Anda di halaman 1dari 5

1. Ir. H.

Soekarno

Dr. Ir. H. Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia, menjabat sebagai
presiden dari tahun 1945 sampai dengan tahun 1966. Lahir di Blitar, Jawa Timur tanggal 6 Juni
1901. Agama Islam. Menempuh pendidikan SMP/SMA di Surabaya dan kuliah di ITB Bandung.
Pengalaman beliau adalah sebagai penulis/ kolumnis dan Pejuang Politik/ Diplomatik; Pendiri
PNI (4 Juli 1927) dan sebagai Proklamator RI. Beliau wafat di Jakarta pada 21 Juni 1970.
Ir. Sekarno terlahir sebagai keturunan seorang bangsawan Jawa. Saat kecil bernama
Kusno, kemudian akrab dengan panggilan Bung Karno saja. Tamat SD beliau tinggal di
Surabaya, kemudian kost ditempat H.O.S Cokroaminoto, seorang politisi kawakan tokoh
Syarikat Islam. Disana beliau menggembleng jiwa nasionalismenya.
Usai lulus dari SLTA, Soekarno melanjutkan pendidikannya ke ITB Bandung. Setelah
meraih gelar Ir. Pada tahun 1926, H.O.S Cokroamninoto mengambilnya sebagai menantu. Pada
tahun 1927, Soekarno kemudian mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI), dan berhasil
merumuskan ajaran Marhaen.
Pada 29 Desember 1929, penjajah Belanda menjebloskan Soekarno kepenjara
Sukamiskin, Bandung, karena merasa khawatir dengan beliau. Delapan bulan berselang,
Soekarno baru disidangkan dipengadilan dengan tuduhan mengambil bagian dalam suatu
organisasi yang bertujuan melakukan kejahatan disamping usaha menggulingkan kekuasaan
Hindia-Belanda. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, dengan gagah berani
Bung Karno menelanjangi kemurtadan Belanda. Pada tahun 1933, belanda membuang Bung
Karno ke Endeh, Flores, kemudian memindahkannya ke Bengkulu.
Pada 17 Agustus 1945, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan
Republik Indonesia. Pada sidang pleno PPKI ditetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi RI dan
memilih Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden pertama RI.
2. Drs. Moh. Hatta
Dr. H. Mohammad Hatta lahir di
Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Pria yang
akrab disapa dengan sebutan Bung Hatta
ini merupakan pejuang kemerdekaan RI
yang kerap disandingkan dengan
Soekarno. Tak hanya sebagai pejuang
kemerdekaan, Bung Hatta juga dikenal
sebagai seorang organisatoris, aktivis
partai politik, negarawan, proklamator,
pelopor koperasi, dan seorang wakil
presiden pertama di Indonesia. Sampai
pada tahun 1921 Hatta menetap di
Rotterdam, Belanda dan bergabung
dengan sebuah perkumpulan pelajar
tanah air yang ada di Belanda, Indische
Vereeniging.
Mulanya, organisasi tersebut hanyalah merupakan organisasi
perkumpulan bagi pelajar, namun segera berubah menjadi organisasi pergerakan
kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Douwes
Dekker, dan Tjipto Mangunkusumu) bergabung dengan Indische Vereeniging yang
kemudian berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).
Pada tahun 1933, Soekarno diasingkan ke Ende, Flores. Aksi ini menuai
reaksi keras oleh Hatta. Ia mulai menulis mengenai pengasingan Soekarno pada
berbagai media. Akibat aksi Hatta inilah pemerintah kolonial Belanda mulai
memusatkan perhatian pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia dan menangkap
pimpinan para pimpinan partai yang selanjutnya diasingkan ke Digul, Papua.
Pada awal Agustus 1945, nama Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia dengan Soekarno sebagai Ketua dan Hatta sebagai Wakil Ketua.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 di jalan Pagesangan Timur 56 tepatnya pukul
10.00 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta atas
nama bangsa Indonesia. Keesokan harinya, pada tanggal 18 Agustus 1945
Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Hatta sebagai Wakil
Presiden.
Pada Juli 1947, Hatta mencari bantuan ke India dengan menemui
Jawaharhal Nehru dan Mahatma Gandhi. Nehru berjanji, India dapat membantu
Indonesia dengan melakukan protes terhadap tindakan Belanda dan agar dihukum
pada PBB. Banyaknya kesulitan yang dialami oleh rakkyat Indonesia memunculkan
aksi pemberontakan oleh PKI sedangkan Soekarno dan Hatta ditawan ke Bangka.
Selanjutnya kepemimpinan perjuangan dipimpin oleh Jenderal Soedirman.
Perjuangan rakyat Indonesia tidak sia-sia. Pada tanggal 27 desembar 1949,
Ratu Juliana memberikan pengakuan atas kedaulatan Indonesia kepada Hatta.
Hatta menikah dengan Rachim Rahmi pada tanggal 18 November 1945 di
desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Pasangan tersebut dikaruniai tiga orang
putri yakni Meutia, Gemala, dan Halida.
Pada tanggal 14 Maret 1980 Hatta wafat di RSUD dr. Cipto Mangunkusumo.
Karena perjuangannya bagi Republik Indonesia sangat besar, Hatta mendapatkan
anugerah tanda kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I" yang
diberikan oleh Presiden Soeharto.
3. Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Sri Sultan Hamengkubuwono IX


