Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan didapat dengan berbagai macam cara. Cara-cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tersebut diperoleh melalui berbagai sumber. Ada sebagian ilmuwan yang memperoleh pengetahuan hanya berdasarkan akal yang disebut dengan rasionalisme. Berdasarkan kepercayaan ini, segala sesuatu yang didapat melalui akal (rasional) dapat dijadikan suatu pengetahuan dan segala sesuatu para ilmuwan yang meyakini aliran ini tidak menerima apapun yang tidak berdasarkan akal. Ada juga sebagian ilmuwan yang meyakini bahwa setiap pengetahuan hanya bersumber dari pengalaman bukan dari akal yang disebut dengan empirisme. Selain itu, ada juga paham yang menganut keduanya yaitu pengetahuan bersumber dari akal dan pengetahuan. Dalam makalah ini, kelompok kami akan membahas tentang paham yang meyakini bahwa pengetahuan hanya bersumber dari pengalaman. Paham tersebut mempunyai doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal. Para ilmuwan yang meyakini paham tersebut berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia. Berdasarkan informasi tentang adanya paham tersebut, kami akan menjelaskan secara rinci mengenai paham yang beranggapan bahwa pengetahuan bersumber pada pengalaman tersebut.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka beberapa yang menjadi masalah bagi penulis, yaitu : 1. Apa pengertian empirisme? 2. Apa saja jenis-jenis empirisme? 3. Ajaran-ajaran apa saja yang terdapat dalam paham empirisme? 4. Siapa saja tokoh-tokoh empirisme serta bagaimana pemikiran mereka terhadap paham tersebut? 5. Bagaimana hubungan antara empirisme dengan matematika?

C. Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan serta manfaat yang diharapkan, yaitu : 1. Mengetahui lebih jelas tentang pengertian empirisme menurut para ahli; 2. Mengetahui jenis-jenis empirisme; 3. Mengetahui ajaran-ajaran yang ada dalam empirisme; 4. Mengetahui tokoh-tokoh yang menganut paham empirisme serta pemikiran mereka terhadap paham tersebut; 5. Mengetahui hubungan empirisme dengan matematika.

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Empirisme Empirisme secara etimologis menurut Bagus (2002) berasal dari kata bahasa Inggris empiricism dan experience. Kata-kata ini berakar dari kata bahasa Yunani (empeiria) dan dari kata experietia yang berarti berpengalaman dalam,berkenalan dengan, terampil untuk. Sementara menurut Lacey (2000) berdasarkan akar katanya Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada pengalaman yang menggunakan indera. Selanjutnya secara terminologis terdapat beberapa definisi mengenai empirisme, di antaranya: doktrin bahwa sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman, pandangan bahwa semua ide merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami, pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal

B. Jenis-jenis Empirisme Menurut anonim (Yayat, 2011), empirisme terbagi menjadi 3 jenis, yaitu sebagai berikut: 1. Empirio-Kritisisme Disebut juga Machisme. sebuah aliran filsafat yang bersifat subyektif-idealistik. Aliran ini didirikan oleh Avenarius dan Mach. Inti aliran ini adalah ingin membersihkan pengertian pengalaman dari konsep substansi, keniscayaan, kausalitas, dan sebagainya, sebagai pengertian apriori. Sebagai gantinya aliran ini mengajukan konsep dunia sebagai kumpulan jumlah elemen-elemen netral atau sensasi-sensasi (pencerapan-pencerapan). Aliran ini dapat dikatakan sebagai kebangkitan kembali ide Barkeley dan Hume tatapi secara sembunyi-sembunyi, karena dituntut oleh tuntunan sifat netral filsafat. Aliran ini juga anti metafisik.

2. Empirisme Logis Analisis logis Modern dapat diterapkan pada pemecahanpemecahan problem filosofis dan ilmiah. Empirisme Logis berpegang pada pandangan-pandangan sebagai berikut: a. Ada batas-batas bagi Empirisme. Prinsip system logika formal dan prinsip kesimpulan induktif tidak dapat dibuktikan dengan mengacu pada pengalaman. b. Semua proposisi yang benar dapat dijabarkan (direduksikan) pada proposisi-proposisi mengenai data inderawi yang kurang lebih merupakan data indera yang ada seketika. c. Pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat kenyataan yang terdalam pada dasarnya tidak mengandung makna.

