Anda di halaman 1dari 29

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN
FAKULTAS TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

PRAKTIKUM PRINSIP STRATIGRAFI


ACARA II : ANALISA PROFIL

LAPORAN

OLEH
ABIMANYU A NASARUDDIN
D061191011

GOWA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stratigrafi adalah cabang ilmu geologi yang membahas mengenai distribusi,

bentuk, komposisi, dan hubungan antar tubuh batuan, untuk menginterpretasi

waktu dan sejarah pembentukannya. Istilah stratigrafi yang tersusun dari 2 suku

kata yaitu strati (stratus) yang artinya perlapisan dan kata grafi (graphic/ graphos)

yang artinya gambar atau lukisan, yang awalnya hanya didefinisikan sebagai ilmu

pemerian lapisan-lapisan batuan, khususnya pada batuan sedimen.

Batuan sedimen digunakan dalam stratigrafi kerena batuan sedimen

membuthkan waktu yang lama dan proses yang panjang untuk menjadi suatu

batuan. Batuan sedimen berasal dari material sedimen yang kemudian

tertransportasi kemudian terakumlasi pada cekungan atau delta dan hingga

mengalami proses litifikasi. Delta adalah sebuah lingkungan transisional yang

dicirikan oleh adanya material sedimen yang tertransport lewat aliran sungai

(channel), kemudian terendapkan pada kondisi di bawah air (subaqueous), pada

tubuh air tenang yang diisi oleh aliran sungai tersebut, sebagian lagi berada di

darat/subaerial. Delta memiliki bagian-bagian, setiap dari bagian delta

mengendapkan material yang berbeda dan proses yang berbeda pula, sehinnga

prosuk yang dihasilkan berbeda pula. Untuk dapat mengetahui jenis batuan

sedimen dan daerah pembentukkannya maka dilakukanlah praktikum ini.


1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud Praktikum ini dimaksudkan agar praktikan dapat memahami dan

mengetahui cara menganalisis profil. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari

praktikum ini adalah agar praktikan dapat :

1. Praktikan mampu menganalisa ukuran butir berdasarkan litologi yang ada.

2. Praktikan mampu menentukan lingkungan pengendapan berdasarkan paket

urutan sedimen yang telah ditentukan.


BAB II
LATAR BELAKANG

2.1 Analisa Profil

Analisa Profil merupakan suatu cara yang digunakan untuk menentukan

lingkungan Pengendapan dan untuk mendapatkan gambaran-gambaran paleografi

dari lingkungan pengendapan tersebut.Metode yang digunakan sebenarnya

merupakan metode stratigrafi asli yaitu dengan mengenali urutan-urutan vertikal

dari suatu sikuen.Analisa sikuen sangat penting dalam mengenali suatu

lingkungan pengendapan.Suatu lingkungan tertentu akan mempunyai mekanisme

pengendapan tertentu pula.Karenanya urut-urutan secara vertical ( dalam kondisi

normal ) akan mempunyai karakteristik tersendiri,dengan demikian suatu profil

akan dapat diketahui perkembangan pengendapan yang terjadi dan sekaligus dapat

diketahui perkembangan cekungannya.

2.2 Falsafah Dasar Analisa Profil

Analisa profil memiliki beberapa konsep diantaranya :

a. Konsep daur ( Cyclus ) dan Irama ( Rhytme )

Konsep ini menyatakan bahwa sedimentasi sering merupakan daur atau perulangan

dari urutan yang sama.Contohnya luncuran Turbidit,perpindahan dari jari-jari delta

secara lateral.Berbagai Daur atau Irama yang diketahui seperti :

1) Banding atau Interklast : ab ab ab

2) Cyclic atau Simetri : abcdcba,abcdcba

3) Pulsatoris atau Asimetri : abcd abcd


b. Hukum Walther

Menyatakan bahwa dalam sedimentasi urut-urutan fasies sediment vertical

mencerminkan urutan lateral.Ini disebabkan karena lingkungan-lingkungan

pengendapan yang dalam suatu waktu berada berdampingan oleh proses progradasi

terutama transgresi dan regresi dapat bertumpuk,dimana suatu lingkungan

pengendapan berada diatas yang lain.

c. Prinsip Hjulstrom

Prinsip ini memungkinkan lapisan-lapisan halus yang telah terendapkan tidak dapat

dierosi lagi oleh makin cepatnya arus,sehingga urut-urutan yang menghalus dan

mengkasar ke atas dapat terjadi. Analisa Profil dari suatu stratigrafi batuan dapat

dilakukan dengan menggunakan data Outcrop dan data Well Log.