adalah anak kesembilan dari Sultan
Hamengkubuwono VIII dengan istri
kelimanya RA Kustilah/KRA Adipati
Anum Amangku Negara/Kanjeng Alit. Ia
lahir pada masa pemerintahan Belanda
di Ngayogyakarta Hadiningrat (sekarang
Yogyakarta) pada 12 April 1912 dengan
nama Bendoro Raden Mas Dorodjatun di
Ngasem. Sebagai keturunan langsung
dari Sultan, ia diangkat menjadi Raja
Kesultanan Yogyakarta ke-9 mulai 18
Maret 1940 sampai menghembuskan
nafas terakhirnya di usia 76 tahun pada
2 Oktober 1988 di Amerika. Saat itu ia
diberi gelar Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuhun Kanjeng Sultan
Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga
Abdurrahman Sayidin Panatagama
Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping
Sanga.
Di bawah pimpinan Hamengkubuwono IX inilah Yogyakarta banyak
mengalami perubahan. Ia sangat berani dan dengan tegas menentang kaum
penjajah. Ia bersemangat memperjuangkan nasib rakyat Yogyakarta agar segera
meraih otonomi sendiri. 4 tahun waktunya dihabiskan untuk bernegosiasi dengan
Dr Lucien Adam selaku Diplomat Senior Belanda. Kemudian, di masa penjajahan
Jepang, ia berada paling depan dalam menolak pengiriman romusha yang
mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram. Ia diangkat menjadi
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta pertama oleh Presiden Soekarno tepat di
Hari Proklamasi pada 17 Agustus 1945. Jabatan itu diembannya hingga akhir
hayat, yang dibantu Paku Alam VII selaku Pejabat Gubernur.
Jabatan di Kementerian terus dipercayakan kepadanya. Dari Menteri
Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4
Agustus 1949 - 20 Desember 1949) dan Menteri Pertahanan pada masa RIS (20
Desember 1949 - 6 September 1950). Setelah itu dalam Kabinet Natsir (6
September 1950 - 27 April 1951), ia diangkat menjadi Wakil Perdana Menteri
Indonesia menggantikan Abdul Hakim.
Pengalaman dan kecerdasannya juga dimanfaatkan secara penuh di bidang
ekonomi ketika kembali di Kementerian menjadi Menteri/Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan pada 5 Juli 1959 dan Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 pada
Maret 1966. Hamengkubuwono IX yang juga dikenal sebagai Bapak Pramuka
Indonesia dan pernah menjabat sebagai ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
(1968), dipilih untuk mendampingi Presiden Soeharto sebagai Wakil Presiden RI
ke-2 menggantikan Mohammad Hatta pada 24 Maret 1973 - 23 Maret 1978.
Jabatan itu dilanjutkan Adam Malik di periode berikutnya.
Tepat tanggal 2 Oktober 1988 malam, Gubernur terlama yang menjabat di
Indonesia (1945-1988) dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama (1940-1988) ini
menghembuskan nafas terakhirnya di George Washington University Medical
Center, Amerika. Jenazahnya lalu dibawa kembali ke tanah air dan dikebumikan di
kawasan pemakaman para Sultan Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah
Istimewa Yogyakarta.
4. Panglima Besar Soedirman

Jenderal Soedirman ialah salah


seorang Pahlawan Revolusi Nasional
Indonesia. Dalam sejarah perjuangan
Republik Indonesia, ia merupakan
Panglima dan Jenderal RI yang pertama
dan termuda. Pada usia yang masih cukup
muda, yaitu 31 tahun, Soedirman telah
menjadi seorang jenderal. Selain itu, ia
juga dikenal sebagai pejuang yang gigih.
Meskipun ia sedang menderita penyakit
paru-paru parah, ia tetap berjuang dan
bergerilya bersama para prajuritnya untuk
melawan tentara Belanda pada Agresi
Militer II.  Soedirman lahir di Purbalingga,
Jawa Tengah pada tanggal 24 Januari
1916. Ia berasal dari keluarga sederhana.
Ayahnya seorang pekerja di pabrik gula
Kalibagor Banyumas dan ibunya
keturunan Wedana Rembang. Soedirman
memperoleh pendidikan formal dari
Sekolah Taman Siswa.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke HIK (sekolah guru)
Muhammadiyah, Solo tetapi tidak sampai tamat. Selama menempuh pendidikan di
sana, ia pun turut serta dalam kegiatan organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Setelah
itu ia menjadi guru di sekolah HIS Muhammadiyah di Cilacap. Ia kemudian
mengabdikan dirinya menjadi guru HIS Muhammadiyah, Cilacap dan pemandu di
organisasi Pramuka Hizbul Wathan tersebut.
Pada zaman penjajahan Jepang , Soedirman bergabung dengan tentara
Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor. Pasca Indonesia merdeka dari penjajahan
Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas. Kemudian beliau
diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya setelah menyelesaikan
pendidikannya. Ia lalu menjadi Panglima Divisi V/Banyumas sesudah TKR (Tentara
Keamanan Rakyat) terbentuk, dan akhirnya terpilih menjadi Panglima Angkatan
Perang Republik Indonesia (Panglima TNI). Perang Palagan Ambarawa melawan
pasukan Inggris dan NICA Belanda dari bulan November sampai Desember 1945
adalah perang besar pertama yang ia pimpin. Karena ia berhasil memperoleh
kemenangan pada pertempuran ini, Presiden Soekarno pun melantiknya sebagai
Jenderal.
Soedirman meninggal pada tanggal 29 Januari 1950 karena penyakit
tuberkulosis parah yang ia derita. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam
Pahlawan Kusuma Negara di Semaki, Yogyakarta. Pada tahun 1997 ia dianugerahi
gelar sebagai Jenderal Besar Anumerta dengan bintang lima, pangkat yang hanya
dimiliki oleh tiga jenderal di RI sampai sekarang. 
5. Bung Tomo

