Anda di halaman 1dari 17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Kajian Teori
1.1. Pengertian Guru

Guru adalah seseorang yang berjasa dalam dunia pendidikan, karena

guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan. Menurut Nawawi

(2015: 280) Guru adalah orang dewasa, yang karena peranannya

berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak didik. Orang tersebut

mungkin berpredikat sebagai ayah atau ibu, guru, ustadz, dosen, ulama dan

sebagainya.

Guru merupakan unsur penting dalam kegiatan pembelajaran.

Menurut Djamarah (2015: 280) Guru adalah seseorang yang memberikan

ilmu pengetahuan kepada anak didik atau tenaga profesional yang dapat

menjadikan murid-muridnya untuk merencanakan, menganalisis dan

menyimpulkan masalah yang dihadapi. Guru adalah seorang pendidik

yang profesional, guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya

generasi penerus bangsa.

Menurut Djamarah dan Zain (2015: 281) Guru adalah seseorang yang

berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang

dimilikinya, dia dapat menjadikan anak didik menjadi orang yang cerdas.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 39 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga

profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses

pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan


pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,

terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, dapat di tarik kesimpulan

bahwa pengertian guru adalah seseorang yang berkewajiban untuk

mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya kepada

orang lain, sehingga dia dapat menjadikan orang lain menjadi orang yang

cerdas. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan.

1.2. Peran Guru

Seorang guru memegang peranan yang sangat penting dalam dunia

pendidikan. Menurut Habel (2015: 15) Peran merupakan aspek dinamis

dari kedudukan atau status. Apabila seseorang menjalankan hak dan

kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia telah menjalankan

suatu peran.

Menurut Sofan Amri, (2013: 30) Guru memiliki peran dalam aktivitas

pembelajaran, yaitu sebagai :

1. Korektor

Guru menilai dan mengoreksi semua hasil belajar, sikap, tingkah,

danperbuatan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah evaluator.

2. Inspirator

Guru memberikan inspirasi kepada siswa mengenai cara belajar yang

baik.
3. Informator

Guru memberikan informasi yang baik dan efektif mengenai materi

yang telah di programkan serta informasi perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi

4. Organisator

Guru berperan mengelola berbagai kegiatan akademik baik

intrakurikuler maupun ekstrakurikuler sehingga tercapai efektivitas

dan efisiensi anak didik.

5. Motivator

Guru dituntut untuk dapat mendorong anak didiknya agar senantiasa

memiliki motivasi tinggi dan aktif belajar.

6. Inisiator

Guru menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan

pengajaran

7. Fasilitator

Guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memungkinkan

anak didik dapat belajar secara optimal

8. Pembimbing

Guru memberikan bimbingan kepada anak didiknya dalam

menghadapi tantangan maupun kesulitan belajar.

9. Demonstrator
Guru dituntut untuk dapat memperagakan apa yang diajarkan secara

didaktis, sehingga anak didik dapat memahami pelajaran secara

optimal.

10. Pengelola kelas

Guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik, karena kelas

adalah tempat berhimpun guru dan siswa

11. Mediator

Guru dapat berperan sebagai penyedia media dan penengah dalam

proses pembelajaran peserta didik.

12. Supervisor

Guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki dan menilai secara

kritis proses pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat optimal

13. Evaluator

Guru dituntut untuk mampu menilai produk pembelajaran serta proses

pembelajaran.

Peran guru secara umum adalah sebagai tugas pendidik adalah

mendidik,melatih dan mengajar. Peran gurudalam menjalankan tugas

disekolah harus dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua dan

mampu menarik simpati para siswa sehingga pelajaran apapun yang

dipelajari hendaknya dapat menjadi motivasi siswanya dalam mengajar.

Seorang guru harus mampu memanusiakan anak didik, dan membuat

anak didik lebih mandiri dan bertanggung jawab apa yang menjadi

tugasnya. (Janawi, 2012 :98). Wrightman dalam Usman (2017: 4),


menyatakan bahwa peran guru adalah terciptanya serangkaian tingkah laku

yang saling berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta

berhubungan dengan kemajuan perubahan tingkah laku dan perkembangan

siswa menjadi tujuannya.