2.3 Cara Analisa Profil

2.3.1 Analisa Log Untuk Litologi

Log adalah suatu garfil kedalaman (bisa juga waktu) dari suatu set data

yang menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan didalam

sebuah sumur. Dipandang dari segi waktu.log dapat dibedakan menjadi tiga

macam yaitu Log lapangan,Log Transmisi dan Log hasil proses. Jenis-jenis

log,parameter yang diukur serta kegunaannya dalam ilmu geologi :

a. Log SP (Spontaneous Potential)

Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda

dipermukaan yang tetap dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang bor

yang bergerak naik turun,skala Log SP adalah Multivolt.Dari kurva log SP ini

dapat diinterpretasikan jenis litologi atau suatu lapisan yang permeable dan
serpih (Shale) yang impermeable. Litologi serpih ditunjukkan oleh

kenampakan kurva yang yang terdefleksi kekanan sedangkan litologi

permeable (batupasir) terdefleksi kekiri.

b. Log Resistivity

Log Resistivity adalah log yang digunakan untuk menginterpretasi larutan

didalam suatu formasi.Juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya

batubara (tingkat resistensi tinggi),lapisan tipis batugamping dalam serpih

(tingkat resistensi tinggi) dan bentonik (tingkat resistensi rendah).Batuan-

batuan porous yang jenuh memiliki tingkat resistivitas yang tinggi,sehingga

log ini dapat digunakan dalam pemisahan serpih dari batupasir dan karbonat

yang porous.

c. Log Gamma- Ray (GR)

Prinsip log Gamma – Ray adalah suatu rekaman tingkat 5adioaktifitas alami

yang terjadi karena 3 unsur :Uranium (U),Thorium (Th) dan Potassium (K)

yang ada pada batuan.Ketiga elemen tersebut umum dijumpai pada mineral-

mineral lempung dan beberapa evaporit.Ada tiga hal utama yang dapat

diinterpretasi dari log GR ini,yaitu :

 Kenampakan kurva log yang diakibatkan oleh proses diagenetik.

 Lempung-lempung aktif dalam pori batuan,serpih yang banyak

mengandung Illit (unsur K tinggi) lebih bersifat radioaktif daripada yang

mengandung Montmorilonit atau Klorit.

 Batupasir arkose (K-feldspar tinggi) lebih bersifat radioaktif daripada

yang tidak mengandung feldspar.


d. Log Kapiler

Digunakan untuk mengukur besarnya kecepatan gelombang bunyi dalam

batuan.Kecepatan ini tergantung dari litologi yang dilewati,jumlah ruang pori

batuan yang saling berhubungan dan jenis batuan dalam pori.

e. Log Porositas

Jenis log yang dapat mengindikasikan besarnya tingkat porositas batuan

adalah Log Densitas dan Log Neutron.Log Densitas digunakan untuk

mengidentifikasi beberapa jenis litologi yang mengandung Anhydrite,Halit

dan batuan Karbonat yang tidak porous.Sedangkan log Neutron untuk

mengukur konsentrasi Hidrogen (pada air dan minyak) dalam batuan.

Porositas batuan diperhitungkan berdasarkan minyak atau air yang mengisi

ruang pori batuan.Udara atau air terikat dalam mineral-mineral lempung

memberikan nilai anomaly yang rendah.

f. Log Caliper

Jenis log ini merekam data besarnya diameter lubang bor dan daya tahan log-

log lainnya.

g. Log Dip Meter

Log jenis ini digunakan untuk mengukur kemiringan struktur dan analisa

stratigrafi.

Untuk analisa suatu profil dapat menggunakan kurva log,dimana terbagi atas

2 yaitu :

1) Log untuk penentuan lingkungan pengendapan.

