Anda di halaman 1dari 3

Sebagaimana diketahui bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang hamba pasti akan

diperhitungkan dan pelakunya akan menerima balasan. Bila kebaikan yang dilakukan maka kebaikan
pula yang akan ia terima. Bila sebaliknya maka sebaliknya pula. Balasan baik atau buruk yang
diberikan Allah kepada hamba-Nya atas perbuatannya itu menunjukkan adanya keadilan dan rahmat
kasih sayang Allah.   Dari berbagai macam amalan yang diperbuat oleh manusia, dilihat dari sisi
balasan yang akan didapatnya, perbuatan atau amalan setiap orang itu terbagi dalam tujuh kategori.
Dalam hal ini Imam Nawawi dalam syarah kitab Arba’ȋn-nya menjelaskan:  

Artinya: “Amal itu ada tujuh macam, yakni dua amalan yang memastikan, dua amalan di mana satu
dibalas dengan satu, amal kebaikan yang di dalamnya terdapat sepuluh pahala, amal kebaikan yang di
dalamnya terdapat tujuh ratus kali lipat pahala, dan amalan yang tidak bisa menghitung pahalanya
kecuali oleh Allah saja” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Syarhul Arba’ȋn An-Nawawiyyah [Surabaya:
Maktabah Al-Hikmah, tt.], hal. 83).  
Dari ketujuh kategori amalan di atas, lalu amalan-amalan apa saja yang masuk pada masing-masing
kategori itu? Berikut penjelasannya:  
Pertama dan kedua, dua macam amalan yang memastikan adalah iman dan kufur. Orang yang
beriman kepada Allah dan meninggal dunia dalam keadaan masih beriman serta tidak menyekutukan-
Nya dengan apa pun, maka imannya itu memastikan ia masuk ke dalam surga.   Imam Tirmidzi
meriwayatkan sebuah hadits:

Artinya: “Akan dikeluarkan dari api neraka orang yang di hatinya terdapat sebiji dzarah keimanan”
(Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Jâmi’ut Tirmidzi [Riyadh: Baitul Afkar Ad-Dauliyah, tt.], hal. 421).
Ini dapat dipahami bahwa orang yang meninggal dunia dalam keadaan membawa keimanan kepada
Allah sekecil, setipis, atau seringan apa pun kadar imannya itu, maka ia akan tetap dikeluarkan dari
siksaan api neraka, meskipun—karena sangat tipis keimanannya dan sangat banyak dosanya—ia
menjadi orang yang paling terakhir keluar dari nereka. Dan ketika seseorang dikeluarkan dari neraka
maka tidak ada tempat baginya kecuali surga.
Sedangkan orang kafir yang tidak beriman kepada Allah, hingga akhir hayatnya ia masih tetap dalam
kekafirannya, maka kekafirannya itu memastikan ia masuk ke dalam api neraka.   Di dalam Surat Al-
Baqarah ayat 161-162 Allah berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati dalam keadaan kafir mereka itu dilaknat oleh
Allah, para malaikat, dan semua manusia. Mereka kekal di dalamnya. Tidak diringankan siksaan dari
mereka dan mereka tidak pula diberi penangguhan.”  
Imam Baidlawi di dalam kitab tafsirnya menuturkan makna ‘mereka kekal di dalamnya’ adalah kekal
di dalam laknat atau kekal di dalam neraka (Abdullah bin Umar Al-Baidlawi, Anwȃrut Tanzȋl wa
Asrȃrut Ta’wȋl [Beirut: Darul Rasyid: 2000], jil. I, hal 154).  
Ketiga dan keempat, dua amalan yang satu dibalas dengan satu atau dibalas secara sepadan
adalah perbuatan jelek dan keinginan untuk berbuat baik.
Orang yang telah melakukan suatu kejelekan maka ia akan mendapatkan balasannya secara sepadan.
Bila ia lakukan satu kali, maka ia dapatkan balasan satu kali. Bila ia lakukan dua kali, maka ia
dapatkan balasannya dua kali. Begitu seterusnya.   Allah berfirman dalam Surat Al-An’am ayat 160:  

Artinya: “Dan barang siapa yang datang dengan membawa kejelekan maka ia tidak dibalas kecuali
yang semisalnya dan mereka tidak akan diperlakukan secara zalim.”   Sementara itu, orang yang
memiliki keinginan untuk melakukan suatu kebaikan, kemudian ia tak melakukan kebaikan itu karena
adanya alasan tertentu, maka ia mendapatkan balasan satu kebaikan.   Imam Muslim meriwayatkan
sebuah hadits dari Rasulullah:

Artinya: “Sesungguhnya Allah telah menetapkan berbagai perkara yang baik dan berbagai perkara
yang jelek, kemudian menjelaskan hal tersebut. Maka barang siapa yang berkeinginan melakukan satu
kebaikan kemudian ia tidak melakukannya, maka Allah mencatat kebaikan itu di sisi-Nya satu
kebaikan yang sempurna...” (Muslim bin Al-Hajjaj An-Naisaburi, Shahȋh Muslim [Indonesia:
Maktabah Dahlan, tt.], jil. I, hal. 118).  

Kelima, amalan yang pelakunya dibalas sepuluh kali lipat adalah amalan kebaikan secara
umum. Siapa pun yang melakukan sebuah kebaikan maka ia mendapatkan pahala kebaikan itu
sepuluh kali lipat.   Firman Allah dalam Surat Al-An’am ayat 160:  

Artinya: “Barang siapa yang datang dengan membawa satu kebaikan maka baginya sepuluh kali lipat
kebaikan tersebut.”   Bahkan dalam sebuah hadits diriwayatkan bahwa ketika seseorang membaca Al-
Qur’an maka pahalanya bukan sepuluh kali lipat dari sekali baca, namun sepuluh kali lipat dari setiap
huruf yang dibacanya.  
Keenam, amalan yang pelakunya mendapatkan balasan pahala tujuh ratus kali lipat adalah
menginfakkan harta di jalan Allah.
Berapa pun harta yang diinfakkan oleh seorang hamba, maka ia akan mendapatkan balasannya tujuh
ratus kali lipat dari apa yang ia infakkan.   Firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 261:

Artinya: “Perumpamaan orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti satu
biji yang menumbuhkan tujuh bulir, di mana dalam masing-masing bulir terdapat seratus biji. Allah
melipatgandakan (pahala) bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Dzat yang Maha Luas
lagi Maha Mengetahui.”  
Pahala tujuh ratus kali lipat bagi orang yang berinfak itu adalah pahala minimal. Bila Allah berkenan
maka Allah akan melipatgandakan pahala tersebut lebih banyak lagi bagi siapa saja yang dikehendaki-
Nya.
Syekh Nawawi Banten dalam al-Munȋr li Ma’ȃlimit Tanzȋl menyebutkan bahwa pelipatgandaan
pahala infak hingga lebih dari tujuh ratus kali lipat ini tergantung pada kadar keikhlasan dan
kesusahan orang yang berinfak.  
Memahami apa yang disampaikan Syekh Nawawi di atas, bisa jadi dua orang yang berinfak dengan
nominal yang sama akan mendapatkan pahala yang berbeda, karena—misalnya—kadar kesusahan
kedua orang tersebut berbeda dalam mendapatkan harta. Sebagai contoh, seorang tukang becak dan
seorang direktur perusahaan sama-sama berinfak seratus ribu rupiah. Bisa jadi si tukang becak
mendapatkan pahala jauh lebih banyak dari sang direktur. Ini mengingat bagi seorang tukang becak
mendapatkan uang seratus ribu perlu membutuhkan kerja keras dan waktu yang lama. Berbeda
dengan direktur yang bisa dengan mudahnya mendapatkan uang banyak dalam waktu singkat dan
tanpa harus menguras begitu banyak tenaga.  
Ketujuh, amalan yang pahalanya hanya diketahui oleh Allah saja adalah ibadah puasa.  
Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits qudsi di mana Allah berfirman:  

Artinya: “Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya.”  
Karena puasa adalah ibadah yang tidak terlihat oleh orang lain dan hanya Allah yang tahu bagaimana
kadar dan kualitas puasa seseorang, maka Allah bertindak sendiri untuk memberikan pahalanya. Dan
ketika Allah bertindak sendiri dalam memberikan pahala bagi orang yang berpuasa, ini menunjukkan
betapa besar keutamaan ibadah puasa.  
Dari uraian di atas, satu hal yang dapat kita pahami adalah betapa besar dan luas rahmat Allah bagi
para hamba-Nya. Ketika seorang hamba melakukan sebuah kejelekan maka Allah tidak memberikan
balasan kecuali balasan yang sepadan saja. Tak ada pelipatgandaan dalam hal dosa. Namun
sebaliknya, ketika seseorang melakukan suatu kebaikan maka yang diberikan Allah adalah
pelipatgandaan pahala yang hingga beratus kali dan bahkan hingga lipatan yang dikehendaki Allah

Anda mungkin juga menyukai