Anda di halaman 1dari 115

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG ADA

HUBUNGAN DENGAN MALARIA DI BEBERAPA


LOKASI DI WILAYAH INDONESIA PERIODE TAHUN
2007 SAMPAI DENGAN TAHUN 2018

TEMA : INFEKSI TROPIS

KAMAL MUQTADIR RISQ

4517111032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR

2020
ii

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG ADA HUBUNGAN

DENGAN MALARIA DI BEBERAPA LOKASI DI WILAYAH

INDONESIA PERIODE TAHUN 2007 SAMPAI DENGAN

TAHUN 2018

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Kedokteran

Program Studi

Pendidikan Dokter

Disusun dan diajukan oleh

Kamal Muqtadir Risq

Kepada

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2021
iii

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR LINGKUNGAN YANG ADA HUBUNGAN


DENGAN MALARIA DI BEBERAPA LOKASI DI WILAYAH
INDONESIA PERIODE TAHUN 2007 SAMPAI DENGAN
TAHUN 2018

Disusun dan diajukan oleh


Kamal Muqtadir Risq
4517111032

Menyetujui
Tim Pembimbing

Pembimbing 1, Pembimbing 2,

Dr. Machmud Rompegading, M.Kes Dr. M. Rio Andita,


Tanggal: ……. 2021 Tanggal: ……. 2021

Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa


Mengetahui

Ketua Program Studi, Dekan,

Dr. Sandy Kartika Purnomo Dr. Marhaen Hardjo, M. Biomed, PhD.


Tanggal : ……. 2021 Tanggal : ……. 2021
iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini

Nama : Kamal Muqtadir Risq

Nomor Induk : 4517111032

Program studi : Pendidikan Dokter

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan mengambil alih tulisan

atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini hasil karya orang

lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, ….. 2021

Yang menyatakan

Kamal Muqtadir Risq


v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor Lingkungan aang

Ada Hubungan dengan Malaria di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia

Periode Tahun 2007 Sampai Dengan Tahun 2018”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Bosowa Makassar.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari

berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak dr. Marhaen Hardjo, M Biomed, PhD. selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Bosowa Makassar.

2. Dr. Machmud Rompegading, M.Kes selaku Dosen Pembimbing I yang

telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan

petunjuk dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan.

3. Dr. M. Rio Andita selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak

meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk dan

bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


vi

4. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Bosowa

Makassar.

5. Orang tua saya tercinta Ayah Kaimuddin dan Ibu Nuhrianna yang

selalu mendoakan dan memberikan dukungan yang sangat luar biasa

kepada penulis.

6. Saudaraku tersayang Annisa Angriani dan Aqilah Azzahrah yang

selalu mendoakan, memberikan motivasi serta semangat, dan

menghibur penulis saat menyelesaikan skripsi ini.

7. Fahira Rizky Hidayah Arifin, terima kasih karena telah menemani,

memberikan semangat serta sangat membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga besar saya yang tidak henti-hentinya memberikan doa dan

semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatku Rhodopsin tercinta serta rekan-rekan di fakultas

kedokteran, terima kasih atas kebersamaan dan semangat yang telah

diberikan kepada penulis.

10. Adik angkatan 2018, 2019 dan 2020 tercinta yang selalu memberikan

semangat kepada penulis.

11. Orang-orang yang tidak bisa disebutkan namanya, terima kasih

karena telah menemani, memberikan semangat serta sangat

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan, oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat


vii

membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Makassar, …… 2021

Penulis

Kamal Muqtadir Risq


viii

Kamal Muqtadir Risq. Faktor-Faktor Lingkungan yang ada hubungan dengan


Malaria di Beberapa Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun 2008 sampai Tahun
2018 (Dibimbing Dr. Machmud Rompegading, M.Kes dan Dr. M. Rio Andita)

ABSTRAK

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa dari genus


Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan keberadaan breeding site,
pemakaian kawat kasa pada ventilasi, kerapatan dinding rumah,
keberadaan langit-langit rumah, penggunaan obat anti nyamuk, dan
penggunaan kelambu.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang
ada hubungan dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia
periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018. Metode penelitian yang
digunakan yaitu penelitian analitik dengan mensintesis hasil yang
diperoleh sepuluh artikel penelitian ilmiah dengan desain penelitian case
control.
Hasil penelitian dari sepuluh penelitian yang dianalisis menunjukkan
bahwa terdapat faktor-faktor lingkungan yang mempunyai hubungan
dengan malaria di yaitu adanya hubungan bermakna antara keberadaan
breeding site, pemakaian kawat kasa pada ventilasi, kerapatan dinding
rumah, keberadaan langit-langit rumah, penggunaan obat anti nyamuk,
dan penggunaan kelambu terhadap malaria dengan p value < 0.05%.
Kesimpulan kejadian malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia
periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 memiliki hubungan
bermakna terhadap keberadaan breeding site, pemakaian kawat kasa
pada ventilasi, kerapatan dinding rumah, keberadaan langit-langit rumah,
penggunaan obat anti nyamuk, dan penggunaan kelambu
Kata Kunci : Malaria, Keberadaan Breeding Site, Pemakaian Kawat
Kasa pada Ventilasi, Kerapatan Dinding Rumah, Keberadaan Langit-
Langit Rumah, Penggunaan Obat Anti Nyamuk, dan Penggunaan
Kelambu
ix

Kamal Muqtadir Risq. Things that have a relationship with Malaria in Several Locations in
the Territory of Indonesia for the period 2007 to 2018 (Supervised by Dr. Machmud
Rompegading, M.Kes and Dr. M. Rio Andita.)

ABSTRACT
Malaria is a disease caused by protozoa of the genus Plasmodium,
which is transmitted through the bite of the female Anopheles mosquito.
This disease is closely related to the presence of breeding sites, the use
of wire netting in ventilation, the density of the walls of the house, the
presence of the ceiling of the house, the use of mosquito repellent, and
the use of mosquito nets.

The purpose of this study is to determine the environmental factors


that are associated with malaria in several locations in Indonesia for the
period 2007 to 2018. The research method used is analytical research by
synthesizing the results obtained by ten scientific research articles with a
case control research design.

The results of the ten studies analyzed indicate that there are
environmental factors that have a relationship with malaria, namely there
is a significant relationship between the presence of a breeding site, the
use of wire mesh in ventilation, the density of the walls of the house, the
presence of a ceiling, the use of mosquito repellent, and the use of
mosquito nets against malaria with p value < 0.05%.

The conclusion is that the incidence of malaria in several locations in


Indonesia for the period 2007 to 2018 has a significant relationship to the
presence of breeding sites, the use of wire netting in ventilation, the
density of the walls of the house, the presence of ceilings, the use of
mosquito repellent, and the use of mosquito nets.
x

Keywords: Malaria, Presence of a breeding site, Use of wire mesh in


ventilation, Density of the walls of the house, Presence of a ceiling,
Use of mosquito repellent, Use of mosquito nets.

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Halaman Pengajuan ii
Halaman Persetujuan iii
Pernyataan Keaslian Skripsi iv
Kata Pengantar v
Abstrak viii
Abstract ix
Daftar Isi X
Daftar Tabel xiii
Daftar Gambar xv
Daftar Singkatan xvi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 3
C. Pertanyaan Penelitian 3
D. Tujuan Penelitian 4
1. Tujuan Umum 4
2. Tujuan Khusus 4
E. Manfaat Penelitian 5
F. Ruang Lingkup Penelitian 6
G Sistematika dan Organisasi Penulisan 6
.
1. Sistematika Penulisan 7
2. Organisasi Penulisan 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. LandasanTeori 8
1 Malaria 8
a. Definisi Malaria 8
b. Epidemiologi Malaria 8
c. Klasifikasi Malaria 9
d. Etiologi Malaria 10
e. Cara Penularan Malaria 10
f. Vektor Malaria 12
Lanjutan Daftar Isi Halaman
xi

g. Siklus Hidup Plasmodium Malaria 19


h. Patomekanisme Infeksi Malaria 25
i. Gambaran Klinis Malaria 26
j. Diagnosis Malaria 28
k. Pengobatan Malaria 31
l. Komplikasi Malaria 32
m. Prognosis Malaria 34
n. Pencegahan Malaria 34
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Malaria 36
a. Umur 36
b. Jenis Kelamin 36
c. Imunitas 37
d. Ras 37
e. Status Gizi 37
f. Faktor Nyamuk 37
g. Faktor Lingkungan 40
B. Kerangka Teori 48
BAB III. KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI
OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep 50
B. Hipotesis 51
C Definisi Operasional 52
BAB IV. METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian 56
B. Tempat dan Waktu Penelitian 56
1. Tempat Penelitian 57
2. Waktu Penelitian 58
C Populasi dan Sampel Penelitian 58

1. Populasi Penelitian 58
2. Sampel Penelitian 59
Lanjutan Daftar Isi Halaman
D Kriteria Jurnal Penelitian 59
1. Kriteria Inklusi 59
E Cara Pengambilan Sampel 62
F Tehnik Pengumpulan Data 62
G Alur Penelitian 63
H Prosedur Penelitian 64
I Cara Pengumpulan Data 67
J Rencana Pengolahan dan Analisis Data 67
K Aspek Etika Penelitian 67
xii

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil 57
B. Pembahasan 70
BAB VI. PENUTUP
A. Kesimpulan 87
B. Saran 88
DAFTAR PUSTAKA 90

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Tabel Halaman


Tabel 1 Jurnal Penelitian tentang Malaria di Beberapa
Lokasi di Wilayah Indonesia periode Tahun
46
2007 sampai Tahun 2018, yang akan
Digunakan sebagai Sumber Data Penelitian.
Tabel 2 Rangkuman Data Hasil Penelitian tentang
faktor-faktor yang ada Hubungan dengan
Malaria di Beberapa Lokasi di Wilayah 57
Indonesia periode Tahun 2007 sampai Tahun
2018.
Tabel 3 Hubungan Antara Keberadaan Breeding Site
Dengan Kejadian Malaria di Beberapa Lokasi di
64
Wilayah Indonesia Periode Tahun 2008 sampai
dengan Tahun 2018.
Tabel 4 Hubungan Antara Pemakaian Kawat Kasa pada 65
xiii

