Judul Penelitian
B. Latar Belakang
1
suara tentang pemberontakan, anti kemapanan dan penentangan yang lahir pada
kelas perkerja. Seperti yang dikatakan O’Hara (1999) bahwa ada tiga makna Punk
yang bisa diterapkan dan masih relevan dalam beberapa keadaan (1) Punk sebagai
arah aliran anak muda dalam bidang musik dan fashion, (2) Punk sebagai
keberanian dalam melakukan pemberontakan dan perubahan serta, (3) Punk
sebagai perlawanan yang hebat karena berupaya untuk menghasilkan muzik, gaya
hidup, komuniti dan budaya sendiri.
Sudah separuh abad budaya Punk lahir di Barat sehingga saat ini
keberadaan mereka dapat di jumpai di banyak negara termasuk Indonesia. Punk
dan fashion yang terilhami atau terkait dengan Punk, telah membentuk komunitas
ini. Masuknya budaya Punk ke Indonesia diawali pula dengan masuknya musik-
musik beraliran Punk, namun perkembangannya tidak sepesat di negeri asalnya.
Mereka memiliki ciri khas dalam hal penampilan dan perilaku yang diperlihatkan,
seperti potongan rambut mohawk ala suku Indian atau dipotong ala feathercut
yang diwarnai dengan warna-warna terang, menggunakan sepatu boot, rantai,
spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh. Berdasarkan ciri
tersebut, orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai
Punker. Sebagian masyarakat yang awam terhadap komunitas Punk menganggap
hal tersebut sebagai suatu perilaku yang menyimpang, karena tidak sesuai dengan
nilai dan norma yang berlaku di masyarakat sehingga memberikan stigma negatif
bagi masyarakat umum yang melihatnya. Namun, gaya hidup dan semua atribut
yang mereka gunakan tidak semata hanya untuk bergaya, melainkan memiliki
makna dan merupakan salah satu aksi resistensi mereka kepada budaya dominan.
Punk tidak hanya dicirikan oleh gaya hidup maupun fashion semata,
namun Punk juga mempunyai musiknya sendiri yang dilamnya memiliki kritik-
kritik fenomena sosial dan politik yang terjadi. Memetik perkataan Marcus (dalam
Annuar, 2016, hlm. 3) bahwa musik Punk menjadi suara baru yang belum pernah
terjadi sebelumnya dalam geopolitik budaya populer saat ini. Punk seakan-akan
bersifat alami, tidak biasa dan tidak dapat dihilangkan atau di ubah sehingga akan
terus berkembang. Punk juga menghasilkan kultur yang unik di seluruh dunia
termasuk Indonesia dan pada dasarnya Punk berfokus pada kritik politik dan anti
status quo.
2
Sayangnya, sejak dulu fenomena Punk di Indonesia selalu dihadapkan
dengan masalah bahwa anak-anak Punk tidak lebih dari sekadar sampah
masyarakat. Gaya hidup mereka yang cenderung menyimpang seringkali
dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, mabuk-mabukan, narkoba,
sex bebas dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan
masyarakat terhadap anak Punk hanyalah sekumpulan berandal yang tidak
mempunyai masa depan jelas. Ditambah lagi dengan tindakan kriminal yang
belakangan ini mulai banyak dilakukan anak Punk mulai dari penjambretan dan
pencurian. Tetapi, dari beberapa kejadian yang terjadi di masyarakat merupakan
perilaku oknum inidvidu atau sekelompok individu dimana individu tersebut
mengikuti Punk hanya sebatas style atau hanya sekedar menggunakan atribut
Punk tanpa tau arti atau makna Punk sebenarnya. Sekumpulan individu tersebut
bisa juga disebut poseur. Mengenai poseur sendiri Nurbayani dan Arman (2016
hlm. 1-2) menyebutkan bahwa “Poseur adalah seseorang yang baru terjun keranah
musik underground, masih awam terhadap kultur underground sehingga para
poseur membutuhkan bimbingan dari para senior sence musik underground yang
mereka ikuti agar tau tentang kode etik dan ideologi sence musik underground
tersebut”. Dari kutipan tersebut dapat kita simpulkan bahwa pada dasarnya yang
membuat pandangan negatif terhadap suatu sence underground adalah para
poseur, termasuk yang terjadi pada salah satu scane underground yaitu Punk.
Menurut Nursyahidah (2016) poseur merupakan sekumpulan orang yang tertarik
dengan Punk hanya dalam hal fashion dan musiknya saja, namun tidak paham
dengan makna Punk itu sendiri dan tidak pintar untuk menjaga sikap sehingga
stigma negatif dari masyarakat melekat padanya. Kebanyakan di negara barat
sendiri mengartikan poseur sebagai orang yang tertarik dengan pergerakan Punk
namun bukan seorang anggota Punk. Sama halnya dengan apa yang dikatakan
Pradja (2015) bahwasannya:
Bergaya Punk memang secara instan bisa membuat seseorang terlihat
seperti pemebrontak keren, sekalipun seseorang tersebut merupaka anak
baik-baik yang selalu cium tangan orangtua sebelum keluar rumah ataupun
seseorang tersebut merupakan seorang pengedar narkoba bahkan
pembunuh berdarah dingin sekalipun. Tapi, kenyataan ini membuat gerah
para anak Punk asli yang menganggap Punk bukan hanya sekedar musik
atau gaya berpakaian saja, melainkan juga ideologi hidup mereka. Dari
3
sini muncul istilah poseur untuk menyebut para anak Punk jadi-jadian.
(hlm. 23)
4
masyarakat mapan tersebut seakan mempunyai kemampuan dalam menentukan
nasib masyarakat lain yang lebih rendah yang mengakibatkan masyarakat kelas
bawah tidak mempunyai kebebasan dalam berpikir dan berbicara mengenai
permasalahan dan kesulitan mereka. Perilaku yang dijalankan Punkers ini
merupakan upaya pemaknaan atau pandangan hidup yang mereka anut
(Herdiansyah, 2011, hlm. 3).
Dengan demikian, Punk disini mencoba untuk memberi tahu masyarakat
agar mereka melihat kebenaran yang tidak terlihat. Karena, Punk sendiri
memandang kemapanan merupakan sesuatu yang cukup membahayakan bagi
perkembangan Punk sendiri. Hal tersebut dikarenakan dalam kemapanan
membuat Punk mengalami ketidakbebasan dalam berpikir. Sehingga anti
kemapanan disini dimaknai oleh Punkers sebagai upaya mencapai sebuah
kemapanan dengan kebebasan dalam berpikir.
Dari pemaparan diatas prinsip atau etos, gaya hidup, dan juga hal-hal yang
menyangkut Punk memang sangat sulit diterima oleh masyarakat. Punk memang
sebuah kelompok masyarakat yang sangat keras. Mereka beranggapan jika
semuanya dapat mereka raih dengan cara mereka sendiri tanpa perlu bantuan
banyak pihak, karena itu justru akan semakin membatasi pola pemikiran mereka
dan bertolak belakang dengan semangat etos mereka. Anggapan jika mereka
sebagai kelompok masyarakat yang marjinal memang tak salah adanya jika kita
melihat penerimaan masyarakat mengenai identitas dan gaya hidup yang mereka
tunjukkan sangatlah bertolak belakang dengan norma ataupun nilai pada
umumnya. Namun, ada beberapa komunitas Punk yang masih ingin mencoba
dianggap seimbang (subaltern).
Sulitnya mereka untuk mendapat ruang publik memaksa mereka terkadang
sampai berbuat anarki karena ketidakadilan yang mereka peroleh.Dari aksi
anarkisme tersebut akhirnya semakin mempertegas jika Punkers ini sebuah
kelompok masyarakat yang harus dijauhi oleh semua kalangan masyarakat.
Barker (2011) menjelaskan, perilaku para pemuda yang dirasa menganggu
kepentingan masyarakat, bukanlah merupakan hal yang bersifat patologis,
melainkan dianggap sebagai solusi praktis yang bersifat kolektif terhadap suatu
5
permasalahan yang muncul karena hal yang bersifat struktural, dalam hal ini
adalah masyarakat.
Pandangan buruk terhadap komunitas Punk sudah sangat melekat dalam
masyarakat, tetapi kenyataanya Punk yang sebenarnya memahami arti dari Punk
tidak seperti yang digambarkan di atas. Contohnya saja komunitas Punk Muslim
di daerah Pulogadung Jakarta Timur yang diteliti oleh Felita (2015). Kata Muslim
yang digunakan dalam nama komunitas Punk Muslim bukan tanpa alasan, sejak
berdirinya komunitas Punk Muslim, komunitas ini berkomitmen akan membawa
Islam sebagai jalur dalam segala kegiataannya. Mereka sering melakukan kegiatan
sehari-hari seperti, menggelar pengajian rutin di markas mereka untuk menambah
ilmu mereka tentang agama, mereka juga tidak lupa menjalan shalat 5 waktu
bahkan pada saat bulan ramadhan mereka menjalankan ibadah puasa,
mengadakan shalat tarawih bersama dan mengadakan pesantren untuk anak-anak
Punk maupun anak jalanan. Komunitas Punk Muslim ini juga menyalurkan
aspirasi mereka lewat sebuah band Punk Muslim yang sudah terbentuk terlebih
dahulu, sampai saat ini mereka sudah mengeluarkan dua album Punk yang
memadukan aliran musik Punk dengan syair-syair religi.
Komunitas Punk Yogyakarta yang dipandang negatif oleh masyarakat
sekitar karena perilaku-perilaku negatif sebagian anggotanya, seperti mabuk-
mabukan, ngelem, meminum minuman keras dan mengkonsumsi obat-obatan
tidak membuat anggota lainnya bahkan anggota yang terlibat langsung dengan
perilaku negatif tersebut untuk tidak melakukan hal positif. Seperti halnya
menurut Kirana (2016), komunitas Punk di Yogyakarta ini melakukan beberapa
upaya untuk mengubah persepsi masyarakat yang memandangnya negatif dengan
melakukan kegiatan-kegiatan positif seperti, bergotong royong turut membantu
membersihkan parit, membantu karang taruna setempat saat mengadakan acara
Agustusan, bahkan turut serta membantu masyarakat setempat dalam
memperingati bulan Ramadhan dengan berkeliling membagikan makanan dan
minuman kepada warga dan anak jalanan lainnya.
