Anda di halaman 1dari 13

Fiqih Luqothoh

(Menyikapi Barang Temuan Sesuai Aturan)


Oleh: Abu Ibrohim Muhammad Ali AM.
MUQODDIMAH
Agama islam adalah agama rahmat dan kasih sayang serta melarang kedholiman bagi siapapun
dan terhadap siapapun, dalam segala hal, sampai masalah harta, Rosululloh bersabda;


Tidak halal harta seorang muslim (buat orang lain) kecuali dengan kerelaan hatinya[1]
Demi menjaga hak milik (harta) manusia, sekalipun harta yang dimiliki seseorang hilang dari
tangannya dan ditemukan oleh orang lain, maka agama Islam mengatur tata cara menyikapi
barang temuan sehingga terwujudlah kehidupan yang aman tentram, dan tidak saling mendholimi
sesama, serta hak- hak manusia tertunaikan, inilah yang dibahas oleh para ulama dengan istilah
luqothoh.
DEFINISI LUQOTHOH
( Luqothoh) artinya[2] suatu benda yang ditemukan dan tidak diketahui
pemiliknya[3]dikhawatirkan rusak atau musnah jika tidak dipungut.
HUKUM MEMUNGUT LUQOTHOH
Secara umum memungut barang temuan hukumnya halal/boleh, kecuali barang- barang khusus
yang dilarang memungutnya (seperti binatang onta dan semisalnya), halalnya memungut barang
temuan sebagaimana sabda Rosululloh, dari Zaid bin Kholid al-Juhani beliau berkata;




Datang seseorang bertanya kepada Rosululloh tentang hukum luqothoh, lalu beliau
menjawab,Kenalilah wadah/tutupnya, dan pengikatnya, lalu umumkan satu tahun, jika datang
pemiliknya (maka serahkan), tetapi jika tidak terserah engkau dengan barang itu, lalu dia
bertanya,bagaimana dengan (barang temuan berupa) kambing? Beliau menjawab, kambing
untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk srigala/anjing
a. Al-Hanafiyah mengatakan disunnahkan untuk menyimpannya barang itu bila barang itu
diyakini akan aman bila ditangan anda untuk nantinya diserahkan kepada pemiliknya. Tapi bila
tidak akan aman, maka sebaiknya tidak diambil. Sedangkan bila mengambilnya dengan niat
untuk dimiliki sendiri, maka hukumnya haram. b. Al-Malikiyah mengatakan bila seseorang tahu
bahwa dirinya suka berkhianat atas hata oang yang ada padanya, maka haram baginya untuk
menyimpannya. c. Asy-Syafi`iyyah berkata bahwa bila dirinya adalah orang yang amanah, maka

disunnahkan untuk menyimpannya untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Karena dengan


menyimpannya berarti ikut menjaganya dari kehilangan. d. Sedangkan Imam Ahmad bin
Hanbal ra. mengatakan bahwa yang utama adalah meninggalkan harta itu dan tidak
.menyimpannya
PERINCIAN HUKUM MEMMUNGUT LUQOTHOH[4]
Hukum asal memungut barang temuan adalah mubah/ halal, akan tetapi pada kenyataannya
manusia tidak sama dalam menyikapi barang temuan, oleh karenanya para ulama memerinci
lebih lanjut menjadi dua hukum;
1 Disyariatkan memungut barang temuan, jika seseorang mempunyai sifat amanah, merasa
mampu mengumumkan barang temuannya, dan berniat untuk mempertemukan barang temuan
itu kepada pemiliknya. Hal ini karena dengan memungutnya akan menjaga harta saudaranya dari
kerusakan dan musnahnya, atau dapat menyelamatkan barang saudaranya dari tangan orang yang
tidak bertanggung jawab dan khiyanat.
2-Menjadi haram memungut barang temuan, jika seseorang mengetahui dirinya tidak memiliki
sifat amanah, khawatir jika dia memungutnya akan berkhiyanat, atau menyembunyikannya, atau
dia tidak akan mampu mengumumkannya, sehingga tidak akan ditemukan oleh pemiliknya,
sehingga hak orang lain tidak ditunaikan[5].
MACAM- MACAM LUQOTHOH
a-Luqothoh berupa sesuatu yang tidak berharga
Apabila barang temuan berupa barang yang tidak berharga, maka boleh bagi siapapun
memungutnya dan boleh baginya memanfaatkannya secara langsung tanpa mengumumkannya
dan tidak harus menyimpankannya untuk pemiliknya.
Sesuatu yang tidak berharga maksudnya sesuatu yang murah yang biasanya manusia tidak
menggubrisnya, seperti sebutir kurma, secarik kain, buah- buahan yang terjatuh, uang yang tidak
berharga, seutas tali, sepotong roti, kue, pena dan semisalnya.[6]
Tidak diketahui perbedaan pendapat para ulama[7] tentang bolehnya memungut barang temuan
yang tidak berharga, hal ini didasari sabda Rosululloh;
: ) ( :