2) Log untuk menentukan litologi yang ada pada urutan batuan.


Log untuk penentuan lingkungan pengendapan terbagi atas lima bentuk

(seperti gambar dibawah),yaitu :

 Bentuk Cylindrical yang dipakai untuk lingkungan eolian. graded fluvial,

carbonate shelf, reef, sub marine, canyon dll.

 Bentuk shapped yang digunakan untuk lingkungan fluvial, pointbar, tidal point

bar, deep sea chanel dan beberapa pada transgresi shelf sand.

 Bentuk funnel shapped digunakan untuk lingkungan distribusi mouth bar,

klastik strand plain, barrier island, shallow marine sheet. sandstone, carbonate

shoaling upward sequence, submarine fun lobe.

 Bentuk symmetrical yang digunakan untuk lingkungan sandy offshore bar,

transgressive shelf sens, CU dan FU unit.

 Bentuk irregular yang digunakan untuk lingkungan pengendapan fluviatil

floodplain, carbonate slope/clastic slope/canyon fill.

2.4 Lingkungan Pengendapan

Pengertian delta adalah sebuah lingkungan transisional yang dicirikan

oleh adanya material sedimen yang tertransport lewat aliran sungai (channel),

kemudian terendapkan pada kondisi di bawah air (subaqueous), pada tubuh air

tenang yang diisi oleh aliran sungai tersebut, sebagian lagi berada di

darat/subaerial
Gambar 2.1 Lingkungan Pengendapan Delta

2.4.1 Klasifikasi Delta

Klasifikasi merupakan suatu usaha pengelompokkan berdasarkan kesamaan

sifat, fisik yang dapat teramati. Dalam hal klasifikasi delta, ada beberapa

klasifikasi yang sering digunakan. Klasifikasi delta yang sering digunakan adalah

klasifikasi menurut Galloway, 1975  dan klasifikasi menurut Fisher, 1969

diantaranya :

a. Delta Front

Merupakan bagian delta yang berada pada bagian lowland yang tersusun

atas active channel dan abandoned channel .yang dipisahkan oleh lingkungan

perairan dangkal dan merupakan permukaan yang muncul atau hampir muncul.

Delta Plain dicirikan oleh suatu distributaries dan interdistributaries area. Proses

sedimentasi utama di delta plain adalah arus sungai, walaupun arus tidal juga

muncul. Pada daerah dengan iklim lembab, Delta plain mungkin

mengandung komponen organik penting (gambut yang kemudian menjadi


batubara). Gambut merupakan kemenerusan dari paleosol ke arah downdip

(terletak pada bidang kronostratigrafi yang sama) yang mewakili suatu periode

panjang terbatasnya influks sedimen klastik. Kemudian Delta Plain Di bagi lagi

menjadi 2 yaitu:

1) Upper Delta Plain

Merupakan bagian delta yang berada di atas area pengaruh pasang surut

(tidal) dan laut yang signifikan (pengaruh laut sangat kecil).

2) Lower Delta Plain

Sublingkungan ini terletak pada interaksi antara sungai dan laut yang terbentang

mulai dari batas surutnya muka air laut yang paling rendah hingga batas maksimal

air laut pada saat pasang.

b. Delta Front

Prodelta merupakan lingkungan transisi antara delta front dan endapan marine

shelf. Merupakan bagian dari delta di bawah kedalaman efektif erosi gelombang,

terletak di luar delta front dan menurun ke lantai cekungan sehingga tidak ada

pengaruh gelombang dan pasang surut dimana terjadi akumulasi mud, umumnya

dengan sedikit bioturbasi . Sedimen yang ditemukan pada bagian delta

ini tersusun oleh material sedimen berukuran paling halus yang terendapkan

dari suspensi. Struktur sedimen masif, laminasi, dan burrowing structure.

Seringkali dijumpai cangkang organisme bentonik yang tersebar luas,

mengindikasikan tidak adanya pengaruh fluvial (Davis, 1983). Endapan prodelta

terdiri dari marine dan lacustrine mud yang terakumulasi dilandas laut (seaward).

