lain : akan terjadinya tsunami,
gempabumi susulan yang lebih besar, wilayah Bantul akan terpatahkan dan
tergenang air laut, suara dentuman di Bantul yang akan mengakibatkan Bantul
ambles, serta meletusnya Gunung Merapi yang kabarnya lavanya telah mencapai
kota Yogyakarta. Hal ini menimbulkan kepanikan masyarakat yang luar biasa di
kota Yogyakarta selama 3 minggu setelah kejadian gempabumi utama.

Sehubungan dengan hal tersebut untuk membantu Pemerintah Propinsi Daerah


Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah serta Bakornas dalam upaya mitigasi
gempabumi serta menenangkan masyarakat terhadap isu-isu seputar gempabumi
dan tsunami yang tidak jelas sumbernya, maka Departemen Energi dan Sumber
Daya Mineral melalui Tim Tanggap Darurat (TTD) mengadakan kegiatan
penyelidikan berupa : pemantauan gempabumi susulan, pemetaan intensitas
gempabumi serta pemantauan sesar aktif di wilayah Yogyakarta dan Jawa
Tengah.

Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan informasi tentang dampak goncangan
gempabumi Yogyakarta tanggal 27 Mei 2006, informasi gempabumi susulan,
intensitas gempabumi, kegempaan wilayah Yogyakarta, pemantauan sesar aktif
serta kegiatan mitigasi gempabumi lainnya.

2
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

2. Lokasi Penyelidikan

Lokasi penyelidikan adalah wilayah Yogyakarta, khususnya Kota Yogyakarta,


kabupaten bantul, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Klaten Propinsi Jawa
Tengah. Lokasi penyelidikan ditempuh dengan menggunakan transportasi darat
menuju kota Yogyakarta. Bandara udara Adisucipto sempat ditutup selama 5 hari
akibat terjadinya retakan di landasan pacu. Untuk melakukan pemeriksaan Dan
pemetaan di lokasi bencana lebih mudah menggunakan kendaraan sepeda motor
dibanding kendaraan roda 4, karena sebagian besar pengungsi berada di jalan,
puing – puing runtuhan bangunan sebagian masih menutupi badan jalan Dan
banyaknya kendaraan yang akan memberikan bantuan ke wilayah bencana.

3. Metoda Penyelidikan

Metoda penyelidikan adalah menginventarisasi wilayah yang terlanda efek


gempabumi tanggal 27-5-2006, pemeriksaan kerusakan bangunan dan kerusakan
geologi yang dapat diamati di permukaan (longsoran, retakan tanah dan
pelulukan) dan pengambilan koordinat dengan GPS, pemeriksaan daerah yang
pernah mengalami kerusakan akibat gempabumi pada kejadian lalu, pemeriksaan
morfologi, pemeriksaan sebaran batuan lunak terutama yang berumur kuarter
serta batuan berumur tersier yang telah lapuk, pemeriksaan struktur geologi,
pemasangan beberapa seismograph portable untuk pemantauan gempabumi
susulan, pengukuran patok deformasi di sekitar zona sesar serta sosialisasi
langsung kepada aparat Pemerintah Daerah dan masyarakat bersama – sama
dengan Bakornas Aju Yogyakarta.

3
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Gambar 1. Lokasi penyelidikan gempabumi


tanggal 27-5-2006.

4
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

4. Geologi Wilayah Yogyakarta

4.1 Morfologi
Sebagian besar wilayah Yogyakarta merupakan dataran yang tertutup oleh
endapan rombakan gunungapi muda hasil aktivitas gunung Merapi dan sebagian
kecil merupakan endapan aluvium. Hal ini menjadikan sebagian besar wilayah
Yogyakarta merupakan lahan pertanian berupa persawahan yang subur dengan
potensi air tanah yang baik. Pemukiman dan aktivitas penduduk terkonsentrasi
pada morfologi ini. Ke arah barat yaitu daerah Kulon Progo, dataran ini berubah
secara bertahap menjadi morfologi perbukitan. Dataran tinggi Jonggrangan
merupakan tempat tertinggi di wilayah ini, mencapai ketinggian ± 750 meter
diatas permukaan laut. Perbukitan tersebut terkikis oleh sejumlah sungai yang
membentuk serangkaian lembah radial. Di beberapa tempat terdapat air terjun
dengan ketinggian mencapai ± 30 meter.

4.2 Batuan

Batuan yang menyusun wilayah Yogyakarta dapat dibedakan menjadi endapan


permukaan, batuan vulkanik, batuan sedimen yang berselingan dengan batuan
vulkanik serta batuan terobosan (batuan beku). Batuan endapan permukaan
terdiri - dari endapan rombakan gunungapi dan endapan aluvial.