Dari Anas bin Malik berkata, Nabi lewat menjumpai sebutir kurma di jalanan, lalu beliau
bersabda,Seandainya aku tidak khawatir kurma ini adalah kurma zakat, sungguh aku akan
memakannya. (HR.Bukhori 2/7,94, dan Muslim 3/117-118)
Hadits ini menunjukkan bahwa barang temuan yang tidak berharga/murah boleh diambil dan
dimanfaatkan tanpa mengumumkannya, hanyasaja Rosululloh tidak memakannya karena
khawatir kurma tersebut adalah kurma zakat, sedangkan zakat hukumnya haram bagi beliau[8],
akan tetapi karena sifat waronya, beliau menjahui sesuatu yang ada kemungkinan haramnya.[9]
Apa tolak ukur barang tersebut remeh/kurang bernilai??

Tolak ukurnya kembali ke urf/kebiasaan saat itu Karena syariat tidak menjelaskannya maka
berlaku kaidah fiqh,

Adat/kebiasaan dapat dijadikan sandaran hukum

Syaikh Abdullah Al-Jibrin Rahimahullahu mejelaskan salah satu tolak ukurnya,Jika hilang,
maka pemiliknya biasanya tidak berusaha mencarinya dan tidak menaruh perhatian
padanya. [Ibhajul Muminin Syarh Manhajus Salikin jilid II hal. 108-109, cetakan pertama,
Darul Wathan linnasyri]

b-Luqothoh berupa sesuatu yang berharga


Jika luqothoh berupa sesuatu yang berharga, seperti emas, perak, uang, atau barang- barang
berharga lainnya, maka wajib bagi yang memungutnya untuk mengumumkannya selama satu
tahun penuh, jika datang pemiliknya menyebutkan ciri- ciri yang sesuai dengan barang tersebut,
maka barang harus diserahkan, jika tidak dijumpai pemiliknya setelah satu tahun penuh, maka
boleh bagi sang pemungut memanfaatkannya atau menyedekahkannya, atau tetap
menyimpannya, dan dia harus berniat menjamin barang tersebut jika suatu ketika pemiliknya
datang mencari[10], sebagaimana sabda Rosululloh dari Zaid bin Kholid al-Juhani berkata;




Rosululloh ditanya tentang barang temuan berupa emas tau perak, lalu beliau berkata,Kenalilah
wadah/tutupnya, dan pengikatnya, lalu umumkan satu tahun, jika diketahui (pemiliknya) maka
gunakanlahdan hendaknya barang itu bagaikan titipan di sisimu tetapi jika jika datang
pemiliknya mencari barang itu suatu hari dari masa, maka serahkanlah barang itu padanya
(HR.Bukhori 2249, dan Muslim 3249, dan lafadhnya dari Muslim)
c-Luqothoh berupa hewan piaraan dan macam- macamnya
-Apabila berupa kambing dan semisalnya, maka boleh dipungut dan dimanfaatkan secara
langsung menurut pendapat yang kuat[11], hal ini didadari oleh hadits tentang luqothoh berupa
kambing berikut ini;


Nabi pernah ditanya tentang (memungut) barang temuan berupa kambing, lalu beliau
bersabda,ambil-lah, kambing itu untukmu, atau untuk saudaramu, atau untuk
srigala/anjing(HR.Bukhori 4882, dan Muslim 3247)