Endapan ini berada di bawah efek gelombang, pasang surut dan arus sungai.
c. Prodelta

Prodelta merupakan lingkungan transisi antara delta front dan

endapan marine shelf. Merupakan bagian dari delta di bawah kedalaman efektif

erosi gelombang, terletak di luar delta front dan menurun ke lantai cekungan

sehingga tidak ada pengaruh gelombang dan pasang surut dimana terjadi

akumulasi mud, umumnya dengan sedikit bioturbasi . Sedimen yang ditemukan

pada bagian delta ini tersusun oleh material sedimen berukuran paling halus yang

terendapkan dari suspensi.Struktur sedimen masif, laminasi, dan burrowing

structure. Seringkali dijumpai cangkang organisme bentonik yang tersebar luas,

mengindikasikan tidak adanya pengaruh fluvial (Davis, 1983). Endapan prodelta

terdiri dari marine dan lacustrine mud yang terakumulasi dilandas laut (seaward).

Endapan ini berada di bawah efek gelombang, pasang surut dan arus sungai.

Tipe Genetik Unit

Dalam menentukan lingkungan pengendapan dapat dianalisa berdasarkan unit-unit

atau paket urutan sedimen yang telah ditentukan. Beberapa istilah untuk

penentuan genetik unit adalah:

 Cu : Coarsenig upward (mengkasar ke atas)

 Fu : Fining upward (menghalus ke atas)

 TkU : Thicking upward (meebal ke atas)

 TnU : Thinnning upward (menghalus ke atas)

 Ag : Agradasi (Kesamaan ukuran butir)


BAB III
METODE DAN TAHAPAN PRAKTIKUM

3.1 Metode Praktikum

Metode yang diunakan dalam praktikum kali ini yaitu metode pengerjaan

langsung. Yang mana asisten memberikan arahan dan praktikan mengerjakan

arahan yang diberikan. Untuk metode pengerjaan laporan sendiri menggunakan

metode study literatur baik itu dari buku, jurnal maupun internet.

3.2 Tahapan Praktikum

Adapun tahapan pengerjaan pelaksanaan praktikum kali ini yaitu:

a. Problem Set

Membaca secara teliti problem set yang diberikan, catat atau tandai hal-hal yang

dianggap penting. Perhatikan struktur sedimen yang ada dan jika terdapat sisipa atau

tidak.

b. Membagi Paket Genetik

Dalam praktikum ini, paket genetik dibagi per dua litologi, dimana dalam dua litologi

dibatasi garis lurus

c. Memberi Warna

Beri warna tiap simbol batuan sesuai dengan aturan yang ada, pehatikan tebal tipisnya

pewarnaan.

d. Interpretasi Ukuran butir

Amati ukuran butir tiap paket genetik per dua litologi, lalu tarik garis untuk

menunjukkan perubahan ukuran butir antar litologi bagian atas dengan litologi bagian
bawahnya.

e. Interpretasi Ekspresi Topografi

Pengerjaannya sama persis dengan interpretasi ukuran butir, dimana menarik garis

sesuai dengan perubahan ukuran butir tiap litologi yang ada. Garis ekspresi topografi

merupakan pencerminan dari interpretasi ukuran butir.

f. Genetik Unit

Pengisian kolom genetik unit diisi dengan keterangan perubahan ukuran butir, dimana

dibagi menjadi coarsening upward jika perubahan ukuran butir mengkasar keatas,

fining upward jika perubahan ukuran butir menghalus ke atas, dan agradasi jika tidak

terdapat perubahan ukuran butir (ukuran butir sama). Coarsening upward dapat

disingkat dengan Cu, fining upward disingkat dengan Fu, dan Agradasi disingkat

dengan Ag.Pengisian selanjutnya yaitu menuliskan keterangan perubahan ketebalan

lapisan, dimana dibagi menjadi thicking upward jika perubahan ketebalan menebal

ke atas dan thinning upward jika perubahan ketebalan menipis ke atas. Thicking

upward dapat disingkat dengan Tc, thinning upward disingkat dengan Tn.Pengisian

terakhir adalah dengan menuliskan struktur sedimen yang terdapat pada litologi dan

jika terdapat sisipan litologi yang lain.

g. Lingkungan Pengendapan

Interpretasi lingkungan pengendapan tiap paket genetik sesuai dengan data litologi,

ukuran butir, ketebalan lapisan, struktur sedimen, serta sisipan yang ada. Berbagai

parameter tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dalam menentukan lingkungan

pengendapan tiap litologi di lingkungan pengendapan transisi, dalam hal ini adalah

delta.

3.2.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahap ini, dilakukan asistensi acara oleh asisten ke praktikan untuk
dipaparkan bagaimana sistematikanya ketika praktikum. Pada tahap ini praktikan

akan membuat tugas pendahuluan berupa soal dan rangkuman dari asistensi acara

serta membaca referensi.

3.2.2 Tahap Praktikum

Pada tahap praktikum, praktikan akan memecahkan problem set yang

diberikan dan membuat analisa profil dari hasil problem set tersebut.

3.2.3 Tahap Analisis Data

Pada tahap ini, praktikan telah membuat penampang stratigrafi

berdasarkan interprestasi sendiri. Kemudian akan diasistensikan untuk dibuatkan

laporan.

3.2.4 Tahap Penyusunan Laporan

Tahap ini, laporan sementara yang sudah diasistensikan akan dibuatkan

laporan sebagai hasil akhirnya.

Tabel 3.1 Flow Chart

Tahap Pendahuluan

Tahap Praktikum

Tahap Analisis Data

Tahap Penyusunan
Laporan

3.3 Alat dan Bahan


Dalam praktikum kali ini, alat dan bahan yang digunakan yaitu pada
saat manual yaitu :

1. Kertas HVS A4
2. Penggaris
3. Double tip
4. Pensil warna
5. Cutter
6. Gunting
7. ATM
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam praktikum analisa profil kali ini, interpretasi dilakukan dengan

membagi problem set tiap dua litologi. Setelah dibagi menjadi tiap dua litologi,

didapatkan 29 lapisan. Interpretasi tiap lapisan dapat diuraikan sebagai berikut:

4.1 Genetik Unit 1

Lapisan pertama didapatkan litologi Batupasir sedang dengan ukuran butir

pasir sedang pada bagian atas dan Batupasir halus dengan ukuran butir pasir halus

di bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward)

dikarenakan ukuran butirnya yang mengkasar ke atas dan Tku (Thicking upward)

dimana ketebalannya menebal ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat

diidentifikasi bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta Front dicirikan

dengan coarsening upward dan akumulasi Batupasir.

4.2 Genetik Unit 2

Lapisan kedua didapatkan litologi Batulempung dengan ukuran butir lempung

pada bagian atas dan Batulanau dengan ukuran butir lanau di bagian bawahnya.

Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward) dikarenakan ukuran butirnya yang

menghalus ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana ketebalannya menipis ke

atas. Dijumpai pula struktur sedimen bioturbasi pada Batulempung. Dari hasil
pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan pengendapannya adalah di

Pro Delta dicirikan dengan akumulasi Batulempung dan struktur sedimen

bioturbasi.

4.3 Genetik Unit 3

Lapisan ketiga didapatkan litologi Batubara dengan ukuran butir lempung

pada bagian atas dan Batupasir kasar dengan ukuran butir pasir kasar di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang menghalus ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta Plain dicirikan dengan adanya

Batubara.

4.4 Genetik Unit 4

Lapisan keempat didapatkan litologi Batubara dengan ukuran butir lempung

pada bagian atas dan Batulempung dengan ukuran butir lempung di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Ag (Agradasi) dikarenakan tidak ada

perubahan ukuran butir (kesamaan ukuran butir) dan TnU (Thinning upward)

dimana ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat

diidentifikasi bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta Plain dicirikan

dengan adanya Batubara.

4.5 Genetik Unit 5

Lapisan kelima didapatkan litologi Batugamping dengan ukuran butir pasir

kasar pada bagian atas dan Batupasir halus dengan ukuran butir pasir halus di
bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan

ukuran butirnya yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Prodelta dicirikan dengan

coarsening upward dan adanya Batugamping.

