DOSEN PEMBIMBING:
Dr.Ir.SYAFIUDDIN, M.Si
Di susun oleh :
SALSA ANDINI L031201009
Puji Syukur kami ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat dan karuniaNya, makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Yang
”KULTUR IKAN HIAS AMPHIBRION (NEMO)” Meskipun banyak hambatan yang
kami alami dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaian makalah ini
tepat pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya makalah ini. kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Salsa Andini
1.PENDAHULUAN
Ikan badut atau clownfish merupakan salah satu jenis ikan yang digemari oleh
penggemar ikan hias. Ikan ini hidup pada daerah perairan tropis dangkal dan
bersimbiosis dengan anemone sebagai habitatnya. Ikan ini masuk dalam kelompok
Pomancentridae dan beberapa genus yang sering ditemui ialah Amphiprion dan
Premnas. Ikan badut merupakan ikan omnivore, ikan ini memakan larva crustacea,
parasit dan anemon alga. Ikan ini dikenal ikan agresif dalam menjaga teritorinya. Ikan
ini tersebar luas di ekosistem terumbu karang di wilayah tropis dan subtropis mulai
dari Indo-Barat Pasifik: Archipelago Australia Indo termasuk India, Burma, Thailand,
Malaysia, Indonesia, Filipina, Nugini, New Britain, Kepulauan Solomon, Vanuatu dan
Australia (Madhu, 2012).
Para anemon milik keluarga Pomacen- tridae terdiri dari 27 spesies genus Am-
phiprion dan satu spesies dalam genus Premnas, dan merupakan spesies yang paling
popular dalam perdagangan akuarium laut karena memiliki warna yang menarik
mereka, serta harga bernilai ekonomis tinggi setiap ekornya berkisar hingga
Rp.10.000 s/d Rp.80.000. Ikan badut mempunyai karakteristik khusus terutama untuk
studi vertebrata (Langelandand Kimmel, 1997; Falk-Petersen, 2005). Ikan badut ini
termasuk dalam jenis ikan yang hermaprodit protandri, Herma- prodit protandri
merupakan keadaan dimana proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase jantan ke
fase betina. Ikan ini memulai siklus reproduksinya sebagai ikanjantan yang berfungsi
kemudian berubah menjadi ikan betina yang berfungsi perubahan kelamin ini
dipengaruhi ukuran umur dan jenisnya. Tingkat kematangan gonad dapat
dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat
pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang
dengan pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies.
Biologi reproduksi ikan adalah aspek mendasar dari ikhtiologi yang penting untuk
keperluan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan.Pengkajian jenis
kelamin dan tingkat kematangan gonad dalam aplikasinya dapat merupakan
pengetahuan dasar dari biologi reproduksi suatu sediaan dan potensi
reproduksinya.Sumber daya perikanan termasuk sumber daya yang dapat pulih
kembali, namun tetap diperlukan upaya untuk penjagaan kelestariannya.Salah satu
upaya pengelolaan dan pengembangandan pelestarian ikan badut ini yaitu dengan
mengetahui perubahan jenis kelamin berdasarkan ukuran panjang tubuh dengan
pengamatan histologis dan morfologi gonad, mengetahui aspek biologi reproduksi
meliputi tingkat kematangan gonad dan fekunditas ikan badut (Amphiprion
ocellaris). Mengetahui perubahan jenis kelamin berdasarkan ukuran panjang tubuh
ikan badut dengan pengamatan morfologi dan histologist gonad dan Mengetahui
aspek reproduksi ikan badut meliputi TKG (Tingkat Kematangan Gonad), Indeks
Kematangan Gonad (IKG), fekunditas dan diameter telur berdasarkan ukuran tubuh
Memberikan informasi ilmiah bagi dunia ilmu pengetahuan terkait pengelolaan dan
pengembangan sumberdaya ikan badut untuk kegiatan pengelolaan penangkapan,
budidaya dan konservasi.