Syaikh Shalih Al-Fauzan Hafidzahullah dalam kitab Mulahkhos Al-fiqh menukil perkataan Imam
Ibnul Qayyim Rahimahullahu menjelaskan hadist ini, Hadist ini membolehkan mengambil
kambing temuan. Seekor kambing jika pemiliknya belum datang, maka menjadi milik orang
yang menemukannya. Dan ia berhak memilih antara;
1. Memakannya saat itu dan memberikan harganya (siap mengganti dengan harganya jika
pemiliknya datang dengan menyebut ciri-ciri kepunyaannya, peny)
2. Menjualnya dan menjaga hasil penjualannya (untuk diserahkan kepada pemiliknya
nanti jika datang, peny)
3. Memberinya nafkah dari hartanya(memeliharanya dan bisa meminta ganti rugi biaya
pemeliharaan jika pemiliknya mengambilnya, peny)
Para ulama juga sepakat jika pemiliknya datang sebelum orang yang menemukannya
memakannya, maka diperbolehkan mengambilnya. Sekian perkataan Ibnul
Qayyim Rahimahullahu.
-Apabila berupa onta dan semisalnya, maka haram memungutnya secara total, hal ini didasari
oleh sabda Rosululloh dari Yazid diatas beliau berkata;

Kemudian beliau ditanya tentang (memungut) barang temuan berupa onta, maka beliau marah,
menjadi merah mukany, dan beliau bersabda,apa urusanmu dengan onta itu? Dia (onta itu)
mempunyai sepatu, dan kantung air, dia bisa minum air sendiri, dan makan pepohonan sampai
dia ditemukan pemiliknya. (HR.Bukhori 4882, dan Muslim 3247)
-Para ulama mengatakan bahwa onta yang hilang tidak boleh dipungut sebab onta tidak
dikhawatirkan binasaan jika dibiarkan tidak dipungut, lantaran dia bisa hidup walaupun tidak
dipelihara dan dia bisa melindungi dirinya dari binatang buas karena badannya yang besar lagi
kuat.
-Dari alasan hukum diatas, para ulama mengiyaskan semua binatang yang bisa hidup tanpa
dipelihara dan bisa melindungi dirinya dari binatang buas, maka jika binatang tersebut hilang,
haram hukumnya memungutnya, seperti Sapi, kijang, kuda, burung- burung yang halal, dan
sebagainya[12].

Adapun sapi, haram memungutnya, karena dia mampu melindungi dirinya dari binatang buas
atau marabahaya lain dengan sebab kekuatan dan besar badannya seperti onta.
Adapun kijang dan kuda, haram memungutnya, karena dia mampu melindungi dirinya dari
binatang buas atau marabahaya lain dengan sebab kecepatan larinya.
Dan adapun burung yang halal, maka haram memungutnya, karena dia mampu melindungi
dirinya dari binatang buas atau marabahaya lain dengan sebab kecepatan terbangnya.
d-Luqothoh tanah haram/ tanah suci
Luqotoh tanah haram adalah barang- barang temuan yang ada di tanah suci Makkah.hukum
memungutnya adalah haram, danjika dia memungutnya, maka dia harus mengumumkannya
selamanya sampai dijumpai pemiliknya jika dia berada di tanah suci, atau menyerahkannya
kepada pihak yang berwenang dalam urusan barang hilang[13] jika dia hendak meninggalkan
tanah suci, dan tidak ada hak selamanya buat yang memungutnya untuk memanfaatkannya[14],
hal ini didasari sabda Rosululloh;



Dari Ibnu Abbas berkata, dari Rosululloh bersabda,tidak boleh dipungut barang temuannya
(tanah suci) kecuali bagi yang mengumumkannya (HR.Bukhori 8/292).
e-Jika luqothoh berupa anak manusia
-Wajib[15] bagi siapa saja yang mengetahuinya untuk memungutnya, hal itu lantaran tolong
menolong dalam kebajikan adalah wajib, dan menyelamatkan jiwa manusia adalah wajib,
sedangkan menelantarkannya adalah dosa dan pelanggaran, Alloh berfirman;


Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolongmenolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. (QS.Al-Maidah 2)
-Anak manusia yang ditemukan dan tidak diketahui nasabnya, maka dia dianggap muslim jika
ditemukan ditempat yang mayoritas penduduknya adalah kaum muslimin dan dia dianggap
sebagai orang merdeka (bukan budak), lantaran hukum asal manusia diciptakan Alloh dalam
keadaan merdeka[16].
-Adapun nafkah anak tersebut,maka diambil dari harta yang ada pada diri anak tersebut jika ada,
tetapi jika tidak ada, maka nafkahnya ditanggung oleh pemerintah dari baitul mal, dan jika tidak
ada baitul mal, maka wajib bagi kaum muslimin saling bantu- membantu untuk menafkahi anak
tersebut sebagaimana dalam QS. Al-Maidah 2 diatas. Kewajiban nafkah atas pemerintah dari
harta baitul mal didasari oleh sebuah hadits;
: : :
Dari Sunain seorang dari bani Sulaim, beliau menemukan anak hilang di zaman Umar bin
Khotob, dia berkata,Aku bawa (anak itu) kepada Umar, lalu Umar berkata, kenapa engkau

mengambil anak ini? dia menjawab,aku melihatnya tersesat lalu aku memungutnya, lalu
pembantuku berkata,wahai amirul mukminin dia adalah orang baik- baik, lalu Umar berkata
padanya,benarkah demikian? (pembantuku) berkata,benar (wahai amirul mukminin), maka
Umar berkata,bawalah (anak) itu, dia anak yang merdeka (bukan budak), dan walanya
milikmu, sedangkan nafkahnya kewajiban kami. (HR.Malik dalam Muwatonya 2/738/19,
Baihaqi 6/201-202, dan Syafii 1368, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa al-Gholil 6/23)
SUNNAH MENGANGKAT SAKSI ATAS BARANG TEMUANNYA
Bagi orang yang memungut barang temuan maka disyariatkan untuk mengangkat saksi atas
penemuan barang tersebut sebagaimana dalam hadits;


Dari Iyadh bin Himar Rosululloh bersabda,Barangsiapa menemukan luqothoh, maka
hendaklah ia mengangkat saksi seorang atau beberapa orang jujur, kemudian tidak boleh
menyembunyikannya, jika datang pemiliknya, maka (pemiliknya) lebih berhak dengan
barangnya, jika tidak (dijumpai pemiliknya) maka barang itu adalah milik Alloh yang diberikan
kepada orang yang Dia kehendaki. (HR.Abu Dawud 1503, dan dishahihkan oleh al-Albani
dalam Shahih wa Dhoif Sunan Ibnu Majah, dan Misykatul Mashobih 3039)
Mayoritas para ulama mengatakan bahwa hukum mengangkat saksi ketika memungut luqothoh
adalah sunnah, hal itu lantaran dengan adanya saksi, maka barang temuan lebih terpelihara,
lebih jauh dari bercampurnya dengan harta pribadinya, lebih menghindari kemungkinan lupa dari
sang pemungutnya, lebih jauh dari khiyanat, atau seandainya pemungutnya mati, maka ahli
warisnya tetap menunaikan hak milik orang lain.[17]
DILARANG MENYEMBUNYIKAN LUQOTHOH
Haram bagi orang yang memungut luqothoh untuk menyembunyikan luqothohnya, karena hal ini
termasuk khiyanat, sebagaimana sabda Rosululloh diatas;
Barangsiapa menemukan luqothoh, maka hendaklah ia mencari saksi seorang atau beberapa
orang jujur, kemudian tidak boleh menyembunyikannya
TEMPAT MENGUMUMKAN LUQOTHOH
Para ulama mengatakan bahwa tempat mengumumkan luqothoh adalah tempat- tempat yang
sekiranya akan didatangi oleh orang pencari barang hilangnya dan tempat itu menjadi tempat
berkumpulnya manusia, seperti pintu masjid[18], di pasar, atau di tempat- tempat berkumpulnya
manusia yang dekat dengan tempat ditemukannya barang tersebut, karena biasanya orang yang
kehilangan barang akan mencari ketempat tersebut.
Jika hal di atas tidak memungkinkan, maka bisa juga bagi sang pemungut menyerahkan kepada
pihak- pihak yang berwenang untuk mempermudah pencarinya dan lebih aman bagi barangnya,
seperti kantor polisi setempat kantor kelurahan setempat, dan semisalnya, atau jika surat kabar
menjadi suatu wahana yang memudahkan urusan ini maka surat kabar sudah cukup menjadi
tempat mengumumkan barang yang hilang.[19]
MENGUMUMKAN SIFAT/CIRI-CIRI LUQOTHOH
Para ulama sepakat bahwa orang yang memungut luqothoh ketika mengumumkannya hanya
menyebutkan jenis luqothoh secara global, jika menemukan uang maka dia menyebut uang, jika

