Anda di halaman 1dari 2

BAB

NIAT DALAM BERAMAL

Menjelaskan keutamaan niat dibandingkan amal dengan tiga (3) gambaran keadaan sebagai
berikut:
  ‫ الثالثة أن يعزم على فعل‬.‫ والثاين أن يعزم وال يعمل مع القدرة على العمل‬.‫األوىل أن يعزم ويعمل‬
‫ أمر ال يستطيع فعله‬ 
Artinya: “Pertama, seseorang yang berazam kemudian berbuat. Kedua, seseorang yang
berazam tetapi tidak berbuat meski ia memiliki kemanpuan untuk itu. Ketiga, seseorang yang
berazam untuk melakukan sesuatu yang ia sendiri tidak mampu melakukannya.”  

Dari kutipan di atas dapat diuraikan hal-hal sebagai berikut:

Pertama, orang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan lalu mengerjakannya, maka
kepada orang tersebut diberikan pahala mulai dari 10 kebaikan, 700 kebaikan, hingga
berlipat-lipat. Hal ini, sebagaimana dijelaskan Sayyid Abdullah Al-Haddad, dengan mengutip
hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim
sebagaimana penggalan berikut:

    ‫وان هم هبا فعملها كتبها اهلل عز و جل عنده عشر حسنات إىل سبع مائة ضعف إىل أضعاف كثرية‬

Artinya: “Dan apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu mengamalkannya,
Allah ‘azza wa jalla akan mencatat pahalnya di sisi-Nya sebagai perbuatan 100 kebaikan
sampai 700, bahkan berlipat-lipat ganda banyaknya.”

Kedua, seseorang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan dan mampu melakukannya
tetapi tidak jadi melakukannya, maka kepada orang tersebut diberikan pahala 1 kebaikan
saja. Hal ini, sebagaimana dijelaskan Sayyid Abdullah Al-Haddad, dengan mengutip hadits
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim sebagaimana
penggalan berikut:
    ‫فمن هم حبسنة فلم يعملها كتبها اهلل عنده حسنة كاملة‬
Artinya: “Maka apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu tidak jadi
melaksanakannya, Allah akan mencatat pahalanya di sisi-Nya satu kebaikan sempurna.”

Ketiga, seseorang yang berniat melakukan suatu amal kebaikan tetapi ternyata tidak mampu
melakukannya, kepada orang tersebut diberikan pahala sebagaimana orang yang mampu
melakukannnya.
Hal ini sebagaimana penjelasan Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad (halaman 28)
sebagai berikut:
‫فله نية ما للعامل وعليه ما عليه‬
Artinya: “Bagi orang seperti itu disediakan pahala seperti yang disediakan bagi si pelaku baik
dalam hal kebaikan ataupun kejahatan.”
 
Syekh As-Syarqawi menyebut tiga jenis keikhlasan manusia dalam beramal:

1. Keikhlasan ibad (para hamba Allah) terbatas pada keselamatan amal mereka dari
penyakit riya baik yang nyata maupun tersamar; dan dari unsur nafsu mereka. Kelompok
ibad atau abidin beribadah atau beramal sesuatu semata lillahi ta’āla atau karena Allah
dengan mengharapkan ganjaran pahala dan berharap selamat dari siksa neraka. Mereka
menisbahkan amal itu kepada diri mereka. Mereka juga menyandarkan diri pada amal
tersebut untuk meraih apa yang mereka inginkan.

2. Keikhlasan muhibbin (para pecinta Allah) berupa amal atau ibadah lillahi ta’āla atau
karena Allah seraya mengagungkan dan membesarkan-Nya karena memang Allah berhak
atas keagungan dan kebesaran tersebut. Mereka beribadah bukan untuk tujuan ganjaran
pahala dan keselamatan dari siksa neraka. Rabi‘ah Al-Adawiyah, salah seorang dari
kelompok muhibbin, mengatakan, “Aku tidak menyembah-Mu karena takut siksa neraka
atau karena mengharapkan surga-Mu sehingga aku harus menasabkan ibadah padanya?”

3. Keikhlasan arifin (ahli makrifat) dalam beribadah berupa kesaksian mereka atas keesaan
Allah dalam menggerakkan dan meredakan perilaku mereka. Mereka tidak melihat
kekuatan dan daya pada diri mereka. Dalam cara pandang mereka, ibadah yang mereka
lakukan dapat terlaksana karena billah atau sebab kekuatan Allah, bukan karena
kekuatan dan daya dalam diri mereka.

Rincian ini disebutkan oleh Syekh Syarqawi ketika menerangkan salah satu hikmah dalam
Kitab Al-Hikam Al-Athaiyyah berikut ini:
‫األعمال صور قائمة وأرواحها وجود سر اإلخالص فيها‬
Artinya,
“Amal adalah bentuk-bentuk raga kosong yang tegak. Sedangkan jiwa darinya adalah adanya
keikhlasan di dalamnya,” (Ibnu Athaillah, Al-Hikam).

Demikian ragam keikhlasan dalam khazanah kajian tasawuf yang digambarkan Syekh As-
Syarqawi. Keikhlasan inilah yang menjadi roh atau jiwa dalam amal ibadah mereka. Wallahu
a’lam

Anda mungkin juga menyukai