Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM DRAMA DAN TEATER

PADA PEMBELAJARAN: APRESIASI DRAMA DAN TEATER

Desi Roswinda, Elva Nofitasari

(1805125237), (1805112612)

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Riau

desi.roswinda88@gmail.com, elva.nofitasari@gmail.com

A. Pendahuluan

Drama dan teater adalah media yang tepat untuk peserta didik
menampilkan kreativitas kesenian secara komperatif sehingga mendidik generasi
muda yang seimbang anatar logika, etika, dan estetika. Menanamkan karakter bisa
melalui berbagai berbagi media. Teater dan drama menjadi salah satu media nya.
Dengan bermain drama dan teater, seseorang bisa mengenal berbagai karakter
yang dimiliki manusia dan memilih yang mana baik dan buruk. Ilmu sastra drama
dan teater beperan sangat besar menanamkan nilai-nilai investasi moral masa
depan dan melatih pendidikan karakter, mengingat sastra drama dan teater itu
berbicara tentang manusia dan kemanusiaan.

Di dalam makalah ini akan di bahas mengenai apa konsep penanaman


pendidikan karakter dalam drama? Nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam drama
dan teater? dan bagaimanakah implikasi drama dan teater bagi pembelajaran?

Melalui makalah “Pendidikan karakter dalam drama dan teater”, maka


kami sebagai penulis berharap makalah ini bisa memberikan gambaran dan
penjelasan tentang bagaimana pendidikan karakter dalam drama dan teater.
Dengan adanya tulisan ini maka akan semakin menambah wawasan pembaca
tentang pendidikan karakter dalam drama dan teater.
B. Pembahasan
1. Konsep penanaman pendidikan karakter

Menurut Doni Koesoema A( 2007: 3-4) Pendidikan karakter


merupakan keseluruhan dinamika relasional antar pribadi dengan berbagai
macam dimensi, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi itu
semakin dapat menghayati kebebasannya, sehingga ia dapat semakin bertanggung
jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadai dan perkembangan orang
lain dalam hidup mereka.

Secara singkat, pendidikan karakter bisa diartikan sebagai sebuah bantuan


sosial agar individu itu dapat bertumbuh dalam mengkhayati kekebasannya dalam
hidup bersama orang lain dalam dunia. Pendidikan karater bertujuan membentuk
setiap pribadi menjadi insan yang berkeutamaan.

Pendidikan karakter bukan hanya berurusan dengan penanaman nilai bagi


siswa, namun merupakan sebuah usaha bersama untuk menciptakan sebuah
lingkungan pendidikan tempat setiap individu dapat mengkhayati kebebasan
sebagai sebuah prasyarat bagi kehidupan moral yang dewasa. Ada dua macam
paradigma dalam pendidikan karakter. Yang pertama memandang pendidikan
karakter dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit. Yang
kedua melihat pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral
yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan
itu sendiri.

Menurut Doni Koesoema A (2007:192-193) pendidikan karakter lebih


berkaitan dengan bagaimana menanamkan nilai-nilai tertentu dalam diri anak
didik, seperti nilai-nilai yang berguna bagi pengembangan pribadi nya sebagai
makhluk individual sekaligus sosial dalam lingkungan sekolah. Pendidikan
karakter di sekolah secara sederhana bisa didefenisikan sebagai, “pemahaman,
perawatan, dan pelaksanaan keutamaan.”
Pendidikan karakter di sekolah mengacu pada proses penanaman nilai,
berupa pemahaman-pemahaman, tata cara merawat menghidupi nilai-nilai itu,
serta bagaimana seorang peserta didik memiliki kesempatan untuk dapat
melatihkan nilai-nilai tersebut secara nyata.

Menurut Thomas Lickona (dalam Herwulan Irine Purnama,2019:10-11)


Penanaman pendidikan karakter tak hanya semata-mata tugas pendidik, orang tua
juga memiliki peran sangat penting, hal ini sejalan dalam John Hansgate (dalam
Herwulan Irine Purnama,2019:10-11) “Sistem sekolah tidak bisa menggantikan
keluarga. Total pendidikan anak-anak kita merupakan usaha kooperatif yang
memperkuat solidaritas masyarakat. Orangtua yang apatis yang mendorong
suasana rumah permisif menciptakan masalah bagi semua orang).

Menurut Amirulloh Syarbini (2014:3) Pendidikan karakter akan berjalan


efektif dan utuh jika melibatkan tiga institusi, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Pendidikan karakter tidak akan berjalan jika mengabaikan salah satu
insitusi, terutama keluarga. Pendidikan informal dalam keluarga memiliki peranan
penting dalam proses pembentukan karakter seseorang. Hal itu disebabkan
keluarga merupakan lingkungan tumbuh dan berkembangnya anak sejak mulai
usia dini hingga mereka menjadi dewasa. Melalui pendidikan dalam keluargalah
karakter anak dibentuk.