3. Empiris Radikal Suatu aliran yang berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai pada pengalaman inderawi. Apa yang tidak dapat dilacak secara demikian itu, dianggap bukan pengetahuan. Soal kemungkinan melawan kepastian atau masalah kekeliruan melawan kebenaran telah menimbulkan banyak pertentangan dalam filsafat. Ada pihak yang belum dapat menerima pernyataan bahwa penyelidikan empiris hanya dapa memberikan kepada kita suatu pengetahuan yang belum pasti (Probable). Mereka mengatakan bahwa pernyataan- pernyataan empiris, dapat diterima sebagai pasti jika tidak ada kemungkinan untuk mengujinya lebih lanjut dan dengan begitu tak ada dasar untuk keraguan. Dalam situasi semacam ini, kita tidak hanya berkata: Aku merasa yakin (I feel certain), tetapi aku yakin. Kelompok falibisme akan menjawab bahwa: tak ada pernyataan empiris yang pasti karena terdapat sejumlah tak terbatas data inderawi untuk setiap benda, dan bukti-bukti tidak dapat ditimba sampai habis sama sekali.

C. Ajaran-ajaran dalam Empirisme Dalam empirisme terdapat beberapa ajaran, diantaranya yaitu: 1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami. Setiap kita mengalami apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, lalu kita kumpulkan setiap yang kita alami tersebut sehingga dapat membentuk suatu ide atau gagasan sesuai dengan yang kita alami tersebut. 2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio. Kaum empiris memegang teguh pendapat bahwa pengetahuan manusia dapat diperoleh lewat pengalaman. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris bahwa sesuatu itu ada, dia akan berkata tunjukkan hal itu kepada saya. Dalam persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya sendiri. Tokoh yang dianggap sebagai benih dari empisisme adalah Aristoteles, seperti juga pada rasionalisme, maka pada empirisme pun terdapat banyak tokoh pendukungnya yang tidak kalah populernya. Tokohtokoh dimaksud di antarnya adalah David Hume, John Locke dan Bishop Berkley. Empirisme memandang Matematika bersumber dari pengalaman inderawi dan bukan penalaran murni. Matematika bersumber dari pengalaman dalam kehidupan. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan. Namun manusia mendapatkan pengetahuan dari pengalaman hidupnya sendiri. 3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.

Menurut

Hume, ilmu

pengetahuan

tidak

pernah

mampu

memberi pengetahuan yang niscaya tentang dunia ini. Kebenaran yang bersifat a priori seperti ditemukan dalam matematika, logika dan geometri memang ada, namun menurut Hume, itu tidak menambah pengetahuan bertambah kita tentang dunia. Pengetahuan atau kita a hanya bisa

lewat pengamatan

empiris

secara

posteriori.

Perbedaan antara rasionalisme dengan empiris secara umum adalah kalau pada aliran rasionalisme pengetahuan itu berupa a priori, bersumber dari penalaran dan pembuktian-pembuktian deduksi, sedangkan pada pada aliran logika dan

matematika

melalui

empirisme

pengetahuan bersumber pada pengalaman , terutama pada pengetahuan dalam pembuktian-pembuktiannya melalui eksperimentasi, observasi,

dan induksi. 4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika). Menurut Hume (1999) di dalam aliran empiris terdapat tiga prinsip pertautan ide. Pertama, prinsip kemiripan yaitu mencari kemiripan antara apa yang ada di benak kita dengan kenyataan di luar. Kedua, prinsip kedekatan, misalnya apabila kita memikirkan sebuah rumah, maka berdasarkan prinsip kedekatan kita juga berpikir tentang adanya jendeka, pintu, atap, perabot sesuai dengan gambaran rumah yang kita dapatkan lewat pengalaman inderwi sebelumnya. Ketiga, prinsip sebab- akibat yaitu jika kita memikirkan luka, kita pasti memikirkan rasa sakit akibatnya. Pengetahuan yang turun secara langsung adalah pengetahuan yang dapat disimpulkan secara langsung dari suatu pengalaman yang ada, sedangkan pengetahuan yang didapat secara tidak langsung adalah pengetahuan didapat dari suatu pengalaman namun harus tetap diolah terlebih dahulu oleh akal kita sehingga menjadi suatu pengetahuan yang baru tetapi sumber awalnya tetap dari pengalaman.