1.3. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak usia dini memiliki karakteristik yag berbeda dengan orang

dewasa, karena anak usia dini tumbuh dan berkembang dengan banyak

cara dan berbeda. Kartini Kartono (1990: 109) menjelaskan bahwa anak

usia dini memiliki karakteristik 1) bersifat egosentris naif, 2) mempunyai

relasi sosial dengan benda- benda dan manusia yang sifatnya sederhana

dan primitif, 3) ada kesatuan jasmani dan rohani yang hampir-hampir tidak

terpisahkan sebagai satu totalitas, 4) sikap hidup yang fisiognomis, yaitu

anak secara langsung membertikan atribut/sifat lahiriah atau materiel

terhadap setiap penghayatanya.

Pendapat lain tentang karakteristik anak usia dini dikemukakan oleh

Sofia Hartati (2005: 8-9) sebagai berikut: 1) memiliki rasa ingin tahu yang

besar, 2) merupakan pribadi yang unik, 3) suka berfantasi dan

berimajinasi, 4) masa potensial untuk belajar, 5) memiliki sikap egosentris,

6)memiliki rentan daya konsentrasi yang pendek, 7) merupakan bagian

dari mahluk sosial.

Sementara itu, Rusdinal (2005: 16) menambahkan bahwa karakteristik

anak usia 5-7 tahun adalah sebagai berikut: 1) anak pada masa

praoperasional, belajar melalui pengalaman konkret dan dengan orientasi


dan tujuan sesaat, 2) anak suka menyebutkan nama-nama benda yang ada

disekitarnya dan mendefinisikan kata, 3) anak belajar melalui bahasa lisan

dan pada masa ini berkembang pesat, 4) anak memerlukan struktur

kegiatan yang lebih jelas dan spesifik.

Secara lebih rinci, Syamsuar Mochthar (1987: 230) mengungkapkan

tentang karakteristik anak usia dini, adalah sebagai berikut:

a. Anak usia 4-5 tahun

1) Gerakan lebih terkoordinasi

2) Senang bernain dengan kata

3) Dapat duduk diam dan menyelesaikan tugas dengan hati-hati

4) Dapat mengurus diri sendiri

5) Sudah dapat membedakan satu dengan banyak

b. Anak usia 5-6 tahun

1) Gerakan lebih terkontrol

2) Perkembangan bahasa sudah cukup baik 3). Dapat bermain dan

berkawan

3) Peka terhadap situasi sosial

4) Mengetahui perbedaan kelamin dan status 6). Dapat berhitung 1-10

Berdasarkan karakteristik yang telah disampaikan maka dapat

diketahui bahwa anak usia 5-6 tahun (kelompok B), mereka dapat

melakukan gerakan yang terkoordinasi, perkembangan bahasa sudah baik

dan mampu berinteraksi sosial. Usia ini juga merupakan masa sensitif bagi

anak untuk belajar bahasa. Dengan koordinasi gerakan yang baik anak
mampu menggerakan mata-tangan untuk mewujudkan imajinasinya

kedalam bentuk gambar, sehingga penggunaan gambar karya anak dapat

membantu meningkatkan kemampuan bicara anak.

Mulianah Khaironi (2017: 82-89), menjelaskan bahwa nilai-nilai

karakter pada anak usia dini yaitu; 1) Kejujuran, 2) Kedisiplinan, 3)

Toleransi, 4) Kemandirian, 5)Religius, 6) Kerja keras, 7) Kreatif, 8)

Demokratif, 9) Rasa ingin tahu, 10) Semangat kebangsaan, 11) Cinta tanah

air, 12) Menghargai prestasi, 13) Bersahabat atau komunikatif, 14) Cinta

damai, 15) Gemar membaca, 16) Peduli lingkungan, 17) Peduli social, 18)

Tanggung Jawab.

1.4. Metode Bermain Peran

1.4.1. Pengertian Metode Bermain Peran

Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan, metode dipilih

berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode

merupakan cara, yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai

tujuan kegiatan (Moeslichatoen : 2004). Sedangkan bermain merupakan

pekerjaan masa kanakkanak dan cermin pertumbuhan anak.

Bermain merupakan kegiatan yang memeberikan kepuasan bagi diri

sendiri, melalui bermain anak memperoleh pembatasan dan memahami

kehidupan,bermain tidak dilakukan secara serius dan bersifat bebas.

Bermain peran adalah permainan yang dilakukan anak dengan cara

memerankan tokoh-tokoh, benda-benda, binatang maupun tumbuhan yang

ada di sekitar anak. Melalui permainan ini daya imajinasi, kreativitas,


empati serta penghayatan anak dapat berkembang. Anak-anak dapat

menjadi apapun yang diinginkannya dan juga dapat melakukan manipulasi

terhadap objek seperti yang diharapkan. Bermain peran berarti mencontoh

atau meniru sifat, karakter, atau perilaku seseorang atau sesuatu untuk

tujuan tertentu (Jasa Ungguh Mulyawan:2009).

