Anda di halaman 1dari 3

ZAKAT RIKAZ

Wajib mengeluarkan zakat dari yang kualitasnya pertengahan. Dan tidak mengeluarkan


cukup zakat dari kualitasnya buruk. Dan tidak harus mengeluarkan harta zakat dari kualitas
yang terbaik, kecuali jika pemiliknya menghendaki. 
Dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu secara marfu' sampai kepada Nabi shalallahu
'alaihi wassalam: 

‫وفي الركاز الخمس‬

“Pada harta rikaz terdapat zakatnya, yaitu sebesar 20%“. (Muttafaqun 'alaih)

Dan muallif mengatakan, ketika zakat diambil oleh pihak negara, maka dalam hal ini
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam selalu mengingatkan kepada para penarik zakat
tersebut: “ingatlah olehmu, hindari mengambil harta terbaik mereka”. Kalau umpamanya,
unta yang wajib diambil zakatnya tersebut ada beberapa pilihan; ada unta dengan kondisi
sangat baik, ada yang sedang, ada yang kemudian kualitasnya yang rendah; Rasulullah
shalallahu 'alaihi wassalam mengingatkan para penarik agar tidak mengambil yang terbaik
dan juga mengambil kualitas rendah, ambil yang pertengahan.

Kalau seseorang mengeluarkan juga begitu; Bila tidak ditarik oleh negara (dia yang
mengeluarkan zakatnya), dia tidak harus mengeluarkan yang terbaik dari harta tersebut. Dia
pilih yang pertengahan. Tetapi kalau dia ridha mengeluarkan yang terbaik, tidak ada
masalah. Maka dalam hal ini agama Allah 'Azza wa Jalla, Rasulullah shalallahu' alaihi
wassalam mempertimbangkan ma'nawiyah atau psikologi dari pemilik harta. Kalau harta
terbaiknya yang diambil tentu ada perasaan tidak nyaman, dan juga. Akan tetapi kalau dia
sendiri yang memberikan, itu merupakan surat / keutamaan bagi dia.

1. RIKAZ

Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anh yang diriwayatkan secara marfu' *

* hadits marfu 'adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi shalallahu' alaihi wassalam;  baik
perkataan beliau, perbuatan beliau ataupun takrir beliau shalallahu 'alaihi wassalam. 

Matan haditsnya:

‫وفي الركاز الخمس‬

“Dan dalam harta rikaz ada kewajiban khumus” (mutafaqqun 'alaih).

Rikaz adalah harta orang-orang kafir yang terpendam di dalam bumi, atau biasa juga dikenal
dengan harta simpanan jahiliyyah. Kapan suatu harta itu dikatakan rikaz ?????. Bila harta
tersebut didapatkan oleh seseorang dan harta tersebut diketahui. Ini penamaannya sebelum
Islam datang, sebelum Rasulullah shalallahu 'alaihi diangkat sebagai kenabian. Ada tanda-
tanda bahwa harta ini milik orang jahiliyah.

Kalau di negara kita, wallahu Ta'ala a'lam, sekarang aturan setiap negara bahwasanya harta
pendaman / temuan itu menjadi hak milik negara. Itu terserah mereka. Tapi di sini akan
menurut ketentuan syariat Allah 'Azza wa Jalla, bagaimana Islam menggali tentang harta
pendaman jahiliyyah ini. Harta pendaman jahiliyyah, baik ditemukan di tanah milik anda,
ataupun tanah milik orang, atau dimanapun ditemukan; maka itu adalah milik orang yang
menemukannya. Dan disini para ulama mengatakan: “tidak ada nishabnya”. Bila ada nilai,
seperti emas, perak, atau bejana, atau peralatan orang-orang jahiliyyah dahulu; selagi ada
nilai maka tetap ia keluarkan zakatnya, yaitu khumus = 1/5 = 20%. 

Sebagian para ulama tidak menganggap ini sebagai zakat, karena mashraf-nya (pihak yang
menerimanya) berbeda. Kalau mashraf zakat (seperti nanti akan dijelaskan) sudah oleh Allah
Subhanahu Wa Ta'ala

ِ ‫ات لِ ْلفُقَ َرا ِء َو ْال َم َسا ِك‬


… ‫ين‬ َّ ‫إِنَّ َما ال‬ 
ُ َ‫ص َدق‬

Ada ketentuan 8 asnaf. Sedangkan rikaz ini, menurut pendapat terkuat para ulama, yaitu
diberikan untuk Allah dan Rasul-Nya, keluarga kerabat Nabi dan para fakir miskin. Itu yang
dimaksud dengan rikaz.