2.PEMBAHASAN
Ikan badut yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis ikan badut Amphiprion
percula. Klasifikasi ikan badut Amphiprion menurut Burges (1990), adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum :Vertebrata
Superkelas :Osteichthyes
Kelas :Actynopterygii
Subkelas : Neopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Labroidei
Famili : Pomacentridae
Genus : Amphiprion
Ikan badut (Amphiprion percula) memiliki ciri warna tubuh jingga (orange),
ukuran kecil, gerakan lincah dan termasuk ikan jinak, dihiasi dengan 3 garis putih
dengan siluet hitam gelap pada bagian pangkal kepala, tengah-tengah badan dan pangkal
6
(Burgess, 1990). Garis putih di bagian badan mempunyai corak yang berbeda dengan dua
garis putih lainnya, sisi luar garis putih dihiasi siluet hitam, sisik relatif besar dengan sirip
dorsal yang unik. Pola warna pada ikan ini sering dijadikan dasar pada proses identifikasi,
disamping bentuk gigi, kepala dan bentuk tubuh. Kapsul-kapsul beracun pada cabang-
cabang anemon laut akan membuat ikan yang menyentuhnya terluka atau mati. Namun ikan
badut tidak pernah terluka oleh anemon laut, bahkan ikan badut bersembunyi di balik
Ikan badut akan segera kehilangan kekebalannya bila dipisahkan dengan anemon
selama beberapa jam. Untuk menjadi kebal kembali perlu beradaptasi dan memerlukan
waktu seperti disebutkan di atas. Setiap jenis ikan badut memiliki kriteria dalam memilih
Ikan badut dikenal sebagai ikan yang berenang lambat sehingga ikan tersebut
pemangsa. Berikut ini adalah gambar morfologi Ikan badut (Amphiprion percula) dapat
Mulut
tahukah anda bahwa si ikan “nemo” itu juga mempunyai sistem reproduksi dan pola
mengasuh anak yang cukup unik ? Dalam kelompok ikan badut, atau juga lebih dikenal
sebagi ikan giru atau anemonefish, ada hirarki dominasi yang ketat. Ikan badut yang
bertubuh paling besar dan agresif dan berkelamin betina berada di tempat yang paling atas.
Dan di dalam satu kelompok, perkawinan hanya dilakukan oleh dua anemonefish, jantan
dan betina, melalui fertilisasi eksternal. Anemonefish juga diketahui sebagai hermaprodit
berurutan, yang artinya, di awal perkembangannya mereka akan berkelamin jantan, dan
ketika mereka dewasa, ikan badut jantan terbesar, secara otomatis akan berubah menjadi
betina, Jika sang betina mati atau terbawa arus. Dan kemudian jantan yang tersisa akan
naik level dalam hirarki.
Untuk proses pembesaran ikan nemo ini bisa dapat dilakukan pada aquarium yang
berukuran lebih besar sesuai dengan perbandingan isinya.Bisa juga dilakukan di bak fiber
atau kolam yang steril, namun untuk lebih memudahkan menangani ikan nemo ini kita harus
pisahkan di aguarium terlebih dahulu.Jadi disaat benih yang baru keluar dari bak larva
sebaiknya dipelihara dalam aquarium terlebih dahulu dengan kondisi system air mengalir
secara terus menerus. Beberapa pertimbangan kenapa dipilih penanganan di aquarium
karena akan mempermudah upaya untuk mengontrol penyakit yang mengancam pemberian
pakan, perbaikan kualitas. Kemudian jika perkembangan semakin baik ,setelah berukuran
sekitar 2 cm sebaiknya dipelihara di wadah yang lebih luas,lebih sesuai. Namun pemberian
pakan sebaiknya diberikan sesering mungkin setidaknya minimal 3 x sehari , dengan jenis
pakan yang dianjurkan dapat berupa vur atau semacam pellet, atau artemia, jenis cacing
renik, atau udang renik ataupun jentik jentik nyamuk atau larva nyamuk.
2.3 Kendala / Hambatan
Kendala dan Hambatan dalam budidaya ikan hias nem
1.Mahalnya harga pakan.
2.Susahnya Ketersedian benih yang berkualitas.
3.Besarnya biaya pembuatan kolam.
4.Waktu pengontrolan setiap saat.
5.Pemberian pakan harus tepat waktu.
6.Susah untuk beradaptasi dengan lingkungan.
7.Tidak semua species ikan bisa dibudidayakan.
8.Keterbatasan lahan untuk budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
4. Munafi, A.B., Lokman, N.H., Asma, N.A., Sarmiza, S., dan Abduh,
M.Y. 2011.Histological Sudy on the gonad of the Protandrus Anemofish
5. Setiawati, K.M, Gunawan, dan Hutapea, J.H. 2012. Biologi Reproduksi Induk Ikan Klon
Hitam (Amphiprion percula) di Hatchery. 1 (4) : 182-190.
6. Mariskha,P.R, 2012. Aspek Reproduksi Ikan Kerapu Macan (Epinephelus sex
fasciatus) di Perairan glondo nggede Tuban, Jurusan Biologi, Fakultas matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut teknologi Sepuluh Nopember (ITS).