Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ZAKAT PERTAMBANGAN DAN HARTA KARUN DAN ZAKAT


PERNIAGAAN

Disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Hukum Zakat dan Waqaf

Dosen Pengampu : Ricky Fatkhurrahman, MHI

Disusun Oleh : Afif Al Mu’tashim

STAI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

Alamat : Jl. Ki Ageng Giring, Bansari, Kepek, Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta


55813
A. Pengertian Zakat

Kewajiban zakat dalam Islam memiliki makna yang sangat fundamental,


selain berkaitan dengan aspek ketuhanan, zakat jugaberkaitan dengan aspek ekonomi
dan sosial. Dari aspek keadilan sosial, zakat merupakan sarana untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat.1
Zakat menurut bahasa ialah berkembang, bertambah. Orang Arab mengatakan
zaka az-zar’u ketika az-zar’u (tanaman) itu berkembang dan bertambah. Zakat an-
nafaqatu ketika nafaqatah (biaya hidup) itu diberkahi. Terkadang zakat diucapkan
untuk arti suci.2 Allah SWT berfirman,

‫ََ فۡ َ َ فََۡ ََ ََن ت َزَ ّك‬

Artinya : Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan diri(dengan beriman).


(al-A‟laa : 14)3

Menurut Yusuf Qardhawi secara bahasa zakat merupakan kata dasar (masdar)
dari zaka yang bermakna tumbuh, berkah, bersih, dan baik. Sesuatu itu zaka berarti
tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka berarti orang itu baik.4 Zakat
dinamakan berkah karena dengan membayar zakat hartanya akan bertambah atau
tidak berkurang sehingga akan menjadikan hartanya tumbuh sebagaimana tunas-
tunas pada tumbuhan karena karunia dan keberkahan yang diberikan oleh Allah SWT
kepada seorang muzaki. Dinamakan bersih karena dengan membayar zakat harta dan
dirinya menjadi bersih dari kotoran dan dosa yang menyertainya yang disebabkan
oleh harta yang dimilikinya tersebut, adanya hak-hak orang lain yang menempel
padanya. Maka apabila tidak dikeluarkan zakatnya, dan harta tersebut mengandung
hak-hak orang lain yang apabila kita mengunakannya atau memakannya berarti kita
telah memakan harta haram, karena di dalamnya terkandung hak milik orang lain.5

1
Nuruddin Muhammad Ali, Zakat sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta:Raja Grafindo
Persada, 2006, hlm. 1-2.
2
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,Jakarta: Gema
Insani: Cet. 1, 2011, h. 164.
3
Muhammad Yunus, Tafsir Quran Karim, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, , Cet. 7,2004, h. 898.
4
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, Terj. Salman Harun, dkk; Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,Cet. 5,
1999 , h. 34.
5
Kurnia, H. Hikmat, H. A. Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Jakarta: Qultum Media,2008, h. 2.
Dalam kamus al-Munawir, zakat berarti “pilihan”.6 Sedangkan pengertian zakat
menurut istilah adalah standar harta yang wajib dikeluarkan untuk orang yang berhak
menerimanya bila mencapai nishab tertentu dengan syarat-syarat tertentu.7
Menurut al-Zarqani dalam sejarah al-Muwatha’ berdasarkanyang ditulis oleh
Teuku Muhammad Hasby Ash-Shiddieqy menerangkan bahwa zakat itu mempunyai
rukun dan syarat. Rukunnyaadalah ikhlas dan syaratnya sebab cukup setahun dimiliki.
Zakat diterapkan kepada orangorang tertentu dan dia megandung sanksi hukum,
terlepas terlepas dari kewajiban dunia dan mempunyai pahala di akhirat dan
menghasilkan suci dari kotoran dosa.8

Relevansi antara pengertian zakat secara bahasa dan pengertian secara syara‟ adalah
walaupun secara lahir zakat itu mengurangi, yakni mengurangi kuantitas harta tetapi
konsekuensinya justru menambah harta, yakni menambah berkah sekaligus
kuantitasnya, karena sesungguhnya Allah Swt akan membukakan bagi seseorang
pintu-pintu rizki yang sedikitpun tidak pernah terbesit dalam pikirannya, apabila dia
mau melaksanakan hal yang diwajibkan Allah Swt atas hartanya.9
B. Zakat Barang Tambang

Barang tambang berasal dari kata ‫ المعد ن‬jamaknya ‫ معا د ن‬yang dapat diartikan
sebagai logam, barang tambang,10 Ibnu Athir menyebutkan dalam an-Nihaya bahwa
al-Ma’aadin berarti tempat dari mana kekayaan bumu seperti emas, perak, tembaga
dan lain-lainnya keluar. Bentuk tunggalnya adalah ma’din. Sedangkan kanz adalah
tempat tertimbunnya harta benda karena perbuatan manusia. Dan rikaz mencakup
keduanya yaitu ma’din dan kanz, karena kata ini berasal dari kata rakz yang berarti
„simpanan‟, tetapi yang dimaksud adalah maruz „yang disimpan‟.11
Ibnu Qudamah menyebutkan dalam al-Mughni suatu definisi yang sangat
tepat tentang ma’din, yaitu „sesuatu pemberian bumi yang terbentuk dari benda lain
tetapi berharga‟.12 Beliau mengemukakan contoh dari ma‟din yaitu emas, perak,
timah, besi, intan, batu permata, akik, dan batu bara. Demikian juga barang tambang

