Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian Sengketa
KONSUMEN
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan bisnis terdapat hubungan saling membutuhkan antara pelaku usaha dengan
konsumen, baik berupa pelaku usaha dan konsumen barang maupun jasa. Kepentingan pelaku
usaha adalah memperoleh keuntungan semaksimal mungkin dari transaksi dengan konsumen,
sedangkan di sisi lain, konsumen berkepentingan untuk memperoleh kepuasan melalui
pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu. Dengan kata lain, konsumen mempunyai
hak untuk mendapatkan kualitas yang diinginkan.
1. B. Permasalahan
BAB II
PEMBAHASAN
Proses beracara dalam penyelesaian sengketa konsumen itu diatur dalam UUPK. Karena
UUPK ini hanya mengatur beberapa pasal ketentuan beracara, maka secara umum
pengraturan hokum acara seperti dalam Herziene Indonesische Reglement (HIR) dan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana tetap berlaku.
Kedudukan dan peranan Makamah Agung diatur dalam UU no 14 Tahun 1985 tentang
Makamah Agung. Peradilan umum, peradilan agama, dan peradilan tata usaha Negara juga
diatur dalam beberapa pebngaturan setingkat undang-undang, yaitu UU Nomor 2 Tahun 1986
tentang peradilan umum, UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan Tata Usaha Negara, dan
UU Nomor 7 1989 tentang Peradilan Agama.
Jumlah konsumen bersifat masif dan biasanya berekonomi lemah. Pelaku usaha memiliki
pengetahuan yang lebih tentang informasi atas keadaan produk yang dibuatnya. Meraka
umumnya berbeda pada posisi lebih kuat, baik dari segi ekonomi dan tentunya pula dalam
posisi tawar ( bargaining position ).
Kepentingan antara konsumen dan pelaku usaha juga sangat berbeda. Jika ada keluhan
terhadap produknya, pelaku usaha akan mengupayakan penyelesaian tertutup. Sementara itu
konsumen berkepentingan agar penyelesaian dilakukan lewat saluran umum supaya tuntas
sebagaimana dikatakan Laura Nader.[2]
Daalam perbedaan kepentingan itu, Jhon Rawls mengatakan, setiap pihak hendaknya
memiliki kesempatan yang sama dalam memposisikan diri kearah eksistensi hidup yang lebih
baik karena hal itu merupakan perwujudan keadilan masyarakat ( social justice ).
Dibukanya ruang penyelesaian sengketa secara khusus oleh UUPK 1999 memberikan
berbagai mamfaat bagi berbagai kalangan, bukan saja konsumen tetapi juga bagi pelaku
usaha sendiri, bahkan juga bagi pemerintah. Mamfaat bagi konsumen adalah :
Bagi kalangan pelaku usaha, ruang penyelesaian sengketa atau penegakan hokum konsumen
memiliki arti dan dampak tertentu, mamfaatnya adalah
Pengaduan dapat menjadi tolak ukur dan titik tolak untuk perbaikan mutu produk dan
memperbaiki kekurangan lain yang ada;
Dapat sebagai informasi dari adanya kemungkinan produk tiruan;
Bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan pengendali berbagai kepentingan rakyat,
perkembangan itu penting karena memberikan mamfaat-mamfaat seperti berikut :
Berikut ini akan dipaparkan berbagai model penyelesaian sengketa ( dispute resettlement ).
Model yang dikenal tidak lagi semata-mata bersifat konvennsional seperti oleh pengadilan
atau penyelesaian dan kejaksaan yang bersifat compulsory. Model yang baru itu
memungkinkan adanya penyelesaian sengketa konsumen bahkan diluar jalur penegakan
hokum yang ditangani Negara. Model penyelesaian sengketa yang sifanya alternative itu
dikenal sebagai alternative dispute resolution (ADR).
Sengketa konsumen dimaksuda bukan sebagai sengketa dalam asrti luas, yakni sengketa yang
melingkup hokum pidana dan hukum administrasi Negara karena UUPK mengatur
penyelesaian sengketa bersifat ganda dan alternative. Pengertian bersifat ganda disini ialah
penyelesaian sengketa dengan berbagai system, yakni:[3]
Pasal 45 ayat 1 UUPK menyatakan “setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat
pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan umum.” Ketentuan
ayat berikutnya mengatakan, “penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui
pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para piihak yang
bersengketa.”
Ayat pertama itu tidak jelas jelas benar. Disitu hanya dikatakan, setiap konsumen yang
dirugikan dapat menggugat pelaku usaha. Apakah secara a-contrario dapat ditafsirkan, hak itu
tidak diberikan kepada pelaku usaha ? tentu, jika melihat kedalam asas-asas hokum acara,
hak yang sama semua diberikan kepada semua pihak yang berkepentingan.