Batuan endapan rombakan gunungapi dihasilkan oleh erupsi gunungapi,


khususnya Gunung Merapi di Kota Yogyakarta. Secara umum batuan hasil erupsi
gunungapi di wilayah Yogyakarta berupa abu vulkanik, tuf, lava, breksi vulkanik,
breksi andesit dan agglomerat. Endapan aluvium terdiri dari kerakal, pasir, lanau
dan lempung sepanjang sungai yang besar dan dataran pantai. Sedangkan
koluvium berupa rombakan tak terpilahkan dari Formasi Andesit Tua (R.W Van
Bemmelen). Batuan vulkanik banyak didapatkan di sekitar wilayah Yogyakarta
sebagai hasil erupsi Gunung Tidar, Puser, Balak, Candikukuh, Merbabu, Sumbing
dan Merapi. Batuan sedimen yang menempati wilayah Yogyakarta, terdiri - dari

5
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

batuan sedimen yang tersingkap di bagian barat dan bagian tenggara kota
Yogyakarta. Umumnya pada bagian tengah secara dominan tertutupi oleh
endapaan hasil erupsi gunung Merapi muda yang berupa tuf, abu, breksi,
agglomerat dan leleran lava tak terpisahkan.

Di bagian barat Yogyakarta tersingkap Formasi Sentolo, Formasi Jonggrangan,


Formasi Andesit Tua dan Formasi Nanggulan. Formasi Sentolo berupa
batugamping dan batupasir napalan, yang bagian bawahnya teridiri dari
konglomerat alas yang ditutupi oleh napal tufan dengan sisipan tuf kaca. Formasi
Jonggrangan, pada bagian bawah etrdiri dari konglomerat yang ditutupi oleh
napal tufan dan batupasir gampingan dengan sisipan lignit, sementara bagian
atas berubah menjadi batugamping berlapis dan batugamping koral. Formasi
Andesit terdiri dari breksi andesit, tuf, tuf lapili, aglomerat dan sisipan lava andesit.
Formasi Nanggulan terdiri dari batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran,
batulempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batugamping, batupasir
dan tuf.

4.3 Struktur Geologi


Pola struktur geologi yang berkembang di daerah Yogyakarta merupakan hasil
interaksi Lempeng Samudera Hindia - Australia yang menyusup ke bawah
Lempeng Benua Eurasia. Sebagian dari Lempeng Benua ini merupakan daratan
Pulau Jawa. Penunjaman yang hampir tegak lurus antar lempeng tersebut di
sebelah selatan Pulau Jawa, membentuk sistem struktur kompresif berupa
struktur perlipatan dan pensesaran.

Sistem perlipatan berkembang dengan sumbu lipatan berarah timur laut - barat
daya dapat dijumpai di sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Beberapa perlipatan
berupa sinklin dan antiklin dapat dijumpai di wilayah Wates hingga Wonogiri.
Sistem perlipatan ini tersingkap pada Formasi Sentolo yang berupa batugamping
dan batupasir napalan. Dari data geofisika diketahui bahwa Sistem Sesar utama
di wilayah Yogyakarta adalah Sistem Sesar berarah timur laut – barat daya,

6
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

tersebar mulai dari sebelah barat Parang Tritis, Bantul hingga Prambanan. Sistem
sesar utama ini telah terpotong oleh suatu sistem sesar geser kecil - kecil dengan
arah barat - timur. Suatu sistem sesar yang berkembang dengan arah barat laut -
tenggara berupa sesar geser menganan dapat dijumpai di sebelah selatan Kota
Yogyakarta.

Dari sejarah gempabumi yang pernah melanda daerah ini, gempabumi tektonik
yang terjadi di wilayah ini umumnya berasal dari zona penunjaman. Sebelum
kejadian gempabumi tanggal 27 Mei 2006 sangat jarang kejadian gempabumi
yang bersumber dari sistem sesar aktif yang ada di daratan Yogyakarta. Melihat
dari catatan sejarah gempabumi merusak yang terjadi pada tanggal 10-6-1867
dan tanggal 23-7-1943 dimana intensitas gempabumi mencapai IX dan kerusakan
tercatat di wilayah Yogyakarta hingga Klaten dan Surakarta, maka penulis
menyimpulkan bahwa kedua gempabumi ini akibat pergerakan sistem sesar aktif.
Adanya kejadian gempabumi tanggal 27 Mei 2006 yang diikuti oleh gempabumi
susulan setelahnya yang bersumber pada zona sesar berarah barat daya – timur
laut, semakin memperkuat kesimpulan bahwa sesar yang dimulai dari daerah
Parang Tritis melewati daerah Bantul hingga Prambanan yang berarah barat daya
– timur laut merupakan salah satu sesar aktif di Indonesia. Beberapa ahli geologi
telah mengusulkan penamaan sesar aktif ini, ada yang mengusulkan nama Sesar
Opak, beberapa ahli geologi lainnya mengusulkan nama Sesar Imogiri. Yang jelas
apapun namanya bahwa sesar ini merupakan sesar aktif.