perhiasan maka dia sebiutkan perhiasan dan seterusnya, tidak boleh menyebutkan semua ciri- ciri
dan jumlah barang tersebut secara mendetail, karena dikhwatirkan adanya orang- orang yang
tamak akan mengklaim/ mengaku- ngaku barang itu adalah miliknya padahal bukan.[20]
Wallohu Alam.

[1] . HR.Baihaqi dalam As-Sunan al-Kubro 6/200, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa
al-Gholil 6/180.
[2] . Diringkas definisi luqothoh ini dari Minhajul Muslim karya Abu Bakar Jabir alJazairi,hlm.410, al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wa Kitabil Aziz hlm. 370, Fiqih Sunnah, As-Sayyid
Sabiqhlm.279, Manarus Sabil fi Syarh ad-Dalil, Tahqiq Abu Qutaibah Nadhor Muhammad alFiryabi 2/580, Al-Mulakhos al-Fiqh, Dr Shalih al-Fauzan 2/150, ..
[3] . Jika ditemukan suatu barang atau hewan yang tidak ditangan pemiliknya tetapi kita ketahui
sesuatu itu ada yang memilikinya (seperti kambing atau binatang lain yang sengaja dilepas oleh
tuannya untuk menggembala sendiri), maka sesuatu itu bukan termasuk luqothoh dan haram
memungutnya.
[4] . Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram, karya Syaikh Abdullah al-Bassam
4/281,Manarus Sabil fi Syarh ad-Dalil, Tahqiq Abu Qutaibah Nadhor Muhammad al-Firyabi
2/584.
[5] . Lihat as-Syarh al-Mumthi ala Zadil Mustaqni karya Syaikh Muhammad bin Shalih alUtsaimin 9/526-527.
[6] . Lihat Minhajul Muslim hlm. 410, Manarus Sabil fi Syarh ad-Dalil, Tahqiq Abu Qutaibah
Nadhor Muhammad al-Firyabi 2/580, Al-Mulakhos al-Fiqh, Dr Shalih al-Fauzan 2/150.
[7] . Lihat Manarus Sabil fi Syarh ad-Dalil, Tahqiq Abu Qutaibah Nadhor Muhammad al-Firyabi
2/580.
[8] . Sebagaimana dalam sabdanya,Sesungguhnya zakat tidak halal bagi keluarga Muhammad,
(zakat) itu hanyalah (harta) kotoran manusia. (HR.Muslim 1784)
[9] . Lihat Taudhihul Ahkam 4/284.
[10] . Lihat as-Syarh al-Mumthi ala Zadil Mustaqni karya Syaikh Muhammad bin Shalih alUtsaimin 9/531.
[11] . Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengumumkannya, madzhab Malik
berpendapat tidak perlu diumumkan, sedangkan pendapat lain mewajibkannya, demikian pula
mereka berbeda pendapat tentang kewajiban mengganti atau tidak, jika tiba- tiba datang
pemiliknya, pendapat yang lebih hati- hati adalah tetap diumumkan dan diganti jika pemiliknya
datang dan binatang tersebut sudah dimanfaatkan (Lihat Fiqih Sunnah, As-Sayyid Sabiq 2/281)
[12] . Lihat penjelasan lebih lengkap dalam Taudhihul Ahkam 4/284-287.
[13] . Seperti yang ada di luar masjidil haram (dekat Bab al-Umroh) terdapat maktab/ kantor
urusan barang hilang biasa disebut (maktab al-Mafqudat), maka jika seorang menemukan barang

temuan disana dan tidak memungkinkan baginya mengumumkannya selamanya maka hendaknya
diserahkan kepada maktab tersebut.
[14] . Lihat as-Syarh al-Mumthi ala Zadil Mustaqni karya Syaikh Muhammad bin Shalih alUtsaimin 9/526-527.
[15] . Maksudnya adalah wajib kifayah atau fardhu kifayah, jika sudah ada yang memungutnya
maka yang lain gugur kewajibannya (Lihat al-Wajiz fi Fiqhis Sunnah wa Kitabil Aziz hlm.372)
[16] . Manarus Sabil fi Syarh ad-Dalil 2/588.
[17] . Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram 4/290.
[18] . Adapun mengumumkan barang hilang di dalam masjid, maka dilarang dalam islam,
sebagaimana sabda Rosululloh, Jika engkau mendengar orang mencari barang hilang di masjid,
maka katakan kepadanya,Mudah- mudahan Alloh tidak mengembalikannya padamu, karena
masjid itu biukan dibangun itu itu.(HR.Muslim 880)
[19] . Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram 4/285.
[20] . Lihat Taudhihul Ahkam min Bulughil Maram 4/287, dan as-Syarh al-Mumthi ala Zadil
Mustaqni karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 9/527, dan as-Syarh al-Mumthi ala
Zadil Mustaqni karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin 9/527.

Zakat Harta Karun dan Barang Tambang


Mei 25, 2012Muhammad Abduh Tuasikal, MScZakat5 Komentar

Saat ini kita akan kembali melanjutkan pembahasan zakat. Tema zakat kali ini adalah zakat
rikaz (harta karun) dan zakat madan (pada barang tambang). Berapa besaran zakatnya, besar
nishob dan berlakukah haul dalam zakat ini, nanti akan diulas secara sederhana dalam tulisan
kali ini. Juga akan disinggung mengenai zakat pada hasil undian. Karena sebagian orang
mewajibkannya dan menganalogikan dengan zakat harta karun.
Rikaz secara bahasa berarti sesuatu yang terpendam di dalam bumi berupa barang tambang atau
harta.
Secara syari, rikaz berarti harta zaman jahiliyah berasal dari non muslim yang terpendam yang
diambil dengan tidak disengaja tanpa bersusah diri untuk menggali, baik yang terpendam berupa
emas, perak atau harta lainnya.
Sedangkan madan berarti menetap atau diam.
Sedangkan secara syari yang dimaksud madan adalah segala sesuatu yang berasal dari dalam
bumi dan mempunyai nilai berharga. Madan atau barang tambang di sini bisa jadi berupa

padatan seperti emas, perak, besi, tembaga, timbal atau berupa zat cair seperti minyak bumi dan
aspal.[1]
Demikian jumhur (mayoritas) ulama membedakan antara rikaz dan madan, berbeda dengan
ulama Hanafiyah. Sebagaimana dalam hadits dibedakan antara rikaz dan madan,

Barang tambang (madan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati
sebesar 1/5 (20%).[2]
Dalil wajibnya zakat rikaz dan madan
Firman Allah Taala,


Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu (QS. Al
Baqarah: 267).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

Barang tambang (madan) adalah harta yang terbuang-buang dan harta karun (rikaz) dizakati
sebesar 1/5 (20%).[3]
Membedakan harta yang ditemukan di dalam bumi[4]
Harta yang ditemukan dalam bumi dapat dibagi menjadi menjadi tiga:
1. Harta yang memiliki tanda-tanda kaum kafir (non muslim) dan harta tersebut terbukti berasal
masa jahiliyah (sebelum Islam) disebut rikaz.
2. Harta yang tidak memiliki tanda-tanda yang kembali ke masa jahiliyah, maka dapat dibagi
dua:
a. Jika ditemukan di tanah bertuan atau jalan bertuan disebut luqothoh (barang temuan).
b. Jika ditemukan di tanah tidak bertuan atau jalan tidak bertuan disebut kanzun (harta
terpendam).
3. Harta yang berasal dari dalam bumi disebut madan (barang tambang).

Macam-macam harta di atas memiliki hukum masing-masing.