Bermain peran yang dilakukan sebagai pengembangan dari aspek-

aspek perkembangan anak, memiliki tujuan yang ingin dicapai dan dilihat

perkembangannya. Hakikat bermain peran dalam pembelajaran PAUD

terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan pengamat dalam situasi

masalah secara nyata dihadapi. Melalui bermain peran dalam pembelajaran

diharapkan anak-anak mampu mengeksplorasikan perasaan-perasaannya,

memperoleh wawasan tentang sikap, nilai, dan presepsi, mengembangkan

keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah yang dihadapi,

mengeksplorasi inti permasalahan yang diperankan melalui berbagai cara

(Mulyasa:2012).

1.4.2. Manfaat Metode Bermain Peran

Dampak positif serta nilai-nilai fungsi dan manfaat bermain peran

meliputi mengembangkan tingkat intelegensi dan stabilitas emosional

anak, mencegah terjadinya penyimpangan karakter, depresi, dan gangguan

kejiwaan lain yang disebabkan oleh mental, meletakkan dasar-dasar

pendewasaan diri dengan benar, secara alami, bertahap, dan berkelanjutan

(Muliawan: 2009). Melalui bermain peran, anak-anak belajar

berkonsentrsi, melatih imajinasi, mencoba ide baru, melatih perilaku


orang-orang dewasa dan mengembangkan rasa kendali atas dunianya

sendiri. Anak-anak mendapatkan kewaspadaan yang mengenai kecantikan,

ritme, dan struktur lingkungannya dan sambil tubuhnya mempelajari lebih

banyak lagi mengenai cara berkomunikasi dengan pikirannya sendiri,

perasaannya dan emosinya.

1.4.3. Tujuan Metode Bermain Peran

Tujuan bermain peran dalam pendidikan anak usia dini merupakan

untuk memecahkan masalah melalui peragaan, serta langkah-langkah

identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan diskusi. Untuk kepentingan

tersebut, sejumlah anak bertindak sebagai pemeran dan yang lainnya

sebagai pengamat, melalui peran anak-anak berinteraksi dengan orang lain

yang juga membawakan peran tertentu sesuai dengan tema yang dipilih

(Mulyasa 2012).

Melalui metode bermain peran, anak-anak belajar memberikan

konstribusi kerjasama yang baik terhadap temannya dalam perencanaan

gabungan saat memilih tokoh pemain. Bermain peran dalam dunia

bermain anak bersifat sangat luas. Ia tidak terpaku pada bentuk-bentuk

peniruan karakter tokoh seseorang, tetapi dapat juga berupa stimulasi

peran benda tertentu, seperti kereta, pesawat, mobil, atau robot. Teori

Singer oleh Jerome Singer menjelaskan bahwa bermain imajinatif .

Melalui bermain anak dapat mengoptimalkan laju stimulasi dari luar dan

dalam, karena itu mengalami emosi yang menyenangkan. Kemudian dasar


pemikiran bermain peran yang menjadi pijakan bermain anak berasal dari

berbagai teori.

Pertama, Teori Erik Erikson yang menyatakan, manusia membangun

kemampuan untuk menghadapi pengalaman dengan membuat suatu

keadaan yang semestinya dan menguasai kenyataan melalui uji coba dan

perencanaan, dan semua itu disusun anak dalam bermain.

Kedua, Teori Gowen menyatakan main peran dipandang sebagai

sebuah kekuatan yang menjadi dasar perkembangan daya cipta, tahap,

ingatan, kerja sama kelompok, penyerapan kosakata, konsep hubungan

kekeluargaan, pengendalian diri, keterampilan mengambil sudut pandang

spasial, afeksi dan kognisi. Pada tahap main peran awal, anak akan

melakukan macam-macam percobaan dengan bahan-bahan di sekitarnya

dan berbagai macam peran, melalui pengalaman main peran anak

memeriksa egonya, belajar menghadapi pertentangan emosi, memperkuat

diri sendiri untuk masa depan, menciptakan kembali masa lalu, dan

mengembangkan keterampilan imajinasi.

Ketiga, Vigotsky percaya bahwa fungsi mental yang lebih tinggi

berakar pada hubungan sosial dan kegiatan kerja sama, Teori Vigotsky

tentang bermain peran mendukung munculnya dua kemampuan penting,

yaitu kemampuan untuk memisahkan pikiran dari kegiatan dan benda,

kemampuan menahan dorongan hati dan menyusun tindakan yang

diarahkan sendiri dengan sengaja dan fleksibel.


Keempat, Teori Piaget menyatakan main peran mulai muncul saat

anak kira-kira berumur satu tahun, pada saat ini anak-anak melakukan

kegiatan yang tidak bisa diterapkan dalam kehidupan nyata misalnya

mengaduk pasir dalam mangkuk dan pura-pura mencicipi, anak akan

mengulang ingatan yang menyenangkan. Anak melakukan percakapan

lisan dengan diri sendiri yang disebut dengan idiosyneratie soliloquies.

Melalui percakapan ini anak menciptakan kesepakatan kebutuhan

sementara dari Id dan kesadaran rasioanal dari ego.

Kelima, Teori Smilansky menyatakan anak yang tidak terlibat main

peran sering terlihat tidak ada rangkaian dalam kegiatan dan percakapan

mereka. Mereka terlihat kaku, monoton dan mengulang-ngulang perilaku.

Keenam, Teori Sigmud Freud menyatakan anak berperan

sesungguhnya menjadi seseorang atau sesuatu, hal ini merupakan suatu

jalan untuk anak usia dini belajar menghadapi serangan dari luar terhadap

egonya.

1.4.4. Langkah-langkah Metode Bermain Peran

Menurut Mulyasa Untuk melakukan dan melaksanakan metode

bermain peran maka dibutuhkan beberapa tahapan atau pijakan dalam

pelaksanaanya meliputi :

a. Pijakan sebelum bermain peran

Guru membacakan atau menceritakan dengan menggunakan buku

yang berkaitan dengan tema yang akan dimainkan, hal ini dapat

dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah,


menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan

peran yang akan dimainkan.Guru memberikan gagasan bagaimana

menggunakan bahan-bahan dan peralatan bermain,mendiskusikan

aturan dan harapan untuk pengalaman main, guru menjelaskan

rangkaian waktu main, menentukan bahan main yang akan digunakan

saat bermain, guru menentukan tempat untuk melakukan kegiatan

bermain peran.

b. Pijakan saat bermain peran

Pada saat kegiatan hendak berlangsung, maka guru bertugas

menetapkan peran yang akan dimainkan dan memilih peran dalam

pembelajaran, pada tahap ini anak-anak dan guru mendeskripsikan

berbagai watak dan karakter apa yang mereka suka, bagaimana mereka

merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian anak-anak

diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran.30 Terbagi

menjadi beberapa tahapan, diantaranya yaitu :

1. Tahap satu (agen simbolik).

Anak menerima tindakan, pura-pura melakukan kegiatan dengan

diri sendiri seperti benda yang melakukannnya. Perilaku harus

menunujukkan bahwa anak diransang bertindak, tidak hanya

mengulangnya, anak pura-pura main dengan diri sendiri dalam

caranya sendiri. Orang lain menerima tindakan anak, anak pura-

pura mengarahkan kegiatan sederhana pada temannya atau benda.

Anak mengambil peran pura-pura secara aktif, tetapi tidak


diarahkan kepada orang lain, anak juga dapat menentukan peran

untuk mainan atau benda. (Mukhtar:2013)

2. Tahap dua (pengganti simbolik).

Anak menggunakan benda nyata, dengan cara yang tepat, untuk

menirukan sebuah kegiatan. Anak menggunakan alat dan benda

mungkin sama atau tidak dengan benda yang sesungguhnya. Anak

tidak menggunakan benda dalam main peran, menggunakan alat

khayalan yang tidak ada secara fisik, pura-pura main dengan

sesuatu yang tidak ada, anak bercakap dengan peran pura-pura.

(Suharto:2013)

c. Pijakan Pengalaman

Setelah bermain Peran Guru meransang anak untuk mengingat

kembali pengalaman mainnya dan saling menceritakan pengalaman

mainnya, lalu menggunakan waktu membereskan peralatan

bermain peran sebagai pengalaman belajar positif melalui

pengelompokkan, urutan, dan pengelolaan lingkungan main peran

secara tepat.