4.6 Genetik Unit 6

Lapisan keenam didapatkan litologi Batulempung dengan ukuran butir

lempung pada bagian atas dan Batupasir sedang dengan ukuran butir pasir sedang

di bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward) dikarenakan

ukuran butirnya yang menghalus ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dijumpai pula struktur sedimen laminasi pada

Batupasir halus. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Lower Delta Plain dicirikan dengan akumulasi

Batulempung dan struktur sedimen laminasi.

4.7 Genetik Unit 7

Lapisan ketujuh didapatkan litologi Batubara dengan ukuran butir lempung pada

bagian atas dan Serpih dengan ukuran butir lempung di bagian bawahnya. Genetik

unitnya adalah Ag (Agradasi) dikarenakan tidak ada perubahan ukuran butir

(kesamaan ukuran butir) dan TnU (Thinning upward) dimana ketebalannya

menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Delta Plain dicirikan dengan adanya Batubara.

4.8 Genetik Unit 8

Lapisan kedelapan didapatkan litologi Batupasir sedang dengan ukuran butir


pasir sedang pada bagian atas dan Batupasir halus dengan ukuran butir pasir halus

di bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward)

dikarenakan ukuran butirnya yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward)

dimana ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat

diidentifikasi bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta Plain dicirikan

dengan coarsening upward dan akumulasi Batupasir.

4.9 Genetik Unit 9

Lapisan kesembilan didapatkan litologi Batupasir kasar dengan ukuran butir

pasir kasar pada bagian atas dan Batugamping dengan ukuran butir pasir kasar di

bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (coarsening upward) dikarenakan

tidak ada perubahan ukuran butir (kesamaan ukuran butir) dan TkU (Thicking

upward) dimana ketebalannya menebal ke atas. Dijumpai pula struktur sedimen

bioturbasi pada Batugamping. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan

akumulasi Batulempung dan struktur sedimen bioturbasi.

4.10 Genetik Unit 10

Lapisan kesepuluh didapatkan litologi Batulanau dengan ukuran butir lanau

pada bagian atas dan Batulempung dengan ukuran butir lempung di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan

akumulasi lumpur (mud).


4.11 Genetik Unit 11

Lapisan kesebelas didapatkan litologi Batupasir halus dengan ukuran butir

pasir halus pada bagian atas dan Batupasir sedang dengan ukuran butir pasir

sedang di bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward)

dikarenakan ukuran butirnya yang menghalus ke atas dan TkU (Thicking upward)

dimana ketebalannya menebal ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat

diidentifikasi bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta front dicirikan

dengan akumulasi Batupasir.

4.12 Genetik Unit 12

Lapisan ke-12 didapatkan litologi Batugamping dengan ukuran butir pasir

sedang pada bagian atas dan Batulempung dengan ukuran butir lempung di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menebal ke atas. Dijumpai pula struktur sedimen bioturbasi pada

Batulempung. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan akumulasi Batulempung

dan struktur sedimen bioturbasi.

4.13 Genetik Unit 13

Lapisan ke-13 didapatkan litologi Batulanau dengan ukuran butir lanau pada

bagian atas dan Batupasir kasar dengan ukuran butir pasir kasar di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang menghalus ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi


bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan

akumulasi Batupasir dan Batulanau.

4.14 Genetik Unit 14

Lapisan ke-14 didapatkan litologi Batupasir sedang dengan ukuran butir

pasir sedang pada bagian atas dan Serpih dengan ukuran butir lempung di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang mengkasar ke atas dan TkU (Thicking upward) dimana

ketebalannya menebal ke atas. Dijumpai sisipan Batubara pada Batupasir sedang.

Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan pengendapannya

adalah di Upper Delta Plain dicirikan dengan adanya Batubara.

4.15 Genetik Unit 15

Lapisan ke-15 didapatkan litologi Batupasir kasar dengan ukuran butir pasir

kasar pada bagian atas dan Batupasir sedang dengan ukuran butir pasir sedang di

bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan

ukuran butirnya yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta Front dicirikan dengan

coarsening upward dan akumulasi Batupasir.