7
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Gambar 2. Peta geologi lembar Yogyakarta (Raharjo dkk, 1995).

8
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

5. Kegempaan Wilayah Yogyakarta

Wilayah Yogyakarta merupakan wilayah rawan gempabumi dan tsunami. Sumber


gempabumi yang terdapat di wilayah ini berasal dari laut akibat system aktivitas
zona subduksi dari tumbukan antara Lempeng Samudera Hindia – Australia dan
Lempeng Benua Eurasia dan di darat akibat pergerakan system sesar aktif.
(sumber : Katalog Gempabumi Merusak Indonesia oleh PVMBG, 2006).

Gambar 3. Kegempaan di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya


(www.usgs.gov., 2006).

Pada umumnya gempabumi yang terasa di wilayah Yogyakarta berasal dari


aktivitas zona subduksi. Sedangkan gempabumi yang bersumber di darat dari
sesar aktif sangat jarang terjadi. Berdasarkan data kegempaan dari tahun 1964-
2006 yang di plot berdasarkan Katalog Gempabumi USGS, di Pulau Jawa
ternyata wilayah Jawa Tengah (Semarang dan Yogyakarta) mempunyai sebaran
kegempaan yang relatif rendah bila dibandingkan dengan wilayah Jawa Barat dan
Jawa Timur. Dari studi ilmiah yang telah dilakukan di berbagai negara
menunjukkan bahwa pada zona subduksi dengan wilayah tanpa gempabumi atau

9
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

jarang terjadi gempabumi yang dikenal dengan seismic gap, berpotensi untuk
terjadi gempabumi dengan kekuatan besar yang berpotensi merusak, karena
diperkirakan akumulasi strain akibat proses subduksi yang berjalan terus di
daerah seismic gap sudah mengalami batas maksimum.

5.1 Sejarah Gempabumi Merusak Wilayah Yogyakarta

Dari data Katalog Gempabumi Merusak Indonesia dan peta wilayah rawan
gempabumi Indonesia yang disusun oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi, wilayah Yogyakarta merupakan salah satu wilayah rawan gempabumi
merusak. Data yang berhasil dihimpun diawali pada gempabumi tanggal 10-6-
1867 yang menimbulkan kerusakan bangunan di Yogyakarta, Klaten hingga
Surakarta. Korban jiwa akibat gempabumi ini tercatat 5 orang. Skala intensitas
diperkirakan mencapai IX MMI. Pada tanggal 23-7-1943 terjadi gempabumi
tektonik yang mengakibatkan korban jiwa 213 orang, 2096 orang luka – luka.
Kerusakan bangunan melanda wilayah Yogyakarta, Klaten hingga Surakarta.
Skala intensitas kejadian gempabumi ini diperkirakan mencapai IX MMI.

Pada tanggal 13-1-1981 terjadi gempabumi tektonik yang bersumber di laut akibat
aktivitas zona subduksi mengakibatkan pondasi hotel Ambarrukmo retak. Diduga
sejumlah bangunan tua juga mengalami retakan dinding. Masyarakat kota
Yogyakarta merasakan getaran gempabumi tersebut cukup kuat. Skala intensitas
kejadian gempabumi ini diperkirakan mencapai VI MMI. Terakhir adalah
gempabumi tanggal 27-5-2006 yang bersumber di darat mengakibatkan bencana
di wilayah Bantul, Prambanan dan Klaten. Korban jiwa lebih dari 5.600 orang.
Melihat dari dari kerusakan akibat gempabumi tanggal 10-6-1867, 23-7-1943 dan
27-5-2006, dimana kerusakan melanda wilayah Yogyakarta, Klaten hingga
Surakarta, kemungkinan besar disebabkan oleh pergerakan sistem sesar di
wilayah Yogyakarta yang berarah barat daya – timur laut. Data selengkapnya
kejadian gempabumi merusak wilayah Yogyakarta terdapat pada tabel berikut ini.

10
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Tabel 1. Katalog gempabumi merusak wilayah Yogyakarta (modifikasi dari


Supartoyo dkk, 2004).

NO. NAMA TGL PUSAT KDLM MAG SKALA KERUSAKAN


GEMPA GEMPA (KM) MMI

1. Yogyakarta 10/6/1867 - - - VIII - IX Getaran gempa terasa


sampai Surakarta,
372 rumah roboh, 5
orang meninggal.

2. Yogyakarta 23/07/1943 8,6ºLS - - - VIII – IX Getaran gempa


109,9ºBT terasa dari Garut
hingga Surakarta, 213
org meninggal, 2.096
org luka luka, 2.800
rumah hancur.