Di Indonesia, setiap tanggal 10


November selalu diperingati sebagai Hari
Pahlawan, hari dimana masyarakat diingatkan
akan perjuangan pemuda-pemuda Indonesia,
khususnya pemuda Surabaya yang biasa dikenal
dengan sebutan arek-arek Suroboyo. Dalam
pertempuran sengit yang terjadi antara pemuda
Surabaya dan Belanda tiga bulan setelah
kemerdekaan diumumkan oleh Soekarno.
Dikenal sebagai sosok yang
berkepribadian ulet, pekerja keras, dengan daya
juang yang berapi-api pada saat Belanda kembali
menjajah Indonesia tepatnya tanah Surabaya,
pria yang lahir di Surabaya, 3 Oktober 1920 ini
kemudian mengobarkan semangat juang berapi-
apinya melalui pidato yang penuh emosi tinggi
dan biasa disiarkan di radio-radio. Pria yang akrab disapa Bung Tomo ini memiliki
pengaruh kuat di kalangan pemuda dan para pejuang. Dengan lantangnya ayah dari
lima anak ini membakar semangat pejuang untuk bertempur habis-habisan
melawan pasukan sekutu. Pertempuran tersebut dipicu oleh tewasnya Brigjen AWS
Malaby dalam kontak senjata dengan pejuang. Meskipun kekuatan pejuang tidak
seimbang dengan kekuatan pasukan sekutu dan berakhir dengan kekalahan,
namun peristiwa pertempuran 10 November tercatat sebagai peristiwa terpenting
dalam sejarah bangsa Indonesia.
Mempunyai pengalaman aktif berorganisasi semasa muda, setelah
pertempuran di Surabaya, Bung Tomo mulai aktif di kehidupan politik. Meski telah
menyandang beberapa jabatan penting di pemerintahan yakni Menteri Negara
Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran sekaligus Menteri Sosial Ad Interim
pada 1955-1956 dan anggota DPR yang mewakili Partai Rakyat Indonesia pada
1956-1959, namun Bung Tomo mengaku tidak nyaman duduk di bangku politik.
Maka setelah menjabat sebagai anggota DPR ia menyatakan mundur dari panggung
politik dan memilih menjadi seorang jurnalis. Namun, pada awal tahun 1970-an,
Bung Tomo kembali datang ke kancah politik lantaran ia tidak sepaham dengan
pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Suharto yang dianggap melenceng. Ia pun
kemudian dijebloskan ke dalam penjara pada 11 April 1978 karena dianggap
berpengaruh akibat kritik-kritik pedas yang sering dilemparkan selama setahun.
Selepasnya bebas dari penjara, Bung Tomo kemudian memutuskan untuk tidak
aktif dalam dunia politik dan memilih untuk konsentrasi terhadap keluarga.
Pada 7 Oktober 1981 tersiar kabar mengejutkan khalayak ramai akibat
pemberitaan yang menyebutkan bahwa Bung Tomo meninggal dunia di tengah
perjalanan menyempurnakan rukun Islam di tanah Arofah. Berbeda dengan
kebanyakan orang yang meninggal di tanah suci yang dikuburkan di Mekkah,
jenazah Bung Tomo dipulangkan ke tanah air dan dimakamkan di Taman
Pemakaman Umum Ngagel Surabaya, bukan di Taman Makam Pahlawan.
Sepeninggal Bung Tomo, banyak polemik menyebutkan bahwa Bung Tomo
layak diberi tanda jasa sebagai Pahlawan Nasional berkat jasa-jasanya yang
membakar semangat juang pemuda-pemuda Surabaya. Bertahun-tahun polemik
tersebut didengung-dengungkan, akhirnya bertepatan dengan Hari Pahlawan pada
tahun 2008, Bung Tomo mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Keputusan
tersebut disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia
Bersatu, Muhammad Nuh pada tanggal 2 November 2008 di Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai