Anda di halaman 1dari 13

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Peran Tutor

2.1.1 Peran

2.1.1.1 Pengertian Peran

Menurut Soekanto (2009:212-213) Peran adalah proses dinamis kedudukan (status).

Ketika seseorang menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan posisinya, dia akan

berperan. Perbedaan antara jabatan dan peran adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan.

Keduanya tidak dapat dipisahkan karena saling bergantung dan sebaliknya. Konsep Peran

diantaranya :

1. Persepsi peran yaitu sebuah pandangan kita terhadap tindakan yang seharusnya dilakukan

dalam situasi tertentu.

2. Ekspektasi peran yaitu sesuatu yang telah diyakini orang lain bagaimana seseorang harus

bertindak dalam situasi tertentu

3. Konflik peran pada saat seseorang berhadapan dengan ekspektasi peran yang berbeda,

maka akan menimbulkan konflik peran

Levinson (dalam Soekanto 2009:213) mengatakan peranan mencakup tiga hal yaitu :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang

dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang

membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dilakukan oleh individu dalam

masyarakat sebagai organisasi.


3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial

masyarakat.

Peran adalah urutan yang disebabkan oleh posisi. Manusia sebagai makhluk sosial cenderung

hidup berkelompok. Dalam kehidupan kelompok ini akan terjadi interaksi antar anggota

komunitas lainnya. Interaksi pertumbuhan di antara mereka saling bergantung. Dalam

kehidupan sosial, apa yang disebut peran telah muncul. Peran merupakan aspek dinamis dari

kedudukan seseorang, jika seseorang memenuhi hak dan kewajibannya sesuai dengan

posisinya, maka ia akan berperan. Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas, yang

terbaik adalah memahami peran terlebih dahulu.

Jadi peran tutor dalam pelatihan pengelolaan administrasi perkantoran ialah membimbing

dan mengajarkan kepada peserta pelatihan, karena memanglah hak dan kewajiban tutor untuk

memberikan materi kepada peserta pelatihan.

2.1.1.2 Jenis-jenis Peran

Menurut Biddle didalam Aco Musaddad (2018:3) bahwa ada 5 jenis peran yaitu : (1)

Fungsionalisme Role Theory (teori peran fungsional) yang berfokus pada perilaku dan

tingkah laku sesorang yang khusus memiliki kedudukan sosial dalam system sosial yang

stabil. (2). Symbolic Intractionist Role Theory (teori peran interaksional yang simbolis) yang

berfokus pada peranan actor secara individual, dalam evaluasi peran tersebut melalui

interaksi sosial dan bagaimana pemegang peranan sosial memahami serta

menginterpretasikan sebuah tingkah laku. (3). Structural Role Theory (teori peran sruktural)

yang berfokus pada struktur sosial dalam menanggung pola tingkah laku yang sama yang

ditujukan pada kedudukan sosial yang lain. (4). Organitation Role Theory (teori peran

organisasi) yang berfokus pada peran yang dihubungkan dengan kedudukan sosial pada
system sosial yang hirarkis yang berorientasi pada tugas dan belum direncanakan. (5).

Cognitive Role Theory (teori peran kognitif) berfokus pada hubungan-hubungan antara

tingkah laku dan harapan yang terdapat dalam peran.

2.1.1.3 Dimensi Peran

Mengenai dimensi peranan, seperti yang dikatakan Horoepoetri, Arimbi dan Santosa didalam

Riva’I (2016:14) mengemukakan dimensi peranan sebagai berikut :

(a). Peran merupakan suatu kebijakan. Bahwasanya peran merupakan kebijaksanaan yang

tepat dan baik untuk dilaksanakan.

(b). Peran sebagai suatu strategi. Yaitu bahwasanya peran merupakan suatu strategi untuk

mendapatkan dukungan didalam masyarakat. Didasarkan dalam suatu paham bahwa

keputusan dan kepedulian masyarakat dalam tiap tingkatan didokumentasikan dengan baik,

maka keputusan itu memiliki kredibilitas.

2.1 Tutor

2.1.1 Pengertian Tutor

Istilah pendidik dalam dunia pendidikan berbeda, dalam pendidikan formal sering dikenal

dengan sebutan guru, sedangkan dalam pendidikan nonformal biasanya dengan sebutan

pamong belajar atau tutor. PPRI NO. 17 Tahun 2010 menyatakan bahwa “Pendidik

merupakan tenaga ke[endidikan yang berkualifikasi sebgai guru, dosen, konselor, pamong

belajar, widyaswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sevutan yang lain sesuai dengan

kekhususannya serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan”.

(E Chng, EHJ Yew, HG Schmidt :2011) “the tutors who participated in this study were

randomly chosen instead of being selected based on their specific profiles”. Tutor

mendapatkan tugas mengajar berdasarkan bakat dan kemampuan yang dimiliki, sehingga
mereka benar-benar menguasai materi tersebut. Tutor akan hadir selama analisis masalah dan

fase pelaporan untuk memfasilitasi dan membinbing proses pembelajaran peserta pelatihan.

Menurut Mustafa Kamil, (2007: 13) menyatakan bahwa tutor dalam pendidikan nonformal

adalah orang yang professional yang mempunyai kemampuan, kompetensi dan keterampilan

dalam mengelola proses pembelajaran. Keberhasilan dalam dunia pendidikan tidak terlepas

dari peran pendidik yang menjadi sumber belajar bagi peserta didik. Tutor adalah mitra dan

pembimbing warga belajar. Dengan demikian terjadi hubungan yang efektif antara tutor

dengan warga belajar dalam proses pembelajaran.

Menurut Nasution (1992:4) tutor adalah orang yang membantu murid secara individual. Hal

ini berkaitan dengan pendidikan nonformal dimana tutor adalah seorang pendidik atau guru

yang bertugas pada pendidikan anak usia dini, pendidikan kesetaraan, dan pendidikan

keaksaraan. Karena perkembangan psikologis peserta didik masih sedemikian dini, maka

tugas pendidik lebih bersifat sebagai pengasuh (pamong). Tutor berperan sebagai fasilitator

dan bertanggung jawab untuk mengarahkan diskusi agar tujuan pembelajaran yang

diharapkan dapat dicapai (Arianto, 2009). Peran tutor tentu masih banyak mengalami

kekurangan dalam proses pelaksanaannya. Berbagai penelitian menunjukkan masih banyak

tutor yang kurang mendorong peserta untuk belajar secara mandiri, tidak memotivasi

keaktifan peserta dalam diskusi, ataupun terlalu mengintervensi proses diskusi. Selain itu,

masih banyak tutor memonitor proses diskusi dengan sungguh-sungguh, belum terlalu paham

proses refleksi dan kurang bersikap professional (Muharni, 2014)

2.1.3 Tugas Tutor

Pada dasarnya tugas seorang tutor dalam pendidikan nonformal adalah memberikan

pembelajaran sepertu guru pada pendidikan formal, namun dalam sebenarnya yang dilakukan
seorang tutor tidak hanya memberikan pembelajaran, melaikan sebagai fasilitator atau

motivator kepada peserta pelatihan. Keputusan Mentri No. 0132/U/2004 Tentang Paket C

yang dijabarkan dalam bentuk buku Pedoman Penyelenggaraan Program Paket C Umum

Tahun 2010 (2010:14), menyatakan bahwa tugas seorang tutor adalah : a) Mengidentifikasi

kebutuhan belajar, b) Menyusun rencana pembelajaran, c) Melaksanakan proses

pembelajaran, d) Memilih metode dan melaksanakan pembelajaran, e) Memotivasi peserta, f)

Memilih, menyusun atau mengembangkan media/bahan belajar, g) Melakukan administrasi

kegiatan pembelajaran, h) Menilai hasil belajar.

Tugas tutor sebagai profesi menurut Uzer (2011:7) meliputi mendidik, mengajar, dan

melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai idup. Mengajar berarti

meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih

berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada peserta. Tutor di tuntut agar peserta

didik mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan.

2.1.4 Peran Tutor

Pendidikan secara luas, seorang tutor yang ideal sebaiknya dapat berperan sebagai :

1. Konservator (pemelihara) system nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan

2. Innovator (pengembang) system nilai ilmu pengetahuan

3. Transmitor (penerus) system-sistem nilai tersebut kepada peserta didik

4. Transformator (penterjemah) system-sistem niali tersebut melalui penjelmaan dalam

pribadinya dan perilakunya, dalam proses interaksi dengan sasaran didik.

5. Organisator (penyelenggaraan) terciptanya proses edukatif yang dapat

dipertanggungjawabkan, baik secara formal (kepada pihak yang mengangkat dan


menugaskannya) maupun secara moral (kepada sasaran didik, serta tuhan yang

menciptakannya).

