Paling kurang, ada tiga rumusan pokok yang bisa kita pahami dari prinsip
individualisme dalam Islam.
Setiap muslim sangat dituntut untuk beramal yang shaleh. Dengan amal
yang shaleh, seorang muslim bukan hanya bisa menunjukkan kebenaran iman
yang dimilikinya, tapi juga bisa membawa pada kehidupan yang bermakna dan
bermanfaat serta membahagiakan kehidupan dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
ketika seseorang ingin beramal shaleh atau melakukan perbuatan baik, ia tidak
boleh tergantung pada orang lain dalam arti ia mau melakukan kebaikan bila
orang lain melakukannya, sedangkan iapun mau melaukan keburukan dan
kejahatan bila orang lain melakukan hal itu, padahal seharusnya ia selalu mau
beramal shaleh secara optimal dan tidak akan melakukan hal-hal yang tidak
dibenarkan Allah dan Rasul-Nya. Dalam kaitan ini, Rasulullah Saw bersabda:
Janganlah kamu menjadi orang yang “ikut-ikutan” dengan mengatakan kalau
orang lain berbuat kebaikan, kamipun akan berbuat baik, dan kalau mereka
berbuat zalim. Tetapi teguhkanlah dirimu dengan berprinsip; kalau orang lain
berbuat kebaikan, kami berbuat kebaikan pula dan kalau orang lain berbuat
kejahatan kami tidak akan melakukannya (HR. Tirmidzi).
Seorang muslim yang telah beramal shaleh tentu ada pahala yang akan
diperolehnya. Pahala itu untuk dirinya sendiri, bukan untuk orang lain. Karenanya
agak aneh bila seorang muslim tidak mau beramal yang shaleh karena ia
berharap akan mendapatkan kiriman pahala amal shaleh yang dilakukan oleh
orang lain, khususnya ketika ia sudah meninggal dunia. Disamping itu, agak
aneh juga bila ada orang beramal shaleh tapi pahalanya hendak diberikannya
kepada orang lain bagaikan orang yang sudah cukup atau malah kelebihan
pahala, padahal untuk bisa mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan akhirat,
seseorang harus membawa nilai pahala yang sebanyak-banyaknya. Yang harus
dilakukan oleh seorang muslim terhadap muslim lainnya, terutama muslim yang
telah meninggal dunia sebenarnya bukan mengirim pahala, tapi mendo’akannya
agar diampuni, diluaskan kuburnya dan dimasukkan ke dalam surga. Karena itu
sangat beda makna antara mengirim do’a dengan mengirim pahala. Mengirim
do’a berarti memohon kepada Allah agar orang yang sudah meninggal diampuni
dan dimasukkan ke dalam surga, sedangkan mengirim pahala berarti pahala dari
amal yang kita lakukan diberikan kepada orang lain.
Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa sedapat mungkin kita
harus mengajak orang lain untuk beramal yang shaleh, namun bila mereka tidak
mau, hal itu tidak menjadi alasan bagi kita untuk tidak mau beramal shaleh,
karena masing-masing orang harus melakukan amal shaleh. Kalau seseorang
sudah punya tiket untuk pergi ke suatu negara dengan pesawat terbang,
terserah dia untuk datang atau tidak ke Bandara pesawat. Bila saatnya pesawat
harus terbang, maka orang yang tidak datang ke Bandara akan ditinggalkannya.
Semua terpulang pada masing-masing orang. Begitulah memang dalam masalah
amal di dalam Islam.
Drs. H. Ahmad Yani
Email: ayani@indosat.net.id