6
Al-Munawir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia Terlengkap, Edisi II, Cet. 25,Surabaya : Pustaka
Progressif, 2002, h. 557.
7
Syaikh Kamil Muhammad, Al-Jami’ Fii Fiqhi an-Nisa’, Terj. Abdul Ghoffar, Jakarta:Pustaka Al-
Kautsar, 1998, h. 263.
8
Teuku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT PustakaRizki Putra, 1999
9
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath- Thayyar, Fikih Ibadah, Solo: Media Zikir,2010, h. 296.
10
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, Yogyakarta : Pondok Pesantren Al-Munawir
Krapyak Yogyakarta, 1984, h. 973.
11
Qardhawi, Hukum…, h. 408.
12
Ibid.
cair seperti ter, minyak bumi, belerang, dan lain-lain sejenisnya.13 Para ulama
mendifinisikan pengertian barang tambang secara istilah sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafiyah
Barang tambang, rikaz dan harta terpendam mempunyaipengertian yang sama.
Yakni, semua harta yang tertimbun di bawah bumi. Hanya saja barang tambang
adalah barang yang diciptakan Allah SWT di dalam bumi pada waktu menciptakan
bumi. Sedangkan barang peninggalan kuno atau harta karun adalah harta yang
tertimbun karena pekerjaan orang-orang kafir.14
Setiap barang tambang yang diolah dengan menggunakan api atau dengan
kata lain yang diketok atau ditempa, harus dikeluarkan zakatnya. Akan tetapi barang
tambang cair atau padat yang tidak diolah dengan menggunakan api tidak
diwajibkan mengeluarkan zakatnya. Pendapat mereka ini didasarkan atas qias kepada
emas dan perak yang wajib mengeluarkan zakatnya ditetapkan dengan dalil nash dan
ijmak (kesepakatan) para ulama. Barang tambang yang menyerupai emas dan perak
dalam hal ini sama-sama diolah dengan api, disamakan hukumnya dengan emas dan
perak tersebut.15
2. Madzhab Hanbillah
Barang tambang adalah barang yang diambil dari tanah yang diciptakan oleh
Allah SWT, sedangkan barang itu bukan termasuk jenis tanah, maka barang itu
bukanlah barang yang ditimbun, baik barng itu beku/padat atau cair.
Kepemilikannya, barang-barang tambang yang beku atau padat seperti emas,
perak, tembaga, dimiliki dengan kepemilikan tanah yang mana barng itu ada di
dalamnya, sebab itu adalah bagian dari tanah. Barang-barang itu seperti tanah dan
batu-batuan yang menetap. Berbeda dengan barang yang terpendam oleh perbutan
manusia atau harta karun, itu bukanlah termasuk bagian dari tanah. Berdasarkan hal
ini, maka apa yang ditemukan oleh seseorang ditanah yang dimiliki atau ditanah mati,
mak ia lebih berhak.

Ciri barang tamabang yang wajib zakat di dalamnya, yaitu semua yang keluar dari
bumi yangdiciptakan di dalamnya. Jika seseorang mengekplorasi barang-barang
tambang yang berupa emas sebanyak 20 mitsqal, perak 200 dirham atau senilai itu
berupa besi, timah, tembaga, merkuri, rubi, aquamarine, Kristal, akik, alkohol,

13
Ibid. h. 409.
14
Zuhaili, Fiqih…, h. 211.
15
Qardhawi, Hukum…, h. 415.
aresenik. Demikian juga barang-barang tambang yang cair berupa aspal, minyak
bumi, maka di dalamnya ada kewajiban zakat secara langsung. Artinya semenjak
dikeluarkan.
Dalil mereka adalah keumuman firman Allah SWT,
‫َّۡ قَ ت‬
ۗ ِ ‫لَْ قِول ََُ ريْ تِى لَ ك‬ ‫َُ رْ ََ يُ ل‬
ّ ‫لي ت‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dariapa yang Kami keluarkan dari bumi
untukmu…(QS. al- Baqarah: 276)16
Apa yang dikeluarkan dari bumi adalah barang tambang. Maka zakatnya
berkaitan dengan apa yang keluar dari bumi seperti emas dan perak. Adapun tanah,
maka tidak termasuk barang tambang. Sebab, itu hanya debu. Barang tambang adalah
barang yang ada di luar jenis bumi tersebut.17
3. Madzhab Syafi‟iyah
Barang tambang adalah harta yang dikeluarkan dari suatu tempat yang
diciptakan Allah SWT dan hanya khusus berkaitan dengan emas dan perak.18
Sedangkan yang lain tidak diwajibkan mengeluarkan zakatnya, seperti besi, tembaga,
timah, Kristal, batu bara dan berbagai macam batu permata seperti, yaqut, akik,
fairuz, zambrud, zubarjad dan lain-lain.19
4. Madzhab Malikiyah
Barang tambang adalah barang yang diciptakan Allah SWT, dibumi yang
berupa emas, perak, atau lainnya sepeti tembaga, timah, belerang dan perlu
dikeluarka untuk diolah dan dibersihkan.20
Terdapat tiga jenis kepemilikan barang tambang yaitu :
A. Barang tambang yang didapatkan dari tanah yang tidak dimiliki oleh
seseorang. Harta itu dimiliki oleh pemerintah, harta tersebut dibagikan
kepada kaum muslimin atau disimpan di baitul mal untuk kemaslahatan
umat dan bukan untuk kepentingan pemerintah.

B. Barang tambang yang didapatkan dari tanah yang dimiliki olehseseorang.


Harta ini dapat dimiliki pemerintah dan juga pemilik tanah.

16
Yunus, Tafsir …, h. 62.
17
Zuhaili, Fiqih…, h. 216-217.
18
An-Nawawi, Al-Majmu Syarh Muhazzab, Jeddah: Irsyad, t.th, Juz 5, h. 73.
19
Qardhawi, Hukum…, h. 415.
20
Zuhaili, Fiqih…, h. 213.
C. Barang tambang yang didapatkan dari tanah yang dimiliki bukan oleh
seseorang, misalnya tanah penaklukan, maka kepemilikannya oleh
pemerintah.21
Secara umum dalam Ensiklopedi Hukum Islam, barang tambang dapat
diartikan sebagai sesuatu yang diciptakan Allah SWT dalam perut bumi yang bernilai
tinggi.22Atau benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai
ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, besi, marmer, giok, akik, yaqut,
minyak bumi, batu-bara, dll.