Menurut Nana Sudjana (1996: 32-35) peranan tutor dalam pengajaran adalah:

1. informator, yaitu memberikan informasi tentang perkembangan ilmmu dan teknologi.

2. Fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa dalam

melakukan kegiatan belajarnya.

3. Moderator belajar, yaitu sebagai pengatur urusan kegiatan belajar siswa.

4. Motivator belajar, yaitu pendorong agar siswa mau melakukan kegiatan belajar.

5. Evaluator belajar, yaitu sebagai penilai yang objektif dan konfrensif.

Tutor sebagai evaluator, menggunakan strategi assessment yang sesuai: sejalan dengan

tujuan pembelajaran, dengan format yang sesuai. Turoe memonitor kemajuan mahasiswa,

ialah memberi umpan balikyang konstruktif termasuk kinerja para mahasiswa. Tutor

memberi refleksi keefektivan pembelajaran. Tutor dinyatakan baik jika peran tutor terpenuhi.

Salah satu contohnya mehasiswa termotivasi untuk mengeluarkan pendapat tetapi tetap

dalam pengawasan fasilitator(Ropika Ningsih, 2016).

2.2 Etos Belajar

2.2.1 Etos

Etos berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang artinya watak atau karakter, cara hidup,

kebiasaan seseorang, dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang individu atau

seorang kelompok manusia (Ahmad Janan Asifudin, Ibid., hal 26). Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, etos brarti pandangan hidup yang khas suatu golongan sosial. Etos

dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta system nilai yang diyakininya.

Kata ‘Etos’ dikenal pula kata etika (ethic) yang berarti cara sopan santun, moral, atau akhlak.
Sehingga dalam etos tersebut terkandung semangat yang amat kuat untuk mengerjakan

sesuatu secara optimal dan bahkan berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sempurna.

Etos selalu dikaitkan dengan suatu persoalan yang dihadapi individu, kelompok, atau

masyarakat. Jika persoalan tersebut berupa persoalan sosial maka disebut etos sosial. Jika

persoalan pekerjaan disebut etos kerja, dan jika persoalan belajar maka disebut etos belajar,

dan seterusnya (Kasiram, 2008: 195). Dapat disimpulkan bahwa etos merupakan semangat

yang terdapat dari diri setiap individu yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari untuk

mengerjakan sesuatu secara optimal atau seringkali disebut sebagai spirit.

2.2.2 Belajar

2.2.2.1 Pengertian Belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata “pembelajaran” berasal

dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui.

Menurut Chaplin (1972) dalam bukunya Dictionary of Psychology merumuskan dua macam

belajar, yaitu pertama adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relative menetap

sebagai akibat latihan dan pengalaman; kedua, belajar adalah proses memperoleh respons-

respons karena adanya latihan khusus (Netty Hartati: 2004). Belajar adalah proses ketika

seseorang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap.

(BelajardanPembelajaran)

Berbagai ahli telah mencoba merumuskan pengertian belajar yang dilihat dari berbagai

perspektif. Perspektif behaviorisme mengartikan belajar sebagai sebuah organisme

memperoleh bentuk perubahan perilaku yang cenderung mempengaruhi model perilaku

umum menuju sebuah peningkatan. Belajar pada hakikatnya merupakan proses kegiatan

secara berkelanjutan dalam rangka perubahan tingkah laku peserta didik secara bertahap. Hal
ini sejalan dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 yang

menyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, dan akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan negara (Nanang Hanafiah, 2010: 20).

2.2.2.2 Prinsip-Prinsip Belajar Belajar

Menurut teori psikologi asosiasi (koneksionalisme) adalah proses pembentukan asosiasi atau

hubungan antara stimulus (perangsang) yang mengenai individu melalui penginderaan dan

response (reaksi) yang diberikan individu terhadap rangsangan tadi, dan 18 proses

memperkuat hubungan tersebut. Berbagai eksperimen dilakukan para ahli-ahli psikologi

tentang proses belajar mengajar berhasil mengungkapkan serta menemukan sejumlah prinsip

atau kaidah yang merupakan dasar-dassar dalam melakukan proses dan mengajar atau

pembelajaran. Untuk memberi pemahaman yang lebih mengenai prinsip-prinsip belajar yang

telah dikemukakan sebelumnya, beberapa prinsip atau kaidah dalam proses pembelajaran

sebagai hasil eksperimen para ahli psikologi yang berlaku secara umum sebegaimana

dikemukakan Rusyan (1993:20) dalam Sagala Syaiful (2010:55), diantaranya:

1. Motivasi, kematangan dan kesiapan diperlukan dalam proses belajar mengajar, tanpa

motivasi dalam proses belajar mengajar, terutama motivasi intristik proses belajar mengajar

tidak akan efektif dan tanpa kematanganorgan-organ biologis dan fisiologis, upaya belajar

sukar berlangsung.

2. Pembentukan persepsi yang tepat terhadap rangsangan sensoris merupakan dasar dari

proses belajar mengajar yang tepat. Bila interprestasi dan persepsi individu terhadap objek,
benda, situasi, rangsangan disekitarnya keliru atau salah, terutama pada tahap-tahap awal

belajar, maka belajar selanjutnya merupakan akumulasi kesalahan di atas kesalahan.

3. Kemajuan dan keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh antara lain bakat

khusus, taraf kecerdasan, minat serta tingkat kematanagn dan jenis, sifat dan intensitas dari

bahan yang dipelajari.

4. Proses belajar mengajar dapat dangkal, lua dan mendalam, tergantung pada materi yang

menjadi pembahasan dalam pembelajaran tersebut.

Dari beberapa prinsip yang ada maka dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaanya belajar

tidak bisa dilakukan dengan sembarang atau tanpa tujuan dan arah yang baik, agar aktivitas

belajar yang dilakukan dalam proses belajar pada upaya perubahan dapat dilakukan 19 dan

berjalan dengan baik, diperlukan prinsip-prinsip yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam

belajar. Prinsip-prinsip ditujukan pada hal-hal penting yang harus dilakukan guru agar terjadi

proses belajar yang baik. prinsip belajar juga memberikan arah tentang apa saja yang

sebaiknya dilakukan oleh para guru agar para siswa dapat berperan aktif dalam proses

pembelajaran. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan

yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku atau penampilan. Belajar akan membawa

suatu perubahan pada individu yang belajar. Perubahan ini tidak hanya mengenai jumlah

pengetahuan, melainkan juga betuk kecakapan, kebiasaan sikap, pengertian, penghargaan,

minat, penyesuaian diri, dan sebagainya.

Hal yang senada diungkapkan oleh Robert M Gagne (1970) dalam Sagala Syaiful, (2010:17).

Belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dan hasil belajar berupa kapabilitas, timbulnya

kapabilitas disebabkan: (1) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (2) proses kognitif

yang dilakukan oleh pelajar, setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan,
sikap, dan nilai. Dengan demikian dapat ditegaskan, belajar adalah seperangkat proses

kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, dan

menjadi kapabilitas baru. Menurut penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa belajar

merupakan suatu proses, suatu kegiatan, bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya

mengingat akan tetapi lebih luas dari pada itu yaitu mengalami. Hasil belajar bukan suatu

penguasaan hasil latihan, maliankan perubahan kelakuan. Karena belajar merupakan suatu

proses, 20 belajar membutuhkan waktu. Untuk mengukur belajar, kita bandingkan cara

organisme itu berperilaku pada waktu pertama dan berperilaku pada waktu kedua dengan

suasana yang serupa setelah belajar. Apabila kedua perilaku itu berbeda maka dapat

dikatakan bahwa ia telah belajar.

2.2.3 Aspek-aspek yang terdapat dalam Etos Belajar

Menurut Wardi Bachtiar dalam bukunya yang berjudul “Metodologi Penelitian Dakwah”

memaparkan uraian variable yang menjadi tolak ukur dalam etos kerja muslim. Terkait

dengan penelitian ini, penulis mencoba mengadaptasi beberapa aspek yang menjadi tolak

ukur dalam etos belajar, yaitu:

a. Motivasi

Motivasi bmerupakan pemicu dan pendorong untuk tingkah laku secara terarah dan mencapai

tujuan. Selain itu, motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang

ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan.

b. Disiplin

Disiplin erat kaitannya dengan penggunaan terhadap waktu, dimana seseorang yang memiliki

pribadi yang disiplin akan berhati-hati dalam pengelolaan waktu dan

mempertanggungjawaban apa yang telah dilakukannya. Kedisiplinan dalam belajar tercermin


melalui sikap rajin, penghargaan terhadap waktu dan mematuhi segala peraturan yang ada

dan memanfaatkan kesempatan yang ada.

c. Rasionalitas

Dalam kamus Bahasa Indonesia, Rasional mempunyai pengertian mempertinggi produksi

dengan berhemat tenaga kerjanya. Naumun terkait dengan penelitian ini rasional lebih

diartikan sebagai kemampuan untuk meningkatkan produktivitas diri dengan prestasi belajar.