Menurut Sugiyati (2014) pada komunitas Punk di Tangerang pun
memunculkan pandangan negatif di kalangan masyarakat setempat. Namun,
karena adanya upaya yang komunitas Punk terebut lakukan seperti, gotong royong
6
dan kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sekitar bersama masyarakat
setempat akhirnya masyarakat mulai menerima dan memandang bahwa komunitas
Punk tersebut memang memiliki prinsip dan perilaku yang positif dibalik sisi
penampilan mereka yang urakan.
Hal serupa diatas pun dilakukan oleh salah satu komunitas yang akan
peneliti teliti yaitu Komunitas Punk Taring Babi, dimana komunitas ini mencoba
untuk membaur dan melebur dengan masyarakat. Hal tersebut dilakukan agar
dapat membentuk sebuah komunitas Punk yang tidak lagi bersebrangan dengan
masyarakat dan menjaga keberlangsungan komunitas mereka. Dikutip dari sebuah
situs di internet yang di tulis oleh Bustami (2013) “Pada awal mereka
memutuskan untuk melebur bersama masyarakat, tidaklah mudah. Segala gerak-
gerik mereka selalu diperhatikan dan masyarakat menatap penuh curiga kepada
mereka. Namun, mereka tetap berusaha untuk tersenyum, menyapa dengan suara
yang dipelankan bahkan ikut dalam kegiatan kerja bakti di lingkungan kampung.
Usaha Marjinal Taring Babi untuk hidup dan berdikari ini membuat masyarakat
sekitar menghargai dan dapat menerima hidup berdampingan dengan mereka.
Bahkan, suatu kali mereka tak bisa bayar kontrakan, masyarakat sekitar turut
membantu dengan membeli berbagai kerajinan yang mereka jual. Sehingga setiap
kali ada kegiatan di kampung, warga selalu mengikut sertakan komunitas ini”.
Hubungan harmonis yang terjadi anatar komunitas Marjinal Taring Babi dan
masyarakat setempat menandakan adanya perubahan sosial yakni bahwa
hubungan antar-masyarakat tidak lagi hanya dimaknai dengan simbol-simbol
material. Mereka memiliki warna sendiri yang turut serta membaur menjadi
warna-warni indah bersama masyarakat. Taring Babi sendiri memiliki kegiatan-
kegiatan positif seperti menyablon kaos, menggambar, melukis, membuat
kerajinan dari barang bekas, membuat cukil kayu, membuat lagu dan merekamnya
sendiri, usaha pembuatan tattoo, dsb. Kegiatan-kegiatan tersebut untuk menunjang
keberlangsungan hidup komunitas Taring Babi dimana kegiatan tersebut dapat
menghasilkan uang yang dimaksudkan agar dapat berdiri sendiri tidak tergantung
kepada orang lain dan tidak untuk minta-minta kepada orang lain. Dalam kegiatan
menyablon mereka membuat baju sendiri dan menyablonya sendiri sebagai
merchandise komunitas mereka dan mereka jual agar menghasilakn uang sendiri.
7
Tidak jauh berbeda dari kegiatan cukil kayu dimana mereka membuat pola di atas
sebuah papan yang di cukil oleh sebuah pisau khusus kemudia hasil dari cukil
kayu itu ada yang di buat untuk membuat poster dengan cara gambar dari hasil
cukil kayu di lumuri tinta lalu di tekankan pada sebuah kertas khusus poster untuk
di cetak, adapun dari hasil cukil kayu jadi lalu di jual. Mendaur ulang barang
bekas menjadi sebuah kerajinan tangan pun tidak jauh berbeda dari ketiagan-
kegiatan sebelumnya, kerajinan tangan ini di harapkan dapat bernilai ekonomi
untuk kebelsangsungan komunitas punk Taring Babi sendiri sama seperti.
Komunitas Taring Babi pun belajar hidup bersih dari komunitas punk di
Jepang setelah melakukan tour di Jepang dalam bidang music, karena pada
dasarnya komunitas punk Taring Babi pun memiliki band yang bernama Marjinal.
Di kutip darri antaranews.com (2014)
Asbak dan ceceran abu rokok yang biasanya menjadi bagian ruang tamu
rumah komunitas itu sekarang juga sudah tidak ada. Ubinnya pun putih
mengkilap, tanpa sampah. Di sudut ruangan tergantung sapu ijuk dan kain
pel dari kaus bekas. Dinding rumah komunitas yang setahun lalu disesaki
coretan, tulisan, lukisan, dan poster sekarang sebagian sudah dicat biru
langit, dan sisanya sedang menunggu polesan warna lain. Tempelan stiker
dengan macam-macam tulisan juga tak ada lagi di pintu kayu rumah dua
lantai di Jalan M Kahfi 2, Jagakarsa, Jakarta Selatan itu.
Dari kutipan di atas pun terlihat bahwa komunitas ini melakukan sebuah upaya
positif akan lingkungan rumah di mana mereka tinggal dengan berusaha hidup
bersih. Selain itu mereka pun mencoba meninggalkan kebiasaan untuk
mengkonsimsi minuman-minuman berlakohol salah satu langkah hidup positif,
hal itu dibawa oleh seorang punk yang berasal dari Prancis yang sedang
berkunjung ke komunitas Taring Babi. Dari hasil observasi awal peneliti terlihat
bahwa komunitas ini membatasi anggotanya untuk merokok, komunitas juga
membersihkan rumah, toilet, melepaskan stiker di pintu dan jendela, mengecat
ulang tembok, menyediakan tiga tempat sampah permanen yang terbuat dari besi
berdiameter satu meter, serta melancarkan saluran pembuangan air limbah rumah
tangga. Komunitas tidak memberikan hukuman kepada anggota yang melanggar
karena menjaga kebersihan tempat tinggal merupakan komitmen mereka untuk
hidup sehat. Menurut Jerome Kinzel, gitaris band punk Hobo Erectus dari Prancis
yang sedang berkunjung ke komunitas taring babi, mengatakan penerapan gaya
8
hidup bersih dan sehat dalam komunitas punk merupakan langkah maju untuk
mengurangi keborosan akibat kecanduan rokok, obat dan alkohol. Dikutip dari
antaranews.com (2014)
"Gagasan yang brilian bagi individu punk yang memutuskan untuk hidup
sehat karena beberapa puluh tahun mendatang mungkin punk bisa hilang
jika sebagian pemudanya semakin konsumtif membeli rokok, bir, dan
melakukan gaya hidup tidak sehat," ujar Jerome, yang sudah mengunjungi
banyak komunitas punk di Eropa dan Asia.
9
kepada orang lain dan memiliki arti baik bagi diri sendiri maupun bagi orang
lain…”
10
Kota Medan. Marbun (2010) mengungkap bahwasannya masyarakat memandang
negatif anak Punk yang berpenampilan dan berpakaian tidak semestinya atau tidak
sesuai dengan penamapilan pada umumnya. Mereka mengganggap bahwa
penampilan dan gaya berpakaian anak Punk kurang menarik. Namun, masyarakat
masih beranggapan bahwa dalam konteks komunikasi yang terjalin antara anak
komunitas Punk dan masyarakat di daerahnya masih dalam konteks yang wajar
walaupun mereka lebih tertutup dalam menyampaikan informasi. Ahmad (2013)
turut serta mengungkapkan bahwasannya terdapat interaksi simbolik yang terjadi
antar komunitas Punk di Alun-alun Karanganyar seperti persamaan politik, aliran
Punk, ideologi Punk, fashion dan proses menjadi Punk. Sedangkan, Indaryanto
(2011) mengungkapkan bahwa komunitas Punk di Jakarta Selatan rentan dengan
penyakit masyarakat, seperti mabuk-mabukan, seks bebas, pelacuran,
mengkonsumsi obat-obatan terlarang hingga keributan yang berakiabt fatal.
Komunitas Punk di Jakarta Selatan ini pun turut berkontribusi dalam penyakit
masyarakat tersebut yang disebabkan oleh sikap masyarakat yang menolak
keberadaan mereka karena stigma negatif yang melekat pada masyarakat sekitar
berkenaan dengan Punk.
Permasalahan ini merupakan sebab utama yang mendasari ketertarikan
peneliti untuk meneliti mengenai komunitas Punk Taring Babi dalam segi
aktualisasi sosial yang mereka lakukan dalam pencapaian untuk mengubah stigma
negatif di masyarakat. Dengan ini peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “AKTUALISASI SOSIAL KOMUNITAS PUNK DALAM
MENGUBAH STIGMA NEGATIF DI MASYARAKAT” (Studi kasus terhadap
Komunitas Taring Babi di Jakarta).
C. Rumusan Masalah
Penelitian yang baik adalah penelitian yang terfokus dan terarah sehingga
fokus masalah penelitian ini penulis jabarkan dalam sub-sub masalah sebagai
berikut:
1. Upaya apa saja yang dilakukan komunitas Punk Taring Babi untuk
mencapai aktualisasi sosial dalam mengubah stigma negatif masyarakat?
11
2. Bagaimana bentuk aktualisasi sosial komunitas Punk Taring Babi yang di
masyarakat Kota Jakarta?
3. Bagaimana respon dan pandangan masyarakat atas upaya yang dilakukan
komunitas Punk Taring Babi untuk mencapai aktualisasi sosial serta
setelah melakukan aktualisasi sosial dalam kehidupan bermayarakat?
4. Bagaimana dampak yang dirasakan masyarakat sekitar dan komunitas
Punk Taring Babi setelah melakukan aktualisasi sosial ?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Aktualisasi Sosial Komunitas
Punk Dalam Mengubah Stigma Negatif di Masyarakat. Adapun yang menjadi
tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
1. Mendeskripsikan upaya yang dilakukan komunitas Punk Taring Babi
untuk mencapai aktualisasi sosial dalam mengubah stigma negatif
masyarakat.