Para ulama telah sepakat tentang wajibnya zakat barang tambang dan barang
temuan, tetapi mereka berbeda pendapat mengenai makna barang tambang (ma’din)
barang temuan (rikaz), atauharta simpanan (kanz).23 Dalam membedakan arti ma’din,
kanz dan rikaz ulama banyak berbeda pendapat, untuk memperjelas perbedaan
ketiganya disini akan sedikit diuraikan tentang kanz dan rikaz. Kanz adalah tempat
tertimbunnya harta benda karena perbuatan manusia.24
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan
harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidakada yang mengaku
sebagai pemiliknya. Secara istilah diartikan sebagai harta yang tersimpan diperut
bumi, baik atas ciptaan Allah SWT maupun atas perbuatan manusia.25
Rikaz menurut Hanbali ialah harta terpendam pada zaman jahiliyah, yakni
harta orang kafir. Yang diambil pada zaman Islam, baik dalam jumlah sedikit
maupun banyak. Adapun zakat yang wajib dikeluarkannya sebesar 20%.26
Menurut Imam Malik berpendapat bahwa rikaz itu adalah harta pendaman
jahiliyah, baik berupa emas, perak, maupun yang lainnya. Mengenai kepemilikan
rikaz ini, menurut mazhab maliki terdapat emapat kategori. Pertama, rikaz ditemuka
di tanah yang yang tidak dimilik dan merupakan pendaman jahiliyah. Kedua rikaz
ditemukan ditanah yang ada pemiliknya. Harta temuan ini dimiliki oleh pemilik
pertama (asli), jika tanah itu sudah pindah ke berbagi tangan, melalui hibah,
kewarisan, maupun jual beli. Ketiga, rikaz ditemukan di tanah yang didapatkan
melalui penaklukan, maka rikaz ini dimiliki oleh penemunya. Keempat, rikaz yang

21
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Moderen, Jakarta : Gesma InsaniPress, 2002, h. 50.
22
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999,h. 1995.
23
Hafidhuddin, Zakat…, h. 48.
24
Qardhawi, Hukum…, h. 408.
25
Dahlan, Ensiklopedi…, h. 1995.
26
Zuhaili, Fiqih…, h. 219.
ditemukan di tanah yang di dapatkan melaui perjanjian. Harta ini juga dimiliki oleh
penemunya.27 Selama tidak ada modal yang dikeluarkan, tidak ada kerja berat dan
kesulitan yang muncul dalam menemukannya, maka wajib keluarkan zakatnya
sebesar 20%.28
Sedangkan menurut beberapa pendapat perbedaan antara rikaz dan barang
tambang ialah bahwa rikaz itu waktu ditemukannya dalam keadaan jadi dan tidak
memerlukan tenaga untuk mengolahnya, sedangkan barang tambang dikeluarkan
dari perut bumi dalam bentuk belum jadi, jadi perlupengolahan yang maksimal.59
C. Dasar Hukum Zakat Barang Tambang

Dari pengertian di atas, barang tambang merupakan sesuatu yang Allah


diciptakan Allah untuk makhluk-Nya sebagai rizki yang terdapat tidak hanya di atas
permukaan tanah, tetapi juga yang terdapat di dalam tanah seperti emas, perak,
tembaga, timah intan, akik, batu bara, besi, dan minyak bumi. Dari semua itu dapat
dilihat bahwa hukum mengeluarkan pada barang tambang itu merupakan sebuah
kewajiban, apabila telah memenuhi syarat-syarat yang ada. Adapun dasar hukum
zakat barang tambang dalam al-Qur‟an tidak ada yang menerangkan secara jelas.
Namun, dalam berbagai macam refrensi yang banyak ditulis bahwa dasar hukum
mengenai zakat barang tambang adalah firman Allah SWT,
َ ِْ‫ِ ََ ََ تََْ كْ يْول رلَ ََ ت‬
ْ‫رَ تَ رُْي ت ي رْ تُِي روََ ََََ رُْ ي ر‬ ‫ْ رُِ ي رْ ََ تَ كْا ا ل َ رْ َْْر َْا ََ يُ رْ ت َّنَ رلََ رْ ت‬
َ ََ ‫ِ ََا‬ َ ‫قُااَُي ََا لَك تُِرنَ قل ََْي راول ل َ رْ تُِي رول تَ رن‬
‫َ تّْ قِ ت‬
‫ّ ََ تْ رْۡد‬ ‫لَ َغْت ي‬ َ
‫تَ ل َ رَ ت ي رْ تُْ ريول ۡت رْ تُ ََل رَْ يْ راول ل َ كَ ل‬ ‫ِت قا تْ تِ رُ تُ ل ك ا‬
29

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan
daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji. (QS. al-Baqarah: 267)30
Ayat tersebut memiliki makna perintah „nafakahkanlah‟ menurut para ulama
perintah ini ditunjukkan untuk seluruh umat Nabi Muhammad SAW, sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untuk kamu‟ tidak disangsikan lagi bahwabarang tambang itu merupakan harta yang

27
Hafidhuddin, Zakat…, h. 51.
28
Imam Malik Ibn Anas, Al-Muawatta, Terj. Dwi Surya Atmaja, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,
Cet. 1, 1999, h. 122.
29
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta : Prenada Media, 2003, h. 46.
30
Yunus, Tafsir …, h. 62.
dikeluarkan Allah SWT, dari dalam bumi.31
D. Syarat Zakat Barang Tambang
Dalam setiap kewajiban yang dibebankan kepada umatnya, ajaran Islam
selalu menetapkan standar umum, begitupun dalam penetapan barang tambang
menjadi sumber atau obyek zakat terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi.
Apabila hal tersebut tidak memenuhi salah satu ketentuan, maka harta tersebut belum
menjadi sumber atau objek yangwajib dizakati.
Adapun persyaratan barang tambang menjadi sumber atau objek zakat adalah sebagai
berikut :
1. Barang tambang tersebut didapatkan dengan cara yang baik dan halal
Artinya barang yang haram, baik substansi bendanya maupun
cara mendapatkannya jelas tidak dapat dikenakan kewajiban zakat.32 Sesuai firman
Allah,
َ ‫لِ ت َّ رْ يُ رْ ََ ََ ت َ رُُيَي راول ل َ رِْي‬
‫ْ يُ رْ ل كتَ ل‬
ََ‫لَ ََا‬ َ ََ ‫تَ ل َ رَ ت َ يُ روََ تت‬
‫اًْ ة َْ رن ت ََْ ض‬ ‫قُااَُي ََا لَك تُِرنَ قل ََْي رول ََ ت َْ ر يََي راول ل َ رَ َولََ يُ رْ َِ رَْْ يُ رْ ِت راََِ ت‬
‫اَ تِ ل ك ا‬
‫تِ يُ رْ َْ تَ رْ ةْا‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS. an-Nisa: 29)

Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut


syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-
cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram,
maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan
dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
Dengan demikian zakat tidak diterima dari barang yang ghulul yaitu barang yang
didapatkan dengan cara menipu, kecuali dari hasil usaha yang halal dan bersih.
1. Milik Penuh
Mengenai kepemilikan yang sempurna ini ulama berbeda pendapat. Imam
mazhab Hambali mengatakan bahwa yang dinamakan harta milik penuh yaitu harta
yang tidak ada campur tangan orang lain. Menurut Malikiyah yang dimaksud dengan
milik yang sempurna adalah kepemilikan asli dan kemampuan untuk mengelolanya.
Menurut ulama Syafi‟iyah yang dimaksud dengan harta milik yang sempurna ialah
terpenuhinya kepemilikan asli yang sempurna. Maksudnya, tidak ada kewajiban

31
Qardhawi, Hukum…, h. 414.
32
Hafidhuddin, Zakat…, h. 20.
zakat atas tuan pada harta budak mukatab. Dari beberapa penjelasan para ulama
tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang disebut dengan harta milik
penuh (al- milk at-tâmm) adalah harta yang dimiliki seseorang secara tetap dan pasti
serta terdapat hak untuk mengeluarkannya.33

2. Harta Berkembang

Berkembang menurut bahasa adalah bahwa sifat kekayaan itu memberikan


keuntungan, bunga, pendapatan atau pemasukan.34 Syarat ini mendorong setiap
muslim untuk memproduktifkan barang yang dimilikinya, sehingga barang yang
diproduktifkan akan selalu berkembang dari waktu ke waktu, harta produktif adalah
harta yang berkembang baik secara konkrit atau tidak. Secara konkrit denganmelalui
pengembangan usaha, perdagangan, saham dll. Melalui tangan sendiri atau orang lain.
Sedangkan tidak konkrit yaitu harta tersebut berpotensi untuk berkembang. Barang
yang tidak berkembang atau tidak berpotensi untuk berkembang, maka tidak
dikenakan kewajiban zakat. Dan untuk barang tambang ini jelas bahwa ia mengalami
pertumbuhan.35
Artinya, harta itu sengaja dikembangkan atau memiliki potensi untuk
berkembang dalam rangka mendapat keuntungan.36 Seperti melalui kegiatan usaha,
perdagangan, melalui pembelian saham, atau ditabungkan, baik dilakukan sendiri
maupun bersama orang atau pihak lain. harta yang tidak berkembang atau tidak
berpotensi untuk berkembang, maka tidak dikenakan zakat.37
1. Cukup satu nishab
Artinya jumlah minimal yang menyebabkan barang tersebut terkena
kewajiban zakat. Nishab ini merupakan suatu kemaslahatankarena indikator seorang
muzaki dapat dilihat dari nishab.38 Pada umumnya zakat dikenakan atas harta jika
telah mencapai suatu ukuran tertentu yang disebut dengan nishab. Nishab zakat yaitu
batas minimal suatu harta yang wajib dizakati. Nishab juga merupakan batas apakah
seseorang tergolong kaya atau miskin, artinya harta yang kurang dari batas minimal
tersebut tidak dikenakan zakat, karena pemiliknya tidak tergolong orang kaya.39

33
Zuhaili, Fiqih…, h. 174-177.
34
Qardhawi, Hukum…, h. 138.
35
Ibid.
36
M. Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: UI Press, 1988, h. 41.
37
Hafidhuddin, Zakat…, h. 22.
38
Ibid.
39
Syauqi Ismail, Penerapan Zakat Dalam Dunia Moderen, Jakarta : Pustaka Dian AntarKota, 1987, h.
2. Tidak di Tentukan Haul
Ulama tabi'in dan fuqoha sepakat tentang ketentuan haul pada beberapa harta
yang wajib dizakati seperti emas, perak, perdagangan, hewan dan lain-lain. Dan haul
tidak berlaku pada zakat pertanian, rikaz, dan barang tambang. Zakat barang
tambang tidak terkait dengan ketentuan haul, ia harus dikeluarkan pada saat
memetiknya atau memanennya jika mencapai nishab, seperti zakat pertanian, Seperti
disebutkan dalam firman Allah,

Artinya: Dan dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya(dengan


dikeluarkan zakatnya) QS. al An'am: 141

E. Nishab dan Kadar Zakat Barang Tambang


Zakat berpengaruh besar terhadap berbagai sifat dan cara pemilikan harta,
seperti terhadap kekayaan yang ditimbun, hasil pertanian, pajak atas modal dsb.
Harta benda tersebut dikenakan zakat jika telah mencapai nishab yaitu jumlah
minimal harta yang wajib dizakati berdasarkan ketetapan syar'a, berdasar cara dan
kriteria penghitungan yang berbeda, tergantung pada jenis harta benda yang
dizakatinya.40
1. Nishab Barang Tambang
Menurut Abu Hanifah, zakat itu hanya wajib pada semua barang yang dilebur dan
dapat dicetak dengan api, seperti emas, perak, besi, tembaga dan lain-lain. adapun
barang yang tidak cair sepertipermata yakut maka tidak wajib dizakati. Beliau tidak
mensyaratkan nishab. Yang jelas seperlima merupakan ketetapan yang wajib
dikeluarkan zakatnya walaupun sedikit atau banyak.41