Pasal 45 ayat 1 dan pasal 46 ayat 2 UUPK terkesan hanya membolehkan gugatan konsumen
diajukan kelingkungan peradilan umum. Pembatasan ini jelas menghalangi konsumen yang
perkaranya mungkin menyentuh kompetensi peradilan tata usaha Negara. Kendati demikian,
jika konsumen diartikan secara luas yakni mencakup juga penerimaan jasa layanan publik,
tentu peradilan tata usaha Negara seharusnya patut juga melayani gugatan tersebut. Untuk itu
perlu diperhatikan, bahwa syarat-syarat, bahwa sengketa itu berawal dari adanya penetapat
tertulis, bersifat konkret, individual dan final, harus tetap terpenuhi.[5]
Hukum administrasi Negara cukup penting didalam masalah perlindungan konsumen. Aspek
hokum administrative merupakan sarana alternative public menuntut kebijakan pemerintah
untuk meningkatkan perlindungan konsumen. Aspek ini berkaitan dengan perizinan yang
diberikan pemerintah kepada pelaku usaha.[6]
Sanksi administrative sebenarnya lebih efektif dari pada sanksi perdata dan pidana karena
dapat diterapkan langsung dan sepihak. Pemerintah misalnya secara sepihak dapat
menjatuhkan sanksi untuk membatalkan izin yang diberikan tanpa meminta persetujuan pihak
lain.
Perkembangan baru dibidang hokum administrative menurut UUPK tercantum dalam pasal
60 ayat 1 tentang sanksi administrative. Ayat ini menentukan, BPSK berwenang menjatuhkan
sanksi administrative terhada pelaku usaha. Seperti diketahui, BPSK adalah lembaga
alternative penyelesaian sengketa konsumen yang dibentuk sebagai organ pemerintah hingga
ketingkat kabupaten atau pemerintah kota.
Alternative dispute resolution (ADR) disebut juga dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(APS) dalam arti luas adalah proses penyelesaian sengketa dibidang perdata diluar
pengadilan melalui cara-cara arbitrase, negoisasi, konsultasi, mediasi, konsiliasi yang
disepakati pihak-pihak.
Konsumen yang bermasalah terhadap produk yang dikonsumsi akan dapat memperoleh
haknya secara lebih mudah dan efisien melalui peranan BPSK. Selain itu bisa juga menjadi
sebuah akses untuk mendapatkan infomasi dan jaminan perlindungan hukum yang sejajar
baik untuk konsumen maupun pelaku usaha..
1. Konsiliasi:
2. Mediasi:
1. BPSK membentuk sebuah fungsi badan sebagai fasilitator yang aktif untuk
memberikan petunjuk, nasehat dan saran kepada yang bermasalah
2. Badan ini membiarkan yang bermasalah menyelesaikan permasalahan mereka secara
menyeluruh untuk bentuk dan jumlah kompensasinya;
3. Ketika sebuah penyelesaian dicapai, itu akan diletakkan pada persetujuan rekonsiliasi
yang diperkuat oleh keputusan BPSK;
4. Penyelesaian dilaksanakan paling lama 21 hari kerja.
5. Arbitrasi:
1. Yang bermasalah memilih badan CDSB sebagai arbiter dalam menyelesaikan
masalah konsumen
2. Kedua belah pihak seutuhnya membiarkan badan tersebut menyelesaikan
permasalahan mereka;
3. BPSK membuat sebuah penyelesaian final yang mengikat;
4. Penyelesaian harus diselesaikan dalam jangka waktu 21 hari kerja paling lama.
5. Ketika kedua belah pihak tidak puas pada penyelesaian tersebut, kedua belah
pihak dapat mengajukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam 14 hari
setelah penyelesaian di informasikan;
6. Tuntutan dari kedua belah pihak harus dipenuhi dengan persyaratan sebagai
berikut :
Surat atau dokumen yang diberikan ke pengadilan adalah diakui atau dituntut
salah/palsu;
Dokumen penting ditemukan dan di sembunyikan oleh lawan; atau;
Penyelesaian dilakukan melalui satu dari tipuan pihak dalam investigasi permasalahan
di pengadilan.
BAB III
PENUTUP
1. A. KESIMPULAN
System penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh dalam 2 tahap sesuai dengan bentuk
sengketa yang telah ditentukan yaitu:
1. B. SARAN
Penyelesaian sengketa konsumen telah diatur dalam beberapa undang-undang dan sebaiknya
BPSK di level daerah diharapkan mampu mengatasi dan menyelesaikan permasalahan
sengketa konsumen, tanpa harus melakukan pengurusan di pusat. Hal ini dmaksudkan untuk
memberikan kemudahan kepada konsumen untuk melakukan upaya hukum yang tidak
menguras energi, biaya dan pikirannya
DAFTAR PUSTAKA
http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sengketa
[8] http://pkditjenpdn.depdag.go.id/index.php?page=sengketa