Dapat disimpulkan bahwa implementasi pendidikan karakter merupakan


upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu
peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran,sikap ,perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat.
2. Nilai- nilai pembelajaran dalam drama dan teater

Menurut Suwardi Endraswara (2014:16) Drama adalah karya sastra dialogis.


Drama hadir atas dasar imajinasi terhadap hidup kita. Inti drama, tidak lepas dari
sebuah tafsir kehidupan. Bahkan apabila dinyatakan,drama sebagai
tiruan(mimetik) terhadap kehidupan juga tidak keliru.

Drama sesuai untuk diajarkan, karena didalamnya ada tindakan yang dapat
dicontoh oleh peserta didik. Drama yang penuh dengan tindakan,memungkin
seorang perilaku berdialog, bertindak apa saja,tawar menawar nilai, dan
mempertontonkan kebolehannya.

Ada pengarang yang memfokuskan pada segi keadilan, korupsi,


ketidakmapanan, segi cinta kasih, kebobrokan sosial, segi moral, segi didaftif,
segi kepincangan dalam masyarakat, segi suka atau duka, dan sebagainya. Aspek-
aspek ini dibedakan menjadi dua:

a. Potret kehidupan yang tenang, datar, tanpa gejolak.


b. Potret kehidupan yang tidak mapan, penuh tantangan, banyak riak, dan
sering sekali menyedihkan, memprihatinkan.

Tontonan atau naskah yang dihasilkan akan ditentukan oleh bagaimana sikap
penulis dalam menginterpretasikan kehidupan ini.

Kegiatan drama dan teater bisa membantu anak ke arah pembentukan pribadi
yang erat hubungannya dengan pembentukan sikap sosial anak. Anak semakin
menyadari bahwa masing-masing individu terjadi atas 3 dimensi, yakni sebagai
makhluk ciptaan Tuhan, sebagai makhluk individu, dan sebagai makhluk sosial.
Bimbingan dan pendidikan estetika (drama) cukup signifikan untuk menyalurkan
emosi anak-anak ke arah yang menguntungkan pembentukan perihal yang baik.
Pendidikan estetika menjadikan anak-anak mampu menghargai keindahan,
kehalusan, dan ketertiban/kedisiplinan.
Drama dan teater menyediakan kesempatan kepada anak-anak untuk
mempelajari psikologi manusia dengan berbagai perilakunya, dengan pelbagai
tingkah lakunya. Anak-anak mempunyai kesempatan memerankan tokoh.peran
tokoh itu tentu saja dihayatinya dengan baik, sehingga tanpa sadar prosesi itu akan
sangat membantu anak-anak dalam pendewasaan diri. Anak-anak
mengidentifikasikan diri mereka dengan tokoh-tokoh yang dibawakannya, pun
mengenal secara baik masalah-masalah tokoh tersebut. Demikian pula, anak-anak
tahu secara persis nilai-nilai (moral) yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh,
sehingga anak-anak cukup terlatih dalam upaya memencahkan masalahnya sendiri
dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kegiatan drama dan teater, ternyata baik pemain (aktor/aktris) maupun
penonton (pemirsa,audience) sama-sama mendapatkan keuntungan. Pemain atau
aktor/aktris yang bermain drama adalah orang-orang yang memperoleh
kesempatan besar untuk menemukan dirinya. Sementara itu, penonton atau
pemirsa/audience dari waktu ke waktu mesti belajar menjadi penonton yang baik,
santun, dan bermatabat.

Pembelajaran drama juga cukup memberikan kontribusi kepada proses


pembelajaran yang lain dalam pengetahuan dan kepandaian, misalnya dalam
kaitannya dengan pembelajaran bahasa, kesusasteraan, bercakap dengan irama,
mehilangkan tabiat malu, menggembirakan karena drama (sandiwara) bersifat
permainan memberikan pengertian baru, berlatih gerak irama, menyanyi,
menyesuaikan kata dengan pikiran, rasa, kemauan, dan tenaga, mengajarkan adat
sopan santun, dan seterusnya.