1.4.5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Bermain Peran

Dalam setiap metode, selain memiliki kelebihan juga memiliki

kelemahan. Kelebihan metode bermain peran (role playing) melibatkan

seluruh anak berpartisipasi, mempunyai kesempatan untuk memajukan

kemampuannya dalam bekerja sama. Anak juga dapat belajar


menggunakan bahasa dengan baik dan benar. Selain itu, kelebihan metode

ini adalah, sebagai berikut:

a. Menarik perhatian anak karena masalah-masalah sosial berguna

bagi mereka.

b. Anak berperan seperti orang lain, sehingga ia dapat merasakan

perasaan orang lain, mengakui pendapat orang lain, saling

pengertian, tenggang rasa, toleransi.

c. Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan

sebaik-baiknya.

d. Berpikir dan bertindak kreatif.

e. Memecahkan masalah yang dihadapi secara realistis karena anak

dapat menghayatinya.

f. Anak memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi

tanggung jawab dengan sesamanya.

g. Merangsang rasa semangat anak dalam minat belajar.

h. Permainan peran bisa pula memupuk dan mengembangkan suatu

rasa kebersamaan dan kerjasama antar peserta didik ketika

memainkan sebuah peran.

i. Anak bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.

j. Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan anak.

k. Sangat menarik bagi anak, sehingga memungkinkan kelas

menjadi dinamis dan penuh antusias.

Berikut kekurangan-kekurangan penggunaan metode bermain peran:


a. Metode bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang

atau banyak.

b. Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak

guru maupun anak, dan ini tidak semua guru memilikinya.

c. Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

d. Kelas lain sering terganggu oleh suara pemain dan penonton

yang kadang-kadang bertepuk tangan.

e. Apabila pelaksanaan bermain peran mengalami kegagalan, bukan

saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti

tujuan pengajaran tidak tercapai.

2. Penelitian yang Relevan

2.1. Penelitian Anita Fitriya dan Lailatu Nisfiyah

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini pernah dilakukan

oleh Anita fitriya dan Lailatu Nisfiyah dengan Judul “Peran Guru

dalam Membangun Nilai-nilai Karakter Pada Anak Usia Dini di Paud

Kamboja 69 Sukowono Jember”. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa: Peran Guru sebagai pendidik (Murabby) dalam Membangun

Nilai-nilai Karakter Pada Anak Usia Dini di Pos PAUD Kamboja 69

sebagai pengayom, pendamping, dan pelayan bagi peserta didiknya.

Mengayomi, mendampingi, dan melayani peserta didik merupakan

kewajiban dan tanggung jawab seorang guru sebagai pendidik untuk

meralisasikan nilai-nilai karakter yang berhubungann dengan Tuhan,

orang tua, dan dirinya sendiri.


2.2. Penelitian Devi Sofa Nur Hidayah dan Cahniyo Wijaya Kuswanto

Penelitian tentang Metode Bermain Peran juga pernah di teliti

oleh Devi Sofa Nur Hidayah dan Cahniyo Wijaya Kuswanto dengan

judul “Implementasi Pendidikan Karakter Anak Usia Dini melalui

Metode Bermain Peran Usia 5-6 Tahun di Taman Kanak-Kanak An-

Nahl Bandar Lampung”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa

mplementasi pendidikan katrakter anak usia dini melalui metode

bermain peran usia 5-6 Tahun di kelas B1 Taman Kanak-Kanak An-

Nahl Bandar Lampung dapat dikatakan sudah efektif dan berjalan

dengan baik, yaitu berdasarkan temuan yang diperoleh oleh peneliti

dengan melihat langkah-langkah bermain peran yang dilakukan oleh

guru.

3. Kerangka Penelitian

Bagan Kerangka Pemikiran

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN


Bermain peran adalah permainan yang dilakukan anak dengan cara
memerankan tokoh-tokoh, benda-benda, binatang maupun tumbuhan yang
ada di sekitar anak.
KARAKTER ANAK
Mulianah Khaironi (2017: 82-89), menjelaskan bahwa nilai-nilai karakter
pada anak usia dini yaitu; 1) Kejujuran, 2) Kedisiplinan, 3) Toleransi, 4)
Kemandirian, 5)Religius, 6) Kerja keras, 7) Kreatif, 8) Demokratif, 9)
Rasa ingin tahu, 10) Semangat kebangsaan, 11) Cinta tanah air, 12)
Menghargai prestasi, 13) Bersahabat atau komunikatif, 14) Cinta damai,
15) Gemar membaca, 16) Peduli lingkungan, 17) Peduli social, 18)
Tanggung Jawab.
KONDISI YANG DIHARAPKAN
Meningkatnya karakter anak yaitu: Kejujuran,Kedisiplinan,Toleransi,
Kemandirian,Religius,Kerja keras,Kreatif,Demokratif,Rasa ingin tahu,
Semangat kebangsaan,Cinta tanah air,Menghargai prestasi,Bersahabat atau
komunikatif,Cinta damai,Gemar membaca,Peduli lingkungan,Peduli
social,Tanggung Jawab.
Tabel 2.1

Anda mungkin juga menyukai