Ventilasi Dengan Kejadian Malaria di Beberapa


Lokasi di Wilayah Indonesia Periode Tahun
2008 sampai dengan Tahun 2018.
Tabel 5
Hubungan Antara Kerapatan Dinding Rumah
Dengan Kejadian Malaria di Beberapa Lokasi di
66
Wilayah Indonesia Periode Tahun 2008 sampai
dengan Tahun 2018.
Tabel 6 Hubungan Antara Keberadaan Langit-Langit
Rumah Dengan Kejadian Malaria di Beberapa
67
Lokasi di Wilayah Indonesia Periode Tahun
2008 sampai dengan Tahun 2018.
Tabel 6 Hubungan Antara Pemakaian Obat Anti Nyamuk
Dengan Kejadian Malaria di Beberapa Lokasi di
68
Wilayah Indonesia Periode Tahun 2008 sampai
dengan Tahun 2018.
Tabel 7 Hubungan Antara Pemakaian Kelambu Dengan
Kejadian Malaria di Beberapa Lokasi di Wilayah
69
Indonesia Periode Tahun 2008 sampai dengan
Tahun 2018.
xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Daftar Gambar Halaman


Gambar 1. Kerangka teori 35
Gambar 2. Kerangka konsep 36
Gambar 3. Desain Penelitian 43
Gambar 4. Alur Penelitian 51
xv

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

WHO : World Health Organization

API : Annual Parasite Incidence

P. : Plasmodium

An. : Anhopeles

Depkes : Departemen Kesehatan

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

Kemenkes : Kementerian Kesehatan

SD : Sediaan Darah

RDT : Rapid Diagnostic Test

PCR : Polymerase Chain Reaction

DNA : Deoxyribonucleic Acid

SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase

SGPT : Serum Glutamic Pyruvate Transaminase

ACD : Active Case Detection


xvi

PCD : Passive Case Detection

JMD : Juru Malaria Desa

HCI : High Case Incidence

MCI : Middle Case Incidence

LCI : Low Case Incidence

HCl : Hidrogen Klorida

MBS : Mass Blood Survey

PR : Parasite Rate

PF : Parasite Formula

MFS : Mass Fever Survey

MS : Malariometric Survey

OAM : Obat Anti Malaria

ACT : Artemisinin-based Combination Therapy

IMT : Indeks Massa Tubuh

Kg : Kilogram

M : Meter

BB : Berat Badan

RI : Republik Indonesia

VBC : Vector Biology and Control

P2M : Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular

PLP : Penyehatan Lingkungan Pemukiman


xvii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa dari

genus Plasmodium, yang secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina1.

Penderita malaria dengan komplikasi biasanya tergolong malaria

berat, menurut definisi WHO, infeksi Plasmodium falciparum memiliki satu

atau lebih komplikasi, antara lain malaria otak (coma), acidemia / asidosis,

anemia berat, gagal ginjal akut dan hipoglikemia 2.

The World Malaria Report (2010) melaporkan bahwa setengah dari

populasi dunia berisiko terkena malaria 3. Ada 81 juta kasus positif dan

781.000 kematian4. Sebagian besar kasus ditemukan di wilayah tertentu

Afrika dan beberapa negara Asia, Amerika Latin, Timur Tengah, dan

negara-negara Eropa4.

Secara nasional angka kejadian malaria Ini cenderung menurun

antara tahun 2005 dan 2013, yaitu Dari 4,1 per seribu orang berisiko pada

2005 menjadi 1,38 per seribu orang berisiko pada 2013. Angka kesakitan

mengalami penurunan sebesar 2,72 per seribu penduduk berisiko.


2

Meskipun tren kasus menunjukkan bahwa jumlah kasus menurun

dibandingkan tahun lalu hingga tahun ini, penyakit malaria masih menjadi

masalah karena angka API masih tinggi yaitu > 5 %, dan Renstra

Kemenkes 2015-2019 menargetkan jumlah API <1 angka, jadi masih jauh

dari pencapaian target5.

Dari 484 kabupaten / kota di Indonesia, 338 kabupaten/kota

merupakan daerah endemis malaria, sehingga sekitar 70% penduduk

Indonesia tinggal di daerah yang berisiko terjangkit malaria. Daerah

endemis malaria biasanya merupakan desa terpencil, dengan kondisi

lingkungan yang kurang mendukung, sarana transportasi dan komunikasi

yang sulit, serta akses pelayanan pendidikan dan kesehatan dengan

tingkat sosial ekonomi yang rendah dan perilaku kesehatan yang rendah

dan buruk dari masyarakat6.

B. Rumusan Masalah

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa dari

genus Plasmodium, yang secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina dan dilaporkan bahwa setengah dari populasi dunia

berisiko terkena malaria

Dengan melihat hal tersebut di atas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan antara keberadaan breeding

site, pemakaian kawat kasa pada ventilasi, kerapatan dinding rumah,


3

keberadaan langit-langit rumah, penggunaan obat anti nyamuk, dan

penggunaan kelambu dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah

indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 ?”.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah ada hubungan antara keberadaan breeding site dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018?

2. Apakah ada hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi

dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018?

3. Apakah ada hubungan antara kerapatan dinding rumah dengan malaria

di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007 sampai

dengan tahun 2018?

4. Apakah ada hubungan antara keberadaan langit-langit rumah dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018?

5. Apakah ada hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018?

6. Apakah ada hubungan antara penggunaan kelambu dengan malaria di

beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007 sampai

dengan tahun 2018?


4

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan yang ada hubungan dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara keberadaan breeding site dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018.

b. Untuk mengetahui hubungan antara pemakaian kawat kasa pada

ventilasi dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia

periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018.

c. Untuk mengetahui hubungan antara kerapatan dinding rumah dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018.

d. Untuk mengetahui hubungan antara keberadaan langit-langit rumah

dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018.

e. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk

dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018.


5

f. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan kelambu dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Untuk Tenaga Kesehatan

Hasil Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan promosi

kesehatan tentang malaria yang bertujuan untuk pengendalian malaria,

sehingga komplikasi dan akibat dapat dihindari.

2. Manfaat Untuk Institusi Pendidikan dan Kedokteran

a. Sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya bagi civitas

akademika di institusi pendidikan kesehatan dan kedokteran.

b. Diharapkan hasil penelitian dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan

menambah informasi tentang Malaria

3. Manfaat Untuk Peneliti

a. Menambah pengetahuan tentang Malaria

b. Dapat menjadi sarana pengembangan diri, mengasah daya analisa,

menambah pengalaman meneliti penulis.


6

F. Ruang0Lingkup0Penelitian

Ruang0lingkup0penelitian0ini0adalah0penelitian di bidang penyakit

infeksi tropis khususnya penyakit malaria.

G. Sistematika dan Organisasi Penulisan

1. Sistimatika Penulisan

a. Penulis mencari dan mengumpulkan jurnal/artikel tentang faktor-

faktor lingkungan yang ada hubungan dengan malaria di berbagai

wilayah di Indonesia periode tahun 2008 sampai dengan tahun

2018.

b. Kemudian penulis memilah artikel yang memenuhi kriteria jurnal

penelitian.

c. Setelah itu mengumpulkan data dengan memasukkan ke computer

dengan menggunakan program microsoft excel.

d. Penulis kemudian membuat tabel rangkuman semua data yang

ditemukan pada jurnal terpilih.

e. Lalu penulis mencari jurnal rujukan untuk bahan teori tentang hal-

hal yang ada hubungan dengan penderita malaria.

f. Setelah itu melakukan analisa sintesis masing masing data.

g. Lalu membuat hasil dan pembahasan.

h. Dan ditutup dengan ringkasan dan saran.


7

2. Organisasi Penulisan

a. Penulisan proposal.

b. Revisi proposal sesuai masukan yang didapatkan pada seminar

proposal dan ujian proposal.

c. Pengumpulan dan analisa data.

d. Penulisan hasil.

e. Seminar hasil.

f. Revisi skripsi sesuai masukan saat seminar hasil.

g. Ujian skripsi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Malaria

a. Definisi Malaria

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoa dari

genus Plasmodium, yang secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk

Anopheles betina1.

b. Epidemiologi Malaria

Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika,

Asia, Amerika (bagian Selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan

Caribia. Lebih dari 1.6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan

dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun.

Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada,

negara di Eropa (kecuali Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Japan,

Taiwan, Korea, Brunei dan Australia. Negara tersebut ter-hindar dari

malaria karena vektor kontrolnya yang baik; walaupun demikian di negara

tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang di impor karena

pendatang dari negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah-

daerah malaria4.
9

P. falciparum dan P. malariae umumnya di jumpai pada semua negara

dengan malaria; di Afrika, Haiti dan Papua Nugini umumnya P. falciparum;

P. vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tenggara,

negara Oceania dan India umumnya P falciparum dan P. vivax. P. ovale

biasanya hanya di Afrika. Di Indonesia kawasan Timu mulai dari

Kalimantan, Sulawesi Tengah sampai ke Utara Maluku, Irian Jaya dan

dari Lombok sampai Nusa Tenggara Timur serta Timor Timur merupakan

daerah endemis malaria dengan P. falciparum dan P. vivax. Beberapa

daerah di Sumatera mulai dari Lampung, Riau, Jan dan Batam kasus

malaria cenderung meningkat. Populasi yang berisiko terhadap malaria

lalah 113 juta dari 218 juta masyarakat Indonesia. Walaupun demikian

jumlah kasus malaria telah menurun dari 2.8 juta tahun 2001 menjad 1.2

juta kasus pada tahun 20084.

c. Klasifikasi Malaria

Secara umum di Indonesia terdapat 4 spesies parasit malaria yang

menginfeksi manusia yaitu P. falciparum, P. vivax, P. malariae, dan P.

ovale. Dimana P. falciparum menyebabkan malaria tertiana maligna

(malaria tropika), P. vivax menyebabkan tertiana benigna, disebut juga

malaria vivax atau ”tertiana ague”, P. malariae menyebabkan malaria

kuartana spesies ini paling jarang dijumpai, P. ovale menyebabkan

malaria tertiana benigna atau malaria ovale. Spesies yang paling banyak

di temukan ialah P. falciparum dan P. vivax7.


10

d. Etiologi Malaria

Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk Anopheles betina. Dari

semua jenis malaria, yang paling berbahaya adalah malaria yang

disebabkan oleh Plasmodium falciparum, karena sering ditunjukkan

dengan adanya gejala demam, menggigil, pusing, dan sakit kepala,

bahkan bisa berlanjut pada radang hati 8.