Malik berpendapat bahwa nishab tetap berlaku sebagaimana emas dan perak,
apalagi hasil barang tambang itu berkembang seperti minyak bumi, tambang emas,
batu bara dan sebagainya. Dan Syafi’I membatasi wajib zakat hanya pada emas dan
perak. Seperti pendapat Ahmad, keduannya mensyaratkan nishab emas mencapai 20
misqal dan perak 200 dirham. Mereka sependapat bahwa dalam hal ini tidak
diperhitungkan haul atau waktu setahun penuh, tetapi wajib dikeluarkan zakatnya
pada saat dihasilkannya , seperti tanaman. Malik,Syafi‟i, dan Ahmad sepakat bahwa
kadar zakat yang wajib dikeluarkan ialah 1/40 dan diberikan kepada golongan-

128
40
M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT. Dana Bakti Wakaf,1995, hlm.
248
41
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2006, h. 550.
golongan yang berhak menerima zakat.42
Menurut Yusuf al-Qardhawi adalah barang tambang itu mempunyai
ketentuan nishab tetapi tidak perlu bermasa satu tahun. Hal tersebut karena maksud
nishab diberlakukan supaya dapat diketahui jumlah kekayaan yang dapat tidak
dikenakan zakat dan masa satu tahun untuk diketahui apakah kekayaan tersebut
mengalami pertumbuhan atau tidak, dan mengenai barang tambang jelas bahwa ia
mengalami pertumbuhan, hal ini dapat disamakan dengan hasil tanaman dan buahan
yang tidak diperhitungkan masa setahun.43
Hikmah adanya ketentuan nishab yaitu bahwa zakat merupakan kewajiban
yang dikenakan atas orang kaya kepada orang miskin dan untuk berpartisipasi bagi
kesejahteraan Islam dan kaum muslimin. Oleh karena itu zakat tentulah harus
dipetik dari kekayaan yang mampu memikul kewajiban itu. Zakat hasil tambang itu
wajib dikeluarkan segera, tanpa menunggu berlalunya satu haul, jadi dalam hal ini
perhitungan nishab tetap disyaratkan, karena dalil-dalil tentang persyaratan nishab
itu bersifat umum, tidak membedakan haul karena persyaratan haul pada harta yang
lainnya hanyalah agar harta itu dapat dikembangkan untuk memperoleh keuntungan,
ini tidak berlaku pada hasil tambang sebab penghasilan itu sendiri sudah merupakan
suatu keuntungan.44

Untuk barang tambang nishabnya sama dengan emas, perak dan harta
perniagaan yaitu 20 mitsqal (20 dinar) atau 200 dirham yang padanannya adalah 90
gram emas (1 dinar =4,5 gr) atau 600 gr perak (1 dirham = 3 gr).45

Meskipun para ulama telah sepakat tentang wajibnya zakat barang tambang
dan barang temuan (rikaz), tetapi mereka berbedapendapat tentang jenis-jenis barang
tambang yang wajib dikeluarkan zakatnya dan kadar zakat untuk setiap barang
tambang dan rikaz.46
1. Kadar Zakat Barang Tambang
Mazhab Hanafiyah berpendapat bahwa barang tambang danbarang rikaz atau
harta karun mempunyai pengertian yang sama. Yakni semua harta yang tertimbun
dibawah bumi. Hanya saja barang tambang adalah barang yang diciptakan Allah di

42
Ibid.
43
Qardhawi, Hukum…, h. 424.
44
Lahmudin Nasution, Fiqh I, Jakarta : Logos, 1995, h. 166.
45
T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra,1999, h. 94.
46
Hafidhuddin, Zakat…, h. 48
dalam bumi pada waktu menciptakan bumi. Sementara rikaz atau harta karu adalah
harta yang tertimbun karena pekerjaan orang-orang kafir. Dan kadarnya seperlima
atau 20% disalurkan kepada orang yang berhak menerima dalam bagian seperlima
ghanimah.47
Mazhab Malikiyah berpendapat zakat wajib pada barang tambang, yaitu 2,5%
jika mencapai nishab dan dengan syarat merdeka dan Islam sebagaimana yang
disyaratkan pada zakat. Namun tidak ada hitungan haul untuk zakat barang tamabang.
Tetapi dizakatkan pada waktu sebagaimana tanaman. Barang tambang yang wajib
dizakatkan adalah emas dan perak saja.48

Mazhab Hanabilah mengemukakan bahwa Ciri barang tambang yang wajib


dikeluarkan zaktnya yaitu semua yang keluar dari bumi yang diciptakan didalamnya.
Jika seseorang mengekplorasi barang- barang tambang sebanyak 20 misqal perak
200 dirham atau senilai itu berupa besi, timah, tembaga, merkuri, rubi, aquamarine,
Kristal, akik, alkohol, arsenic, dan barang tambang cair seperti aspal, minyak mentah,
belerang, dan sebagainya maka di dalamnya ada kewajiban zakat secara langsung.
Artinya sejak dikeluarkan. Dan ukuran kewajiban zakat barang tambang yaitu
kadarnya 2,5%.49
Imam Syafi‟i berpendapat kadar zakat yang dikeluarkan untuk barang
tambang sebesar 2,5% berdasar kepada zakat uang, sesuai dengan ijma tentang itu.
Dalam menentukan kadar zakat barang tambang Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa
perbedaan antara 20% dan 2,5% bukanlah perbedaan yang kecil, dalam hal ini al-
Qardhawi menyamakannya dengan zakat pertanian dengan ketetapan 10% atau 5%
sesuai dengan perbandingan antara barang yang dihasilkan dengan usaha dan biaya
yang dihabiskan.50 Penganalogian zakat barang tambang dengan hasil pertanian ini
dilihat dari pertumbuhannya pada tanaman dan hasil yang konkrit untuk barang
tambang.51

F. Zakat Perdagangan
Perdagangan atau perniagaan pada umumnya, ialah pekerjaan membeli

47
Zuhaili, Fiqih…, h. 211
48
Ibid,. h. 214.
49
Ibid.,h. 217
50
Yusuf al-Qardhawi, Fiqhuz Zakat, Op. Cit., hlm. 423
51
Yusuf al-Al-Qardhawi, Al Faqr Wakaifa Aalajaha al-Islam, terj. Safril Halim, KiatIslam
Mengentaskan Kemiskinan, Jakarta : Gema Insani Press, 1995, hlm. 105
barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat
lain dengan maksud memperoleh keuntungan.52
Zakat Perdagangan atau Zakat Perniagaan (dalam hukum islam
dinamakan dengan zakat tijarah) adalah zakat yang dikeluarkan atas kepemilikan
harta yang diperuntukkan untuk jual-beli.
Alasan utama yang logis mengenai masalah wajibnya zakat perdagangan
adalah Allah swt., mewajibkan orang-orang kaya agar mengeluarkan zakat harta
mereka untuk diberikan kepada mustahik dan untuk memenuhi kemaslahatan umum,
serta memberikan faedah terhadap orang- orang kaya tersebut, seperti menyucikan
jiwa mereka dari buruknya kekikiran, mengisi hatinya dengan sifat belas kasih
terhadap orang-orang yang berhak menerima zakat, membantu negara dan umat
dalam membangun kemaslahatan-kemaslahatan umum, menutup sarana kerusakan
yang tercermindalam terbatasnya harta dan kekayaan kepada segelintir orang.53

Beberapa ayat al-Qur’an yang secara umum menegaskan kewajiban


mengeluarkan sebagian dari keuntungan apa saja yang diperoleh manusia sebagai
hasil usahanya. Di antaranya ketika menyebutkan tentang orang-orang bertakwa.

Dasar dari ijma adalah bahwa sanya para ulama sepakat atas tunduknya harta
perdagangan kepada zakat. Akhir-akhir ini muncul beberapa contoh muamalat

perdagangan yang belum ada pada masa awal Islam sehingga membutuhkan studi
dan pengupasan yang mendalam untuk menjelaskan hukum dan dasar-dasar
penghitungan zakat atasnya.54 Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah :

Zakat Perdagangan dalam Pasal 672 :

1. Zakat perdagangan antara lain mencakup usaha industri, usaha


perhotelan, dan usaha ekspor-impor, kontraktor, real state, percetakan/penerbitan,
swalayan, dan supermarket.

2. Zakat wajib pada barang-barang dagangan yang memilki nilai

52
Prof. Drs. C.S.T Kansil, S.H. dan Christine S.T. Kansil, S.H., M.H., Pokok-PokokPengetahuan
Hukum Dagang Indonesia (Cet.5; Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h. 15.
53
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah ( Jakarta: Pena Ilmu dan Amal, 2012), h. 73.
54
Husayn Syahatah, Akuntansi Zakat, h. 70.
ekonomis, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat-syarat:
A. Mencapai nishab, dan adanya maksud atau niat
diperdagangkan;
B. Besarnya nishab zakat barang-barang pedagangan
adalah senilai dengan 85 gram emas;
C. Zakat yang harus dibayarkan adalah sebesar 2,5%; dan
D. Waktu pembayaran zakat barang-barang perdagangan
setelah melalui satu haul kecuali pada barang-barang
tidak bergerak yang digunakan untuk perdagangan,
zakatnya satu kali ketika menjualnya, dan untuk
pertanian pada saatmemanennya.55

Zakat diwajibkan terhadap barang-barang hasil produksi apabila telah


memenuhi syarat.

Pasal 674

Zakat dikenakan juga pada produk lembaga keuangan syariah, baik bank
maupun non bank, yang ketentuannya disesuaikan menurut akad masing- masing
produk.56
Syarat Barang Perdagangan

Ibnu Qudamah di dalam al-Mugni berkata, “Suatu barang tidak menjadi


barang perniagaan, kecuali dengan dua syarat. Pertama, barang tersebut dimiliki
seseorang dengan tindakannya, misalnya membeli, menikah, khulu’, menerima
hibah, wasiat, ganimah, dan usaha-usaha lain yang halal.
Kedua, memiliki barang tersebut, seseorang berniat untuk perniagaan. Jika
ia tidak berniat melakukan perniagaan ketika memilikinya, barang tersebut tidak
menjadi barang perniagaan, walaupun ia niat untuk melakukan perniagaan setelah
itu. Jika ia memilikinya karena warisan dan ia niat untuk menggunakannya didalam

55
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), KompilasiHukum Ekonomi
Syariah (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2009), h. 208.
56
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), KompilasiHukum Ekonomi
Syariah (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2009), h. 209.
perniagaan, barang tersebut tidak menjadi barang perniagaan karena hukum asal
suatu barang adalah kepemilikan.57

Ada tiga syarat utama kewajiban zakat pada perdagangan yaitu sebagaiberikut:
1. Niat Berdagang
Niat Berdagang atau niat memperjualbelikan komoditas-komoditas tertentu
ini merupakan syarat yang sangat penting. Hal ini sebagaiman dikemukakan dalam
hadis riwayat Abu Daud dari Samrah bin Jundab.
2. Mencapai Nishab

Nishab dari zakat harta perdagangan adalah sama dengan nishab dari zakat
emas dan perak, yaitu senlai dua puluh misqal atau dua puluh dinar emas atau dua
ratus dirham perak.
3. Telah Berjalan Selama Setahun58
Hampir seluruh ulama sepakat bahwa perdagangan itu harus dikeluarkan
zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat. Mazhab Hanafi
menetapkan empat syarat. Pertama, harta perdagangan itu mencapai nishab. Kedua,
mencapai waktu satu tahun. Ketiga, niat berdagang harus menyertai praktik
perdagangan secara konkret. Karena semata niat saja dianggap tidak cukup.
Keempat, harta benda yang ada (dimiliki) pantas untuk diperjualbelikan.59

Mazhab Hambali menetapkan lima syarat terhadap kewajiban zakat


perdagang. Pertama, zakat tidak berkaitan langsung dengan bendanya, seperti
pakaian dan buku-buku, tetapi dengan nilai dengan harganya.