Apa yang dilakukan terhadap barang temuan yang terpendam?[5]
Harta terpendam tidak terlepas dari lima keadaan, yaitu:
1. Ditemukan di tanah tak bertuan
Seperti ini menjadi milik orang yang menemukan. Nantinya ia akan mengeluarkan zakat sebesar
20% dan sisa 80% jadi miliknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam mengatakan mengenai
seseorang yang menemukan harta terpendam,


Jika engkau menemukan harta terpendam tadi di negeri berpenduduk atau di jalan bertuan,
maka umumkanlah (layaknya luqothoh atau barang temuan, pen). Sedankan jika engkau
menemukannya di tanah yang menunjukkan harta tersebut berasal dari masa jahiliyah (sebelum
Islam) atau ditemukan di tempat yang tidak ditinggali manusia (tanah tak bertuan) atau di jalan
tak bertuan, maka ada kewajiban zakat rikaz sebesar 20%.[6]
2. Ditemukan di jalan atau negeri yang berpenduduk
Seperti ini diperintahkan untuk mengumumkannya sebagaimana barang temuan (luqothoh).
Jika datang pemiliknya, maka itu jadi miliknya. Jika tidak, maka menjadi milik orang yang
menemukan sebagaimana disebutkan dalam hadits sebelumnya.
3. Ditemukan di tanah milik orang lain
Ada tiga pendapat dalam masalah ini:
a. Tetap jadi milik si pemilik tanah. Demikian pendapat Abu Hanifah, Muhammad bin Al Hasan,
qiyas dari perkataan Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad.
b. Menjadi milik orang yang menemukan. Inilah pendapat yang lain dari Imam Ahmad dan Abu
Yusuf. Mereka berkata bahwa yang namanya harta terpendam bukanlah jadi milik si empunya
tanah, namun menjadi milik siapa saja yang menemukan.
c. Dibedakan, yaitu jika pemilik tanah mengenai harta tersebut, maka itu jadi miliknya. Jika si
pemilik tanah di mengenalnya, harta tersebut menjadi milik si pemilik tanah pertama kali.
Demikian dalam madzhab Syafii.
4. Ditemukan di tanah yang telah berpindah kepemilikan dengan jalan jual beli atau
semacamnya

Ada dua pendapat dalam masalah ini:


a. Harta seperti ini menjadi milik yang menemukan di tanah miliknya saat ini. Demikian
pendapat Malik, Abu Hanifah dan pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad selama pemilik
pertama tanah tersebut tidak mengklaimnya.
b. Harta tersebut menjadi milik pemilik tanah sebelumnya jika ia mengenal harta tersebut. Jika
tidak dikenal, maka menjadi pemilik tanah sebelumnya lagi, dan begitu seterusnya. Jika tidak di
antara pemilik tanah sebelumnya yang mengenalnya, maka perlakuannya seperti luqothoh
(barang temuan).
5. Jika ditemukan di negeri kafir harbi (orang kafir yang boleh diperangi)
Jika ditemukan dengan cara orang kafir dikalahkan (dalam perang), maka status harta yang
terpendam tadi menjadi ghonimah (harta rampasan perang).
Jika harta tersebut mampu dikuasai dengan sendirinya tanpa pertolongan seorang pun, maka ada
dua pendapat:
a. Harta tersebut menjadi milik orang yang menemukan. Demikian pendapat dalam madzhab
Ahmad, mereka qiyaskan dengan harta yang ditemukan di tanah tak bertuan.
b. Jika harta tersebut dikenal oleh orang yang memiliki tanah tersebut yaitu orang kafir harbi dan
ia ngotot mempertahankannya, maka status harta tersebut adalah ghonimah. Jika tidak dikenal
dan tidak ngotot dipertahankan, maka statusnya seperti rikaz (harta karun). Demikian pendapat
Malik, Abu Hanifah dan Syafii, masing-masing mereka memiliki rincian dalam masalah ini.
Nishob dan haul dalam zakat rikaz
Tidak dipersyaratkan nishob dan haul dalam zakat rikaz. Sudah ada kewajiban zakat ketika harta
tersebut ditemukan. Besar zakatnya adalah 20% atau 1/5. Demikian makna tekstual dari sabda
Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

Zakat rikaz sebesar 20%.[7] Inilah pendapat jumhur (mayoritas ulama).[8]
Di mana disalurkan zakat rikaz?
Para ulama berselisih pendapat dalam hal ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa rikaz
disalurkan pada orang yang berhak menerima zakat. Demikian pendapat Imam Syafii dan Imam
Ahmad. Dan Imam Ahmad berkata, Jika hanya diberikan rikaz tersebut kepada orang miskin,
maka sah.

Pendapat kedua menyatakan bahwa rikaz disalurkan untuk orang yang berhak menerima fai
(harta milik kaum muslimin yang diperoleh dari orang kafir tanpa melakukan peperangan).
Kedua pendapat ini berasal dari dalil yang lemah. Oleh karena itu yang tepat dalam masalah ini
adalah dikembalikan kepada keputusan penguasa. Demikian pendapat Abu Ubaid dalam Al
Amwal.[9]
Zakat Barang Tambang
Apakah barang tambang termasuk dalam zakat rikaz? Masalah ini terdapat dua pendapat:
Pertama: Barang tambang yang terkena kewajiban adalah seluruh barang tambang baik emas,
perak, tembaga, besi, timbal, minyak bumi. Barang tambang ini termasuk rikaz yang terkena
kewajiban untuk dikeluarkan sebagian darinya dan masih diperselisihkan berapa persen yang
dikeluarkan. Intinya, ada kewajiban untuk dikeluarkan dari barang tambang berdasarkan


Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu (QS. Al
Baqarah: 267). Demikian pendapat jumhur ulama yang mewajibkan zakat pada seluruh barang
tambang.
Kedua: Barang tambang yang terkena kewajiban hanyalah emas dan perak. Demikian salah satu
pendapat Imam Malik dan Imam Syafii dalam pendapatnya yang kedua. Alasan ulama
Syafiiyah sebagaimana dikemukakan oleh An Nawawi, Dalil kami adalah karena tidak adanya
dalil yang menunjukkan wajibnya. Sedangkan untuk barang tambang emas dan perak ada
kewajiban zakat sebagaimana ada ijma (kata sepakat ulama) dalam hal ini. Oleh karena itu tidak
ada kewajiban zakat pada barang tambang lainnya.[10]
Pendapat terakhir ini lebih dicenderungi. Jika pendapat ini yang dipilih, maka barang tambang
baru dikenai zakat setelah mencapai nishob emas dan perak.
Waktu dan Kadar wajib zakat barang tambang
Jumhur ulama berpendapat bahwa kewajiban zakat barang tambang adalah 1/40 atau 2,5%. Hal
ini diqiyaskan dengan emas dan perak. Untuk emas, sebesar 20 dinar atau 85 gram emas murni.
Untuk perak, sebesar 20 dirham atau 595 gram perak murni. Dan zakat tersebut dikeluarkan
ketika ditemukan (saat itu juga) dan tidak ada hitungan haul.[11]
Adakah zakat hasil undian?
Sebagian orang menetapkan bahwa zakat undian atau rezeki nomplok sama dengan zakat rikaz
yaitu dikeluarkan 20%. Ini jelas keliru karena mewajibkan sesuatu yang tidak wajib.

Zakat rikaz sebagaimana diterangkan di atas adalah bagi harta zaman jahiliyah (non muslim)
yang terpendam dan ditemukan. Hasil undian tentu tidak demikian. Adapun harta temuan yang
itu menjadi milik masyarakat muslim atau sejarahnya kembali ke zaman Islam, maka tidak
disebut rikaz, akan tetapi masuk luqothoh (barang temuan). Dan dalam kitab-kitab fiqih di setiap
mazhab telah dibedakan antara rikaz dari luqothoh. Status luqothoh adalah tetap milik pemilik
yang sebenarnya dan asalnya bukan milik penemunya. Barang temuan semacam ini diumumkan
selama satu tahun. Jika ada pemiliknya maka diserahkan, sedangkan jika tidak maka boleh
diambil oleh orang yang memungutnya.
Semoga bermanfaat, semoga Allah senantiasa memberikan kita keistiqomahan dalam menuntut
ilmu, beramal sholih dan berdakwah.

Anda mungkin juga menyukai