5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman. Dengan ungkapan singkat Locke : Segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi. Dengan demikian dia menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri). 6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. Hume menyampaikan bahwa seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun dari rangkaian-rangkaian kesan (impression). Pemikiran ini lebih maju selangkah dalam merumuskan bagaimana sesuatu pengetahuan terangkai dari pengalaman, yaitu melalui suatu institusi dalam diri manusia (impression, atau kesan yang disistematiskan ) dan kemudian menjadi pengetahuan. D. Tokoh-Tokoh Empirisme 1. John Locke (1632-1704)

John Locke

adalah seorang filsuf dari

Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari aliran empirisme dalam filsafat. John Locke dilahirkan di Wrington Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632. Ayahnya adalah seorang

pengacara yang berperang di parlemen pada waktu perang sipil. Tidak hanya piawai pada ilmu filsafat, John Locke juga mahir dalam bidang ilmu kedokteran. Selama hidupnya Locke pernah mengenyam pendidikan di Oxford University untuk

mempelajari agama dan mendapat gelar B.A. dan M.A. disana. Seumur hidupnya, Locke tidak pernah menikah. Selama tiga belas tahun terakhir, Locke tinggal di Oates dan meninggal di sana pada tanggal 28 Oktober 1704. Karya-karya yang pernah dibuat John Locke, antara lain: 1. A letter Concerning Toleration (Karangan-karangan tentang toleransi) pada tahun 1689. 2. An Essay Concerning Human Understanding ( Karangan tentang saling pengertian manusia) pada tahun 1690. 3. Two Treatises of Government (Dua persepakatan tentang pemerintahan) pada tahun 1690. John Locke mengemukakan teori Tabula rasa yang secara bahasa berarti meja lilin atau kertas putih. Maksud dari teori ini ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengetahuannya mengisi jiwa yang kosong itu, sehingga ia memiliki pengetahuan. Mulamula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama kelamaan ruwet, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.

Teori Pengetahuan John Locke Implikasi Teori Tabularasa John Locke Terhadap konsep Innate Idea (Empirisme John Locke (1632-1704), 2012) Teori Tabularasa tidak setuju dengan paham yang berpendapat bahwa seseorang dilahirkan dengan darah seniman, darah pengusaha, darah pekerja atau lainnya, dan menggambarkan bahwa manusia sudah ditakdirkan untuk menjalani suatu profesi tertentu sejak lahir. Menurut teori tabula rasa, alasan mengapa anak seorang pengusaha cenderung menjadi pengusaha juga dan anak seorang buruh cenderung menjadi buruh merupakan akibat dari pendidikan di lingkungan yang setiap hari dialami anak tersebut. Anak seorang pengusaha yang setiap hari berinteraksi dengan orang tuanya yang juga seorang pengusaha, setiap hari mendengar perkataan orang tuanya mengenai usahanya,maka dia akan belajar memahami konsep yang

dipahami orang tuanya mengenai harta, cara memperolehnya, dan bisa jadi mempunyai perilaku yang mirip dengan orang tuanya. Hubungan Antara Subjek dan Objek Menurut Locke (Empirisme John Locke (1632-1704), 2012), ketika melihat suatu obyek, maka kita akan menangkap beberapa kualitas dari obyek tersebut. Locke menggolongkan kualitas tersebut kedalam dua kategori, yaitu pertama adalah kualitas primer, yakni kualitas yang dimiliki obyek itu sendiri, termasuk ukurannya, beratnya, dan massanya. Kualitas primer ini akan tetap siapapun yang mengukurnya. Kedua adalah kualitas sekunder, yakni kualitas yang dimiliki obyek yang sangat tergantung pada cara peneliti melihat objek tersebut sehingga dapat terus berubah sesuai dengan kondisi, termasuk bau, warna dan suara. Kualitas ini sangat tergantung dari pekanya indera kita. Sehingga, ilmu pengetahuan lebih memfokuskan analisanya pada kualitas primer karena kualitas primer lebih terukur dan lebih obyektif daripada kualitas sekunder. Ragam Pengalaman Manusia Locke (Empirisme John Locke (1632-1704), 2012) menyatakan ada dua jenis pengalaman manusia, yaitu pengalaman lahiriah (sense atau eksternal sensation) dan pengalaman batiniah (internal sense atau reflection). Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang menangkap aktivitas indrawi atau segala aktivitas yang berhubungan dengan panca indra manusia. Sedangkan pengalaman batiniah terjadi ketika manusia memiliki kesadaran terhadap aktivitasnya sendiri, yaitu dengan cara 'mengingat', 'menghendaki', 'meyakini', dan sebagainya. Kedua bentuk pengalaman manusia ini yang nantinya akan membentuk pengetahuan melalui proses selanjutnya Proses Manusia Mendapatkan Pengetahuan (Empirisme John Locke (1632-1704), 2012) Dari perpaduan dua bentuk pengalaman manusia, yaitu pengalaman lahiriah dan batiniah, diperoleh apa yang Locke sebut 'pandangan-pandangan sederhana' (simple

ideas) yang berfungsi sebagai data-data empiris. Di dalam proses terbentuknya pandangan-pandangan sederhana ini, pikiran manusia bersifat pasif atau belum berfungsi. Setelah pandangan-pandangan sederhana ini tersedia, baru pikiran bekerja membentuk 'pandanganpandangan kompleks' (complex ideas). Pikiran bekerja membentuk pandangan kompleks dengan cara membandingkan, mengabstraksi, dan menghubung-hubungkan pandangan-pandangan sederhana tersebut.

2. David Hume David hume lahir di Edinburg, Skotlandia pada tahun 1711 dan meninggal pada tahun 1776 di kota yang sama dengan kelahirannya. Ayahnya, yang tidak diketahui siapa namanya, meninggal sejak Hume masih bayi dan hanya meninggalkan sebuah perkebunan kecil bagi Hume dan keluarga. Hume tumbuh berkembang menjadi seorang murid yang sukses, dan memiliki perhatian yang tinggi terhadap sastra dan filsafat. Ia cenderung untuk mengejar karir penelitian ilmiah dan menulis, tetapi pernah sesaat terlepas dari jalan ini oleh keluarganya yang mengajarkan bahwa ia cocok untuk profesi di bidang hukum dan membujuknya untuk belajar hukum. Akhirnya untuk memenuhi keinginan keluarga, Hume pun belahar hokum. Namun, usahanya dibidang hokum ini tidak berhasil dan hanya berumur singkat.

Teori empirisme David Hume a. Tentang Pengalaman dan Kausalitas (Sebab-Akibat) Teori Hume tentang pengalaman dimulai dengan ide bahwa semua isi pengalaman sadar kita dapat dipecah menjadi dua kategori yakni kesan dan ide. Hume mengatakan bahwa istilah kesan (impression) menunjuk kepada semua persepsi kita yang lebih hidup ketika mendengar, melihat, merasa, mencinta, membenci, menginginkan atau menghendaki. Kesan berbeda dari ide, bukan di dalam isi tetapi di dalam kekuatan dan semangat, yang dengannya keduanya menyentuh kita. Di sisi lain, ide adalah gambar yang didasarkan pada memori kesan atau pikiran tentang

kesan, yang terakhir ini sering melibatkan kemampuan imajinasi kita yang memberi produk ide, yang mungkin kita memiliki kaitan langsung di dalam wilayah kesan. Meskipun demikian, semua ide dasarnya berasal dari kesan. Selanjutnya, Hume sangat tertarik pada relasi sebab dan akibat karena semua pertimbangan yang berkenaan dengan masalah fakta tampak didasarkan pada relasi sebab dan akibat. Dengan sarana relasi itu, kita dapat melampaui bukti dari memori dan indera kita. Hume menegaskan bahwa ketika kita berpikir tentang relasi sebab dan akibat antara dua hal atau lebih, maka biasanya kita memaksudkannya dengan arti bahwa yang satu, secara langsung atau tidak langsung bersebelahan dengan yang lain, dan bahwa yang satu, yang kita beri tanda sebagai sebab adalah dalam beberapa hal, secara temporer mendahului yang lain. Bagaimanapun, kondisi-kondisi ini tampak tidak mencukupi bagi munculnya sebuah relasi sebab dan akibat. Karena dapat dipahami bahwa X dapat bersebelahan dengan dan secara temporer sebelum Y tanpa menjadi sebab dari Y, maka diperlukan sesuatu yang lebih. Hume beranggapan bahwa kita menambahkan sebuah ide jika ada hubungan tetap (necessary connection) antara X dan Y di dalam situasi di mana X dikatakan sebab dari Y. Tanpa tambahan ide bahwa setiap peristiwa atau hal pasti memiliki suatu sebab yang menghasilkannya secara pasti, maka pemahaman biasa tentang relasi sebab dan akibat tidak akan muncul. Dengan demikian, jika suatu gejala tertentu disusul oleh gejala lain, dengan sendirinya kita cenderung kepada pikiran bahwa gejala yang satu disebabkan oleh gejala yang sebelumnya. Misalnya batu yang disinari matahari selalu panas. Kita menyimpulkan batu menjadi panas karena disinari matahari. Tetapi kesimpulan ini tidak berdasarkan pengalaman. Pengalaman hanya memberikan urutan gejala-gejala, tetapi tidak memperlihatkan urutan sebab-akibat.