4.16 Genetik Unit 16

Lapisan ke-16 didapatkan litologi Batupasir sedang dengan ukuran butir

pasir sedang pada bagian atas dan Batulanau dengan ukuran butir lanau di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang mengkasar ke atas dan TkU (Thicking upward) dimana


ketebalannya menebal ke atas. Dijumpai struktur sedimen cross bedding pada

Batupasir halus. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Delta Front Plain dicirikan dengan adanya Batupasir

dan struktur sedimen cross bedding.

4.17 Genetik Unit 17

Lapisan ke-17 didapatkan litologi Batulempung dengan ukuran butir

lempung pada bagian atas dan Batugamping dengan ukuran butir pasir sedang di

bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Finning upward) dikarenakan

ukuran butirnya yang menghalus ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan

akumulasi Batulempung.

4.18 Genetik Unit 18

Lapisan ke-18 didapatkan litologi Batupasir halus dengan ukuran butir pasir

halus pada bagian atas dan Batubara dengan ukuran butir lempung di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang mengkasar ke atas dan TkU (Thicking upward) dimana

ketebalannya menebal ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta Plain Plain dicirikan dengan

adanya Batubara.

4.19 Genetik Unit 19


Lapisan ke-19 didapatkan litologi Batupasir kasar dengan ukuran butir pasir

kasar pada bagian atas dan Batulanau dengan ukuran butir lanau di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menebal ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta Front dicirikan dengan

coarsening upward dan akumulasi Batupasir.

4.20 Genetik Unit 20

Lapisan ke-20 didapatkan litologi Batulempung dengan ukuran butir

lempung pada bagian atas dan Batugamping dengan ukuran butir pasir sedang di

bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward) dikarenakan

ukuran butirnya yang menghalus ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dijumpai struktur sedimen bioturbasi pada

Batulempung. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan akumulasi Batulempung

dan struktur sedimen bioturbasi.

4.21 Genetik Unit 21

Lapisan ke-21 didapatkan litologi Batulempung dengan ukuran butir

lempung pada bagian atas dan Batupasir halus dengan ukuran butir pasir halus di

bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang menghalus ke atas dan Tn (Thinning upward) dimana ketebalannya

menipis ke atas. Dijumpai struktur sedimen laminasi pada Batupasir halus. Dari
hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan pengendapannya

adalah di Pro Delta dicirikan dengan akumulasi Batulempung dan struktur

sedimen laminasi.

4.22 Genetik Unit 22

Lapisan ke-22 didapatkan litologi Batubara dengan ukuran butir lempung

pada bagian atas dan Serpih dengan ukuran butir lempung di bagian bawahnya.

Genetik unitnya adalah Ag (Agradasi) dikarenakan tidak ada perubahan ukuran

butir (kesamaan ukuran butir) dan TnU (Thinning upward) dimana ketebalannya

menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Delta Plain dicirikan dengan adanya Batubara.

4.23 Genetik Unit 23

Lapisan ke-23 didapatkan litologi Batupasir sedang dengan ukuran butir

pasir sedang pada bagian atas dan Batupasir halus dengan ukuran butir pasir halus

di bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward)

dikarenakan ukuran butirnya yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward)

dimana ketebalannya menipis ke atas. Dijumpai sisipan Batubara pada Batupasir

halus. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Upper Delta Plain dicirikan dengan adanya Batubara.

4.24 Genetik Unit 24

Lapisan ke-24 didapatkan litologi Batupasir kasar dengan ukuran butir pasir

kasar pada bagian atas dan Batugamping dengan ukuran butir pasir sedang di

bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan

ukuran butirnya yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana
ketebalannya menipis ke atas. Dijumpai pula struktur sedimen bioturbasi pada

Batugamping. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan akumulasi Batulempung

dan struktur sedimen bioturbasi.

4.25 Genetik Unit 25

Lapisan ke-25 didapatkan litologi Batulanau dengan ukuran butir lanau pada

bagian atas dan Batulempung dengan ukuran butir lempung di bagian bawahnya.

Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan ukuran butirnya

yang mengkasar ke atas dan TnU (Thinning upward) dimana ketebalannya

menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan akumulasi Batulempung.\

4.26 Genetik Unit 26

Lapisan ke-26 didapatkan litologi Batupasir halus dengan ukuran butir pasir

halus pada bagian atas dan Batupasir sedang dengan ukuran butir pasir sedang di

bagian bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward) dikarenakan

ukuran butirnya yang menghalus ke atas dan TkU (Thicking upward) dimana

ketebalannya menebal ke atas. Dijumpai struktur sedimen laminasi pada Batupasir

halus. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Delta Front dicirikan dengan adanya Batupasir dan

struktur sedimen laminasi.

4.27 Genetik Unit 27

Lapisan ke-27 didapatkan litologi Batugamping dengan ukuran butir pasir

sedang pada bagian atas dan Batulempung dengan ukuran butir lempung di bagian
bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsening upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang mengkasar ke atas dan TkU (Thicking upward) dimana

ketebalannya menebal ke atas. Dijumpai struktur sedimen bioturbasi pada

Batulempung. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan

pengendapannya adalah di Pro Delta dicirikan dengan akumulasi Batulempung

dan struktur sedimen bioturbasi.

4.28 Genetik Unit 28

Lapisan ke-28 didapatkan litologi Batulanau dengan ukuran butir lanau pada

bagian atas dan Batupasir kasar dengan ukuran butir pasir sedang di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Fu (Fining upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang menghalus ke atas dan TnU(Thinning upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi

bahwa lingkungan pengendapannya adalah di Delta front Plain dicirikan dengan

akumulasi Batupasir dan Batulanau.

4.29 Genetik Unit 29

Lapisan ke-29 didapatkan litologi Batupasir halus dengan ukuran butir pasir

halus pada bagian atas dan Serpih dengan ukuran butir lempung di bagian

bawahnya. Genetik unitnya adalah Cu (Coarsenig upward) dikarenakan ukuran

butirnya yang menghalus ke atas dan TkU (Thicking upward) dimana

ketebalannya menipis ke atas. Dijumpai struktur sedimen cross bedding pada

Batupasir halus. Dari hasil pengamatan ini dapat diidentifikasi bahwa lingkungan
pengendapannya adalah di Upper Delta Plain dicirikan dengan adanya Batupasir

dan struktur sedimen cross bedding.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan interpretasi, maka didapatkan beberapa kesimpulan

berdasarkan tujuan yang telah dibuat, antara lain adalahsebagai berikut:

1. Litologi yang dijumpai pada problem set praktikum Prinsip Stratigrafi acara

Analisa Profil ini ada beberapa, yaitu Batugamping dengan ukuran butir pasir

kasar, Batupasir kasar dengan ukuran butir pasir kasar, Batupasir sedang

dengan ukuran butir pasir sedang, batupasir halus dengan ukuran butir pasir

halus, Batulanau dengan ukuran butir lanau, Batulempung dengan ukuran butir

lempung, Batubara dengan ukuran butir lempung, Serpih dengan ukuran butir

lempung.

2. Lapisan dengan lingkungan pengendapan Upper Delta Plain adalah lapisan ke

23. Lapisan dengan lingkungan pengendapan Lower Delta Plain adalah lapisan

ke 6 dan 29. Lapisan dengan lingkungan pengendapan Delta Plain adalah


lapisan 3, 4, 7, 8, 14, 18, dan 22. Lapisan dengan lingkungan pengendapan

Delta Front adalah lapisan ke 1, 11, 15, 16, 19, 26, dan 28. Lapisan dengan

lingkungan pengendapan ProDelta adalah lapisan ke 2, 5, 9, 10, 12, 13, 17, 20,

21, 24, 25, dan 27.

5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.P., Laurier, D., Thouvenin, J.M., 1976, Sediment Distribution Pattern In
The Modern Mahakam Delta, Indonesian Petroleum Association,
Proceedings 5th Annual Convention Jakarta, p 159-178.

Asisten Prinsip Stratigrafi.2014.Penuntun Praktikum Prinsip Stratigrafi.


Laboratorium Paleontologi Universitas Hasanuddin : Makassar.

Suroso,Aditya. Dkk . 2015. Geologi Kelautan. . Universitas Pembanguan


Nasional “Veteran” Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai