Anda di halaman 1dari 4

Mencari Sebuah Keadilan

Cerpen Karangan: Iman Nudin


Kategori: Cerpen Kehidupan
Lolos moderasi pada: 8 October 2021

Mengapa negara yang makmur seperti ini masih kekurangan orang-orang yang jujur dan adil?
Ada apa sebenarnya di dalam lingkup kelas atas? Apakah mereka tidak mempunyai hati nurani
terhadap rakyat-rakyat yang haus akan keadilan? Apakah negara yang seindah ini memelihara
orang-orang yang berpakaian rapih, berdasi, bertahta dan mempunyai jabatan yang kekurangan
kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai penanggung jawab atas pemerintahan secara
presidensial ini? Entahlah saya tidak tau, namun yang pasti saya akan mencari jawabannya.

Mungkin sudah beberapa kali dari banyaknya kasus yang saya baca dan mungkin dari kalian juga
ada yang mengetahuinya tentang orang-orang yang ditindas dan dihakimi secara tidak logis dan
tidak adil. Mereka yang dari bawah berteriak sekencang-kencangnya meminta keadilan yang
seharusnya diterapkan dengan sebagai mana mestinya kepada seluruh rakyat indonesia tanpa
memandang tahta dan kasta. Mereka para kalangan kasta bawah menuntut sebuah keadilan akan
tetapi mereka yang di atas atau para pemerintah terkhusus penegakkan hukum dan keadilan
menghilangkan bagian dan yang dimiliki dari tubuhnya yaitu telinga dan hati nuraninya terhadap
orang-orang yang tidak terpandang, tidak mempunyai jabatan dan kalangan orang yang tidak
mampu.

Saya masih ingat beberapa kejadian yang tidak masuk akal untuk dijatuhi sebuah hukuman yang
seharusnya ada toleransi terhadap orang-orang yang tidak melakukan kesalahan yang merugikan
bagi pihak lain.

Pada kejadian itu terdapat sebuah kasus yang menurut saya memang tidak masuk akal untuk
dijatuhi sebuah hukuman yang lumayan yaitu 2 bulan 4 hari di penjara. Ia merupakan seorang
lansia berusia 68 tahun bernama Samirin yang berasal dari Sumatera Utara. Kasusnya hanya
karena memungut sisa getah pohon karet di perkebunan milik PT Bridgestone. Ia terbukti
mengambil sisa getah dengan berat 1.9 Kilogram yang yang nantinya akan di jual pada
pengumpul getah agar mendapatkan uang yang jika di rupiah kan hanya Rp 17.000.
Tidak logis bukan? Seorang kakek-kakek yang sudah lanjut usia dijatuhi sebuah hukuman yang
terbilang cukup lumayan bagi seorang lansia yaitu 2 bulan 4 hari di dalam penjara. Dalam kasus
tersebut sangat terlihat jelas bagaimana kalangan atas atau para penegak hukum begitu
runcingnya menjatuhkan sebuah hukuman terhadap kasta-kasta rendah. Dalam contoh kasus
tersebut pun sudah bisa kita simpulkan sedikit mengenai para penegak hukum yang tidak berlaku
adil kepada kaum bawah bahwa ketika orang-orang seperti kita yang berbuat salah akan dihakimi
dengan terperinci dan ketat.

Ada kejadian lain yang menurut saya ini merupakan sebuah kasus yang buruk jika dihukum
penuh, dari hal ini jelas para penegak hukum yang memperlihatkan betapa butanya mereka
dalam menegakkan hukum dan keadilan.

Pada waktu itu hal yang di alami oleh lansia yang berumur 70 tahun. Kasusnya hanya dituduh
mencuri 7 buah kayu jati yang telah dipotong oleh suaminya dari lahan yang disebut perhutani
sebagai miliknya. Namun oleh penegak hukum yang tuli akan penjelasan lansia tersebut
menegaskan bahwa tanah tersebut milik perusahaan BUMN. Akibatnya nenek yang bernama
asyani yang berasal dari dusun krastal, desa jatibanteng, situbondo dijatuhi hukuman 15 tahun
penjara.

Gila! Apakah ini sebuah lelucon? Hanya karena mengambil 7 buah kayu jati divonis 15 tahun
penjara? Hal yang tidak masuk akal bukan? Untungnya ketika pihak keluarga memohon untuk
penangguhan hukuman dan dikabulkan oleh pengadilan. Jika hal tersebut terjalani sampai 15
tahun penjara bagaimana perasaan yang kalian rasakan? Saya pun sampai tidak habis pikir lagi
jika memang itu terjadi, namun 1 tahun telah terjalani oleh seorang lansia di dalam sebuah
penjara adalah hal yang tidak pernah terbayang kan sebelum nya. Ketika usia tua yang
seharusnya menikmati hasil yang telah ditanam waktu muda malahan terkena imbas dari butanya
sebuah penegak hukum di Indonesia ini.

Sedangkan pada kaum berkasta atas, bertahta dan mempunyai jabatan, hukum begitu tumpul
untuk memberikan sebuah keadilan bagi mereka-mereka yang jelas begitu terlihat dan terdengar
dari berbagai media informasi valid yang tersebar dengan jelas yakni melanggar atau berprilaku
tercela salah satunya korupsi.
Uang yang dikorupsi ini bukan bernilai 1-5 juta akan tetapi sampai ratusan bahkan miliyaran.
Dan apa alasan bagi mereka-mereka para tikus berdasi untuk mendapatkan sebuah hukuman
yang sangat nyaman dan enak? Tujuannya emang di rehabilitasi agar sadar untuk tidak
melakukan hal tersebut lagi. Namun mengapa demikian berbeda dengan Orang-orang yang
berada dibawah?

Mereka yang di bawah ketika melakukan kesalahan kecil tetapi mengapa pidananya berat dan
sebaliknya mereka-mereka yang diatas dengan santainya korupsi uang rakyat yang seharusnya
mensejahterakan kehidupan bermasyarakat malah keenakan untuk korupsi karena melihat
peluang yang ada dan hukum yang tidak berat bagi para koruptor. Dalam artian tersebut
penekanan hukum yang berlaku di Indonesia ialah tumpul ke atas dan tajam ke bawah dan
sebuah perbedaan kasta sangat mempengaruhi saat seseorang dijatuhkan sebuah hukuman.

Pernah engga sih kalian merasakan di lingkungan sekitar, ketika ada seseorang yang ingin
berusaha menyuarakan kebenaran tentang suatu keadilan tetapi malah ia yang diringkus? Karena
dengan pendapat yang ia suarakan sangat benar adanya mengenai hal-hal yang orang lain tidak
tau.

Saya sendiri suka merasa heran jika adanya sebuah peraturan yang melarang kita untuk berbuat
suatu hal yang tercela namun masih ada saja orang-orang yang berpakaian rapih melanggarnya
sedangkan mereka yang mengusulkan peraturan tersebut untuk ditetapkan pada masyarakat. Dan
saya hanya bisa tertawa saja mengenai orang-orang pintar yang ada di negeri ini namun tidak
adanya kejujuran didalam dirinya.

Pada kala siang di waktu itu saya mengantarkan nenek ke desa dan menunggu di tepi jalan
dengan terik matahari yang menyengat pada kulit. Tepatnya jam 12:15 waktu bagi setiap orang
untuk beristirahat dari aktivitas paginya untuk menyambung aktivitas sore hari.
Ketika nenek saya sudah masuk ke dalam dan mengantri untuk dipanggil gilirannya, tiba-tiba
datang dari arah barat segerombolan ibu-ibu yang terbilang oleh warga sekitar dari kalangan
orang punya atau mampu.

“Eh ini kita udah kedua kalinya dapet ya ihk semoga uang lagi jangan beras lumayan buat jajan
kan kalau uang langsung mah” ujar suara dari salah satu ibu-ibu yang di gerombolan itu.
Setelah saya perhatikan dari luar desa kebanyakan yang mendapatkan bantuan sosial tersebut
adalah ibu-ibu yang terbilang cukup mampu. Mengapa saya bilang demikian? Karena di
lingkungan sekitar saya hanya nenek saya yang dapat sedangkan masih ada tetangga yang sama-
sama sudah lansia tetapi ia tidak mendapatkan bantuan. Dan pada waktu itu bukan hanya saya
yang berpikir demikian, di samping desa terdapat rumah temanku dan dia cukup dari keluarga
yang berada. Dari teman saya ini lah saya bertanya-tanya mengenai para ibu-ibu di kampungnya
yang tidak tepat sasaran untuk diberikan bantuan sosial.

Pada kenyataannya selain Keadilan yang tumpul ke atas dan tajam kebawah pemerintah
Indonesia pun masih kurang dalam penerapan nilai sila ke 5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat indonesia.

Anda mungkin juga menyukai