Drama dan teater sebagai media pembelajaran sangat strategis dalam upaya
pencapaian tujuan pendidikan mengingat drama dan teater bersifat sangat menarik
minat dan mengikat perhatian.
Beberapa hal positif yang dapat diperoleh siswa dari pengajaran drama adalah:

a. cara efektif uuntuk menolong siswa memahami konsep-konsep, prinsip-prinsip,


dan sifat-sifat manusia yang abstrak

b. melatih kemampuan anak untuk berkonsentrasi

c. membantu daya ingat siswa dalam pelajaran

d. mendapatkan kesan emosi yang mendalam

e. mampu mengekspresikan emosi-emosi tertentu

f. meninggikan rasa percaya diri

g. membangun kerjasama dalam kelompok

h. mendorong berkreasi dan mengembangakan bakat yang ada

Menurut Brahim (dalam Henry Guntur Tarigan,2015:115) nilai-nilai


pendidikan yang terdapat dalam drama, antara lain:

a) Para pelajar dilibatkan suatu masalah


b) Memberi kesempatan “bildung’’
c) Para pelajar dapat mendiskusikan nilai-nilai kehidupan yang perlu bagi dirinya
d) Dapat menghargai pendapat orang lain
e) Mempunyai peranan dalam pembentukan pribadi sendiri
f) Merupakan latihan mempergunakan bahasa dengan teratur dan baik
g) Melatih anak berpikir cepat
h) Melatih para pelajar lain sebagai penonton
i) Para pelajar dapat mengerti secara intelektual dan merasakan persoalan sosial-
psikologis itu
j) Menimbulkan diskusi yang hidup
k) Mendidik para pelajar agar berani mengemukakan pendapat.
Menurut Harymawan (dalam Sumaryadi,1990:34-36) Hakekat (esensi) drama
adalah konflik manusia. Perhatian terhadap konflik ini adalah dasar dari drama.
Jika siswa bergaul dengan drama , berarti mereka berlatih okut merasakan
pergolakan bathin atau konflik-konflik manusia, disamping keselarasan dan
keindahan drama itu sendiri.

Peserta didik memperoleh pandangan yang lebih mendalam tentang sifat-sifat


watak manusia dan kehidupannya. Dengan demikian, mereka memperoleh
pengertian tentang psikologi memerankan tokoh, dan tokoh itu dihayatinya. Hal
itu sedikit banyak membentuk peserta didik mendewasakan dirinya. Mereka
berupaya mengidentifikasikan diri dengan tokoh yang diperankannya, mengenal
baik masalah-masalah tersebut, mengenai dengan baik moral-moral yang
diperjuangkan sehingga peserta didik terlatih untuk selalu berupaya memecahkan
masalah sendiri dalam kehidupan sehari-harinya.

Kegiatan drama yang rutin berdampak positif bagi peserta didik. Mereka
cenderung menjadi betah bergaul dengan orang lain tanpa memandang status
sosial, menghormati pendapat orang lain, sabar mendengarkan pembicaraan orang
lain, terbiasa dengan pertentangan pendapat di antara mereka, berjiwa toleran,
berani menentang hal-hal yang tidak baik, dan seterusnya.

Dengan semakin sering peserta didik menggauli naskah drama, mereka


banyak melihat bagaimana seorang tokoh menyusun pikiran dan perasaan sebaik
mungkin untuk disampaikan kepada tokoh lain, yang dengan demikian, peserta
didik akan terbiasa secara mudah dan lancar mengemukakan pikiran dan perasaan
di depan orang banyak secara lisan, disamping perolehan kosa kata yang jauh
lebih banyak yang mungkin tidak meraka temukan dalam bahasa yang mereka
gunakan sehari-hari.

Kegiatan drama adalah kegiatan kolektif yang membutuhkan kesetiaan,


disiplin tinggi, rasa tanggung jawab, dan kerja sama yang baik. Dengan
berkegiatan drama peserta didik akan tertanami tradisi gotong royong dan
kebiasaan bekerjasama yang baik dengan orang lain untuk tujuan bersama.
Tentang pemilihan pemain (casting) pun bermanfaat besar, yakni turut
menumbuhkan kesadaran berkompetisi secara sehat sehingga mendorong mereka
untuk berupaya semaksimal mungkin. Dalam diri peserta didik akan tertanam
nilai keberanian diri untuk menunjukkan kebolehan masing-masing secara sehat,
menghilangkan sifat sok jagoan da perasaan malu.

Dari sisi lain peserta didik yang bermain drama, akan mendapat keuntungan
yang sangat besar, seperti dinyatakan Mbiyo Saleh (dalam Sumaryadi,1990: 36)
bahwa aktor/aktris drama adalah orang-orang yang memperoleh kesempatan besar
untuk menemukan diri nya. dari sisi peserta didik yang menonton, mereka belajar
menjadi penonton yang baik dan sopan. Pengalaman dalam menonton drama dan
bermain drama merupakan faktor penting untuk perkembangan kemanusiaan
individu yang mengalami.