2. Mendeskripsikan bagaimana bentuk aktualisasi sosial komunitas Punk
Taring Babi yang di masyarakat Kota Jakarta.
3. Mendeskripsikan respon dan pandangan masyarakat atas upaya yang
dilakukan komunitas Punk Taring Babi untuk mencapai aktualisasi sosial
serta stelah melakukan aktualisasi sosial dalam kehidupan
bermasyarakat.
4. Mendeskripsikan bagaimana dampak yang dirasakan masyarakat sekitar
dan komunitas Taring Babi setelah melakukan aktualisasi sosial.
E. Manfaat Penelitian
Secara umum penelitian ini diharapkan berguna secara teoretis maupun
secara praktis.
1. Secara Teoretis
Secara teoritis hubungan dari hasil penelitian ini adalah dapat memperluas
wawasan serta bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam
keilmuan Sosiologi. Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat
memberikan gambaran nyata mengenai aktualisasi sosial komunitas Punk selaku
salah satu komunitas sosial yang ada di lingkungan masyarakat sehingga hasil dari
penelitian ini dapat diaplikasikan untuk ilmu sosiologi dan bermanfaat secara
12
sempurna, serta diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya di
masa yang akan datang.
2. Secara Praktis
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
berbagai pihak yang berhubungan dengan bidang Sosiologi maupun Punk seperti:
1. Bagi peneliti mengangkat permasalahan mengenai aktualisasi sosial
komunitas Punk di masyarakat diharapkan dapat memperkaya wahana
konsep keilmuan sosiologi.
2. Bagi komunitas Punk, sebagai bahan gambaran dan rangsangan bagi
komunitas Punk lainnya atas upaya membangun pandangan positif di
masyarakat lewat aktualisasi sosial komunitas Punk di masyarakat.
3. Bagi Prodi Pendidikan Sosiologi, sebagai media informasi dan penambah
ilmu pengetahuan sehingga dapat menjadi referensi dan acuan dalam
pematerian dan penelitian lebih lanjut.
4. Bagi masyarakat, sebagai upaya memberikan pemahaman terhadap
masyarakat akan komunitas Punk agar tidak memandang satu sisi suatu
komunitas dan dapat membangun pandangan positif terhadap suatu
komunitas.
F. Alur Pikir
HUBUNGAN KOMUNITAS
STIGMA
SOSIAL PUNK
AKTUALISASI
MASYARAKAT SOSIAL
TINDAKAN
SOSIAL
13
Berangkat dari stigma peneliti sendiri melihat bahwasanya setigma negatif
yang terjadi di masyarakat tentang komunitas punk tercipta dari proses hubungan
sosial antara komunitas punk dan masyarakat itu sendiri. Dari terciptanya stigma
negatif komunitas punk berusaha melakukan aktualisasi sosial guna merubah
stigma negatif atau membangun pandangan positif akan komunitas punk itu
sendiri dengan cara melakukan tindakan sosial. setelah itu semua sudah dilakukan
maka dikembalikan lagi ke masyarakat untuk melinai sendiri.
Berdasarkan pemaparan di atas awal peneliti ingin mengetahui mengenai
hubungan sosial yang terjadi di masyarakat mengapa bisa terdaji sebua stigma
atau lebeling terhadap komunitas punk. Setelah di ketahui kemudian peneliti akan
meneliti terhadap aktualisasi seperti apa yang ingin dicapai oleh komunitas punk
itu sendiri lewat tindakan sosial yang dilakukan komunitas punk di sinilah peneliti
akan mengkaji lebih dalam mengenai tindakan sosial yang dilakukan guna
mencapai aktualisasi yang di inginkan. Lalu peneliti akan melihat dan meneliti ke
masyarakat bagaimana dampak dan respon serta tanggapan masyarakat setelah
komunitas punk melakukan usaha tindakan sosial tersebut.
G. Kajian Pustaka
Jadi, hubungan sosial biasa disebut sebagai interaksi sosial yaitu hubungan
antar masyarakat yang saling mempengaruhi yang mencakup hubungan antar
14
individu, hubungan antar individu dan kelompok, serta hubungan antar kelompok.
Mengetahui tentang interaksi sosial berguna untuk mengamati, memperhatikan
dan mempelajari banyak masalah-masalah yang terjadi di dalam masyarakat.
Misalnya bentuk interaksi sosial antara suku, antara agama, antara kelompok
minoritas, mayoritas dan kelompok kepentingan dengan segala akibat-akibatnya.
Oleh karena itu interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial,
tanpa interaksi sosial tak akan mungkin adanya kehidupan bersama. Sesuai juga
dengan masalah yang akan di teliti dimana di dalamnya di dasari oleh hubungan
sosial karena adanya kebutuhan dasar untuk mencapai aktualisasi.
15
a.Faktor Imitasi, yaitu proses menirukan nilai dan norma perilaku orang/
kelompok lain. Imitasi tersebut sangat penting dalam interkasi sosial dapat
mendorong orang memenuhi nilai dan norma yang berlaku.
b. Faktor Sugesti, yaitu faktor yang berlangsung jika seseorang
memberi suatu pandangan yang berasal dari dirinya yang kemudian
diterima oleh pihak lain secara tidak rasional.
c.Faktor Identifikasi, yaitu kecenderungan atau keinginan-keinginan dalam
diri seseorang untuk menyamakan dirinya dengan pihak lain. Identifikasi
bersifat lebih mendalam daripada imitasi dan sugesti. Proses identifikasi
dapat berlangsung dengan sendirinya ataupun dengan disengaja.
d. Faktor Simpati, yaitu proses dimana seseorang merasa tertarik
kepada pihak lain. Pada proses ini perasaan seseorang memegang peranan
yang sangat penting. Proses simpati akan dapat berkembang jika terdapat
saling pengertian pada kedua belah pihak.
e.Faktor Empati, yakni gejala kejiwaan tetapi diiringi dengan perasaan
prganisme tubuh yang sangat dalam sehingga seseorang tersebut turut
merasakan penderitaan orang atau sekelompok orang lainnya yang terkena
musibah. (hlm.70-71)
Berdasarkan pembahasan di atas, dimana komunitas Punk ini mungkin
akan melalui ke empat faktor tersebut dimana pertama komunitas Punk ini harus
melakukan imitasi yang mana mereka harus menirukan nilai dan norma yang ada
di masyarakat untuk beradptasi. Kemudian, sugesti dimana komunitas Punk ini
melakukan hal yang positif agar terciptanya sugesti pandangan positif pada
masyarakat, ketiga komunitas dari hal sugesti tersebut diharapkan dapat
menciptaan suatu simpati yang mungkin juga timbul rasa empati dimana yang
akhirnya komunitas Punk dam masyarakat berkesinambungan dan tidak
bersebrangan lagi.
16
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa syarat
terjadinya hubungan sosial adalah adanya kontak dan komunikasi. Manakala
diantara kedua syarat tersebut tidak ada, maka hubungan sosial tidak akan terjadi.
17
a) Persaingan, yaitu suatu proses sosial ketika orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui
bidang-bidang kehidupan pada suatu masa tertentu menjadi pusat
perhatian, tanpa menggunakan ancaman maupun kekerasan. Contohnhya
seperti persaingan pedangan di pasar, persaingan dalam merebut menjadi
juara umum di sekolah, dan lain sebagainya.
b) Kontravensi, yaitu suatu proses sosial yang berada antara persaingan
dan konflik. Ditandai dengan adanya suatu rencana atau perasaan tidak
suka yang disembunyikan, kebencian dan keraguan terhadap kepribadian
seseorang. Contohnya seperti mencerca, memfitnah, tuduhan negatif, dan
lain sebagainya.
c) Pertentangan/ konflik, yaitu proses sosial ketika individu atau
kelompok berusaha memenuhi keinginannya disertai dengan adanya
ancaman dan kekerasan. Contohnya seperti tawuran pelajar, perang, unjuk
rasa anarki, dan lain sebagainya. (hlm. 77-78)
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diketahui bahwa bentuk
hubungan sosial disosiatif adalah bentuk hubungan/ interaksi yang menyebabkan
adaya perpecahan dalam masyarakat karena adanya persaingan yaitu usaha untuk
memperebutkan sesuatu tanpa ada usaha menghancurkan pihak lawan,
kontravensi yaitu proses sosial yang berada diantara persaingan dan konflik serta
dikarenakan adanya pertentangan/ konflik yaitu usaha untuk menghancurkan
pihak lain dengan menggunakan ancaman dan kekerasan untuk memenuhi
keinginan pribadi.
2. Aktualisasi
18
akan berubah sejalan dengan perkembangan hidup seseorang. Ketika mencapai
usia tertentu (adolensi) seseorang akan mengalami pergeseran aktualisasi diri dari
fisiologis ke psikologis.
19
perbedaan karakter. Pada kenyataannya lingkungan masyarakat tidak sepenuhnya
menuunjang upaya aktualisasi diri warganya. Seperti yang dikatakan Asmadi
(2008) “Lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap upaya mewujudkan
aktualisasi diri. Aktualisasi diri dapat dilakukan jika lingkungan
mengizinkannya”. Sudrajat (2008) juga menyatakan “Lingkungan merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pembentukan dan perkembangan
perilaku individu, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosio-psikologis”.
Aktualisasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur diri
sendiri sehingga bebas dari berbagai tekanan, baik yang berasal dari dalam diri
maupun di luar diri. Kemampuan seseorang membebaskan diri dari tekanan
internal dan eksternal dalam pengaktualisasian dirinya menunjukkan bahwa orang
tersebut telah mencapai kematangan diri. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa aktualisasi diri tersebut secara penuh. Hal ini disebabkan oleh terdapatnya
dua kekuatan yang saling tarik-menarik dan akan selalu pengaruh-mempengaruhi
di dalam diri manusia itu sendiri sepanjang perjalanan hidup manusia. Kekuatan
yang satu mengarah pada pertahanan diri, sehingga yang muncul adalah rasa takut
salah atau tidak percaya diri, takut menghadapi resiko terhadap keputusan yang
akan diambil, mengagungkan masa lalu dengan mengabaikan masa sekarang dan
mendatang, ragu-ragu dalam mengambil keputusan/bertindak, dan sebagainya.
Sementara kekuatan yang lainnya adalah kekuatan yang mengarah pada keutuhan
diri dan terwujudnya seluruh potensi diri yang dimiliki, sehingga yang muncul
adalah kepercayaan diri dan penerimaan diri secara penuh. (Asmadi, 2008).
Dengan kata lain aktulisasi mempengaru suatu tindakan yang akan di
lakukan oleh setiap kelompok atau setiap orang yang melakukan sutu tujuan
melewati suatu aktualisasis sosial.
3. Tindakan Sosial
20
Weber memiliki pendapat yang berbeda dengan Durkheim dalam
mendefinisikan sosiologi, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari
fakta sosial yang bersifat eksternal, memaksa individu, dan bahwa fakta
sosial harus dijelaskan dengan fakta sosial lainnya. Durkheim melihat
kenyataan sosial sebagai sesuatu yang mengatasi individu, berada pada
suatu tingkat yang bebas, sedangkan Weber melihat kenyataan sosial
sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-
tindakan sosial. (hlm. 214)
Tindakan sosial yang dimaksud Weber dapat berupa tindakan yang nyata-
nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa tindakan yang bersifat
membatin atau ditunjukan untuk orang lain yang mungkin terjadi karena
pengaruh dari situasi tertentu. Atau merupakan tindakan perulangan dengan
sengaja sebagai akibat dari pengaruh situasi yang serupa, atau berupa persetujuan
secara pasif dalam situasi tertentu.
Weber (dalam Ritzer, 2014) mengemukakan lima ciri pokok yang
menjadi sasaran penelitian sosiologi yaitu:
21
a. Tipe-tipe Tindakan Sosial
22
jelas, yang membedakannya terletak pada nilai- nilai yang menjadi dasar dalam
tindakan ini (Jochnson, 1994, hlm. 221).
Tindakan sosial ini dilakukan oleh seseorang karena mengikuti tradisi atau
kebiasaan yang sudah diajarkan secara turun temurun dan telah baku dan tidak
dapat diubah. Jadi tindakan ini tidak melalui perencanaan yang sadar terlebih
dahulu, baik dari caranya maupun tujuannya. Karena mereka mengulang dari
kebiasaan yang sudah dilakukan secara turun temurun (Jochnson, 1994, hlm. 221).
4. Masyarakat
a. Pengertian Masyarakat
Substansi dari pengertian masyarakat yang amat luat membuat para ahli
sosiologi mempunyai pandangan sendiri-sendiri dalam mengkonsepkan definisi
masyarakat. Jamaludin (2015, hlm. 6) mengatakan bahwasannya, “… masyarakat
diartikan dengan kata Society dan Community…”. Konsep masyarakat dalam
bentuk Society yang merupakan terjemahan dalam mengartikan masyarakat
sebagai suatu badan atau kumpulan hidup manusia yang tinggal bersama sebagai
23
anggota masyarakat. Konsep di atas diperkuat oleh pendapat Shadley (dalam
Jamaludin, 2015, hlm. 59-60) yang memaparkan bahwa “anggota masyarakat
yang bersama dianggap sebagai suatu gelombang, terbagi dalam berbagai kelas
menurut kedudukan dalam masyarakat itu, lalu konsep Sociey juga dipakai dalam
kumpulan keagamaan, kesusastraan, politik, studi, dan lain sebagainya. Seperti
contoh yaitu Fabian Society, Royal Society, dan sebagainya”. Kesimpulan dari
pendapat di atas secara sederhana, masyarakat diartikan sebagai kumpulan orang
yang berkelompok dan hidup bersama lali ditaati oleh bersama.
Soekanto (2004, hlm. 149) lalu memperkuat pengertian melalui konsep
community, beliau menjelaskan bahwa, “masyarakat dapat juag diterjemahkan
sebagai community yaitu masyarakat setempat. Dimana wilayah kehisupan sosial
yang ditandai oleh derajat hubunagn sosial tertentu. Dasar-dasar masyarakat
setempat adalah lokalitas dan perasaan masyarakat setempat”, seperti contoh
komunitas desa yang merupakan kumpulan orang-orang yang tinggal di desa
secara bersama mempunyai perasaan dan sistem yang sama maka disebut sebuah
kelompok masyarakat desa. Setelah memahami penjelasan para ahli di atas maka
dari pendapat Jamaludin, Shadley dan Soekanto menunjukkan bahwa pengertian
masyarakat dari konsep Society merupakan masyarakat pada umunya dan konsep
Community definisi masyarakat secara terbatas.
Selanjtunya, Durkheim (dalam Taneko, 1984) menafsirkan masyarakat
sebagai sebuah fakta sosial. beliau memaparkan bahwasannya:
… Masyarakat merupakan suatu kenyataan yang objektif secra mandiri,
bebas dari individu-individu yang merupakan anggota-anggotanya.
Masyarakat sebagai sekumpulan manusia di dalamnya terdapat beberapa
unsur yang mencakup. Adapun unsur-unsur tersebut adalah:
1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama;
2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama;
3. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan.
(hlm. 11)
Lalu selanjutnya pengertian masyarakat juga dikemukakan oleh Rocher
(dalam Ritzer, 2012, hlm. 417) beliau mengungkapkan bahwasannya masyarakat
merupakan “suatu kolektivitas yang relatif swasembada dengan para anggota yang
mampu memuaskan semua kebutuhan individu, kolektif dan hidup seluruhnya di
dalam kerangka sendiri ”.
24
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, Soekanto (2006)
menjelaskan bahwa definisi para ahli sebenarnya pada dasarnya sama yaitu
masyarakat mencakup beberapa unsur berikut:
1. Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Sekurang
kurangnya lebih dari dua individu
2. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Dengan berkumpulnya
manusia, maka akan timbul manusia-manusia baru. Akibatnya timbul
sistem komunikasi antar manusia tersebut.
3. Mereka sadar bahwamereka suatu kesatuan.
4. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang menimbulkan
kebudayaan. (hlm. 22)
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur
yang harus ada dalam sebuah masyarakat adalah adanya individu lebih dari dua
orang, berkumpul dalam jangka waktu lama dan menghasilkan kebudayaan, serta
menempati suatu wilayah. Jika unsur dan komponen tersebut telah terpenuhi,
maka baru dapat dikatakan sebagai tipe masyarakat.
5. Komunitas
Melihat dari sejarahnya menurut Horton dan Hunt (dalam Ram, 1992, hlm.
129) bahwa pembentukan komunitas, “sama tuanya dengan humanitas, bahkan
lebih tua karena nenek moyang kita yang belum mencapai tahap manusia utuh,
barangkali juga sudah hidup dalam kehidupan kelompok komunitas”. Komunitas
disini artinya sudah lama terbentuk sebelum masyarakat terbentuk.
Kemudian Gottschakl (dalam Ram, 1992, hlm. 129) memberikan suatu
pendapat dalam mengartikan komunitas bahwa komunitas merupakan “suatu
kelompok kesatuan manusia (kota kecil, kota, desa), maupun sperangkat perasan
(rasa keikatan dan kesetiaan)”. Tetapi tidak mendapatkan sebuah keseragaman
dalam penggunaan istilah tersebut.
Definisi komunitas diartikan Hillery, Jonassen san Wills (dalam Ram,
1992, hlm. 129) mencakup:
1. Sekelompok orang yang hidup;
2. Suatu wilayah tertentu;
3. Memiliki pembagian kerja yang berfungsi khusus dan saling
tergantung (interpendet);
4. Memiliki sistem sosial budaya yang mengatur kegatan para anggota;
5. Yang mempunyai kesadaran akan persatuan dan perasaan memilki;
6. Mampu bertindak secara kolektif dengan cara yang teratur.
25
Berdasarkan uraian di atas barulah kita pahami bahwa aspek-aspek yang
mencakup sebenarnya secara tidak langsung mengungkapkan bahwa komunitas
bukanlah sekelompok kerumunan yang tiba-tiba saja berkelompok atau juga yang
lahir di satu daerah yang mempunyai tujuan yang sama saja, melainkan komunitas
diartikan sebagai satu kesatuan yang tidak hanya mempunyai kesamaan, tetapi
terdapat aturan yang mengatur kelompok tersebut dan memiliki ikatan batin yang
kuat antar anggotanya.
Hal tersebut lalu diperkuat kembali oleh pendapat dari Montagu dan
Matson (dalam Sulistiyani, 2004) bahwasannya terdapat sembilan konsep
komunitas yang baik dan empat kompetensi masyarakat, yakni:
1. Setiap anggota komunitas berinteraksi berdasar hubungan pribadi dan
hubungan kelompok;
2. Komunitas memiliki kewenangan dan kemampuan mengelola
kepentingannya secara bertanggungjawab;
3. Memiliki viabilitas, yaitu kemampuan memecahkan masalah sendiri;
4. Pemertaan distribusi kekuasaan;
5. Setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
demi kepentingan bersama;
6. Komunitas memberi makna pada anggota;
7. Heterogenitas dan beda pendapat;
8. Pelayanan masyarakat ditempatkan sedekat dan secepat mungkin
kepada yang berkepentingan;
9. Adanya konflik dan managing conflict. Sedangkan, untuk melengkapi
sebuah komunitas yang baik perlu ditambahkan kompetensi sebagai
berikut:
a. Kemampuan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan komunitas;
b. Menentukan tujuan yang hendak dicapai dan skala prioritas;
c. Kemampuan menemukan dan menyepakati cara dan alat mencapai
tujuan;
d. Kemampuan bekerjasama secara rasioanl dalam mencapai tujuan.
(hlm. 81-82)
Lalu Iver (dalam Cholil, 1987, hlm. 69) mengemukakan pendapatnya
untuk mendalami istilah community bahwasannya “sebagai persekutuan hidup
atau paguyuban dan dimaknnai sebagai suatu daerah masyarakat yang ditandai
dengan beberapa tingkatan pertalian kelompok sosial satu sama lain. Keberadaan
komunitas biasanya didasari oleh beberapa hal yaitu, lokalitas dan sentiment
community”.
26
Selanjtunya, Iver (dalam Soekanto, 1983) menjelaskan jika kita
memandang komunitas dari segi sentiment community terdapat unsur-unsur di
dalam tubuh dari konsep tersebut, sebagai berikut:
1. Seperasaan, dimana unsur tersebut muncul akibat adanya tindakan
anggota dalam komunitas yang mengidentifikasikan dirinya dengan
kelompok dikarenakan adanya kesamaan kepentingan;
2. Sepenanggungan, diartikan sebagai kesadaran akan peranan dan
tanggung jawab anggota komunitas dalam kelompoknya;
3. Saling memerlukan, dimana unsur tersebut diartikan sebagai perasaan
ketergantungan terhadap komunitas baik yang sifatnya fisik maupun
psikis.
(hlm. 143)
Berdasarkan pendapat yang telah diungkap oleh beberapa ahli sebelumnya,
maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan pengikat suatu kelompok agar bisa
diartikan sebagai komunitas adalah kepentingan bersama dalam memenuhi
kebutuhan kehidupan sosialnya yang didasarkan atas kesamaan latar belakang
budaya, ideologi, maupun sosial-ekonomi. Selain itu secara fisik suatu komunitas
biasanya diikat oleh batas lokasi atau gegografis. Masing-masing komunitas,
karenanya akan memiliki cara dan mekanisme yang berbeda dalam menanggapi
dan menyikapi keterbatasan yang dihadapinya serta mengembangkan kemampuan
kelompoknya.
Dalam kaitan komunitas yang diartikan sebagai paguyuban atau
gemeinschaft, dimaknai sebagai suatu bentuk kehidupan bersama, dimana
menurut Soekanto (1993, hlm. 128-129), “anggotanya diikat oleh hubungan batin
yang murni, alamiah dan kekal, biasanya dijumpai dalam keluarga, kelompok
kekerabatan, rukun tetangga, rukun warga, dan lain sebagainya”.
Ciri-ciri gemeinschaft menurut Tonnies dan Loomis (dalam Soekanto,
1983) yaitu sebagai berikut:
1. Hubungan yang intim;
2. Privat;
3. Eksklusif.
Sedangkan, tipe gemeinschaft sendiri ada tiga, yaitu:
1. Gemeinschaft by blood, hubungannya didasarkan pada ikatan darah
atau kerukunan;
2. Gemeinschaft of place, hubungannya didasarkan pada kedekatan
tempat tinggal atau kesamaan lokasi;
27
3. Gemeinschaft of mind, hubungannya didasarkan pada kesamaan
ideologi meskipun tidak memiliki ikatan darah maupun tempat tinggal
yang berdekatan.
(hlm. 130-131)
Pendapat di atas diperkuat oleh pendapat dari Iver (dalam Cholil, 1987)
mengenai keberadaan suatu kelompok atau komunitas, bahwasannya keberadaan
communal code (keberagaman atura dalam kelompok) mengakibatkan komunitas
terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Primary group, hubungan antar anggota komunitas lebih intim dalam
jumlah anggota terbatas dan berlangsung dalam jangka waktu relatif
lama. Contohnya seperti, keluarga, suami-istri, oertemanan, guru-
murid, dan lain-lain;
2. Secondary group, hubungan antar anggota komunitas tidak intim
dalam jumlah anggota yang banyak dan berlangsung dalam jangka
waktu relatif singkat. Contohnya seperti, perkumpulan profesi, atasan-
bawahan, perkumpulan minat/ hobi, dan lain-lain.
(hlm. 80-81)
Dalam hal ini, komunitas Punk Taring Babi dapat dikategorikan sebagai
bentuk gemeinschaft of mind atau didasarkan pada kesamaan ideologi atau
pemikiran dan menjadi bagian dari secondary group dimana komunitas ini
terbentuk karena kesamaan minat anggotanya.
Dari sekian banyak pendapat yang mengemukakan konsep komunitas,
maka Soekanto (2004) menyimpulkan bahwa, suatu himpunan manusia atau yang
dikatakan sebagai kelompok sosial memiliki ciri kurang lebih sebagai berikut:
1. Setiap anggota kelompok harus memliki kesadaran bahwa ia adalah
sebagian dari kelompok yang bersangkutan;
2. Adanya hubungan timbal balik antara anggota yang satu dengan
anggota yang lainnya;
3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara
mereka bertambah erta. Misalnya, nasib yang sama, kepentingan yang
sama, tujuan yang sama, ideologi politik yang sama, dan lain-lain;
4. Berstruktur, berkaidah dan mempunyai pola perilaku;
5. Bersistem dan berproses;
6. Memiliki struktur sosial sehingga kelangsungan hidup kelompok
tergantung pada kesungguhan anggotanya dalam melaksankan
perannya;
7. Memiliki norma-norma yang mengatur hubungan di antara para
anggotanya;
8. Memiliki kepentingan bersama.
(hlm. 149)
28
Kesimpulan pendapat di atas jika dihubungkan dengan objek penelitian
bahwa komunitas Punk Taring Babi adalah suatu komunitas yang dimana
anggotanya memiliki suatu tujuan, etos, kepentingan dan menempati, serta
pencapaian tertentu yang ingin di capai di masyarakat salah satunya adanya
keinginan untuk di akui keberadaanya di tengah masyarakat. Ada ikatan batin
yang menarik dalam komunitas Punk Taring Babi tersebut, dimana komunitas
tersebut mampu mempererat ikatan anggotanya dengan kegiatan yang bahkan
bahkan mengikutsertakan dan diikutsertakan oleh masyarakat setempat.
6. Punk
Punk merupakan suatu komunitas dimana komunitas ini muncul sebagai
sebuah subculture yang bersifat subaltern. Dalam sejarah, tidak ada yang tahu
persis kapan budaya Punk ini muncul. Namun, telah banyak yang mencoba
menulis tentang awal mula budaya ini walaupun muncul dalam beberapa versi.
Punk muncul sebagai bentuk reaksi dari masyarakat dengan kondisi perekonomian
yang lemah dan tidak memiliki pekerjaan serta tinggal di pinggiran kota Inggris.
Menurut Firmansyah (2013, hlm. 61) Punk adalah kelompok anak muda dengan
kondisi keterpurukan ekonomi sekitar tahun 1976-1977. Kelompok remaja dan
para kaum muda ini merasa sistem monarkilah yang menindas mereka, dari sini
muncul sikapresistensi terhadap sistem monarki.Kelahiran Punk membawa
banyak perubahan sosial yang ternyata tidak hanya di Inggris saja. Subculture
Punk ini menyebar ke seluruh belahan dunia dari barat hingga ke belahan timur
dunia termasuk Indonesia. Subculture Punk terbentuk secara tidak langsung akibat
dari aksi komunitas Street Punk yang sangat frontal terhadap pemerintahan di
negara bagian Eropa. Seperti yang dikatakan oleh Martono (2009)
29
murahan. Pergerakan ini dengan cepat dan terang-terangan mempengaruhi hati
pemuda kelas bawah di London. Fitriansyah (dalam Kennedy, 2009, hlm. 134)
mengemukakan bahwa Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera
merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu
oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik. Hal tersebut memicu tingkat
pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para
pengusaha dengan caranya sendiri melalui lagu-lagu dengan musk dan lirik yang
sederhana, namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Masuknya Punk ke Indonesia tidak lepas dari peran besar media massa. Di
Indonesia, kultur Punk dikenal pertama kali sebagai bentuk salah satu genre musik
dan fashion. Punk hadir sebagai bentuk respon perlawanan terhadap pihak-pihak
dominan, sikap konsumtif dan menjadi bentuk representasi baru pada diri remaja.
Tidak heran apaila hal-hal yang substansial baru muncul bertahun-tahun setelah
Punk dikenal sebagai genre musik dan fashion.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kultur Punk memnag
hadir di Indonesia tanpa hal-hal yang subtansial. Punk lahir sebagaimana produk
post-modern lainnya, lahir tanpa esensi. Ada banyak hal yang mendorong
terjadinya hal ini anatara lain karena keterbatasan pemahaman bahasa,
ketimpangan ekonomi, krisis masa muda.
a. Pengertian Punk
Punk adalah pilihan. Punk adalah sandaran hidup. Punk adalah media
ekspresi. Punk adalah seksistensi diri dan Punk adalah dunia sekelompok
30
anak muda yang sedang meneriakkan suara-suara terbungkam dan
terpinggirkan karena timpangnya kehidupan sosial masyarakat kota; kaum
urban.
Ada tiga definisi Punk seperti yang disebutkan O”hara (1999, hlm. 134)
adalah “Pertama, Punk sebagai tren remaja dalam fashion dan musik. Kedua,
Punk sebagai keberanian memberontak dan melakukan perubahan. Ketiga, Punk
sebagai bentuk perlawanan yang hebat karena menciptaka musik, gaya hidup,
komunitas dan kebudayaan senidri.”
31
guna mengontruksi serangkaian tampang Punk, Punk bisa dilihat sebagai
kebalikan dari nilai-nilai yang dianut kelompok orang tertentu.
Punk menggunakan fashion dan pakaian untuk menantang ideologi
dominan dan melawan distribusi kekuasaan dalam tatanan sosial. Cara yang
digunakan Punk adalah untuk menarik perhatian pada ketidakalamiahan konsepsi
kelas dominan tentang kecantikan, untuk menunjukkan bahwa mereka adalah
sesuatu yang dipikirkan oleh orang dengan memikirkan konsepsi-konsepsi
alternatif (Barnard, 2009, hlm. 63).
Bentuk dan jenis fashion dan pakaian yang dikenakan Punk tersebut
berfungsi sebagai kekhasan bagi mereka yang membedakannya dengan komunitas
lain. Objek tersebut merupakan aksesoris khas yang dimiliki Punk dan dipakai
dalam keseharian, teritama dalam event-event tertentu misalnya di dalam gig
musik Punk ataupun genre musik lain selama masih dalam aliran musik Rock.
Musik merupakan alat penyatu dari semua gerakan dan budaya tanding.
Musik juga merupakan alat politis yang paling efektif untuk mengadakan
protes sosial dan menggugah kesadaran masyarakat akan situasi sosial
pada saat yang sangat genting dan meresahkan. (hlm. 89)
Bagi kaum Punk, musik adalah bentuk ekspresi jiwa, hampir keseluruhan
lirik lagu yang ditulis biasanya berisikan kekerasan, kemarahan dan kalimat
perlawanan pada segala bentuk penindasan seperti kapitalisme, rasisme, fasisme,
kritikan-kritikan terhadap penguasa dan beberapa tema cinta dengan kata-kata
yang cenderung vulgar dan sama sekali tidak berisikan lirik lagu cengeng dan
nada musik minor seperti lagu cinta pada umumnya, selain itu juga menceritakan
tentang kehiudpan sehari-hari sebagai Punk.
Musik Punk memang keras jika dilihat dari unsur kekuatan bunyinya, akan
tetapi pemaknaan terhadap lirik-lirik yang mereka tulis terdapat sebentuk ekspresi
jika yang mereka tuangkan berupa kepekaan terhadap lingkungan sekitar, dan
sesuatu yang ingin mereka perjuangkan, mereka tulis dalam bentuk kata-kata
sederhana melalui musik.
32
Di tahun 1970-an lahir musik Punk yang mempunyai kode pakaian jauh
lebih radikal, anarkis dan memberontak. Seperti musik rock yang mengungkapkan
frustasi dan harapan kaum remaja, musim Punk juga mengungkapkan
pemberotakannya kepada orangtua dan pemerintahan Inggris serta kemapanan
masyarakat di tahun tersebut. Jumlah pengangguran semakin membengkak dan
perasaan keterasingan semain meningkat dengan mengutnya kekuatan ulra
nasionalis pada saat itu. Musik Punk juga melawan kemapanan musik rock di
tahun 1970-an yang terlalu komersil. Perlawanan itu dilakukan dengan cara
menciptakan gaya musik yang kasar, lengkap dengan kode fashion yang anarkis
dengan menolak segala hal yang dilakukan pemusik rock di tahun 1960-an
(Rusbiantoro, 2008, hlm. 110).
Takwin (dalam Adlin, 2006, hlm 37) mengungkapkan istilah gaya hidup, baik
dari sudut pandang individual maupun kolektif, mengandung pengertian bahwa
Gaya hidup sebagai cara hidup mencakup sekumpulan kebiasaan, pandangan, dan
pola-pola respons terhadap hidup, serta terutama perlengkapan untuk hidup.
33
Selanjutnya, Piliang (dalam Adlin, 2006, hlm 71) menyatakan ada hubungan
timbal balik dan tidak dapat dipisahkan antara keberadaan citra (image) dan gaya
hidup (lifestyle). Gaya hidup sebagai cara manusia memberikan makna pada dunia
kehidupannya, membutuhkan medium dan ruang untuk mengekspresikan makna
tersebut, yaitu ruang bahasa dan benda-benda, yang didalamnya mempunyai peran
yang sangat sentral. Di pihak lain, citra sebagai sebuah kategori didalam relasi
simbolik antara manusia dan duia objek, membutuhkan aktualisasi dirinya
kedalam berbagai dunia realitas, termasuk dunia gaya hidup.
34
generasi pendahulu mereka telah berganti dengan generasi penerus, tetapi
eksistensi nilai dan ideologi dan pola perilaku mereka asih bertahan sampai saat
ini (Ruhiat, 2015, hlm. 36).
b. Filosofi Punk
1) Ideologi Punk
Menurut Rusbiantoro (2008, hlm. 105) “Ideologi sesungguhnya adalah
sistem pemikran, sstem kepercayaan, atau sistem simbolik yang menyinggung
mengenai aksi sosial atau politik praktis”. Pengertian lain mengenai ideologi
adalah kesadaran palsu (false consciousness) yang merupakan hasil dari
pertarungan ideologi dominan oleh mereka yang mempunyai kepentingan tidak
terefleksikan.
Adapun fungsi ideologi adalah seperti yang dikemukakan oleh Althusser
(dalam Rusbiantoro, 2008, hlm. 106) “Fungsi ideologi adalah untuk membentuk
individu-individu sebagai subjek, dimana subjek dibentuk sebagai efek dari
struktur yang sebelumnya telah diberikan”.
Adapun ideologi yang dianut oleh kaum Punk anatara lain:
(a) Do It Yourself (DIY)
Ideologi yang mendasari semua aktivitas dan usaha Punk dalam
menjalankan komunitas adalah Do It Yourself (DIY). DIY secara sempit dapat
diartikan segala sesuatu harus dilakukan sendiri atau mandiri. Maksud dari segala
sesuatu harus dilakukan sendiri bukan berarti dilakukan tanpa bantuan orang lain,
namun dilakukan tanpa bekerja sama dengan segala sesuatu yang berhubungan
dengan major label yang selalu menjad pihak kapitalis. Subkultur Punk yang
termasuk dalam gerakan underground, memaknai DIY bukan hanya sebuah
mekanisme produksi dan distribusi produk kultural Punk, tetapi lebih dari itu.
DIY merupakan pedoman bagi Punk dalam setiap aktivitas (Artiani, 2008, hlm.
28).
Kaum Punk mempunyai semboyan DIY atau semuanya diciptakan sendiri
mulai dari baju sampai majalah dan bukan produksi isndustri yang dikmersialkan
secara luas demi mencari keuntungan semata. Etika DIY (Do It Yourself)
merupakan sebuah jalan alternatif bagi kaum Punk dalam menjalankan kegiatan
35
untuk tetap menolak budaya meyoritas dan perilaku konsumtif (Ruhiat, 2015,
hlm. 37).
(b) Anarkisme
Istilah “anarkis” atau “anarkisme” dalam bahasa Inggris disebut
“anarkhy’”, berasal dari Yunani “anarchos” atau “anarchcin”. Anarchos atau
anarchcin berarti tanpa pemerintahan atau pengelolaan dan koordinasi tanpa
hubungan memerintah dan diperintah, mengusai dan dikuasai, mengepalai dan
dikepalai, mengendalikan dan dikendalikan. Dapat dikatakan anarkisme adalah
suatu paham atau ideologi yang mempercayai bahwa segala macam bentuk
negara, pemerintahan dan kekuasaannya merupakan lembaga-lembaga dan alat
untuk melakukan penindasan terhadap kehidupan. Oleh karena itu, para anarkis
menginginkan negara, pemerintahan, beserta perangkatnya harus dihilangkan atau
dihancurkan.
Perbedaan perseps antara masyarakat umum dengan kaun Punk mengenai
makna anarkis yang sebenarnya, seringkali disalah gunakan oleh pemerintah
untuk menuding bahwa perilaku anarkis adalah perilaku yang cenderung
mengarah pada kericuhan atau kekacauan, atau yang biasa disebut chaos. Hampir
semua perilaku yang ditunjukkan oleh kaum Punk selalu dikatakan sebagai
perilaku anarkis.
Makna anarkis selama ini dipahami oleh masyarakat Indonesia
kenyataannya sangat berbeda dengan makna anarkis yang dianut oleh kaum Punk.
Hampir semua Punk percaya akan prinsip anarkisme untuk tidak sama sekali
menggunakkan pemerintahan resmi atau pengatur serta mengahrgai kebebasan
dan tanggung jawab masing-masing individu. Keterlibatan kaum Punk dalam
ideologi anarkisme akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme
itu sendiri, sebab kaum Punk dalam pergerakannya memiliki ciri khas tersendiri.
Kaum Punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik
saja, melainkan lebih luas dari itu. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti
tanpa aliran pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman. Hal
tersebut dikarenakan mereka bisa menciptakan aturan hidup dan perusahaan
rekaman sendiri sesuai keinginan mereka.
36
c. Gambaran Komunitas Punk di Indonesia
Pada masa kini dengan adanya globalisasi, banyak sekali kebudayaan yang
masuk ke Indonesia, sehingga tidak dipungkiri lagi muncul banyak sekali
kelompok-kelompok sosal dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut
muncul dikarenakan adanya persamaan tujuan atau senasib dari masing-masing
individu, maka muncullah kelompok-kelompok sosial di dalam masyarakat.
Kelompok-kelompok sosial yang dibentuk oleh anak muda yang pada
mulanya hanya dari beberapa orang saja kemudian mulai berkembang menjadi
suatu komunitas. Hal tersebut dikarenakan mereka merasa mempunyai tujuan
bahkan ideologi yang sama. Salah satu dari kelompok tersebut yang akan kita
bahas, yaitu kelompok “Punk” atau biasa disebut “Komunitas Punk”.
Era globalisasi dicirikan dengan adanya kemajuan luar biasa di bidang
komunikasi dan telekomunikasi. Kemajuan di bidang tersebut telah
menghapuskan jarak antar negara dan wilayah. Pada era ini semakin sulit untuk
membendung arus berbagai informasi yang datang dari luar termasuk tentang
gaya hidup Punk. Di Indonesia sendiri komunitas Punk sangat banyak
berkembang bahkan hampir di setiap daerah terdapat komunitas Punk. Punk di
Indonesia tidak hadir karena gejolak yang terjadi sebagaimana di Amerika dan
Inggris, melainkan cenderung muncul dkarenakan kerinduan akan sesuatu yang
baru sebagai aktualisasi para remaja.
Komunitas Punk saat ini tidak lebih dari kaum marjinal yang
menginginkan kebebasan dan mendapat haknya. Punk di Indonesia berkembang
begitu cepat seiring dengan problematika perekonomian Indonesia yang morat
marit. Jumlah mereka yang terus bertambah, tidak menutup kesempatan bagi para
pria yang tengah berada pada usia produktif turut serta dalam komunitas Punk.
pada tingkat marjinalitas yang tinggi, para lelaki muda tersebut berpotensi untuk
melakukan perbuatan menyimpang maupun kejahatan untuk memenuhi
kebutuhan. Hanya berbekal keinginan untuk mengikitu tren inilah yang
menjadikan tidak semua anggota Punk mengetahui dan menganut ideologi Punk
yang sebenarnya. Mereka kebanyakan hanya ingin merasa “bebas”.
Berbicara tentang kebebasan, memang indah. Apalagi jika dapat berbuat
sekehendaknya, tiidak ada yang melarang atau memaksakan aturan yang harus
37
dipatuhi. Sayangnya, kebebasan seperti ini hanya ada di negeri khayalan. Ya,
sekeras apapun kita menuntut kebebasan, pada akhirnya kita akan terbentur pada
kenyataan bahwa semua ada batasnya.
Komunitas yang satu ini bila dilihat sepintas lalu terlihat berbeda jika kita
bandingkan dengan komunitas pada umumnya. Cara berpakaian mereka dan pola
perilaku yang ditunjukkan komunitas Punk membuat mereka sangat berbeda
dengan yang lain, sehingga mereka mudah untuk dikenali. Banyak masyarakat
yang menilai bahwa komunitas yang satu ini termasuk salah satu komunitas yang
urakan, berandalan dan sebagainya. Namun, jika dicermati lebih dalam banyak
sekali hal menarik bahkan dikategorikan positif yang dapat didalami dari
komunitas ini, karena sesungguhnya dalam kenyataan sehari-hari tidak semua
orang bertindak berdasarkan nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat
(Widya G, 2010, hlm. 34).
Awal terbentuknya komunitas Punk di Indonesia berbeda dengan yang ada
di negeri asalnya Inggris maupun di Amerika. Jika di negeri asalnya komunitas
Punk terbentuk dari gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas
pekerja lalu merambah ke Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan
keuangan dan hal tersebut dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik.
Saat itu Punk benar-benar sebuah gerakan perlawanan anak muda yang
berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves.
7. Stigma
a. Definisi
Stigma adalah atribut yang sangat luas yang dapat membuat individu
kehilangan kepercayaan dan dapat menjadi suatu hal yang menakutkan (Goffman
dalam Major & O’Brien, 2005, hlm. 393). Menurut Kamus Psikologi stigma
adalah satu tanda atau ciri pada tubuh (Chaplin, 2009, hlm. 38). Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia, stigma didefinisikan sebagai ciri negatif yang
menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Stigma dapat
juga didefinisikan sebagai suatu fenomena yang dapat memengaruhi diri individu
secara keseluruhan (Crocker dkk., Jones dkk., Link & Phelan dalam Major &
O’Brien, 2005, hlm. 393). Menurut Goffman (dalam Scheid & Brown, 2010, hlm.
38
20) menyatakan bahwa “stigma concept identifies an attribute or a mark residing
in the person as something the person possesses” artinya bahwa konsep stigma
mengidentifikasi atribut atau tanda yang berada pada seseorang sebagai sesuatu
yang dimiliki. Stigma juga berarti sebuah fenomena yang terjadi ketika seseorang
diberikan labeling, stereotip, separation, dan mengalami diskriminasi serta juga
menjelaskan bahwa stigma adalah pikiran dan kepercayaan yang salah (Link dan
Phelan dalam Scheid & Brown, 2010, hlm. 21). Menurut Surgeon General
Satcher’s (dalam Scheid & Brown, 2010, hlm. 21) menyatakan stigma adalah
kejadian atau fenomena yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan
perhatian, mengurangi seseorang untuk memperoleh peluang dan interaksi sosial.
Dari beberapa definisi dari stigma tersebut, maka peneliti menyimpulkan
definisi stigma adalah pikiran dan kepercayaan yang salah serta fenomena yang
terjadi ketika individu memperoleh labeling, stereotip, separation dan mengalami
diskriminasi sehingga memengaruhi diri individu secara keseluruhan.
b. Mekanisme Stigma
39
d. Dimensi Stigma
Menurut Link dan Phelan (dalam Scheid & Brown, 2010, hlm. 26) stigma
mengacu pada pemikiran Goffman (1961), komponen-komponen dari stigma
sebagai berikut :
1) Labeling
2) Stereotip
Stereotip adalah kerangka berpikir atau aspek kognitif yang terdiri dari
pengetahuan dan keyakinan tentang kelompok sosial tertentu dan traits
tertentu (Judd, Ryan & Parke dalam Baron & Byrne, 2003, hlm. 203).
Menurut Rahman (2013, hlm 45) stereotip merupakan keyakinan mengenai
karakteristik tertentu dari anggota kelompok tertentu. Stereotip adalah
komponen kognitif yang merupakan keyakinan tentang atribut personal yang
dimiliki oleh orang-orang dalam suatu kelompok tertentu atau kategori sosial
tertentu (Taylor, Peplau, & Sears, 2009, hlm. 145).
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan, stereotip adalah
komponen kognitif dari individu yang merupakan keyakinan tentang atribut
personal atau karakteristik yang dimiliki oleh individu dalam suatu kelompok
tertentu atau kategori sosial tertentu.
3) Separation
40
Berdasarkan pemaparan di atas, separation artinya pemisahan yang
dilakukan antara kelompok yang mendapatkan stigma dengan kelompok yang
tidak mendapatkan stigma.
4) Diskriminasi
41
Ancaman dalam pengertian ini dapat mengacu pada bahaya fisik atau
perasaan yang tidak nyaman. Berdasarakan pemaparan sebelumnya, dimensi yang
digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori Link dan Phelan (dalam
Scheid & Brown, 2010, hlm. 26) yang juga berpedoman pada pemikiran Goffman
(1961) yaitu Labeling, Stereotip, Separation dan Diskriminasi.
e. Proses Stigma
Menurut Crocker, dkk. (dalam Major & O’Brien, 2005, hlm. 340) stigma
terjadi karena individu memiliki beberapa atribut dan karakter dari identitas
sosialnya namun akhirnya terjadi devaluasi pada konteks tertentu. Menurut Link
dan Phelan (dalam Scheid & Brown, 2010, hlm. 27) stigma terjadi ketika muncul
beberapa komponen yang saling berkaitan. Adapun komponen-komponen
tersebut, yaitu :
Jadi, dapat disimpulkan bahwa stigma terjadi dalam jangka waktu tertentu
yang merupakan suatu proses yang terdiri dari empat dimensi yaitu terjadinya
labeling dilanjutkan dengan munculnya stereotip, separation dan diskriminasi.
H. Metode Penelitian
1. Desain Penelitian
Pada penelitian yang akan diteliti, peneliti ingin mengetahui bagaiamana
aktualisasi sosial komunitas Punk Taring Babi di masyarakat Kota Jakarta.
Peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif sebagai desain penelitian.
42
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah
dengan tujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara
alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam
antara peneliti dengan fenomena yang diteliti. Sebagaimana dijelaskan oleh
Sugiyono (2014, hlm. 15) “objek yang alamiah adalah objek yang berkembang
apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan kehadiran peneliti tidak begitu
mempengaruhi dinamika objek tersebut.” Karena hal tersebutlah, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif guna melihat serta terlibat langsung dalam
mengetahui bagaimana aktualisasi sosial komintas Punk Taring Babi di
masyarakat Kota Jakarta secara alami tanpa adanya setting sebelumnya.
Penggunaan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini pun dianggap dapat
memberikan kesempatan yang lebih untuk peneliti melakukan interaksi dan
memahami lebih dalam mengenai masalah sosial tersebut. Memahami makna
yang terdapat dalam masalah sosial atau masalah kelompok, sebagaimana
penelitian kualitatif menurut Creswell (2010) mengemukakan bahwa:
Penelitian kualitatif adalah alat untuk memaparkan dan memahami makna
yang berasal dari individu dan kelompok mengenai masalah sosial atau
masalah individu. Proses penelitian melibatkan pertanyaan dan
proseduryang sudah muncul, yakni dengan mengumpulkan data menurut
setting partisipan; menganalisis data secara induktif, mengolah data dari
yang spesifik menjadi tema umum, dan membuat penafsiran mengenai
makna dibalik data. Report yang berhasil ditulis memiliki struktur
penelitian yang fleksibel. (hlm. 256)
Adapun untuk mendapatkan data guna menjawab permasalahan dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode studi kasus. Metode penelitian
bertujuan untuk menyusun proses, prinsip-prinsip dan prosedur yang digunakan
dalam mengkaji masalah penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode studi kasus didasarkan pada pertimbangan situasi dan
kondisi status subjek yang khas atau spesifikasi.Sebagaimana diutarakan Moleong
(2010) yang menyatakan bahwa,
43
konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode
alamiah. (hlm. 6)
Metode studi kasus ini digunakan karena peneliti dapat menyelidiki
sebuah kasus atau fenomena dengan cermat untuk mendapatkan informasi secara
lengkap tehadap peristiwa atau fenomena yang sedang diteliti yaitu aktualisasi
sosial komunitas Punk Taring Babi di masyarakat Kota Jakarta. Stake (dalam
Creswell 2010) menyatakan bahwa:
a. Lokasi Penelitian
b. Subjek Penelitian
44
Srengsengsawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pada penelitian kualitatif ini,
narasumber atau partisipan menjadi sasaran utama yang dapat memberikan
informasi. Partisipan adalah orang-orang yang diajak wawancara, diobservasi,
diminta pendapat, pemikiran, persepsi dan memberikan data.
Pada penelitian ini, subjek penelitian terbagi menjadi dua bagian yaitu,
sebagai informan pokok dan sebagai informan pangkal. Penentuan sumber data
akan dilakukan pada orang yang akan diwawancarai secara purposif, yaitu dengan
pertimbangan dan tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2013, hlm. 300) bahwa,
”Purposive sampling merupakan teknik pengambilan sumber data dengan
mempertimbangkan banyak hal”. Hal ini dilakukan peniliti guna memperoleh
informasi yang lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tabel 1
45
Taring Babi, serta pemerintah daerah yaitu kecamatan dan desa yang berlokasi di
Srengsengsawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan sebagai lembaga yang berwenang
dalam mengetahui dan memantau kondisi masyarakat setempat. Ahli psikologi
Universitas Pendidikan Indonesia sebagai narasumber dari ahli psikologi sosial
yang memandang komunitas taring babi dari sudut pandang stigma sosial dan
aktualisasi sosial sebagai menguat untuk penelitian.
3. Instrumen Penelitian
... Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan
manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa
segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti.Masalah, fokus
penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil
yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan
jelas sebelumnya.Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang
penelitian itu. (hlm. 60)
Dapat disimpulkan, pada umumnya penelitian kualitatif menggunakan
manusia sebagai alat utama dalam pengumpulan data lapangan (key human
instrument). Dengan kata lain, peneliti sebagai alat utama yang dipergunakan
untuk memperolah data dalam penelitian ini. Peneliti selain sebagai perencana
juga sebagai pelaku atau yang mengeksekusi semua tindakan yang sudah
direncanakan. Hal tersebut bertujuan untuk memperoleh data yang akurat.
Instrumen penelitian atau alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah peneliti
sendiri, setelah memperoleh fokus penelitian yang jelas, maka akan kembali ke
instrumen penelitian sebagai pelengkap data. Oleh karena itu, peneliti harus
mampu berkomunikasi secara baik dengan informan atau subjek penelitian dalam
situasi apapun, guna mendapatkan data yang dibutuhkan secara mendalam untuk
46
menjawab permasalahan penelitian. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam
prakteknya peneliti akan menjadi instrumen penelitian utama.
a. Wawancara Mendalam
47
Sebelum melakukan wawancara peneliti membuat pedoman wawancara terlebih
dahulu. Instrumen ini merupakan alat pengumpul data yang bertujuan untuk
mengetahui lebih mendalam bagaimana aktualisasi sosial komunitas Punk Taring
Babi di masyarakat Kota Jakarta serta upaya komunitas Punk Taring Babi dalam
mencapai aktualisasi sosial di kehidupan bermasyarakat. Pedoman wawancara
bertujuan untuk menjawab masalah yang telah dirumuskan oleh peneliti. Selain
itu pedoman wawancara dibuat untuk membantu dan memudahkan peneliti dalam
melakukan penelitian. Hal tersebut dilakukan karena, terkadang saat peneliti
berada di lokasi penelitian khususnya saat sedang melaksanakan wawancara,
seringkali peneliti mengalami kesulitan dalam melontarkan pertanyaan yang
seharusnya. Saat proses wawancara berlangsung peneliti akan menyesuaikan
pertanyaan-pertanyaan yang diutarakan dengan situasi dan respon dari informan.
Dengan demikian, peneliti dapat menyampaikan pertanyaan-pertanyaan
pokok yang terdapat pada pedoman wawancara secara tepat. Teknik wawancara
yang digunakan pada penelitian ini yaitu wawancara semi terstuktur (semi
standardized interview). Pada teknik wawancara ini interviewer sebelumnya
sudah membuat garis besar pokok-pokok pembicaraan, namun dalam
pelaksanaannya interviewer mengajukan pertanyaan secara bebas, pokok-pokok
pertanyaan yang dirumuskan tidak perlu dipertanyakan secara berurutan dan
pemilihan kata-kata yang digunakan tidak selalu baku, karena disesuaikan dengan
informan saat wawancara dilaksanakan. Teknik tersebut dilakukan untuk
mempermudah peneliti berinteraksi dengan para anggota komunitas Punk Taring
Babi maupun masyarakat setempat.
Saat proses wawancara berlangsung, peneliti akan menggali data mengenai
bagaimana aktualisasi sosial komunitas Punk Taring Babi di masyarakat Kota
Jakarta, upaya apa saja yang dilakukan komunitas Punk Taring Babi untuk
mencapai aktualisasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat, bagaimana respon
masyarakat atas upaya yang dilakukan komunitas Punk Taring Babi untuk
mencapai aktualisasi sosial, dan bagaimana tanggapan masyarakat mengenai
komunitas Punk Taring Babi dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun sebelum memulai wawancara, peneliti memperkenalkan diri
terlebih dahulu kepada pihak yang akan diwawancara serta menyampaikan
48
maksud dan tujuan penelitian. Peneliti berusaha menciptakan kesan dan hubungan
yang baik dengan informan agar saat proses wawancara berlangsung peneliti
maupun informan dapat berkomunikasi secara leluasa dan mendapatkan informasi
yang mendalam. Hal yang perlu diperhatikan dalam proses wawancara ini adalah
peneliti dapat menggali semua data yang dicari guna menjawab masalah-masalah
dalam penelitian yang tersusun dalam pedoman wawancara.
b. Observasi Partisipan
49
c. Studi Literatur
d. Studi Dokumentasi
50
sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan
masalah penelitian”.
Peneliti menggunakan studi dokumentasi, karena studi dokumentasi dapat
menjadi pelengkap dari penggunaan teknik observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif. Dokumentasi juga dapat menjadi penguat dari data-data yang
telah dikumpulkan oleh peneliti. Peneliti memilih studi dokumentasi dengan
maksud agar hasil penelitian saat wawancara dan observasi berlangusng dapat
lebih jelas dan dipercaya. Peneliti mendokumentasikan dimulai dari proses
observasi hingga proses wawancara berlangsung sehingga dapat membantu penliti
dalam mendeskripsikan data yang diperoleh. Peneliti menggunakan kamera
handphone atau kamera digital untuk memotret ketika peneliti sedang melakukan
proses penelitian.
51
di masyarakat dan upaya seperti apa yang dilakukan oleh komunitas Punk Taring
Babi dalam mencapai aktualisasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun teknik analisis data yang digunakan oleh peneliti pada penelitian ini
berupa reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) serta
penarikan simpulan dan verifikasi (conclution drawing verification). Teknis
analisis data ini digunakan untuk mengemukakan permasalahan yang ada pada
suatu gejala atau fenomena sosial secara tuntas dan mendalam. Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Miles dan Huberman (dalam Sugiyono 2013, hlm. 246)
yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan
secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas.
52
Peneliti akan mengumpulkan informasi dan data-data dari narasumber
menggunakan teknik pengumpulan data yang telah disebutkan sebelumnya untuk
kemudian dikaji lebih detail lagi, dimana peneliti akan memilih dan
mendeskripsikan data yang diperlukan serta membuang data yang sekiranya tidak
diperlukan. Tahapan pada reduksi data ini akan memberikan gambaran lebih jelas
dan tepat sesuai dengan permasalahn yang peneliti kaji.
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh akan disajikan sesuai dengan
tujuan yang akan dicapai. Data yang diperoleh disaringdan dipilih terlebih dahulu
melalui reduksi data lalu disajikan.Hasil yang disajikan sesuai dengan rumusan
masalah dan disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dari adanya
penelitianini. Masalah yang akan dikaji pada penelitian ini yaitu mengenai
bagaimana aktualisasi sosial komunitas Punk Taring Babi dapat terlaksana dan
dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat.
Penyajian data (data display) adalah sekumpulan informasi tersusun yang
akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh dengan kata lain
menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola
hubungannya. Sugiyono (2014, hlm. 341) mengungkapkan bahwa “dalam
penelitian kualitatif, penyajian data bisa digunakan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antara kategori, dan sejenisnya”. Penyajian data yang disusun
secara singkat, jelas dan terperinci namun menyeluruh akan memudahkan dalam
memahami gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti baik secara
keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian data selanjutnya, disajikan
dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan data hasil penelitian yang
diperoleh.
Dari keseluruhan data yang diolah melalui proses reduksi dan penyajian
data dihasilkan jawaban atas permasalahan dalam penelitian yang sudah diajukan
dalam rumusan masalah.Peneliti menarik kesimpulan didasarkan pada data yang
diperoleh namun hal ini masih dapat berubah. Kesimpulan ini disusun dalam
bentuk pernyataan singkat dan mudah dengan mengacu kepada tujuan penelitian.
53
Kesimpulan dalam penelitian ini merupakan hasil dari penelitian yang
akan dilaksanakan melalui proses verifikasi selama penelitian berlangsung
sehingga kesimpulan yang diperoleh jelas dan akurat sesuai dengan apa yang
terjadi di lapangan dan bagaimana aktualisasi sosial komunitas Punk Taring Babi
dapat terlaksana dan dipenuhi dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Validitas Data
54
Gambar 1
Triangulasi Sumber Data
Masyarakat
Gambar 3.2
55
Triangulasi Teknik Pengumpulan Data
Wawancara
Observasi
Mendalam
Partisipan
Studi
Dokumentasi
56
Sumber: dimodifikasi dari Sugiyono (2015, hlm.126)
Pada penelitian ini, peneliti mengecek pada sumber data yang sama dengan teknik
yang berbeda. Misalnya peneliti mencari data dengan melakukan wawancara
kepada beberapa anggota komunitas Punk Taring Babi, kemudian untuk
mengecek kembali data yang sudah diperoleh tersebut, peneliti menggunakan
teknik yang berbeda dengan sumber data sama yaitu dengan melakukan observasi
langsung pada anggota komunitas Punk Taring Babi yang sudah diwawancarai
tersebut. Dengan demikian, jika data yang sudah diperoleh dari kedua teknik
pengumpulan data tersebut didapatkan data yang berbeda, maka peneliti harus
lebih memastikan lagi data mana yang dianggap benar. Ketika menggunakan dua
teknik pengumpulan data yang berbeda pada informan yang sama dan
mendapatkan data yang sama, maka data tersebut sudah teruji kebenarannya.
J. Rencana Kegiatan
Penelitian ini dirancang dalam jangka waktu enam bulan. Secara lengkap,
agenda penelitian tersebut digambarkan dalam table berikut:
BULAN KE
NO NAMA KEGIATAN
1 2 3 4 5 6
1 Penyusunan Proposal
2 Seminar Proposal
3 Persiapan Penelitian
4 Pelaksanaan Penelitian
5 Pengumpulan Data
6 Pengolahan Data
7 Analisis Data
57
8 Penyusunan Laporan
58