Kedua, barang dagangan tersebut dimiliki melalui pertukaran atau pergantian


barang-barang, misalnya melalui pembelian, bukan merupakan hasil warisan, hibah
dan sejenisnya. Ketiga, niat berdagang dinyatakan ketika terjadi proses pembelian
barang-barang tersebut. Keempat, nilai dan harga barang tersebut dimilkinya
sehingga dapat dilakukan penukaran dengan barang, seperti dengan jual beli.

57
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah ( Jakarta: Pena Ilmu dan Amal, 2012), h. 74.
58
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 34.
59
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 45.
Kelima, bagi yang menimbun barangnya (muhtakir) harta yang diperdagangkan
mesti mencapai nishab atau lebih, sedangkan untuk yang memutarkannya (mudir),
zakat perdagangan sudah menjadi wajib, meskipun hanya berjumlah satu dirham.60

Mazhab Syafi’i menetapkan enam syarat terhadap kewajiban zakat


perdagangan. Pertama, barang dagangan didapat melalui penukaran, seperti
pembelian dan bukan melalui (misalnya) kewarisan. Kedua, pedagang hendaknya
berniat melakukan perdagangan, ketika akan tukar-menukar berlangsung, atau
ketika berada dimajelis akad. Dan jika tidak, ia harus memperbaharui niat
perdagangan. Ketiga, barang dagangan tidak diniatkan untuk keperluan dan
kepentingan diri sendiri (qunyah). Keempat, mencapai waktu satu tahun, terhitung
mulai dari kepemilikan harta atau mulai dari pembelian. Kelima, semua barang
dagangan tidak menjadi uang yang kurang dari nishab.61

Di samping perbedaan pendapat terjadi dalam menentukan persyaratan zakat


perdagangan seperti tersebut di atas, perbedaan pendapat pun terjadi dalam
menentukan sempurnanya (mencapainya) nishab. Apakah di awal, akhir,
pertengahan atau disepanjang waktu perdagangan? Terdapat tiga pendapat para
ulama dalam hal ini.

Pertama, karena zakat perdagangan berkaitan dengan harga, maka yang

paling memungkinkan adalah pada akhir tahun saja, sebab sangat menyulitkan jika
perhitungan harga dilakukan sepanjang waktu. Berbeda dengan zakat pada benda-
benda lainnya yang nishab-nya berkaitan dengan bandanya tersebut. Pendapat ini
dikemukakan oleh Imam Maliki dan Imam Syafi’i.

Kedua, nishab itu diperhitungkan sepanjang tahun, sehingga jika dalam


suatu waktu kurang dari nishab, maka terputus pula pengertian nishab tersebut.
Pendapat ini dikemukakan ole hats-Tsauri, Ahmad, Ishaq, Abu Ubaid, Abu Tsur
dan Ibnu Munzir.

60
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 45
61
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 46.
Ketiga, nishab itu diperhitungkan di awal dan di akhir tahun. Apabila nishab
telah sempurna pada kedua ujung ini, maka zakat perdagangan wajib dikeluarkan.
Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Hanifah dan ashab-nya.62

Membandingkan ketiga pendapat tersebut, Yusuf al-Qardhawi


mengemukakan kecenderungan pendapatnya pada pendapat pertama, yaitupendapat
Imam Malik dan Imam Syafi’i, dengan alasan bahwa sesungguhnya persyaratan
satu tahun terhadap nishab, tidak memilki dalil yang kuat karena tidak ada nash
yang sahih dalam bentuk hadis marfu’ (hadits yang berkaitan langsung dengan
Rasulullah saw). Apabila perdagangan telah sempurna mencapai nishab pada akhir
tahun, maka pada saat itulah kewajiban zakat telah ada pada seorang muslim.
Demikianlah berlangsung setiap tahunnya, meskipun di tengah tahun terjadi
pengurangan pada ukuran nishab. Melihat sejarah di zaman Nabi Muhammad saw.,
ketika para petugas mengambil zakatharta yang telah mencapai nishab, tidak pernah
bertanya kepada muzaki sejak kapan nishab ini secara sempurna terjadi, sudah
berapa bulan, dan sebagainya. Bila sudah mencapai satu tahun (berdasarkan
penanggalan qamariyah) merekalalu mengambilnya.63

G. Jumlah Zakat Perdagangan yang Wajib dikeluarkan

Apabila kekayaan bersih seseorang pada akhir haul-nya itu (yakni seluruh
aset miliknya dikurangi hutangnya, seperti tersebut di atas) mencapai nisab, maka ia
wajib mengeluarkan zakatnya sebanyak 2,5% (dua setengah persen) dari nilai
seluruh kekayaannya itu.
Zakat Perdagangan ini, nisab hanya diperhitungkan pada akhir haul (atau
akhir tahun buku perdagangan tersebut); tak soal apakah nisabnya itu terpenuhi
sepanjang tahun atau tidak).64
Jadi, tidak sama seperti dalam Zakat Emas dan Perak, serta Hewan Ternak,

62
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 46
63
Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, h. 47.
64
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-qur’an, As-Sunnah, danPendapat Para
Ulama, h. 287.
yang harus memenuhi nisabnya sepanjang tahun. Begitulah menurut Syafi’I, Hanafi,
dan beberapa tokoh lain seperti Ats-Tsauriy, Ishaq, Abu ’Ubaid, dan Ibn Al-
Mundzir.
Menurut mazhab Hambali, sama saja hukumnya antara harta perdagangan
dan emas, perak dan hewan ternak. Apabila nisab harta perdagangan berkurang pada
pertengahan tahun, kemudian bertambah lagi sehingga mencapai nisab, maka
perhitungan haul-nya dimulai lagi sejak terpenuhinya nisab-nya itu.65

H. Mustahik Zakat
Allah SWT telah mengatur pendistribusian zakat dalam al-Qura‟an surat at-
Taubah ayat 60:

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang- orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi MahaBijaksana. (at-Taubah : 60)66

Yang berhak menerima zakat ialah:


1. Orang Fakir, yaitu orang yang amat sengsara hidupnya tidak memiliki harta
benda dan dan juga tidak memiliki pekerjaan yang mampu mencukupi
kebutuhannya sehari-hari.

2. Orang Miskin, yaitu orang yang mempunyai harta secukupnya tetapi masih
kurang. Atau orang yang mempunyai pekerjaan, tetapi penghasilannya tidak
dapat dipakai untuk memenuhi hajat hidupnya.

3. Amil, yaitu orang-orang yang yang ditugaskan oleh imam untuk bekerja
memungut zakat guna diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya.
Seorang Amil disyaratkan harus memiliki sifat jujur dan menguasai hukum
zakat.

4. Muallaf (orang yang perlu ditundukkan hatinya), yaitu orang yang barumasuk
Islam sehingga belum kuat imannya. Mereka diberi zakat agar niat mereka
memasuki Islam menjadi lebih kuat.67

Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-qur’an, As-Sunnah, danPendapat Para
65

Ulama, h. 287.
66
Yunus, Tafsir…, h. 272-273.
67
Al-Imam Taqiyudin, Abubakar Alhusaini, Kifayatul Akhyar 1 (Kitab Hukum Islam Dilengkapi Dalil
5. Riqab (hamba sahay), yaitu para budak muslim yang telah membuat perjanjian
dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak memilikiuang untuk membayar
tebusan atas diri mereka, meskipun mereka telah bekerja keras dan
membanting tulang mati-matian. Ini juga mencakup juga untuk melepaskan
Muslim yang ditawan oleh orang- orang kafir.

6. Gharim (orang yang mempunyai hutang). Harus dimaklumi bahwa orang yang
mempunyai hutang boleh menerima zakat kalau memang hutangnya belum
terbayar. Tetapi bila ia sudah melunasi hutangnya, maka ia tidak boleh lagi
menerima zakat, sebab statusnya sekarang ia bukan lagi orang yang
mempunyai hutang.Sabilillah, yaitu para pejuang yang membela agama Allah,
membela tanah air dan ikut berperang di jalan Allah yang mana mereka tidak
mendapat gaji dari pemerintah. Di antara mufasirin ada yang berpendapat
bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti
mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain- lain.

7. Ibnu Sabil (orang yang melakukan perjalanan), yaitu orang-orang yang


bepergian untuk melaksanakan suatu hal yang baik tidak untuk bermaksiat dan
mengalami kesengsaraan dalam perjalananya.68
I. Hikmah Zakat

Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung hikmah dan
manfaat yang begitu besar dan mulia. Meskipun zakat hakikatnya adalah kewajiban
atas orang kaya untuk menunaikan hak fakir miskin dan lainnya, namun amat besar
pula hikmah yang diperoleh para wajib zakat dari adanya kewajiban tersebut.
1. Menyucikan jiwa orang yang berzakat dari sifat tamak dan kikir
2. Membina dan mempererat tali persaudaraan sesama umat Islam
3. Mengembangkan tanggung jawab perseorangan terhadap kepentinganumum
4. Membantu orang yang tidak mampu dan menutup kebutuhan orang yang
berada dalam kesulitan dan penderitaan
5. Menunjukkan rasa syukur atas nikmat kekayaan yang diberikan olehAllah
6. Mencegah jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang dapat
menimbulkan masalah dan kejahatan.69

Daftar Pustaka

Quran dan Hadis) Terj. Anas Tohir Sjamsudin, Surabaya: PT Bina Ilmu, 1984,h. 398-403.
68
Ibid. h. 403-405.
69
Wahbah Al-Zuhayly, Zakat Kajian Berbagai Mazhab, Cet-7, Bandung: PT RemajaRosdakarya,
2008, h. 86.
Nuruddin Muhammad Ali, Zakat sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2006.
Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam wa Adillatuhu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk,
Jakarta: Gema Insani: Cet. 1, 2011.
Muhammad Yunus, Tafsir Quran Karim, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, , Cet. 7,
2004.
Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat
Zakat
Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis, Terj. Salman Harun, dkk; Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa,Cet. 5, 1999.
Kurnia, H. Hikmat, H. A. Hidayat, Panduan Pintar Zakat, Jakarta: Qultum Media,
2008
Al-Imam Taqiyudin, Abubakar Alhusaini, Kifayatul Akhyar 1 (Kitab Hukum Islam
Dilengkapi Dalil Quran dan Hadis) Terj. Anas Tohir Sjamsudin, Surabaya: PT Bina
Ilmu, 1984.
Muhammad Bagir Al-Habsyi, Fiqih Praktis Menurut Al-qur’an, As-Sunnah, dan
Pendapat Para Ulama.
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM), Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah (Cet. 1; Jakarta: Kencana, 2009).
Al-Munawir, Kamus Al-Munawir Arab Indonesia Terlengkap, Edisi II, Cet. 25,
Surabaya : Pustaka Progressif, 2002.
Syaikh Kamil Muhammad, Al-Jami’ Fii Fiqhi an-Nisa’, Terj. Abdul Ghoffar, Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 1998.
Teuku Muhammad Hasbi Ash- Shiddieqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra, 1999
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad ath- Thayyar, Fikih Ibadah, Solo: Media Zikir,
2010.
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, Yogyakarta : Pondok Pesantren Al-
Munawir Krapyak Yogyakarta, 1984.

Anda mungkin juga menyukai