3. Yogyakarta 13/01/1981 7,2ºLS - - - VI Dinding Hotel


109,3ºBT Ambarukmo retak.
Getaran terasa kuat di
kota Yogyakarta.

4. Yogyakarta 27/05/2006 8,007ºLS - 17,2 6,2 Mw VII Lebih dari 5.700


05:54:01 110,286º km orang meninggal,
WIB BT ribuan orang luka-
luka di Yogya dan
Jawa Tengah. Terjadi
longsoran, retakan
tanah di Bantul dan
prambanan,
liquefaction di
Prambanan. Ribuan
bangunan dan rumah
penduduk roboh dan
mengalami
kerusakan. Pusat
gempa terletak di
darat.

11
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Gambar 4. Peta pusat gempabumi merusak dan struktur geologi Pulau Jawa
(Supartoyo dkk, 2005).

5.2 Gempabumi Yogyakarta Tanggal 27-5-2006

Gempabumi yang terjadi pada tanggal 27 Mei 2005 dinamakan Gempabumi


Yogyakarta, karena bencana terparah terjadi di wilayah ini. Stasiun United State
Geological Survey (USGS) mencatat terjadinya gempabumi tersebut dengan
parameter tercantum pada tabel berikut ini. Plot pusat gempabumi (epicenter)
gempabumi Yogyakarta tanggal 27-5-2006 berdasarkan data USGS terletak di
darat dan diperkirakan terjadi akibat aktivitas sistem sesar mendatar di wilayah
Yogyakarta yang berarah barat daya – timur laut.

12
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Berdasarkan perhitungan TTD DESDM, lokasi pusat gempabumi terletak di darat


pada koordinat 7,89o LS – 110,37o BT atau terletak pada posisi ± 1,5 km timur
laut Kota Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perhitungan pusat
gempabumi oleh TTD DESDM berdasarkan beberapa parameter, yaitu :

• Catatan seismogram 4 stasiun Gunung Merapi (DEL, PLA, KLA dan PUS).
• Waktu tiba gelombang p dan s.
• Perbedaan waktu tiba gelombang s – p sekitar 17 detik berdasarkan
seismogram stasiun Plawangan dan Klakah.
• Model kecepatan menggunakan 5 lapisan Vp dan Vs.
• Perhitungan mencari kesalahan terkecil antara waktu tiba gelombang p dan s.

Berikut ini ditampilkan parameter gempabumi Yogyakarta dari beberapa sumber.

Tabel 2. Parameter gempabumi Yogyakarta tanggal 27-5-2006.

NO. WAKTU KEJADIAN


Pusat Kedalaman
Tanggal Waktu Magnitude MMI Sumber
Gempa (km)
1. 27 Mei 05:54:01 8,01oLS & 17,2 Mw = 6,2 VII USGS
2006 WIB 110,29oBT
2. 27 Mei 05:54:01 7,89oLS & 40 Mb = 6,2 VII TTD
2006 WIB 110,37oBT
3. 27 Mei 05:54:01 8,08oLS & 33 5,8 SR VII BMG
2006 WIB 110,31oBT

Berdasarkan analisa mekanisme fokal (focal mechanism) yang dikeluarkan


USGS, tipe sesar penyebab gempabumi adalah sinistral strike slip fault (sesar
geser mengiri) dan peta geologi yang dikeluarkan oleh Pusat Survey Geologi
(dulu Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi) Badan Geologi ESDM, maka
dapat disimpulkan penyebab terjadinya gempabumi adalah akibat aktivitas sesar
aktif di bagian selatan Yogyakarta berarah barat daya–timur laut dengan
kedudukan N 231o E, Dip 87o dan slip 3o.

13
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Gambar 5. Perhitungan pusat gempabumi tanggal 27-5-2006 menurut BMG,


USGS dan BG. Meknisme fokal menurut USGS adalah sinistral strike slip fault.

Gambar 6. Seismogram gempabumi tanggal 27-5-2006 data dari BPPTK.

14
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

5.3 Gempabumi Susulan

Gempabumi susulan masih dapat dirasakan oleh masyarakat di wilayah


Yogyakarta, khususnya daerah Bantul hingga 1 bulan setelah gempabumi utama.
Untuk pemantauan gempabumi susulan Tim Tanggap Darurat memasang 3 unit
seismograph portable, yaitu di Parang Tritis (1 komponen), di Prambanan (1
komponen) dan di Kelurahan Catur Tunggal Kota Yogyakarta (3 komponen). Hasil
pemantauan gempabumi susulan berdasarkan seismograph portable tersebut dan
stasiun pemantau Gunung Merapi Balai Penyelidikan dan Pengembangan
Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, menunjukkan jumlah dan
kekuatan gempabumi susulan tersebut semakin mengecil. Hasil perhitungan
waktu tiba gelombang s – p berkisar antara 3 hingga 6 detik, sehingga sumber
gempabumi susulan masih berada tidak begitu jauh dari stasiun pemantau
gempabumi yang dipasang TTD dan berada di darat sepanjang zona sesar
berarah barat daya – timur laut dan di sekitar kota Yogyakarta.

Tabel 3. Jumlah gempabumi susulan yang tercatat oleh BPPTK Yogyakarta.

NO. WAKTU JUMLAH GEMPABUMI


SUSULAN
1 27 Mei 2006 176
2 28 Mei 2006 126
3 29 Mei 2006 79
4 30 Mei 2006 48
5 31 Mei 2006 21
6 01 Juni 2006 10
7 02 Juni 2006 20
8 03 Juni 2006 20
9 04 Juni 2006 26
10 05 Juni 2006 14
11 06 Juni 2006 12
12 07 Juni 2006 16
13 08 Juni 2006 13
14 09 Juni 2006 18
15 10 Juni 2006 7
16 11 Juni 2006 11

15
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Tabel 4. Gempabumi susulan per hari yang memperlihatkan jumlah yang


menurun hingga hari keenam belas (sumber : TTD DESDM).

GRAFIK GEMPA SUSULAN

JUMLAH GEMPA SUSULAN


200

150

100

50

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
HARI

Gempabumi susulan merupakan perwujudan dari sesar aktif untuk mencapai


keseimbangan baru. Umumnya energi gempabumi susulan yang dilepaskan dari
waktu ke waktu semakin cepat menurun. Untuk menghitung besarnya energi
gempabumi susulan digunakan rumus empiris, yaitu hubungan antara lama
gempabumi (durasi) dengan magnituda, karena data lama gempa bumi selalu ada
di alat pencatat. Lain halnya bila menggunakan amplituda maksimum, karena
seismogram yang tercatat sering terpotong bila gempabumi tersebut
kekuatannya besar. Hal ini disebabkan peralatan seismometer yang digunakan
merupakan jenis periode pendek (short periode) dan sangat peka terhadap
gerakan kuat. Rumus empiris untuk menghitung energi yang digunakan adalah
yang sering dipakai seismolog di Italia untuk menghitung magnituda gempa
tektonik lokal, yaitu :
M = 2,85 Log(durasi) -2.53 + 0.0014 + 0.2
Log (Energi) = 1,5 M + 11,8
Grafik energi gempabumi susulan selengkapnya tercantum pada tabel berikut ini.

16
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Tabel 5. Energi gempabumi susulan.

GRAFIK ENERGI GEMPABUMI SUSULAN


YOGYAKARTA

1.2E+19
ENERGI (erg)

8.0E+18

4.0E+18

0.0E+00
27-Mei- 28-Mei- 29-Mei- 30-Mei- 31-Mei- 1-Juni- 2-Juni- 3-Juni- 4-Juni- 5-Juni- 6-Juni- 7-Juni- 8-Juni- 9-Juni- 10-Juni- 11-Juni-
2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006 2006

TANGGAL

Gambar 7. Sebaran gempabumi susulan (TTD ESDM, 2006).

17
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Untuk mengetahui pergeseran akibat gempa susulan maka PVMBG BG


melakukan pengukuran patok ukur menggunakan GPS selama tiga hari dari
tanggal 9-11 Mei 2006 yang dilakukan bekerjasama dengan tim ITB. Pengolahan
data dilakukan dengan program standard Leica dengan asumsi titik referensi ikut
bergerak juga. Hasil pengukuran menunjukkan terjadi pergeseran rata-rata 60 cm
setelah gempabumi susulan yang terasa terjadi, bila menggunakan metoda
dengan referensi tetap maka rata - rata terjadi pergeseran 2 cm. Arah pergeseran
cenderung radial karena sumber gempabumi susulan berada di tengah jaringan
GPS.

Gambar 8. Hasil pengukuran patok deformasi setelah gempabumi utama


(Suantika dkk, 2006).

18
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

6. Efek Gempabumi Tanggal 27-5-2006

Gempabumi Yogyakarta tanggal 27-5-2006 ini telah mengakibatkan bencana di


Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Korban jiwa tercatat
lebih dari 5.700 orang, sekitar 1.000 orang terdapat di Kabupaten Klaten, Propinsi
jawa Tengah. Ribuan orang mengalami luka – luka, ribuan bangunan (rumah
penduduk, kantor, toko) roboh dan mengalami kerusakan. Kerusakan geologi
yang dapat diamati di permukaan tanah adalah terjadinya : retakan tanah,
pelulukan (liquefaction) dan longsoran.

Retakan Tanah
Retakan tanah dalam dimensi kecil maupun panjang dapat diamati di wilayah
Bantul hingga Klaten. Hasil pengukuran lapangan pola retakan tanah tersebut
secara umum berarah N 250o – 260o E, N 70o – 100o E, dan N 175o – 180o E.
Lokasi retakan tanah yang diamati dan diukur oleh TTD adalah :
• Kelurahan Sanggrahan, Kecamatan Prambanan berarah N 260o E,
panjang ±10 meter.
• Prambanan berarah N 175o E, panjang ± 4 meter.
• Jembatan Kembang Sari, Kecamatan Piyungan, jalan Parang Tritis, desa
Putren kecamatan Plered dan daerah Lowanu kota Yogyakarta berarah
barat – timur, panjang ± 3 -5 meter.
• Desa Grojogan, Kecamatan Banguntapan, Bantul berarah N 0o E, panjang
± 15 meter.
• Desa Kamitan, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul, Bantul
berarah N 0o E, panjang ± 30 meter.
• Desa Mawen, kecamatan Gantiwarno berarah N 0o E, panjang ± 30 meter.
• Kecamatan Gantiwarno yang melewati desa Cendol, desa Kragilan dan
desa Gesikan berarah N 70o – 100o E, panjang ± 2.900 meter.

Pelulukan (Liquefaction)
Gejala pelulukan (liquefaction) dicirikan dengan munculnya pasir halus sepanjang
retakan tanah. Lokasi gejala pelulukan yang diidentifikasi oleh TTD adalah :

19
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

• Kelurahan Sanggrahan, Kecamatan Prambanan, Yogyakarta, berarah


N 270o E.
• Desa Sambisari, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
• Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.
• Desa Kembangsari, kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul.

Daerah tersebut umumnya mempunyai muka air tanah dangkal dengan


kedalaman antara 1 – 2 meter. Beberapa sumur penduduk di Kota Yogyakarta,
Prambanan, Bantul, Maguwoharjo menjadi keruh airnya akibat kuatnya
goncangan gempabumi.

Longsoran
Gempabumi ini juga mengakibatkan terjadinya longsoran tanah, umumnya dalam
dimensi kecil. Lokasi longsoran yang diidentifikasi oleh TTD adalah :
• Parang Tritis, Kabupaten Bantul.

• Desa Bawuran, Kecamatan Plered, Kabupaten Bantul.

• Desa Wonolelo, Kecamatan Plered, Kabupaten Bantul terdapat 3 lokasi


longsoran.

• Desa Kamitan, Kecamatan Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul.

Di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta wilayah yang mengalami kerusakan


terparah adalah : Kecamatan Bambang Lipuro, Jetis, Imogori, Plered, Piyungan,
Kabupaten Bantul. Di Kabupaten Sleman meliputi : Kecamatan Prambanan.
Sedangkan di Kabupaten Klaten, Propinsi Jawa Tengah meliputi : Kecamatan
Gantiwarno, Bayat, Prambanan Klaten, sebagian Kecamatan Wedi dan Cawas.
Bebrapa bangunan di kota Yogyakarta tak luput dari kerusakan akibat kejadian
gempabumi ini. Sebagian besar korban meninggal karena tertimpa runtuhan
bangunan. Di desa Bawuran, Kecamatan Plered tidak ada bangunan dan rumah
penduduk yang dapat ditempati, sekitar 90 % bangunan yang ada roboh, korban
jiwa di desa ini mencapai lebih dari 60 orang.

20
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Kerusakan bangunan yang terjadi di wilayah tersebut pada umumnya disebabkan


oleh tiga faktor, yaitu : bangunan berusia tua dan tidak tahan goncangan
gempabumi, bangunan tersebut dibangun di atas batuan lunak (endapan
rombakan gunungapi muda dan tanah urug) sehingga bersifat memperkuat efek
goncangan gempabumi/ amplifikasi serta lokasi tersebut terletak pada zona sesar
dan dekat dengan sumber gempabumi.

7. Intensitas Gempabumi Tanggal 27-5-2006

Penulis menggunakan skala intensitas gempabumi mengacu kepada skala


Mercally Modified Intensity (MMI) dengan mengamati dan mengidentifikasi respon
obyek terhadap efek goncangan dan kerusakan bangunan maupun kerusakan
geologi (longsoran, retakan tanah dan pelulukan). Dari hasil pengamatan
lapangan dapat diidentifikasikan bahwa efek goncangan tanah di Kecamatan
Bambang Lipuro, Plered, Jetis, Imogiri, Kabupaten Bantul, dan Kecamatan
Prambanan Kabupaten Sleman serta Kecamatan Prambanan Klaten Kabupaten
Klaten mencapai skala VII MMI (Modified Mercally Intensity) yang dicirikan :
• Terasa oleh orang yang sedang mengendarai kendaraan.
• Sebagian besar bangunan tua dan bangunan yang dirancang tidak tahan
goncangan gempabumi roboh dan rusak berat.
• Terjadi pelulukan, yaitu proses keluarnya air dan material pasir halus
akibat goncangan gempabumi kuat.
• Terjadi retakan tanah.
• Terjadi longsoran.
• Sumur penduduk keruh.
• Selokan dan saluran irigasi rusak.
• Langit – langit dan bagian atas bangunan rusak.

Kota Yogyakarta dan Klaten, Propinsi Jawa Tengah, intensitas gempabumi


mencapai skala VI MMI yang dicirikan oleh :

21
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

• Terasa oleh semua orang baik di dalam maupun di luar rumah dan orang
yang sedang berjalan terganggu. Masyarakat menjadi panik.
• Pintu dan jendela berderit, mebel bergerak dan terjatuh, barang – barang
yang ada di atas meja jatuh, lonceng gereja berbunyi, pohon terlihat
bergoyang, sepeda motor yang diparkir terjatuh.
• Sebagian bangunan tua dan bangunan yang dirancang tidak tahan
goncangan gempabumi mengalami kerusakan dan roboh.
• Sumur penduduk keruh.

Sedangkan wilayah Sleman, Kaliurang, Boyolali, Surakarta, Sukoharjo dan


Wonosari, intensitas gempabumi mencapai skala V MMI yang dicirikan oleh :
• Dapat dirasakan di luar rumah dan orang-orang tidur terbangun.
• Cairan tampak bergerak dan tumpah serta Pintu membuka dan menutup.
• Barang perhiasan rumah yang kecil dan tak stabil bergerak atau jatuh,
pigura di dinding bergerak, bandul lonceng berhenti atau mati atau tidak
cocok jalannya.
• Terjadi retakan pada dinding bangunan.

Dari identifikasi lapangan, ternyata wilayah – wilayah pantai (Samas, Parang


Tritis, Sanden, dll) tidak mengalami kerusakan parah, sehingga garis kontur
intensitas maksimum (VII MMI) menutup di wilayah pantai (bagian selatan) dan di
wilayah Klaten (bagian utara). Dari data intensitas gempabumi ini dapat
disimpulkan bahwa daerah yang mengalami kerusakan terparah tidak jauh dari
sumber gempabumi, sehingga dengan mengamati pola intensitas gempabumi,
maka dapat disimpulkan bahwa gempabumi ini bersumber di darat. Hal lain yang
mendukung pernyataan ini adalah hasil catatan seismogram dari stasiun Gunung
Merapi BPPTK Yogyakarta.

Dengan menggunakan persamaan empiris yang diusulkan oleh Trifunac dan


Brady (1975), dapat dihitung nilai percepatan vertikal dan percepatan horizontal,
yaitu :

22
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Log av = -0.18 + 0.30 Imm


Log ah = 0.014 + 0.30 Imm

Keterangan : av, ah, dan Imm masing-masing percepatan vertikal, percepatan


horizontal, dan intensitas dalam skala MMI.
Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai pada intensitas maksimum
adalah : av = 0,083 g - 0,166 g dan ah = 0,13 g – 0,25 g.

Sedangkan hasil perhitungan yang dilakukan dengan persamaan empiris oleh


USGS diperoleh percepatan horizontal sekitar 1,6-2,4 m/detik2 atau sama
dengan 0,17-0,24 g, yang mana g adalah percepatan gravitasi bumi sekitar 10
m/detik2. Apabila kita bandingkan dengan kejadian gempabumi Kobe di Jepang
tahun 1995 yang dipicu oleh sesar aktif , nilai ah sekitar 0,4g, hasilnya adalah
bangunan tahan gempabumi di sana mengalami kerusakan parah.

Gempabumi ini juga mempengaruhi kegiatan vulkanik Merapi yaitu terjadinya


peningkatan jumlah awan panas yang keluar dan jarak luncurnya semakin
meningkat. BPPTK mencatat jarak luncur maksimum awan panas mencapai
sekitar 7 km yang mengakibatkan korban jiwa sebanyak dua orang relawan.

23
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Gambar 9. Peta intensitas gempabumi Yogyakarta tgl 27-5-2006


(TTD ESDM, 2006).

24
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

8. Kesimpulan

• Gempabumi yang terjadi tanggal 27-5-2006 ini bersumber di darat akibat


pergerakan sesar aktif di wilayah Yogyakarta berarah barat daya – timur
laut.
• Wilayah Yogyakarta merupakan wilayah rawan gempabumi yang
bersumber di laut dari zona tumbukan antar lempeng dan di darat dari
sistem sesar aktif. Dalam catatan sejarahnya wilayah ini pernah mengalami
kejadian gempabumi merusak pada tahun 1867, 1943, 1981 dan 2006.
• Kerusakan geologi yang dapat diamati akibat goncangan gempabumi ini di
permukaan tanah berupa : retakan tanah, pelulukan (liquefaction) dan
longsoran.
• Korban jiwa akibat kejadian gempabumi ini tercatat lebih dari 5.700 orang.
Kerusakan bangunan yang terjadi di wilayah tersebut pada umumnya
disebabkan oleh tiga faktor, yaitu : bangunan berusia tua dan tidak tahan
goncangan gempabumi, bangunan tersebut dibangun di atas batuan lunak
(endapan aluvial dan tanah urug) sehingga bersifat memperkuat efek
goncangan gempabumi/ amplifikasi serta lokasi tersebut terletak pada
zona sesar dan dekat dengan sumber gempabumi.
• Masyarakat di lokasi bencana tidak siap dalam menghadapi bencana
gempabumi, sehingga mereka menjadi panik, khawatir dan takut terjadi
tsunami dan gempabumi susulan yang lebih besar, akibat isu – isu yang
tidak jelas sumbernya.

9. Rekomendasi

Sehubungan wilayah Yogyakarta merupakan wilayah rawan gempabumi, maka


pada kesempatan ini penulis merekomendasikan beberapa hal sebagai berikut :

• Perlu lebih ditingkatkan kegiatan sosialisasi tentang bencana gempabumi


dan tsunami oleh Pemerintah Daerah di wilayah Yogyakarta dan Jawa

25
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Tengah kepada masyarakat dengan tujuan untuk meningkatkan


pengetahuan, kewaspadaan dan meningkatkan pengetahuan tentang
bencana gempabumi dan tsunami.
• Perlu dibuat peta zona kerawanan gempabumi dengan skala rinci di
wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah untuk data dasar dalam menyusun
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
• Perlu dibuat peta zona rawan tsunami yang dilengkapi dengan jalur arah
dan lokasi pengungsian jika sewaktu-waktu terjadi gempabumi yang diikuti
oleh tsunami di wilayah pantai selatan Yogyakarta.
• Bangunan strategis, vital dan mengundang banyak konsentrasi orang serta
rumah penduduk agar dibangun dengan konstruksi tahan gempabumi,
dengan bahan yang mudah didapat di sekitar lokasi.
• Hindari membangun pada tanah timbunan, bagian atas tebing, bagian
tengah tebing dan bagian bawah tebing.
• Penduduk agar waspada dan tetap tenang dengan kejadian gempabumi
susulan serta tidak mudah terpancing oleh isu-isu tentang gempabumi dan
tsunami yang tidak jelas sumbernya.
• Gempabumi yang terjadi pada tanggal 27-5-2006 akibat pergerakan sesar
aktif, sehingga perlu untuk ditambah jumlah patok deformasi pada zona
sesar aktif.

26
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

FOTO – FOTO
KEGIATAN LAPANGAN
TIM TANGGAP DARURAT

27
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Foto 1. Penurunan rumah penduduk akibat pelulukan di Paseban, Bayat, Klaten

Foto 2. Longsoran akibat gempabumi di desa Wonolelo, Kecamatan Plered, Bantul.

Foto 3. SD Lowanu di kota Yogyakarta roboh akibat gempabumi 27-5-2006.

28
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

Foto 4. Rumah penduduk yang roboh pada zona sesar dengan latar belakang bukit
segitiga facet di dusun Guyangan, desa Wonolelo, Plered, Bantul.

Foto 5. Kerusakan jembatan di Kecamatan Gantiwarno, Klaten

Foto 6. Retakan tanah sepanjang ± 2.900 meter berarah barat – timur di


Kecamatan Gantiwarno, Klaten.

29
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.usgs.gov/., 2006, List of current earthquake, USGS, USA.


2. Gede Suantika, Heru Pamungkas dan Baheramsyah Indra, 2006, Kajian
Kebencanaan Gempabumi Yogyakarta Tanggal 27-5-2006, Pusat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi.
3. Supartoyo, Eka Tofani Putranto dan Djadja, 2005, Peta Sesar Aktif dan
Sebaran Pusat Gempabumi Merusak Indonesia, Direktorat Vulkanologi dan
Mitigasi Bencana Geologi, Bandung.
4. Supartoyo, Surono dan Eka Tofani Putranto, 2004, Katalog Gempabumi
Merusak Indonesia Tahun 1756 - 2004, Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi, Bandung.
5. Tim Tanggap Darurat DESDM, 2006, Laporan Tanggap Darurat Bencana
Gempabumi Yogyakarta DESDM, Departemen Energi dan Sumber Daya.
6. Wartono Rahardjo, Sukendarrumidi dan H.M.D. Rosidi, 1995, Peta Geologi
Lembar Yogyakarta, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

30
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

31
Buletin Berkala Merapi : Vol. 3, No. 2, Edisi Agustus 2006, ISSN 1693-9212, BPPTK PVMBG, Hal 36 - 55

32

Anda mungkin juga menyukai