Berpikir rasional merupakan perwujudan perilaku belajar terutama yang berhubungan dengan

pemecahan masalah. Dalam berpikir rasional, peserta dituntut menggunakan logika untuk

menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik kesimpulan, dan bahkan juga menciptakan

ramalan-ramalan (Muhibbin Syah, 2008: 123).

d. Kreativitas

Kreativitas adalah kemampuan seseorang dalam menghasilkan sesuatu yang baru

berdasarkan hal-hal yang sudah ada. Kreativitas seseorang ditandai dengan kemampuannya

dalam mencetuskan sesuatu gagasan yang relative baru dan kemampuan untuk

menyelesaikan dari suatu persoalan ke persoalan lain. Dalam belajar, peserta yang kreatif

biasanya tampak dari cara belajarnya yang seakan-akan tidak kehilangan akal. Jika

mengalami kesulitan dalam memecahkan sebuah persoalan, maka ia cenderung menemukan

gagasan yang baru.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Etos Belajar

Secara umum, factor-faktor yang mempengaruhi etos belajar meliputi :

a. Faktor Internal

1) Factor Jasmaniah. Kondisi tubuh yang sehat sangat mempengaruhi semangat dan

intensitas mahasiswa dalam mengikuti berbagai kegiatan pembelajaran.


2) Factor psikologis, baik bersifat bawaan maupun pengaruh lain. Factor ini meliputi

kecerdasan dan bakat, kemudian sikap,kebiasaan, kebutuhan, dan motivasi diri.

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan sosial

2) Lingkungan keluarga

Menurut Koentjaraningrat (Ricardi S Adnan, 2006: 97) memberikan sebuah pernyataan

bahwa Bangsa Indonesia belum mempunyai bayangan bentuk masyarakat seperti apa yang

hendak dicapai. Oleh karena itu, bangsa ini belum mempunyai orientasi untuk masa depan.

Dalam hal ini, langkah yang paling tepat untuk menumbuhkan sikap mental tersebut adalah

dengan cara mengembangkan budaya pembelajaran melalui pendidikan.

2.2.5 Tahap Belajar

a) Inkompetensi bawah sadar: Merupakan kondisi disaat kita tidak mengetahui kalau

ternyata kita tidak tahu.

b) Inkompetensi sadar: pengakuan sadar pada diri sendiri bahwa kita tidak tahu, dan

penerimaan penuh atas kebodohan kita.

c) Kompetensi sadar: sadar bahwa kita tahu, yaitu ketika kita mulai memiliki

keahlian atas sebuah subjek, tetapi tindakan kita belum berjalan otomatis.

d) Kompetensi bawah sadar: tahapan seseorang ahli sekadar melakukannya, dan

bahkan mungkin tidak tahu bagaimana ia melakukannya secara terperinci.


2.3 Peserta

Peserta didik adalah makhluk yang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan

menurut fitrahnya masing-masing, mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang

konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya(Nora Agustina, 2012). Gaya

berpikir mendalam/ dangkal merupakan dua gaya berpikir yang berlawanan arah. Peserta

didik yang memiliki gaya berpikir mendalam (deep learner) akan mempelajari materi

pelajaran dengan cara yang membantunya untuk memahami makna-makna materi yang

dipelajari (Masganti Sit, 2012). Pengertian peserta diidk menurut kettentuang Undang-

Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah anggota

masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang

tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pendidikan tertentu.

Peserta didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga

mereka harus diperlukan sebagai subjek pendidikan, diantaranya adalah dengan cara

melibatkan peserta didik dalam memecahkan masalah dalam proses belajar mengajar.

Perilaku peserta didik dapat dibentuk, diubah dan dipelajari. Persoalannya adalah bagaimana

cara pembentukan perilaku sesuai dengan yang diharapkan. Pembentukan perilaku manusia

merupakan akibat kebutuhan dalam diri manusia(Siti Aisyah, 2015).

Anda mungkin juga menyukai