b. Tentang Eksistensi Tuhan Hume mengkritik keras ketiga bukti keberadaan Tuhan yang disampaikan Descartes. Dua bukti pertama Descartes mengenai keberadaan Tuhan adalah bukti sebab-akibat. Keduanya membuktikan bahwa Tuhan ada sebagai satu-satunya sebab munculnya gagasanku mengenai Dia dan munculnya gagasan mengenai keberadaanku sebagai benda yang berpikir. Namun kita tidak mempunyai kesan indera mengenai Tuhan sebagai suatu sebab, kita juga tidak mempunyai kesan apapun mengenai benda berpikir sebagai akibat. Apalagi, pada kedua bukti sebab-akibat mengenai keberadaan Tuhan ini, Descartes

mendasarkan diri pada kejelasan dan kejernihan pemikiran bahwa sebab harus sama nyatanya dengan akibatnya. Bagi Descartes gagasan ini sangat jelas sehingga tidak ada pikiran rasional apapun yang bisa meragukannya, namun bagi Hume gagasan ini sangatlah tidak berarti. Gagasan tersebut tidak memunculkan baik landasan rasional maupun empiris untuk kausalitas. Adapun bukti ketiga mengenai keberadaan Tuhan, yang dimunculkan pada buku Meditation Descartes

menggunakan bukti ontologis yang dikemukakan Saint Anselm di abad XI. Bukti itu mengemukakan ide bawaan mengenai Tuhan yang memiliki segala kesempurnaan, dan oleh karena itu pasti memiliki kesempunaan pada wujud-Nya. Bukti ini sampai pula pada kesimpulan bahwa Tuhan itu memang ada. Hume meruntuhkan bukti ini dengan pertama-tama mengingatkan kita bahwa filsuf empirisme seperti John Locke telah menunjukan tidak ada yang namanya ide bawaan, kita hanya memiliki gagasan yang muncul dari pengalaman kesan. Bukti ontologis Saint Anselm mengenai keberadaan Tuhan menyatakan bahwa ide ketuhanan itu dengan sendirinya terbukti dalam akal pikiran: Tuhan mempunyai segala kesempurnaan, Dia Maha Tahu, Maha Kuasa, dan Maha Baik. Oleh karena itu, Dia tak mungkin kurang sempurna dalam keberadaanNya. Hume menjawabnya dengan uji empiris atas gagasan: jika tidak ada kesan dalam pengalaman, gagasan itu tidaklah bermakna, tak berarti.

Namun kita tidak bisa mempunyai kesan indera atas zat supranatural, dengan demikian ide ketuhanan tidak lulus dalam uji empiris.

3. George Berkeley George Berkeley adalah seorang filsuf Irlandia yang juga menjabat sebagai uskup di Gereja Anglikan. Bersama John Locke dan David Hume, ia tergolong sebagai filsuf empiris Inggris yang terkenal. Ia dilahirkan pada tahun 1685 dan meninggal pada tahun 1753. Berkeley mengembangkan suatu pandangan tentang pengenalan visual tentang jarak dan ruang. Selain itu, ia juga mengembangkan sistem metafisik yang serupa dengan idealisme untuk melawan pandangan skeptisisme. Inti pandangan filsafat Berkeley adalah tentang pengenalan. Menurut Berkeley, pengamatan terjadi bukan karena hubungan antara subyek yang mengamati dan obyek yang diamati. Pengamatan justru terjadi karena hubungan pengamatan antara pengamatan indra yang satu dengan pengamatan indra yang lain. Misalnya, jika seseorang mengamati meja, hal itu dimungkinkan karena ada hubungan antara indra pelihat dan indra peraba. Indra penglihatan hanya mampu menunjukkan ada warna meja, sedangkan bentuk meja didapat dari indra peraba. Kedua indra tersebut juga tidak menunjukkan jarak antara meja dengan orang itu, sebab yang memungkinkan pengenalan jarak adalah indra lain dan juga pengalaman. Dengan demikian, Berkeley mengatakan bahwa pengenalan hanya mungkin terjadap sesuatu yang kongkret.

4. Thomas Hobbes

E. Hubungan Empirisme dan Matematika Filsafat matematika lahir di Yunani Kuno yang ditemukan dan dikembangkan oleh para filsuf seperti Socrates, Plato, Aristoteles dan juga oleh beberapa filsuf pra-Socrates, masalah filsafat matematika ini masih menjadi kajian filsuf-filsuf masa kini. Terkait hubungannya dengan matematika, empirisme seringkali disandingkan dengan rasionalisme. Hal ini disebabkan karena pembuktianpembuktian suatu teorema dalam matematika, kita seringkali menggunakan akal (rasio) dan pengalaman indera (empirisis) untuk merangsang ingatan dan membawa kesadaran terhadap pengetahuan yang selama itu sudah ada dalam pikiran. Salah satu tokoh matematika yang menggunakan empirisme dan rasionalisme dalam matematika adalah Thales. Ketika mempelajari

Matematika mesir dan mengagumi piramida, ia kemudian menghitung tinggi piramida dengan bantuan bayangannya. Thales mengambil sebuah tongkat, misalnya PQ, ia membuat lingkaran pusat P jari-jari sama dengan PQ. Pada saat itu Thales melakukannya di pagi hari yang cerah, sehingga bayangan Q jatuh tepat pada tepi lingkaran atau bayangan PQ=PR, pada saat itu pula bayangan T jatuh di titik S, sehingga KS dapat diukur. Berarti MS=TM=t tinggi piramida. Sebut MK = AB = a (setengah alas piramida) dapat diukur. KS = b dapat diukur. Jadi t = a + b. demikian metoda bayangan dari Thales. Thales adalah orang pertama yang namanya dikaitkan dengan suatu penemuan, yakni dalil Thales. Dalil Thales tersebut adalah garis-garis sejajar akan memotong dua garis atas perbandingan-perbandingan seharga, misalnya AP : PB = DQ : QC. Dalil ini masih dipelajari di SMP atau di SMA sekarang ini, selain itu juga Thales orang pertama yang menemukan sifat-sifat geometri seperti berikut ini: 1. Diameter membagi dua sama besar suatu lingkaran 2. Sudut alas suatu segitiga sama kaki, sama besar

3. Sudut siku yang dibentuk dua garis berpotongan tegaklurus sama besar 4. Dua segitiga kongruen jika dua sudut dan satu kaki yang bersesuaian dari sudut itu, sama besar Walaupun teori ini sederhana menurut kita sekarang, tetapi Thales orang pertama yang menyusun teori ini bukan hanya berdasarkan pengalaman (empiris) tetapi juga berdasarkan pemikiran yang logis (rasio). Perkembangan cabang-cabang matematika mulai zaman sebelum Masehi sampai sekarang seperti aritmetika, geometri kalkulus, aljabar, statistik dan analisis beserta pembuktian-pembuktian yang telah ditemukan oleh para ahli matematika dapat kita pelajari sampai sekarang. Apabila kita mengkaji baik teori maupun bukti-bukti dari teorema-teorema cabang-cabang matematika tersebut maka ini tidak terlepas dari penemuan-penemuan para akhli matematika dan filsafat matematika beserta paham yang dianutnya dalam hal ini adalah paham rasionalisme dan empirisisme.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Empirisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa pengetahuan secara keseluruhan atau parsial didasarkan kepada

pengalaman yang menggunakan indera. 2. Menurut anonim (Yayat, 2011), empirisme terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: empirio-kritisisme, empirisme logis dan empirisme radikal. 3. Dalam paham empirisme terdapat beberapa ajaran, yaitu: Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika). Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan. 4. Terdapat beberapa tokoh yang menganut paham empirisme, diantaranya yaitu: John Locke, David Hume, George Berkeley dan Thomas Hobbes
5. Terkait

hubungannya

dengan

matematika,

empirisme

seringkali

disandingkan dengan rasionalisme. Hal ini disebabkan karena pembuktianpembuktian suatu teorema dalam matematika, kita seringkali

menggunakan akal (rasio) dan pengalaman indera (empirisis).

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2012). Empirisme John Locke (1632-1704)[online]. Tersedia: http://atullaina.blogspot.com/2012/04/empirisme-john-locke-1632 1704.html#fji1336196177077 [6 mei 2012]. Usdiyana, Dian. Pengertian Rasionalisme dan Empirisme.[Online]. Tersedia: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/196 009011987032-DIAN_USDIYANA/Tugas_Akhir.pdf. [5 Mei 2012] Yayat, Supriatna. (2011). Makalah Empirisme. [Online]. Tersedia: http://yayat56.blogspot.com/2011/05/makalah-empirisme.html. [5 Mei 2012]

Anda mungkin juga menyukai