2. Luqathah (barang temuan)

Apabila temuan tersebut milik kaum muslimin atau bukan milik pendaman jahiliyyah. Anda
mencari tanah anda (sudah anda beli sekitar 20 tahun yang lalu), ketika anda menggali ingin
membuat pondasi dll., anda menemukan kepingan emas. Ada tanda-tanda bahwa ini
merupakan simpanan. Tanah itu milik Anda dan bila Anda yakin harta itu bukan pendaman
Anda, karena Anda baru beli tanah itu 20 tahun yang lalu dan sepertinya hartanya berasal dari
masa yang lebih dari 20 tahun, maka statusnya adalah harta luqathah. Yaitu bila di jalan yang
tidak dilewati orang, maka statusnya adalah luqathah dan ia harus mengumumkannya selama
1 tahun. Apabila ditemukan di tanahnya, ia tinggal cek barang pemilik
sebelumnya. Demikian itu adalah milik dia, kawasan itu diwariskan (ia dapatkan dengan
turun temurun). Kalau didapatkan dengan cara beli, berarti bukan milik dia. Maka
diumumkan selama 1 tahun. Bila yang punya tidak ada, maka hukumnya adalah hukum
luqathah, dimana dia boleh memiliki setelah ia mengumumkannya selama 1 tahun. 

3. Ma'Adin (barang tambang, selain tanah)

Seseorang yang tanahnya di tambang pasir, maka tidak ada zakat tanahnya. Atau tanah yang
dimiliki / dibelinya memiliki batu cadas, batu yang bagus yang bisa dibuat keramik, dll; maka
ini tidak ada zakat bebatuan dan zakat pasir. Akan tetapi kalau takut untuk dijual, maka akan
ada zakat perniagaan.
Yang dimaksud dengan ma'adin adalah harta perbendaharaan bumi, kekayaan tambang
bumi; emas, perak. Dan menurut sebagian mahdzab (yakni Syafi'iyah dan Malikiyyah),
bahwasanya yang dikeluarkan zakatnya bila tambangnya emas dan perak. Bila tambangnya
menghasilkan emas dan perak, maka ia keluarkan zakatnya seperti zakat
perniagaan. Nishabnya sama dan yang dikeluarkannya pun sama. Atau tambang yang lain,
seperti minyak bumi. Ini adalah pemilik tanah, barang tambang yang memiliki pemilik
tanahnya. Seseorang memilik tanah umpamanya (yang tidak ada untuk dijualnya, maka
bukan harta perniagaan) misalnya alhamdulillah di dalam tanahnya ada batu kapur, bauksit,
nikel, dll. Maka disini, milik dia barang tambang tersebut karena tanahnya milik dia, dan dia
yang mengeluarkan zakatnya, seperti zakat perniagaan. Ini ijma 'para ulama,

Kalau didapatkan dari tanah orang, itu milik pemilik tanah. Umpamanya anda tahu di
sebagian daerah, sebagian orang menambang emas lubang di bawah tanahnya subhanallah
berkilo-kilo meter menuju semua titik emasnya. Tanah diatasnya milik seseorang, tidak halal
mengambil dari bawahnya. Biasanya para pencari emas memang memulai mencari dari tanah
dia, tapi kemudian digali (sebagian ahli dalam bidang ini mengatakan emas itu seperti akar
pohon, ia menjalar kemana-mana); ketika ia mendapatkan ujungnya, ia kejar terus menuju
pangkalnya. Selagi dia menggali di dalam tanah itu (mungkin di kedalaman 10 m, 20 m, atau
5 m) itu di tanahnya, itu emasnya halal milik dia. Tapi bila sudah di atasnya bukan milik dia
lagi, sudah tanah milik orang lain, ini haram diambilnya. Bila dilakukan, ia menyatakan hak
orang lain.

Karena para ulama mengatakan:

hukum di atas dan ke bawah ikut kepada tanah yang di atas, di permukaan.

Anda mempunyai tanah, lalu di atasnya orang ingin membangun jalan atau jembatan, atau
penyebrangan; itu ia harus beli kepada anda hak untuk bisa menyeberang tadi. Karena ke atas
juga milik anda, maka ke dalam apalagi itu juga milik anda. Ini mengingatkan sebagian kaum
muslimin yang suka mencari emas, jangan sembarang mengambil emas, apalagi tahu sudah
bukan batas tanah anda lagi.

Adapun di tanah yang bukan milik anda dan bukan milik orang, milik negara umpamanya,
maka ini juga tidak boleh diambil. Ini yang dinamakan dengan haqqul 'am, ini adalah milik
orang banyak. Dan ini bertobatnya lebih repot karena dan banyak orang, yaitu negara.

Anda mungkin juga menyukai