Oleh Kelompok 2 :
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
A Priori Knowledge and A Posteriori
A priori dan a posteriori adalah frasa latin yang digunakan dalam filsafat untuk
membedakan jenis pengetahuan , pembenaran , atau argumen dengan mengandalkan bukti atau
pengalaman empiris.
- Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang tidak bergantung pada pengalaman .
Contohnya termasuk matematika, tautologi, dan deduksi dari nalar murni.
- Pengetahuan posteriori adalah pengetahuan yang bergantung pada bukti empiris.
Contohnya mencakup sebagian besar bidang sains dan aspek pengetahuan pribadi .
1. Pengetahuan, Alasan dan Pengalaman
Ketika kita mengambil buku persegi panjang dan melihat sampul depannya kita akan
berpikir apa warna dominan dari bukut tersebut serta berapa banyak sisi yang dimiliki
oleh buku tersebut. Untuk dapat menjawab hal tersebut maka kita memiliki dua fakta
yang menggambarkan perbedaan penting antara dua cara yang kita miliki untuk
memperoleh pengetahuan. Untuk mengetahui warna buku tersebut kita dapat
mengamatinya atau meminta orang lain mengamati untuk kita. Pembenaran untuk
keyakinan tentang warna tersebut diberikan oleh pengalaman (milik anda atau orang
lain). Namun untuk mengetahui banyaknya sisi dari buku tersebut kita tidak perlu
melihatnya. Kita tahu bahawa persegi panjang memiliki empat sisi hanya dengan
memikirkan apa itu persegi panjang. Hal tersebut kita ketahui malalui penalaran kita dan
kita tidak perlu mempertimbangkan bukti dari indra kita. Pengetahuan yang dibenarkan
oleh pengalaman disebut dengan Posteriori atau pengetahuan empiris. Pengetahuan yang
tidak memerlukan pengalaman disebut Apriori.
2. Rasionalisme dan Empiris
Rasionalis menekankan pentingnya pengetahuan priori, yang berguna untuk melihat
pemikiran seorang priori dalam epistemologinya. Descartes seorang ahli epistemology
yang berpengaruh dalam filsafat barat memberikan pandangan dalam ringkasan
otobiografinya. Kemudian ia menggunakan penalaran yang bersifat priori untuk
membuktikan kebedaraan Tuhan. Tuhan itu baik, sesuatu hal yang kita ketahui dengan
pengetahuan apriori serta memiliki keyakinan yang dibenarkan dalam dunia empiris.
Empiris menyatakan bahwa kebenaran dapat diketahui secara apriori, tetapi kebenaran
tersebut tidak terlalu menarik, tidak informative atau tautologous. Untuk dapat
mengetahui bujangan merupakan lelaki yang belum menikah, kita tidak perlu
menyelidikinya lebih lanjut bujangan memiliki pengertian bahwa lelaki tersebut belum
menikah. Hal tersebut merupakan suatu kebenaran yang terlepas dari pengalaman.
Pengetahuan apriori semacam itu dapat kita ketahui dengan memahami konsep-konsep
yang relevan dan tidak perlu menyelidikinya untuk membuktikan kebenarannya.
Immanuel Kant menyebut bahwa kebenaran pengetahuan apriori disebut dengan analitik ,
yang berarti hal tersebut dibenarkan berdasarkan istilah yang digunakan dalam
pengungkapannya serta kebenarannya dapat ditemukan dengan analisis filosofis.
Kebenaran analitik kontras dengan kebenaran sintetik. Sintetik tidak hanya bergantung
pada istilah tetapi juga hal yang sebenernya terjadi.
3. Sintesis Apriori
Saya tahu bahwa 'jika ada sesuatu yang seluruhnya merah, maka tidak bisa menjadi
seluruhnya hijau', dan untuk mengetahui hal ini saya tidak harus mengamati benda
berbagai warna, atau mencoba untuk melukis hal-hal yang berwarna merah dan hijau.
Saya bisa tahu bahwa pernyataan ini benar hanya dengan berfikir tentang hal itu. Hal ini
merupakan kebenaran apriori. Dengan demikian klaim kita mempertimbangkan menjadi
sebuah kebenaran sintetik apriori. Kebenaran matematika tidak analitik: itu bukan bagian
dari makna 12 yang sama dengan 7+5. Jika demikian, maka 12 juga berarti 6+6, dan dan
jumlah tak terbatas dari kombinasi seperti yang lainnya. Ini tidak masuk akal bahwa kita
harus memahami seperti satu set kebenaran matematika untuk memahami '12'. Meskipun
sifat apriori matematika bisa ditantang. John Stuart Mill berpendapat bahwa itu adalah
disiplin empiris dan karena itu dia senang menerima bahwa hal itu memberikan kita
kebenaran sintetik (Mill, 1884). Hal ini karena matematika adalah apriori.
Sintetik-apriori menarik dan kontroversial karena melalui penalaran saja kita bisa
mengetahui kebenaran tentang sifat matematika, moralitas, dan dunia. Para rasionalis
menyatakan bahwa kita tidak hanya memiliki pemahaman apriori ketika itu benar untuk
menerapkan konsep-konsep kita, tetapi juga pikiran itu sendiri dapat memberikan kita
wawasan tentang sifat dari dunia. Wawasan ke dalam sifat penting dari hal-hal atau
situasi dari jenis yang relevan, dalam cara bahwa realitas dalam hal tersebut harus
(Bonjour, 2005). Argumen rasionalis menggunakan penalaran deduktif untuk menarik
kesimpulan tentang dunia dapat diketahui secara benar berdasarkan pengalaman.
Kesimpulannya hal ini dengan sendirinya merupakan apriori. Melalui intuisi dan
penalaran rasionalis memperoleh pengetahuan, antara lain, metafisika, moralitas dan
Tuhan.
Para empirisis menawarkan salah satu dari dua interpretasi alternatif item dugaan
pengetahuan apriori. Mereka juga mengklaim bahwa pengetahuan tersebut tidak apriori,
dan karena itu harus dibenarkan oleh pengalaman, atau bahwa pengetahuan apriori kita
peroleh hanya menyangkut arti dari konsep kita, sesuatu yang masuk akal berdasarkan
dari pengalaman
4. Bukti Diri dan Kepastian
Dalam bagian ini kita akan mengeksplorasi dua bagian yang secara tradisional telah
diambil sebagai karakteristik a priori knowledge (pengetahuan apriori), karakteristik yang
membedakan pengetahuan tersebut dari yang bersifat empiris. Pertama, a priori
knowledge adalah bukti diri (self-evident), ada aspek pengalaman dan kepercayaan untuk
ini. Ada perasaan tertentu atau fenomenologi terkait dengan penangkapan kebenaran
tersebut, ada suatu kejelasan maupun kebenaran akan hal tersebut. Filsuf telah mencoba
untuk menangkap aspek kami berpikir apriori menggunakan metafora visual. Kebenaran
tersebut memiliki kejelasan dan kecerahan bagi pikiran penuh perhatian (Locke) atau
mereka merasa jelas dan tegas melalui alasan alami (Descartes). Pengertian epistemologis
diklaim harus jelas bahwa kita dibenarkan untuk meyakini mereka hanya dalam kebaikan
memahami klaim tersebut. Apabila kita memahami klaim ‘tidak ada yang merah
diseluruh dan hijau’, maka itu adalah semua yang diperlukan bagi kita untuk dibenarkan
dalam memiliki keyakinan seperti itu. Kebenaran empiris tertentu mungkin terlihat jelas -
misalnya, bahwa Birmingham adalah utara London- tetapi lebih dari pemahaman tentang
pernyataan ini diperlukan untuk percaya. Selain itu juga harus memiliki beberapa bukti
empiris untuk mendukung klaim ini. Namun, ada beberapa dari kebenaran apriori yang
tidak memerlukan bukti yang jelas, sebagai contoh mari kita berpikir tentang teorema
Pythagoras. Saya tidak memiliki rasa bahwa ini adalah jelas benar. Ini bisa diklaim.
Bagian kedua, sebagai karakteristik a priori knowledge adalah kepastian (certainty): kita
tidak hanya percaya bahwa klaim apriori benar. Saya percaya cangkir saya berwarna
kuning atau 2+2=4 dan semuanya itu benar. Namun ada masalah dalam membedakan
klaim apriori dengan cara ini, jika kita salah dalam penalaran apriori akan membuat klaim
empiris kita tentang dunia bisa keliru.
5. Innate Knowledge
Para rasionalis mengklaim bahwa beberapa dari pengetahuan kita adalah bawaan lahir,
yaitu bahwa hal tersebut tidak didapat melalui pengalaman dan hal tersebut dimiliki sejak
lahir. Plato beragumen bahwa kita memiliki innate knowlegde (pengetahuan yang dibawa
sejak lahir) mengenai kebajikan dan keadilan, dan Descartes mengklaim bahwa kita
memiliki innate knowledge mengenai Tuhan. Namun, para empiris berargumen bahwa
semua pengetahuan kita mengenai dunia seharusnya didapat melalui pengalaman dan
sebelum mengalaminya pikiran kita ada sebuah kertas kosong.
John Locke menawarkan sebuah argumen untuk penyelesaian ini, jika kita memiliki
innate knowledge, dan fakta yang relevan bisa diketahui oleh semua orang, ini jelas
bahwa hal tersebut bukan innate knowledge. Banyak anak kecil, orang idiot, anak liar,
dan orang dewasa yang buta huruf yang tidak memiliki pengetahuan apapun mengenai
kebaikan, Tuhan atau berbagai kebenaran apriori lainnya bisa dikatakan innate (bawaan).
Para rasionalis bisa menerima bahwa beberapa orang tidak bisa mengerti secara eksplisit
suatu kebenaran, namun mereka terlihat secara tidak sadar memiliki pengetahuan
tersebut. Film L’Enfant Sauvage berdasarkan kasus aktual dari seorang anak yang
dibesarkan oleh serigala. Satu bagian dari film yang memberi kesan bahwa dia memiliki
innate moral knowledge walaupun tidak di tampilkan secara eksplisit. Dia kadang-kadang
dihukum di dalam lemari. Dalam suatu kesempatan hal tersebut dilakukan pada bocah
tersebut, walaupun dia tidak melakukan kesalahan, dan ketika hal tersebut terjadi dia
berontak lebih keras daripada biasanya. Hal ini memberikan kesan bahwa anak tersebut
tahu diperlakukan tidak adil, sesuatu yang tidak dia pelajari dari alam. Innate knowledge
dimiliki dari lahir dan pendidikan yang tepat memungkinkan kita untuk menjadi sadar
memiliki pengetahuan tersebut.
Noam Chomsky (1972) meneruskan sebuah hipotesis empiris yang menekankan pada
jenis penting lainnya dari kapasitas innate (bawaan lahir). Dia mencatat bahwa anak kecil
belajar bahasa asli mereka dalam waktu yang relatif singkat mengingat kompleksitas
yang harus mereka pelajari dan terbatasnya pelajaran yang mereka dapatkan. Dia
berargumen bahwa anak kecil hanya bisa melakukan hal tersebut karena mereka sudah
mengetahui fitur tertentu dari struktural bahasa. Di sini, kita tidak boleh melupakan
perhatian utama kita yaitu pertanyaan mengenai apakah kita bisa memiliki pengetahuan
nyata yang terjustifikasi secara independen dari pengalaman kita. Anak kecil tidak
memiliki kapasitas untuk mengekspresikan hal tersebut, dan walaupun sebagai orang
dewasa, kita tidak mampu untuk mengartikulasikan aturan dari tata bahasa universal atau
aturan dari bahasa kita sendiri (kecuali kita adalah ahli bahasa dan mempelajari hal
tersebut). Chomsky mengklaim tidak menekankan pada pengetahuan nyata. Kita bisa
berfikir mengenai perbedaan antara knowledge how dan knowledge that. Kita mungkin
memiliki kapasitas atau kemampuan bawaan lahir (tahu bagaimana) untuk berbicara dan
mengerti bahasa, tetapi kita mungkin tidak memiliki innate knowledge mengenai fakta
tertentu. Sama halnya dengan kita mungkin memiliki kemampuan innate untuk objek
individual dan untuk melihat beberapa hal seperti dibelakang atau didepan yang lainnya,
tapi saya tidak memiliki innate knowledge bahwa cangkir kopi saya di depan computer