Menurut Sihombing (dalam Sumaryadi,1990:36) Di Amerika Serikat telah


dibuktikan bahwa educational theatre berguna sebagai salah satu cara untuk
mengendorkan ketegangan emosi peserta didik dan memberikan sumbangan yang
berarti untuk kesehatan mental anak-anak.

Menurut Dewantara (dalam Sumaryadi,1990:36) Sesungguhnya pengajaran


drama sangat menyokong pengajaran dalam hal pengetahuan dan kepandaian
misalnya pengajaran bahasa, kesusasteraan, bercakap dengan irama,
menghilangkan tabiat malu, menggemberikan karena drama bersifat permaianan,
memberikan pengertian baru, latihan gerak irama, menyanyi, menyesuaikan kata
dengan pikiran, rasa, kemauan, dan tenaga yang mengajarkan adat sopan santun,
dan sebagainya.

Menurut Saleh (dalam Sumaryadi 1990:37) Melalui media drama tujuan


pendidikan mudah tercapai karena drama bersifat sangat menarik minat dan
mengikat perhatian. Hal itu hubungan dengan tuntutan eksistensi sebuah drama
yang menyuguhkan cerita gerak dan bukan hanya menyuguhkan cerita dengan
bercerita seperti halnya cerita rekaan.
Menurut Dewantara (dalam Sumaryadi,1990:37) dalam kebudayaan kita
dianggap sebagai kesenian yang diperuntukkan penyiaran pendidikan dan
pengajaran. Dengan menggauli drama, memainkan drama dan menonton drama
peserta didik tanpa terasa memasuki pesan-pesan atau amanat-amanat yang
terkadung dalam drama tersebut.

3. Drama dan teater implikasinya bagi pembelajaran

Menurut Dee Arsi dalam web


https://www.academia.edu/20303480/APRESIASI_PENGAJARAN_DRAMA
,Pembelajaran drama dan teater yang diharapkan pada dasarnya adalah segi
apresiasinya yang melibatkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Itulah
sebabnya, kegiatan apresiasi drama di kalangan peserta didik merupakan masalah
yang harus ditangani bersama. Di samping memiliki pengetahuan yang layak
mengenai drama, diharapkan para peserta didik memiliki atensi yang pantas
terhaap kegiatan drama. Bahkan bila dimungkinkan mampu melakukan kegiatan
praktik berupa pementasan drama.

Beberapa hal positif yang dapat diperoleh peserta didik dari pembelajaran
drama:

a) Cara efektif untuk menolong peserta didik memahami konsep-konsep,


prinsip-prinsip, dan sifat-sifat manusia yang abtrak
b) Melatih kemampuan anak untuk berkosentrasi
c) Membantu daya ingat siswa dalam pembelajaran
d) Mendapatkan kesan emosi-emosi yang mendalam
e) Mampu mengekpresikan emosi-emosi tertentu
f) Meninggikan rasa percaya diri
g) Membangun kerjasama dalam kelompok
h) Mendorong berkreasi dan mengembangkan bakat yang ada
Implikasi pengajaran drama dalam pendidikan adalah menunjang keterampilan
berbahasa, meningkatkan pengetahuan siswa, meningkatkan cipta,rasa, dan karsa
peserta didik, mengembangkan pembentukan karakter peserta didik,
meningkatkan kererampilan interaksi sosial, penguasaan diri dan meningkatkan
daya kreasi.

Dalam suatu pementasan drama, tidak dapat dilaksanakan secara individual


tetapi senantiasa bersama dengan orang lain. Suasana itulah yang menyebabkan
drama juga disebut sebagai seni kolektif. Selain sebagai seni kolektif, drama juga
merupakan seni campuran. Disebut demikian oleh karena untuk kepentingan
pementasan dalam drama memerlukan keterlibatan unsur-unsur seni lain seperti
tari (gerak), Seni musik (suara), seni lukis (dekorasi/panggung), seni sastra (kata).
Unsur-unsur tersebut terangkum menjadi satu di dalam memberi ciri drama.

Selanjutnya secara rinci disajikan tahap-tahap pembelajaran apresiasi drama .


Tahapan tersebut, yaitu:

1.pendahuluan,

2.penentuan sikap praktis,

3.introduksi,

4.penyajian,

5.diskusi,

6.dan pengukuhan

Pada tahap pendahuluan guru melakukan kegiatan pemahaman sederhana


terhadap naskah drama yang dijadikan bahan pengajaran. Pada tahap ini guru
berupaya memahami tema, hal yang menarik, nilai-nilai yang ada, dan
sebagainya. Guru dengan sejumlah bekal yang dimiliki berusalra "mengenali"
dulu naskah drarna yang akan dibahas bersama siswa.
Pada tahap penentuan sikap praktis, guru menentukan langkah-langkah praktis
yang akan ditempuh dalam proses pembelajaran. Mencatat hal-hal penting yang
perlu mendapat perhatian misalnya menyangkut tokoh-tokoh yang terlibat dalam
drama, peralatan yang dibutuhkan, cara atau metode apa yang akan digunakan
untuk mengajarkan drama tersebut dan sebagainya.

Tahap introduksi atau pengantar merupakan tahapan pembuka sebelum masuk


pada penyajian. Pada tahap introduksi ini guru dapat mengajak siswa untuk
mengingat pengalaman-pengalaman yang berkesan masing-masing siswa. Agar
dapat teraran, pengalaman-pengalaman siswa tersebut sedapat mungkin
dihubungkan dengan tema atau pokok permasalahan yang ada dalam drama yang
akan dijadikan bahan pengajaran. Setelah melakukan introduksi atau pengantar,
guru dapat langsung masuk pada tahapan penyajian materi. Berdasarkan strategi
yang telah dipilih, proses pembelajaran dapat langsung dilaksanakan. Pada tahap
penyajian perlu dipertimbangkan waktu yang tersedia, berapa pertemuan yang
diperlukan untuk membahas drama tersebut.

Tahap selanjutnya adalah tahap diskusi. Pada tahap ini guru bersama-sama
siswa mendiskusikan permasalahan yang muncul selama proses belajar mengajar.
Siswa diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menyampaikan pendapatnya. Guru
dapat memberikan sejumlah pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai bahan
diskusi dengan siswa. Pada prinsipnya, tahap diskusi sekaligus dapat
dimanfaatkan sebagai upaya pengukuhan terhadap perolehan belajar siswa. Hal-
hal pokok yang mendapatkan perhatian, dibahas dan diulas kembali oteh guru.
Kegiatan pengukuhan perlu dilakukan untuk menguatkan perolehan pengejahuan
dalam diri siswa.

Pembelajaran drama dengan metode, strategi, teknik pembelajaran yang tepat


dan evaluasi kompetensi siswa dengan tepat, pada giliranya akan menigkatkan
potensi diri siswa dalam berbagai dimensi. Tidak hanya berupa peninngkatan
penegtahuan kognitif, tapi juga keterampilan emosional, keterampilan sosial ,
pengaktualisasian karakter dan pengembangan bakat.
C. Penutup
1. Simpulan

Pendidikan karakter bisa diartikan sebagai sebuah bantuan sosial agar individu
dapat bertumbuh dalam mengkhayati kekebasannya dalam hidup bersama orang
lain dalam dunia. Pendidikan karater bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi
insan yang berkeutamaan.

Kegiatan drama dan teater bisa membantu anak ke arah pembentukan pribadi
yang erat hubungannya dengan pembentukan sikap sosial anak. Drama dan teater
sebagai media pembelajaran sangat strategis dalam upaya pencapaian tujuan
pendidikan mengingat drama dan teater bersifat sangat menarik minat dan
mengikat perhatian.

2. Saran

Memulai pembelajaran drama, diharapkan dapat berperan dalam membentuk


pendidikan karakter yang positif pada peserta didik, namun pembentukan karakter
peserta didik itu tidak akan maksimal atau kembangkan. Jadi kembangkan
karakter peserta didik sejak usia dini dengan cara menggunakan hal-hal yang
positif agar dapat membentuk karakter serta pribadi yang baik.
Daftar Pustaka

Arsi, Dee. Apresiasi Pembelajaran Drama. Makalah. Dikutip dari


https://www.academia.edu/20303480/APRESIASI_PENGAJARAN_DRAMA.
Diakses pada 26 Februari 2020

Endraswara, Suwardi. 2014. Metode Pembelajaran Drama (Apresiasi, Ekspresi,


dan Pengkajian). Jakarta: Center of Academic Publishing Service

Irine, Herwulan Purnama. 2019. Penguatan Pendidikan Berbasis Budaya Literasi


Dasar. Pontianak: Yudha English Gallery

Koesmoea, Doni. 2007. Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman


Global. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Syarbini, Amirulloh. 2014. Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Jakarta:


PT Elex Media Komputindo

Sumaryadi. 1990. Seni Drama Di Sekolah: Sorotan dari Nilai-Nilai


Kependidikan. (hlm. 34-37): Cakrawala Pendidikan [artikel]

Tarigan, Henry Guntur. 2015. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: CV.


Angkasa

Anda mungkin juga menyukai