Pada umumnya hanya terjadi infeksi campuran dua jenis parasit yaitu

antara P.falciparum dan P.vivax yang banyak dijumpai di daerah sub

tropis, P.falciparum dan P.malariae didaerah tropis Afrika, sedangkan

campuran P.falciparum dan P.ovale jarang dijumpai. Plasmodium

falciparum dibedakan dari parasit malaria lain dengan kemampuannya

merusak tempat-tempat pembuluh darah pada banyak organ 8.

e. Cara Penularan Malaria

Malaria ditularkan secara ekslusif melalui gigitan nyamuk Anopheles.

Intensitas penularan bergantung pada faktor-faktor yang berhubungan

dengan parasit, vektor, host manusia dan lingkungan. Sekitar 20 spesies

Anopheles tersebar diseluruh dunia. Semua spesies vektor menggigit

pada malam hari9. Beberapa vektor utama mempunyai waktu puncak

menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah nyamuk

Anopheles betina menghisap darah yang mengandung parasit pada

stadium seksual (gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk


11

ookinet diperut nyamuk yang kemudian menembus dinding perut nyamuk

dan membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan sporosoit dibentuk.

Ini membutuhkan waktu 8-35 hari untuk siap ditularkan 10.

Gambar 7. Cara Penularan Penyakit Malaria

11

Cara penularan diawali dari adanya nyamuk Anopheles yang menggigit

penderita malaria, menyebabkan parasit nmalaria (gametosit) yang ada

didalam tubuh penderita akan terbawah oleh nyamuk sewaktu nyamuk

tersebut menghisap darah penderita. Nyamuk yang telah menghisap

darah penderita akan terinfeksi oleh parasit malaria. Selanjutnya, nyamuk

yang sudah mengandung parasit malaria tersebut menggigit orang

sehat12.

Akibatnya, orang sehat yang digigit oleh nyamuk yang sudah terinfeksi

parasit malaria akan sakit malaria karena pada saat nyamuk menggigit,

parasit malaria (sporozoit) yang ada dalam tubuh nyamuk akan masuk
12

kedalam darah manusia yang digigit. Siklus hidup parasit malaria dapat

digambarkan pada gambar di atas12.

f. Vektor Malaria

Malaria ditularkan melalui nyamuk Anopheles betina genus

Plasmodium, spesies Anopheles (aconitus, sundaicus, balabacensis,

vagus, dan lain-lain). Jumlah nyamuk di dunia ditemukan tidak kurang dari

3.500 spesies nyamuk. Sedangkan untuk Anopheles telah ditemukan 400

spesies, 80 spesies diantaranya terbukti sebagai vektor malaria, dan 24

diantaranya ditemukan di Indonesia13.

Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat

antara lain ada nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas

tertentu (An. sundaicus, An.subpictus), ada yang hidup di sawah

(An.aconitus), air bersih dipegunungan (An. maculatus), genangan air

yang terkena sinar matahari (An. punctulatus, An. farauti)14.

Semua nyamuk, khususnya Anopheles memiliki empat tahap dalam

siklus hidupnya yaitu telur, larva, kepompong dan nyamuk dewasa. Telur,

larva dan kepompong berada dalam air selama 5-14 hari. Nyamuk

Anopheles dewasa adalah vektor penyebab malaria. Nyamuk betina dapat

bertahan hidup selama sebulan15.

Siklus nyamuk Anopheles sebagai berikut :


13

1) Telur

Nyamuk betina meletakkan telurnya sebanyak 50-200 butir sekali

bertelur. Telur-telur itu diletakkan di dalam air dan mengapung di tepi air.

Telur tersebut tidak dapat bertahan di tempat yang kering dan dalam 2-3

hari akan menetas menjadi larva15.

Gambar 1. Telur nyamuk Anopheles11

2) Larva

Larva nyamuk memiliki kepala dan mulut yang digunakan untuk

mencari makan, sebuah torak dan sebuah perut. Mereka belum memiliki

kaki. Dalam perbedaan nyamuk lainnya, larva Anopheles tidak

mempunyai saluran pernafasan dan untuk posisi badan mereka sendiri

sejajar dipermukaan air15.


14

Larva bernafas dengan lubang angin pada perut dan oleh karena itu

harus berada di permukaan. Kebanyakan Larva memerlukan makan pada

alga, bakteri, dan mikroorganisme lainnya di permukaan. Mereka hanya

menyelam di bawah permukaan ketika terganggu. Larva berenang tiap

tersentak pada seluruh badan atau bergerak terus dengan mulut 15.

Larva berkembang melalui 4 tahap atau stadium, setelah larva

mengalami metamorfisis menjadi kepompong. Disetiap akhir stadium larva

berganti kulit, larva mengeluarkan exokeleton atau kulit ke pertumbuhan

lebih lanjut15.

Habitat Larva ditemukan di daerah yang luas tetapi kebanyakan

spesies lebih suka di air bersih. Larva pada nyamuk Anopheles ditemukan

di air bersih atau air payau yang memiliki kadar garam, rawa bakau, di

sawah, selokan yang ditumbuhi rumput, pinggir sungai dan kali, dan

genangan air hujan 15. Banyak spesies lebih suka hidup di habitat dengan

tumbuhan. Habitat lainnya lebih suka sendiri. Beberapa jenis lebih suka di

alam terbuka, genangan air yang terkena sinar matahari 16.

Gambar 2. Larva nyamuk Anopheles11


15

3) Kepompong

Kepompong terdapat dalam air dan tidak memerulukan makanan

tetapi memerlukan udara. Pada kepompong belum ada perbedaan antara

jantan dan betina. Kepompong menetas dalam dal 1-2 hari menjadi

nyamuk, dan pada umumnya nyamuk jantan lebih dulu menetas daripada

nyamuk betina15.

Lamanya dari telur berubah menjadi nyamuk dewasa bervariasi

tergantung spesiesnya dan dipengaruhi oleh panasnya suhu 15. Nyamuk

bisa berkembang dari telur ke nyamuk dewasa paling sedikit

membutuhkan waktu 10-14 hari16


16

Gambar 3. Kepompong nyamuk Anopheles11

4) Nyamuk Dewasa

Semua nyamuk, khususnya Anopheles dewasa memiliki tubuh yang

kecil dengan 3 bagian : kepala, torak dan abdomen (perut) 15.

Kepala nyamuk berfungsi untuk memperoleh informasi dan untuk

makan. Pada kepala terdapat mata dan sepasang antena. Antena nyamuk
17

sangat penting untuk mendeteksi bau host dari tempat perindukan dimana

nyamuk betina meletakkan telurnya. Kepalanya juga dapat diperpanjang,

maju ke depan hidung yang berguna untuk makan dan 2 pancaindra 15.

Thorak berfungsi sebagai penggerak. Tiga pasang kaki dan sebuah

kaki menyatu dengan sayap15.

Perut berfungsi untuk pencernaan makanan dan mengembangkan

telur. Bagian badannya beperan mengembang agak besar saat nyamuk

betina menghisap darah. Darah tersebut lalu dicerna tiap waktu untuk

membantu memberikan sumber protein pada produksi telurnya, dimana

mengisi perutnya perlahan-lahan15.

Nyamuk Anopheles dapat dibedakan dari nyamuk lainnya, dimana

hidungnya lebih panjang dan adanya sisik hitam dan putih pada sayapnya.

Nyamuk Anopheles dapat juga dibedakan dari posisi beristirahatnya yang

khas : jantan dan betina lebih suka beristirahat dengan posisi perut berada

diudara daripada sejajar dengan

permukaan15.

Gambar 4. Nyamuk Anopheles Dewasa11


18

Depkes RI (1985) yang dirujuk oleh Arsin, A.A, mengatakan bionomik

An. bancrofti, farauti, koliensis dan punculatus adalah sebagai berikut:

a) An. bancrofti sp

Nyamuk betina spesies ini tidak mempunyai pilihan tertentu akan

sumber darah (human blood index 9 – 83%). Banyaknya nyamuk yang

tertangkap di dalam dan di luar pada malam relatif sama. Pada malam

hari kebanyakan ditangkap antara pukul 18.00 – 22.00. Tempat istirahat di

rumah, pada pagi atau siang banyak ditemukan dalam rumah 11.

b) An. farauti

Jenis betina An. farauti sangat tertarik untuk menghisap darah orang

(Human Blood Index 81%). Keaktifan mencari darah sepanjang malam,

meskipun paling banyak yang ditangkap pada pukul 18.00 – 20.00. Pada

malam hari lebih banyak ditangkap di luar rumah daripada di dalam

rumah. Frekuensi mencari darah tiap 2 – 4 hari 11.

c) An. koliensis

Nyamuk ini lebih tertarik menghisap darah binatang (Human Blood

Index 55%, 83%). Keaktifan mencari darah sepanjang malam, tetapi

paling banyak ditangkap antara pukul 18.00 – 21.00. Lebih banyak

ditangkap di luar rumah daripada di dalam rumah. Pada siang hari dapat

ditemui baik baik di dalam maupun di luar rumah, di luar rumah istirahat di

bawah batang pisang, di bawah rumput-rumputan yang lembab dan teduh

dengan jarak terbang ± 1,5 km11.

d) An. punctulatus
19

Nyamuk ini aktif menggigit sepanjang malam, tetapi paling banyak di

tangkap pada pukul 22.00 – 02.00. Pada pagi hari ditemukan baik di luar

maupun di dalam rumah. Ketinggian hinggap di dalam rumah kurang 1

meter dari lantai, jarak terbang ± 2 km11.

g. Siklus Hidup Plasmodium Malaria

Menurut Arsin, A.A. (2012), Untuk kelangsungan hidupnya, ada dua

macam siklus kehidupan parasit malaria yaitu siklus dalam tubuh manusia

dan siklus dalam tubuh nyamuk11:

1) Siklus Aseksual Dalam Tubuh Manusia

Siklus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus

ini terdiri dari:

a) Siklus di luar sel darah merah

Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada P. vivax

dan P. ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati

yang disebut hipnosoit. Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup

parasit yang nantinya dapat menyebabkan kambuh atau rekurensi (long

term relapse). P. vivax dapat kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka

waktu 3–4 tahun. Sedangkan untuk P. ovale dapat kambuh sampai

bertahun- tahun apabila pengobatannya tidak dilakukan dengan baik 11.


20

Gambar 5. Siklus Diluar Sel Darah Merah11.

b) Fase dalam sel darah merah

Fase hidup dalam sel darah merah/eritrositer terbagi dalam :

(1) Fase sisogoni yang menimbulkan demam11.

(2) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber

penularan penyakit bagi nyamuk vektor malaria. Kambuh pada

Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short term relapse),

karena siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai

akibat pengobatan yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk

ke eritrosit dan sebagian kecil siap untuk diisap oleh nyamuk vektor

malaria. Setelah masuk tubuh nyamuk vektor malaria, mengalami


21

siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit

yang sudah siap untuk ditularkan kepada manusia 11.

2) Siklus Seksual dalam Tubuh Nyamuk

Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena

menghasilkan sporozoit, yaitu bentuk parasit yang sudah siap untuk

ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan masa berlangsungnya

fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang sangat dipengaruhi oleh

suhu dan kelembaban udara. Prinsip pengendalian malaria, antara lain

didasarkan pada fase ini yaitu dengan mengusahakan umur nyamuk agar

lebih pendek dari masa inkubasi ekstrinsik, sehingga fase sporogoni tidak

dapat berlangsung. Dengan demikian rantai penularan akan terputus 11.

Fase-fase yang berlangsung dalam siklus hidup nyamuk dalam badan

manusia dan dalam tubuh nyamuk adalah sebagai berikut 11:

a) Fase I: Fase Sporozoit

Pada saat nyamuk menggigit manusia, bersamaan dengan air liur

nyamuk, masuk sporozoit yaitu bentuk infektif Plasmodium ke dalam

darah manusia. Jumlah sporozoit dalam kelenjar liur nyamuk ratusan

sampai ribuan. Sporozoit berada dalam darah hanya 30 menit kemudian

masuk ke dalam hati dan menjalani fase eksoerirositer 11.

b) Fase II: Fase Eksoeritrositer

Sporozoit menjalani fase sisogoni yang mrnghasilkan merozoit

eksoeritrositer. Sebagian dari merozoit masuk ke dalam sel darah merah


22

dan sebagian lagi tetap dalam sel hati dan disebut hipnosoit untuk

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale11.

c) Fase III: Terjadinya Hipnosoit

WHO yang dirujuk oleh Arsin, A,A, (2012) meragukan adanya siklus

eritrositer sekunder dalam jaringan hati, dikatakan bahawa relapse pada

Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale disebabkan oleh bentuk

jaringan yang dapat bertahan lama dalam sel hati 11.

d) Fase IV: Fase Eritrositer

Fase Eritrositer ini terbagi menjadi tiga yaitu tropozoit darah, sizon dan

merozoit yang meliputi:

(1) Tropozoit darah

Merozoit yang berasal dari sel hati yang telah pecah dan masuk ke

dalam sel darah merah, tropozoit ini lambat laun membesar dan

gerakannya banyak. Jika besarnya sudah mencapai separuh sel darah

merah gerakannya akan berkurang. Selanjutnya intinya membelah

menjadi dua, empat dan seterusnya. Setelah terjadi pembentukan itu

tropozoit berubah menjadi sizon11.

(2) Sizon

Sizon bertambah besar, demikian juga intinya hingga sebagian

mengisi sel darah merah dan disebut sizon dewasa. Bagian-bagian dari

inti bertambah jelas dan dikelilingi oleh plasma. Akhirnya sel darah merah

pecah dan bagian-bagian dari sizon tadi berada dalam plasma darah. Tiap

bagian ini disebut merozoit11.


23

(3) Merozoit

Merozoit akan menyerang lagi sel darah merah lain dan mengulangi

fase sisogoni. Setelah beberapa generasi, maka sebagian dari merozoit

tidak masuk ke dalam fase sisogoni tetapi mengalami fase gametogoni

yaitu fase untuk pembentukan sel kelamin jantan dan betina 11.

e) Fase V: Fase Gametogoni

Hasil dari fase gametogoni adalah mikrogametozit dan

makrogametozit. Gametozit pada infeksi Plasmodium vivax timbul pada

hari ke 2-3 sesudah terjadinya parasitemia. Pada Plasmodium falciparum

setelah delapan hari dan pada Plasmodium malariae beberapa bulan

kemudian. Apabila darah manusia dihisap oleh nyamuk, semua bentuk

parasit malaria seperti tropozoit, sizon dan gametozit akan masuk ke

dalam lambung nyamuk. Tropozoit dan sizon akan hancur sedangkan

gametosit akan meneruskan siklus sporogoni 11.

f) Fase Siklus Sporogoni

Mikrogametosit dan makrogametosit berubah menjadi mikrogamet dan

makrogamet sebelum terjadi siklus sporogoni. Makrogamet terbentuk

setelah makrogametosit melepaskan sebutir kromatin. Mikrogamet akan

memasuki badan makrogamet untuk menjadi satu dalam proses yang

disebut pembuahan. Makrogamet yang telah dibuahi ini disebut zigot 11.
24

(1) Zigot

Dalam beberapa jam zigot bertambah bentuk menjadi lonjong dan

bergerak yang disebut ookinet11.

(2) Ookinet

Ookinet berenang kian kemari dan akhirnya menuju dinding lambung

nyamuk dan masuk diantara sel-sel epitel11.

(3) Ookista

Dalam ookista terlihat titik yang banyak sekali jumlahnya yang

merupakan hasil dari pembelahan. Apabila sudah tua ookista pecah dan

keluarlah sporozoit yang masuk ke dalam cairan rongga tubuh nyamuk

sambil berenang kian kemari. Akhirnya sporozoit ini masuk ke dalam

kelenjar liur nyamuk siap untuk ditularkan ke dalam tubuh manusia 11.

Gambar 6. Siklus Dalam Tubuh Nyamuk11


25

h. Patomekanisme Infeksi Malaria

Setelah melalui jaringan hati P. falciparum melepaskan 18-24 merozoit

ke dalam sirkulasi. Merozoit yang di lepaskan akan masuk dalam sel RES

di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari

filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya

parasit berkembang biak secara aseksual dalam eritrosit. Bentuk aseksual

parasit dalam eritrosit yang berpotensi (EP) inilah yang bertanggung

jawab dalam patogenesis terjadinya malaria pada manusia. Patogenesis

malaria yang banyak diteliti adalah patogenesis malaria yang disebabkan

oleh P. falciparum17.

Patogenesis malaria falsiparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan

faktor pejamu (host). Termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas

transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk

dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal,

genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi 17. EP secara garis besar

mengalami 2 stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium

matur pada 24 jam ke II. Permukaan EP stadium cincin akan

menampilkan antigen RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang

menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran

EP stadium matur akan meng-alami penonjolan dan membentuk knob

dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya.


26

Selanjutnya bila EP tersebut berubah menjadi merozoid, akan dilepaskan

toksin malaria berupa GPI atau glikosilfosfatidilinositol yang merangsang

pelepasan TNF-a dan interleukin-1 (IL-1) dari makrofag 18.

i. Gambaran Klinis Malaria

Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam dengan interval

tertentu (disebut parokisme), diselingi oleh suatu periode yang

penderitanya bebas sama sekali dari demam (disebut periode laten).

Gejala yang khas tersebut biasanya ditemukan pada penderita non imun 19.

Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh

sakit kepala, kehilangan nafsu makan, merasa mual, di ulu hati, atau

muntah (semua gejala awal ini disebut gejala prodormal) 20.

Masa tunas malaria sangat tergantung pada spesies Plasmodium

yang menginfeksi. Masa tunas paling pendek dijumpai pada malaria

falciparum, dan terpanjang pada malaria kuartana (P.malariae)19. Pada

malaria yang alami, yang penularannya melalui gigitan nyamuk, masa

tunas adalah 12 hari (9-14) untuk malaria falciparum, 14 hari (8-17 hari)

untuk malaria vivax, 28 hari (18-40 hari) untuk malaria kuartana dan 17

hari (16-18 hari) untuk malaria ovale. Malaria yang disebabkan oleh

beberapa strain P.vivax tertentu mempunyai masa tunas yang lebih lama

dari strain P.vivax lainnya17. Selain pengaruh spesies dan strain, masa

tunas bisa menjadi lebih lama karena pemakaian obat anti malaria untuk

pencegahan (kemoprofilaksis)21.
27

Secara klinis ada 3 stadium yang khusus pada malaria, yaitu:

1) Stadium dingin (Cold Stage)

Stadium ini dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin.

Nadi penderita cepat tetapi lemah. Bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan

(sianotik). Kulitnya kering dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada

penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama 15

menit – 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperature 22.

2) Stadium Panas (Hot Stage)

Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita

mengalami serangan panas. Muka penderita menjadi merah, kulitnya

kering dan dirasakan sangat panas seperti terbakar, sakit kepala

bertambah keras, dan sering disertai dengan rasa mual atau muntah-

muntah, dapat terjadi syok (tekanan darah turun). Nadi penderita menjadi

kuat kembali. Biasanya penderita menjadi sangat haus dan suhu badan

bisa meningkat menjadi 41° C. Stadium ini berlangsung selama 2 – 4 jam

diikuti dengan keadaan berkeringat 22.

3) Stadium Berkeringat (Sweating Stage)

Pada stadium ini penderita berkeringat mulai dari temporal, diikuti

seluruh tubuh sampai basah, temperatur turun, penderita merasa lemah

dan sering tertidur dan pada saat terbangun akan merasa lemah.

Stadium ini berlangsung selama 2 sampai 4 jam 22.


28

Sesudah serangan panas pertama terlewati, terjadi interval bebas

panas selama 48 – 72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas berikutnya

seperti panas pertama; dan demikian selanjutnya 22.

j. Diagnosis Malaria

Kemenkes (2013) menyatakan diagnosis malaria ditegakkan

berdasarkan anamnesis (wawancara), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

laboratorium. Diagnosis pasti malaria apabila ditemukan parasit malaria

didalam darah. 6

1) Anamnesis

Keluhan utama pada malaria adalah demam, menggigil, berkeringat

dan dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare dan nyeri otot atau

pegal-pegal. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan 6:

a) Riwayat berkunjung kedaerah endemik malaria.

b) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.

c) Riwayat sakit malaria/ riwayat demam.

d) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.

e) Riwayat mendapat tranfusi darah.

2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan mengalami

Demam dengan suhu tubuh lebih dari sama dengan 37,5 0C aksila6.

a) Konjungtiva atau telapak tangan pucat.

b) Pembesaran limpa (splenomegali).


29

c) Pembesaran hati (hepatomegali).

d) Manifestasi malaria berat dapat berubah penurunan kesadaran,

demam tinggi, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik,

oligura, urin berwarna coklat kehitaman, kejang dan sangat lemah.

3) Pemeriksaan Laboratorium

Untuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan

pemeriksaan sedian darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui

cara berikut23:

a) Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar

baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan

dengan membuat sedian darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sedian darah

(SD) tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk

menentukan ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif), spesies

dan stadium Plasmodium, kepadatan parasite23.

Penilaian

(1) Semi kuantitatif

(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan

pandang besar.

(+) = Positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB).

(++) = Positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB).

(+++) = Positif 3 (ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB).


30

23
(++++) = Positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)

(2) Kuantitatif

Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sedian darah tebal

(leukosit) atau sedian darah tipis (eritrosit)23.

b) Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic

Test/RDT).

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria

dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada

unit gawat darurat pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang

tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis23.

c) Pemeriksaan dengan PCR

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia.

Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan

rekrudensi pada P. falciparum23.

d) Pemeriksaan penunjang lain

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah pengukuran

hemoglobin dan hematokrit, penghitungan jumlah leukosit dan trombosit,

kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali

fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis

gas darah) dan urinalisis23.

k. Pengobatan Malaria
31

Pengobatan malaria dilakukan dengan memacu ke pedoman

tatalaksana standar malaria dengan tujujan untuk membunuh semua

parasit yang ada didalam tubuh pasien. Obat anti malaria (OAM) yang

saat ini digunakan dalam program pengendalian malaria adalah

Artemisinin-based Combination Therapy (ACT) yaitu kombinasi antara

Dihydroarttemisinis-piperakuin dalam bentuk fixed-dose combination yang

diberikan selama tiga hari ditambah dengan pemberian primakuin. Jika

terjadi malaria berat di tingkat Puskesmas dilakukan dengan pemberian

artemeter ataupun kina hidroklorida intramuscular sebagai dosis awal

sebelum dirujuk ke rumah sakit rujukan. Akan tetapi bila tidak

memungkinkan melakukan rujukan, pengobatan dilanjutkan dengan

pemberian dosis lengkap artemeter intra muscular. Sedangkan

pengobatan malaria berat pada ibu hamil dilakukan dengan pemberian

kina HCL pada trimester 1 secara intra muscular dan artemeter injeksi

untuk trimester 2 dan 313.

Pengobatan malaria di rumah sakit dianjurkan menggunakan

artesunat intravena. Sedangkan pengobatan pada ibu hamil trimester 1

menggunakan kina parenteral dan pengobatan pada ibu hamil trimester 2

dan 3 menggunakan artesunate intravena13.

l. Komplikasi Malaria

Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum dan

sering di sebut pernicious manifestations. Sekarang komplikasi malaria


32

dapat juga disebabkan karena P. vivax dan P. knowlesi. Sering terjadi

mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada

penderita yang tidak imun seperti pada pendatang dan ibu hamil.

Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di

RS dan 20% nyamerupakan kasus yang fatal. Data di Minahasa insiden

malaria berat ialah 6 % dari kasus yang Penderita berat malaria berat

yang menurut WHO dengan mortalitas 10 - 20 %. didefinisikan sebagai

infeksi P. falciparum dengan satu atau lebih komplikasi berikut: dirawat di

RS4.

a) Malaria cerebral : penurunan kesadaran (coma) yang tidak disebabkan

oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang;

derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS

(Glasgow Coma Scale).

b) Acidemia/ acidosis: pH darah < 7.25 atau plasma bikarbonat < 15

mmol/L, kadar laktat vena >5 mmol klinis pernapasan

dalam/respiratory distress.

c) Anemia berat normosítik (Hb < 5 gr% atau hematocrit <15%)

d) Gagal ginjal akut ( urine kurang dari 400 ml/ 24 jam pada orang

dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi,

disertai kreatinin >3 mg%

e) Edema paru (berdasarkan temuan foto toraks)

f) Ketidak mampuan untuk makan (failure to feed)

g) Hipoglikemi: gula darah < 40 mg%


33

h) Gagal sirkulasi atau Syok: tekanan sistolik <70 mm (anak 1-5 tahun <

50 mmHg); disertai keringat dinginatau perbedaan temperatur kulit-

mukosa > 10 C

i) Perdarahan spontan

j) Kejang berulang lebih dari 2 kali/ 24 jam

k) Hiperlaktemia > 5 mmol/L

l) Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infe malaria akut (bukan

karena obat anti malaria/kelaina eritrosit (kekurangan G-6-PD).

m) Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parast yang padat pada

pembuluh kapiler di jaringan otak jaringan lain

Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebaga malaria berat

sesuai dengan gambaran klinik daerah setempat ialah 4.

a) Gangguan kesadaran ringan (GCS<15) di Indone sering dalam

keadaan delirium

b) Prostation-Kelemahan otot (tak bisa duduk/ berja tanpa bantuan)

c) Hiperparasitemia > 2 % (> 100.000 parasit/ul) pada daerah transmisi

rendah atau > 5% (250.000/ul) pad daerah transmisi tinggi/stabil

malaria

d) Ikterik (bilirubin > 3 mg%) bila disertai g 5. Hiperpireksia (temperatur

rektal > 40° C) pada orang gagal organ lain

e) Hiperpireksia (temperature raktal > 40 0 C) pada orang dewasa/anak

m. Prognosis Malaria
34

Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria

berat. Pada malaria berat, mortait tergantung pada kecepatan penderita

tiba di RS, kecepatan diagnosa dan penanganan yang tepat. Walaupun

demikian mortallas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi

bervariasi 15%-60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan Makin banyak

jumlah komplikasi akan diikut dengan peningkatan mortalitas, misalnya

penderita dengan malaria serebral dengan hipoglikami, peningkatan

kreatinin, dan peningkatan bilirubin mortalitasnya lebih tinggi dari pada

malaria serebral saja24.

n. Pencegahan Malaria

Pencegahan malaria secara garis besarnya mencangkup tiga

aspek,yaitu :

a) Mengurangi penderita yang mengandung gametosit yang merupakan

sumber infeksi (reservoar).

b) Memberantas nyamuk sebagai vektor malaria

c) Melindungi orang yang rentan dan berisiko terinfeksi malaria 25.

Seorang penderita harus mengandung gametosit dengan jumlah yang

besar dalam darahnya. Dengan demikian, nyamuk dapat menghisap dan

menularkan kepada orang lain. Hal itu dapat dicegah dengan jalan

mengobati penderita malaria akut dengan obat yang efektif terhadap fase

awal dari siklus eritrosit aseksual sehingga gametosit tidak sempat

terbentuk di dalam darah penderita25.


35

Pemberantasan nyamuk meliputi pemberantasan tempat perindukan

nyamuk, membunuh larva dan nyamuk dewasa. Pemberantasan tempat

perindukan dilakukan dengan drainase, pengisian/pengurukan lubang-

lubang yang mengandung air. Larva diberantas dengan menggunakan

larvasida, memelihara ikan pemakan jentik atau dengan menggunakan

bakteri misalnya Bacillus thuringiensis. Nyamuk dewasa diberantas

dengan menggunakan insektisida, pemberantasan lingkungan, kelambu

dipoles dengan insektisida (permetrin). Pada akhir-akhir ini sedang

dikembangkan upaya pemerantasan genetik untuk mensterilkan nyamuk

dewasa25.

Perlindungan terhadap orang yang rentan dapat dilakukan dengan

cara menghindari gigitan nyamuk, memberikan obat-obatan untuk

mencegah malaria dan vaksinasi. Pemakaian kawat kasa pada pintu,

jendela dan lubang angin pada rumah-rumah dapat mencegah gigitan

nyamuk26.

Pada prinsipnya ada 3 jenis vaksinasi, yaitu :

1) Vaksin anti sporozoit atau pre-eritrosik.

Vaksin dapat dilakukan terhadap sporozoit, sehingga dapat melindungi

terhadap infeksi dengan cara menghalangi masuknya ke dalam sel hati 25.

2) Vaksin anti stadium aseksual (merozoit)

Dilakukan untuk menekan siklus aseksual Plasmodium dalam darah.

Hal ini dilakukan karena parasit malaria stadium seksual dalam darah

dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas pada malaria 25.


36

3) Vaksin terhadap stadium seksual

Dilakukan dengan cara menghindarkan fertilisasi sel-sel gamet jantan

dan betina di dalam darah manusia atau membuat zigot atau ookinet

menjadi tidak aktif dalam tubuh nyamuk. Vaksin ini tidak mencegah

penyakit pada orang yang divaksnasi tetapi mampu mencegah transmisi

infeksi pada orang lain25.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Malaria

a. Faktor Manusia

1) Umur

Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Anak yang bergizi

baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral

dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk 27. Akan tetapi anak yang

bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat

dibandingkan anak bergizi buruk28.

2) Jenis Kelamin

Perempuan mempunyai respon yang kuat dibandingkan laki-laki tetapi

apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia

yang lebih berat29.

3) Imunitas
37

Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya terbentuk

imunitas dalam tubuhnya terhadap malaria demikian juga yang tinggal di

daerah endemis biasanya mempunyai imunitas alami terhadap penyakit

malaria28

4) Ras

Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai

kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya sickle cell anemia dan

ovalositas28

5) Status Gizi

Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis

malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria. Status gizi dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

IMT = Berat Badan (Kg) / [Tinggi Badan (m)]2 29.

b. Faktor Nyamuk (Host)

Nyamuk termasuk serangga yang melangsungkan siklus kehidupan di

air. Kelangsungan hidup nyamuk akan terputus apabila tidak ada air.

Nyamuk dewasa sekali bertelur sebanyak ± 100-200 butir, besar telur

sekitar 0,5 mm. Setelah 1-2 hari menetas menjadi jentik, 8-10 hari menjadi

kepompong (pupa) dan 1-2 hari menjadi nyamuk dewasa. Umur nyamuk
38

relatif pendek nyamuk jantan umurnya lebih pendek (kurang 1 minggu),

sedang nyamuk betina lebih panjang sekitar rata-rata 1-2 bulan 27.

Nyamuk jantan akan terbang disekitar perindukannya dan makan

cairan tumbuhan yang ada disekitarnya. Nyamuk betina hanya

kawinsekali dalam hidupnya. Perkawinan biasanya terjadi setelah 24-48

jam setelah keluar dari kepompong. Makanan nyamuk Anopheles betina

yaitu darah, yang dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Nyamuk

Anopheles yang ada di Indonesia berjumlah 80 spesies. Sampai saat ini di

Indonesia telah ditemukan sejumlah 24 spesies yang dapat menularkan

malaria. Tidak semua Anopheles tersebut berperan penting dalam

penularan malaria. Beberapa aspek penting dari nyamuk adalah 28.

1) Perilaku Nyamuk

a) Tempat Hinggap atau Istirahat.

1) Eksofilik, yaitu nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah.

2) Endofilik, yaitu nyamuk lebih suka hinggap atau istirahat di dalam

rumah28

b) Tempat Menggigit

1) Eksofagik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit di luar rumah.

2) Endofagik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit di dalam rumah 28

c) Obyek target:

1) Antrofofilik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit manusia.

2) Zoofilik, yaitu nyamuk lebih suka menggigit hewan.


39

3) Indiscriminate biters/indiscriminate feeders, yaitu nyamuk tanpa

kesukaan tertentu terhadap hospes28.

2) Frekuensi Menggigit Manusia

Frekuensi membutuhkan darah tergantung spesiesnya dan

dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban, yang disebut siklus

gonotrofik. Untuk iklim tropis biasanya siklus ini berlangsung sekitar 48-

96 jam28.

3) Siklus Gonotrofik

Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur.

Waktu ini juga merupakan interval menggigit nyamuk 28.

4) Faktor lain yang penting

a) Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin

besar kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor. Umur

nyamuk bervariasi tergantung dari spesiesnya dan dipengaruhi oleh

lingkungan. Pengetahuan umur nyamuk ini penting untuk mengetahui

musim penularan dan dapat digunakan sebagai parameter untuk

menilai keberhasilan program pemberantasan vector 28.

b) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit 28.

c. Faktor Lingkungan
40

Lingkungan dimana manusia dan nyamuk berbeda, nyamuk dapat

berkembang biak dengan baik apabila faktor lingkungan mendukung.

Faktor lingkungan dapat dikelompokan sebagai berikut :

1) Lingkungan Fisik

Ditinjau dari perairan yang menjadi tempat perindukannya (breeding

site), nyamuk dibedakan sebagai berikut 30.

a) Temporary Pool Type yaitu tempat perindukan nyamuk yang berupa

genangan air yang besifat sementara seperti bekas pijakan kerbau,

manusia dan beberapa lainnya30.

b) Artificial Container Type yaitu tempat perindukan nyamuk yang berupa

genangan air yang terdapat dalam kaleng-kaleng bekas, yang

dibuang sembarangan30.

c) Tree Hole Type yaitu tempat perindukan nyamuk yang berupa

genangan air yang bersifat sementara terdapat pada lubang-lubang

pohon ditemukan pada daerah yang sering turun hujan 30.

d) Rock Pool Type yaitu sama dengan treehole type, hanya saja yang

dipilih genangan air yang terdapat pada lubang-lubang batu karang 30.

Beberapa faktor lingkungan dan faktor geografi serta meteorologi di

Indonesia sangat berperan dan menguntungkan dalam

perkembangbiakan nyamuk sebagai vektor dan transmisi dalam penularan

malaria, sebagai berikut:

a) Kawat Kasa pada Ventilasi Rumah


41

Terutama yang berkaitan dengan jalur masuk dan keluar nyamuk

terutama tidak terpasangnya kawat kasa pada ventilasi yang dapat

mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah. Pemasangan kawat kasa

pada ventilasi akan menyebabkan semakin kecilnya kontak nyamuk yang

berada di luar rumah dengan penghuni rumah, dimana nyamuk tidak

dapat masuk ke dalam rumah31.

b) Kerapatan Dinding Rumah

Kualitas dinding yang tidak rapat jika dinding rumah terbuat dari

anyaman bambu kasar ataupun kayu/papan yang terdapat lubang lebih

dari 1,5 mm² akan mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah 31.

Dinding rumah sebaiknya tidak berlubang karena akan menjadi tempat

keluar masuknya nyamuk dan hewan lainnya. Beberapa nyamuk lebih

senang menggigit di dalam rumah dan ada yang suka menggigit di luar

rumah kemudian istirahat di dinding rumah atau tempat gelap. Dinding

rumah yang terbuat dari kayu paling disenangi oleh nyamuk. Konstruksi

rumah terutama dinding sangat berkaitan dengan kegiatan penyemprotan.

Hal ini penting diperhatikan mengingat insektisida yang disemprotkan ke

dinding rumah akan menyerap ke dinding rumah sehingga pada waktu

nyamuk hinggap di dinding tersebut akan mati akibat kontak dengan

insektisida tersebut30.
42

Masih banyaknya kasus malaria terjadi karena yang dinding rumahnya

berupa papan atau gedhek menimbulkan potensi nyamuk untuk masuk

rumah sangatlah besar32.

c) Suhu

Proses kehidupan nyamuk tergantung pada suhu lingkungannya.

Nyamuk tidak dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu rata-rata optimum

untuk perkembangan nyamuk adalah 25º – 27ºC. Nyamuk dapat

bertahan hidup dalam suhu rendah, tetapi proses metabolismenya

menurun atau bahkan terhenti bila suhu turun sampai dibawah suhu kritis

pada suhu yang sangat tinggi akan mengalami perubahan proses

fisiologinya33.

Pertumbuhan nyamuk akan terhenti sama sekali bila suhu kurang dari

10ºC atau lebih dari 40ºC. Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung

dari kecepatan proses metabolisme sebagian diatur oleh suhu. Oleh

karena kejadian-kejadian biologis tertentu seperti lamanya masa

pradewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan

indung telur, frekwensi mencari makanan atau menggigit, dan lamanya

pertumbuhan parasit di dalam tubuh nyamuk dipengaruhi oleh suhu 34.

Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu 26,7ºC

masa inkubasi ekstrinsik adalah 10 – 12 hari untuk P. falciparum dan 8 –

11 hari untuk P. vivax, 14 – 15 hari untuk P. malariae dan P. Ovale34.

d) Kelembapan
43

Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun

tidak berpengaruh pada parasit. Sistem pernafasan pada nyamuk

menggunakan pipa udara yang disebut trachea dengan lubanglubang

pada dinding tubuh nyamuk yang disebut spiracle. Adanya spiracle yang

terbuka tanpa ada mekanisme pengaturnya, pada waktu kelembaban

rendah akan menyebabkan penguapan air dari dalam tubuh nyamuk yang

dapat mengakibatkan keringnya cairan pada tubuh nyamuk. Salah satu

musuh nyamuk adalah penguapan33.

Indonesia adalah Negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan (air),

dengan ekosistem kepulauan dan kelembaban yang tinggi. Ekosistem

kepulauan menyebabkan nyamuk beradaptasi pada kelembaban yang

tinggi dengan pengaruhnya pada populasi nyamuk sebagai berikut 33.

1) Adaptasi pada kelembaban yang tinggi menyebabkan nyamuk kurang

kuat dan pada waktu kering menyebabkan kematian yang banyak

akibat kekeringan. Dengan demikian populasi nyamuk tertentu subur

dimana iklim mikro dapat memberikan kelembaban yang diperlukan

oleh nyamuk33.

2) Adanya spiracle yang terbuka lebar tanpa ada mekanisme

pengaturnya membatasi penyebaran atau jarak terbang nyamuk. Oleh

karena jarak terbangnya terbatas, pola penyebarannya akan terbentuk

cluster (menggerombol tidak merata), tidak bisa memilih

mangsa(indiscriminate feeder) dan menghisap darah sembarang

hospes dengan dasar yang terdekat yang dihisap 33.


44

3) Kebutuhan kelembaban yang tinggi juga mempengaruhi nyamuk untuk

mencari tempat yang lembab basah di luar rumah sebagai tempat

hinggap istirahat pada siang hari, oleh karena kelembaban yang tinggi

tidak terdapat didalam rumah kecuali di daerah-daerah tertentu 33.

e) Hujan

Hujan akan mempengaruhi naiknya kelembaban dan menambah

jumlah tempat perkembangbiakan (breeding places). Curah hujan yang

lebat menyebabkan bersihnya tempat perkembangbiakan vektor oleh

karena jentiknya hanyut dan mati. Kejadian penyakit yang ditularkan

nyamuk biasanya tinggi beberapa waktu sebelum musim hujan atau

setelah hujan33.

Pengaruh hujan berbeda-beda menurut banyaknya hari hujan dan

keadaan fisik daerah. Terlalu banyak hujan akan menyebabkan banjir,

menyebabkan berpindahnya perkembangbiakan vektor akan berkurang,

tetapi keadaan ini akan segera pulih cukup bila keadaan kembali normal.

Curah hujan yang cukup dengan jangka waktu lama akan memperbesar

kesempatan nyamuk untuk berkembang biak secara optimal 33.

f) Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin

bertambah, hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada

ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Hal ini bisa

berubah bila terjadi pemanasan bumi dan pengaruh El – nino. Di

pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih
45

sering ditemukan malaria. Ketinggian paling tinggi masih memungkinkan

transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan laut 30.

g) Angin

Angin sangat mempengaruhi terbang nyamuk. Bila kecepatan angin

11 – 14 meter per detik atau 25 – 31 mil per jam akan menghambat

penerbangan nyamuk. Secara langsung angin akan mempengaruhi

penguapan (evaporasi) air dan suhu udara (konveksi) 33.

Sebuah perangkap nyamuk yang biasanya dapat mengumpulkan

2.436 sampai 6.832 ekor nyamuk pada malam yang tenang (tidak ada

angin), hanya dapat menangkap 832 sampai 956 nyamuk selama malam

yang berangin. Hampir seluruh nyamuk yang masuk perangkap adalah

pada kecepatan angin kurang dari 5,4 meter per detik atau 12 mil per

jam33.

h) Sinar Matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk

berbeda-beda. An. Sundaicus lebih suka perairan payau yang berlumut

yang terkena sinar matahari langsung, An. hyracanus spp dan An.

puntulatus spp lebih menyukai tempat terbuka sedangkan An. Barbirostris

dapat hidup baik di tempat teduh maupun kena sinar matahari 34.

i) Arus Air

Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis /

mengalir lambat, sedangkan An. minimus menyukai aliran air yang deras

dan An. letifer menyukai air tenang34.


46

2) Lingkungan Biologi

Adanya tempat perindukan nyamuk Anopheles, sangat menentukan

kepadatan nyamuk tersebut. Berdasarkan ukuran lamanya air dan macam

tempat air maka genangan air diklasifikasikan sebagai danau, kolam ikan,

muara sungai, waduk, tambak udang (tempat pemeliharaan udang), lagun

dan sawah (tempat menanam padi, palawija). (Arsin, 2012) Selain itu

genangan air ditepi sungai dan kubangan, irigasi, saluran pembuangan

air limbah (rumah tangga domestik, pabrik, industri), comberan dan lubang

bekas galian33.

Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah

(Pachax spp), gambusia, nila dan mujair, akan mempengaruhi populasi

nyamuk disuatu daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapi dan

kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila

kandang tersebut diletakan di luar rumah, tetapi tidak jauhjaraknya dari

rumah30.

3) Lingungan Kimiawi

Faktor lingkungan kimiawi yang baru diketahui pengaruhnya adalah

kadar garam dari tempat perindukan, sebagai contoh Anopheles

sundaicus tumbuh optimal pada air payau dengan kadar garam 12 –18 0/00,

dan tidak dapat berkembangbiak pada kadar garam 40 0/00 ke atas,

meskipun dibeberapa tempat di Sumatera utara An sundaicus ditemukan


47

pula di air tawar. An latifer dapat hidup di tempat yang asam atau pH

rendah17.

4) Lingkungan Sosial Budaya

Lingkungan sosial budaya juga berpengaruh terhadap kejadian

malaria seperti : kebiasaan keluar rumah pada malam hari, dimana

vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan kontak

dengan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria

akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria

seperti penyehatan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat

kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk. Berbagai kegiatan

manusia seperti pembuatan bendungan, pembauatan jalan,

pertambangan dan pembangunan pemukiman baru/transmigrasi sering

mengakibatkan perubahan lingkungan yang menguntungkan penularan

malaria. Akibat dari derap pembangunan yang kian cepat adalah

kemungkinan timbulnya tempat perindukan buatan manusia sendiri (man

made breeding places). Pembangunan bendungan, penambangan emas

dan pembukaan tempat pemukiman baru adalah beberapa contoh

kegiatan pembangunan yang menimbulkan perubahan lingkungan yang

menguntungkan bagi nyamuk Anopheles30.

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang

terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit, penyakit dan sistem

pelayanan kesehatan17.
48

B. Kerangka Teori

Keberadaan Kawat Kasa Kondisi Keberadaan Pemakaian


Pemakaian
Breeding pada Dinding Langit-Langit Obat anti
kelambu
Site ventilasi Rumah Rumah nyamuk

Jarak <50 m Tidak Ada celah Tidak Tidak Tidak


dari rumah terpasang atau lubang terpasang digunakan digunakan

Anopheles Betina mudah


Anopheles Betina
masuk ke dalam rumah dan
mudah berkembang
kontak dengan manusia
biak dan kontak Nyamuk
dengan manusia Anopheles Betina

Anopheles Betina dengan Sporozoit


plasmodium menggigit manusia Plasmodium

Anopheles betina melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah


49

Masuk dan menginfeksi sel parenkim hati

Plasmodium melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi darah

Merozoit masuk ke dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi

Parasit menginvasi eritrosit dan berkembang biak secara aseksual

Bentuk aseksual parasit dalam eritrosit yang berpotensi (EP)

Bertanggung jawab dalam patogenesis malaria pada manusia

Gambar 8. Kerangka Teori


BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN

KEBERADAAN
BREEDING SITE

PEMAKAIAN KAWAT
KASA PADA VENTILASI

KERAPATAN DINDING
RUMAH

KEJADIAN
KEBERADAAN LANGIT- MALARIA
LANGIT RUMAH

PEMAKAIAN OBAT
ANTI NYAMUK

PEMAKAIAN
KELAMBU

Gambar 9. Kerangka Konsep


51

B. Hipotesis

1. Adanya hubungan antara keberadaan breeding site dengan dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018.

2. Adanya hubungan antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi

dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018.

3. Adanya hubungan antara kerapatan dinding rumah dengan malaria di

beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2007 sampai

dengan tahun 2018.

4. Adanya hubungan antara keberadaan keberadaan langit-langit rumah

dengan dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia

periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018.

5. Adanya hubungan antara penggunaan obat anti nyamuk dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2007

sampai dengan tahun 2018,

6. Adanya hubungan antara penggunaan kelambu dengan malaria di

beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2007 sampai

dengan tahun 2018.


52

C. Definisi Operasional

1. Penderita Malaria

Penderita pada pada penelitian adalah penderita di beberapa lokasi di

wilayah Indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 yang

tercatat pada jurnal sumber data penelitian.

Kriteria objektif penderita:

a. Kasus: bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat penderita

menderita malaria

b. Kontrol: bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat penderita tidak

menderita malaria

2. Keberadaan Breading Site

Keberadaan breeding site pada penelitian ini adalah keberadaan

breeding site di lingkungan penderita di beberapa lokasi di wilayah

Indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 yang tercatat

pada jurnal sumber data penelitian.

Kriteria objektif keberadaan breeding site:

a. Berisiko: bila pada jurnal sumber data tercatat ada breeding site

dengan jarak ≤50 meter dari rumah penderita.

b. Tidak Berisiko: bila pada jurnal sumber data tercatat tidak ada

breeding site dengan jarak ≤50 meter dari rumah penderita.


53

3. Pemakaian Kawat Kasa pada Ventilasi

Pemakaian kawat pada ventilasi pada penelitian ini adalah

pemakaian kawat pada ventilasi di rumah penderita di beberapa lokasi

di wilayah Indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018

yang tercatat pada jurnal sumber data penelitian.

Kriteria objektif pemakaian kawat kasa pada ventilasi :

a. Berisiko : bila pada jurnal sumber data tercatat terpasang kawat

kasa pada ventilasi di rumah penderita.

b. Tidak Berisiko: bila pada jurnal sumber data tercatat tidak

terpasang kawat kasa pada ventilasi di rumah penderita.

4. Kerapatan Dinding Rumah

Kerapatan dinding rumah pada penelitian ini adalah kerapatan dinding

rumah penderita di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018, yang tercatat pada jurnal sumber data

penelitian.

Kriteria objektif kerapatn dinding rumah:

a. Berisiko : bila pada jurnal sumber data tercatat dinding rumah

pendrita tidak rapat (terdapat celah).

b. Tidak Berisiko : bila pada jurnal sumber data tercatat dinding rumah

pendrita rapat (tidak terdapat celah).


54

5. Keberadaan Langit-langit Rumah

Keberadaan Langit-langit rumah pada penelitian ini adalah letak langit-

langit rumah penderita di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode

tahun 2007 sampai dengan tahun 2018, yang tercatat pada jurnal sumber

data penelitian.

Kriteria objektif langit-langit rumah:

a. Beresiko: bila pada jurnal sumber data tercatat langit-langit rumah

penderita sangat rendah.

b. Tidak Beresiko: bila pada jurnal sumber data tercatat langit-langit

rumah penderita cukup tinggi.

6. Penggunaan Obat Anti Nyamuk

Penggunaan obat anti nyamuk pada penelitian ini adalah penggunaan

obat nyamuk di rumah penderita di beberapa lokasi di wilayah Indonesia

periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018, yang tercatat pada jurnal

sumber data penelitian.

Kriteria objektif penggunaan obat nyamuk:

c. Beresiko: bila pada jurnal sumber data tercatat di rumah penderita

tidak digunakan obat nyamuk.

d. Tidak Beresiko: bila pada jurnal sumber data tercatat di rumah

penderita digunakan obat nyamuk.


55

7. Penggunaan Kelambu

Penggunaan kelambu pada penelitian ini adalah penggunaan kelambu

di rumah penderita di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018, yang tercatat pada jurnal sumber data

penelitian.

Kriteria objektif penggunaan kelambu:

e. Beresiko: bila pada jurnal sumber data tercatat di rumah penderita

tidak digunakan kelambu.

f. Tidak Beresiko: bila pada jurnal sumber data tercatat di rumah

penderita digunakan kelambu.


56

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Metode dan desain Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode jurnal review menggunakan beberapa jurnal hasil penelitian

untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan malaria di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun

2018.

2. Desain Penelitian

Faktor Risiko
Positif
Penderita
Malaria
Faktor Risiko
Negatif

Faktor Risiko
Positif Penderita
Kontrol
Faktor Risiko
Negatif

Gambar 10. Desain Penelitian


57

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian disesuaikan dengan tempat penelitian sumber data

penelitian. Dari berbagai jurnal penelitian ini, maka penelitian dilakukan

beberapa lokasi di wilayah Indonesia seperti di bawah ini:

a. Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura

b. Desa Awiu Kecamatan Lambandia Kabupaten Kolaka

c. Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu

d. Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rajabasa Kecamatan Rajabasa

Kabupaten Lampung Selatan

e. Kecamatan Toho Kabupaten Pontianak

f. Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara

g. Wilayah Kerja Puskesmas Biha Kabupaten Pesisir Barat

h. Desa Tanjung Satai Kecamatan Pulau Maya Karimata Kabupaten

Kayong Utara

i. Wilayah Kerja Puskesmas Banjarmangu 1 Kabupaten Banjarnegara

j. Wilayah Kerja Puskesmas Kokap II, Kabupaten Kulon Progo, Daerah

Istimewa Yogyakarta

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini disesuaikan dengan waktu penelitian sumber

artikel-artikel penelitian. Waktu penelitian dari sepuluh jurnal sumber data


58

penelitian ini adalah tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 seperti di

bawah ini:

a. Wilayah Kerja Puskesmas Hamadi Kota Jayapura tahun 2007

b. Desa Awiu Kecamatan Lambandia Kabupaten Kolaka tahun 2013

c. Wilayah Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu tahun 2016

d. Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rajabasa Kecamatan Rajabasa

Kabupaten Lampung Selatan tahun 2012

e. Kecamatan Toho Kabupaten Pontianak tahun 2011

f. Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara tahun 2015

g. Wilayah Kerja Puskesmas Biha Kabupaten Pesisir Barat tahun 2017-

2018

h. Desa Tanjung Satai Kecamatan Pulau Maya Karimata Kabupaten

Kayong Utara tahun 2010

i. Wilayah Kerja Puskesmas Banjarmangu 1 Kabupaten Banjarnegara

tahun 2016

j. Wilayah Kerja Puskesmas Kokap II, Kabupaten Kulon Progo, Daerah

Istimewa Yogyakarta tahun 2012-2015

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua jurnal penelitian analitik

tentang malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018.


59

2. Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah semua jurnal penelitian analitik

tentang malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018, yang memenuhi kriteria penelitian.

C. Kriteria Jurnal Penelitian

Kriteria Inklusi Jurnal Penelitian

a. Jurnal penelitian tentang penderita malaria di beberapa lokasi di

wilayah indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018.

b. Jurnal penelitian yang memuat variabel penelitian berupa keberadaan

breeding site, pemakaian kawat kasa pada ventilasi, dan kerapatan

dinding rumah, langit-langit rumah, penggunaan obat nyamuk, dan

penggunaan kelambu.

c. Jurnal penelitian yang menggunakan metode analitik dengan

pendekatan case control.

Berdasarkan kriteria inklusi jurnal penelitian tersebut, tersaring jurnal

penelitian ilmiah yang dijadikan sebagai sumber data penelitian seperti

pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Jurnal Penelitian tentang Malaria di Beberapa Lokasi di

Wilayah Indonesia Periode Tahun 2007 sampai dengan

tahun 2018, yang Digunakan Sebagai Sumber Data


60

Peneliti Judul Penelitian Tempat Jumlah Desain


Penelitian Sampel Penelitian
Moses, Analisis Faktor- Desa Awiu 60 Case
2013 Faktor Risiko yang Kecamatan Control
Mempengaruhi Lambandia
Kejadian Malaria di Kabupaten
Desa Awiu Kolaka
Kecamatan
Lambandia
Kabupaten Kolaka

Babba I, Faktor-Faktor Risiko Wilayah 200 Case


dkk 2007 Yang Mempengaruhi Kerja Control
Kejadian Malaria Puskesmas
Hamadi Kota
Jayapura
Sutriawan Analisis Faktor Wilayah 300 Case
A, dkk Risiko Kejadian Kerja Control
2016 Malaria di Wilayah Puskesmas
Kerja Puskesmas Sukamerindu
Sukamerindu Kota
Bengkulu Tahun
2016
Susanti F, Faktor-Faktor yang Wilayah 180 Case
dkk Berhubungan Kerja UPT Control
2013 Dengan Kejadian Puskesmas
Malaria di Wilayah Rajabasa
Kerja UPT Kecamatan
Puskesmas Rajabasa
Rajabasa Kabupaten
Kecamatan Lampung
Rajabasa Selatan
Kabupaten Lampung
Selatan
Sari A, dkk Faktor Determinan Kecamatan 94 Case
2011 Kejadian Malaria di Toho Control
Kecamatan Kabupaten
Toho Kabupaten Pontianak
Pontianak
Sepriyani, Analisis Faktor Wilayah 246 Case
dkk Risiko Kejadian Kerja Control
2018 Malaria di Wilayah Puskesmas
Kerja Biha
Puskesmas Biha Kabupaten
Kabupaten Pesisir Pesisir Barat
61

Barat
Sari F, dkk Hubungan Faktor Kecamatan 146 Case
2015 Internal dan Putri Hijau Control
Eksternal Kabupaten
Lingkungan Rumah Bengkulu
Utara
dengan Kejadian
Malaria di
Kecamatan Putri
Hijau
Kabupaten Bengkulu
Utara
Mantili L, Hubungan Kondisi Desa 132 Case
dkk Fisik Rumah dan Tanjung Control
2010 Lingkungan Sekitar Satai
Rumah dengan Kecamatan
Kejadian Malaria di Pulau Maya
Desa Tanjung Satai Karimata
Kecamatan Pulau Kabupaten
Maya Karimata Kayong
Kabupaten Kayong Utara
Utara Tahun 2010
Wayranu A, Hubungan antara Wilayah 150 Case
dkk Kondisi Fisik Rumah Kerja Control
2016 dan Perilaku Puskesmas
Penderita Dengan Banjarmangu
Kejadian Malaria di Kabupaten
Wilayah Banjarnegara
Kerja Puskesmas
Banjarmangu
Kabupaten
Banjarnegara
Tahun 2016
Noviarti PI, Hubungan Faktor Wilayah 74 Case
dkk Lingkungan Fisik dan Kerja Control
2015-2018 Perilaku Puskesmas
Penghuni Rumah Kokap II,
dengan Kejadian Kabupaten
Penyakit Malaria di Kulon
Wilayah Kerja Progo,
Puskesmas Kokap II, Daerah
Kabupaten Kulon Istimewa
Progo, Daerah Yogyakarta
Istimewa Yogyakarta
62

D. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini disesuaikan dengan

cara pengambilan sampel jurnal penelitian yang dijadikan sebagai sampel

penelitian.

E. Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan memasukkan

semua data dari penelitian-penelitian yang digunakan sebagai sampel ke

dalam komputer dengan menggunakan program Microsoft Excel. Data

yang dimaksud dalam penelitian penelitian ini adalah hasil penelitian

masing-masing artikel menyangkut keberadaan breeding site, pemakaian

kawat kasa pada ventilasi, dan kerapatan dinding rumah, langit-langit

rumah, penggunaan obat nyamuk, dan penggunaan kelambu .

F. Gambar Alur Penelitian

Penelusuran Jurnal Penelitian Analitik tentang hubungan faktor


risiko
risiko dengan
dengan penderita
terjadinyamalaria
low backyang
painditeliti
pada di pekerja
berbagai
pengrajin
lokasi
yang diteliti di berbagai
penelitianlokasi
di wilayah
penelitian
Indonesia
di wilayah Indonesia
63

Dikumpulkan jurnal penelitian tentang penderita Malaria di


beberapa lokasi di wilayah indonesia periode tahun 2007
sampai dengan tahun 2018

Memenuhi kriteria
inklusi

Terpilih 10 jurnal penelitian analitik tentang penderita


malaria di wilayah Indonesia

Membuat Tebel Rangkuman Data dari Jurnal Sumber Data

Melakukan pengambilan data dari jurnal sumber data, yaitu:


1. Nama Peneliti dan tahun terbit; 2. Judul Penelitian; 3. Tempat
dan Waktu Penelitian; 4. Tempat dan Waktu Penelitian; 5.
Keberadaan Breeding Site; 6. Pemakasian Kawat Kasa Pada
Ventilasi; 7. Kerapatan Dinding Rumah 8. Keberadaan Langit-
Langit Rumah 9. Pemakaian Obat Anti Nyamuk 10. Pemakaian
Kelambu

Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis Data

Penulisan Hasil

Penyajian Hasil

G. Prosedur Penelitian
64

1. Peneliti melakukan penelusuran penelitian/jurnal analitik terkait

hubungan faktor lngkungan dengan penderita malaria yang

dilaksanakan di berbagai wilayah di Indonesia, yang ditelusuri pada

Google Scholar.

2. Peneliti akan melakukan pengumpulan jurnal penelitian analitik tentang

malaria yang diteliti di beberapa lokasi di Indonesia.

3. Jurnal penelitian kemudian akan dipilah menyesuaikan kriteria

penelitian.

4. Terpilih sepuluh jurnal penelitian analitik tentang malaria yang diteliti di

beberapa lokasi di Indonesia periode tahun 2008 sampai dentan tahun

2018, yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.

5. Semua data akan dikumpulkan dengan meng-input ke dalam komputer

dengan menggunakan program microsoft excel.

6. Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil penelitian

masing masing jurnal sumber data yaitu keberadaan breeding site,

pemakaian kawat kasa pada ventilasi, dan kerapatan dinding rumah,

keberadaan rumah, penggunaan obat nyamuk, dan penggunaan

kelambu.

7. Data dari sepuluh jurnal sumber data penelitian tersebut akan

dituangkan dalam tabel rangkuman data hasil penelitian.

8. Akan dilakukan pengambilan data dari jurnal penelitian sumber data

yang terdiri dari:


65

a. Keberadaan Breeding Site : akan di ambil keberadaan breeding site

dari jurnal sumber data penelitian kemudian dikelompokkan menjadi

kelompok penderita yang , terdapat adanya breeding site sebagai

tempat perkembangbiakan vektor malaria dengan jarak ≤50 meter dari

rumah penderita dan kelompok penderita tidak ada breeding site

dengan jarak >50 meter dari rumah penderita.

b. Pemakaian Kawat Kasa pada Ventilasi : akan di ambil pemakaian

kawat kasa pada ventilasi di rumah penderita dari jurnal sumber data

penelitian kemudian dikelompokkan menjadi kelompok penderita yang

jika di rumah penderita terpasang kawat kasa pada ventilasi dan

kelompok penderita yang di rumah penderita tidak terpasang kawat

kasa pada ventilasi

c. Kerapatan Dinding Rumah : akan di ambil kerapatan dinding rumah

dari jurnal sumber data penelitian kemudian dikelompokkan menjadi

kelompok penderita yang jika dinding rumah penderita tidak rapat

(terdapat celah) dan kelompok penderita yang dinding rumah penderita

rapat (tidak terdapat celah)

d. Keberadaan Langit-Langit Rumah : akan di ambil keberadaan langit-

langit rumah dari jurnal sumber data penelitian kemudian

dikelompokkan menjadi kelompok Berisiko : bila pada jurnal sumber

data penelitian tercatat langit-langit rumah penderita sangat rendah,

atau kelompok tidak berisiko bila pada jurnal sumber data penelitian

tercatat langit-langit rumah penderita cukup tinggi


66

e. Penggunaan Obat Anti Nyamuk : akan di ambil penggunaan obat anti

nyamuk dari jurnal sumber data penelitian kemudian dikelompokkan

menjadi kelompok berisiko bila pada jurnal sumber data penelitian

tercatat di rumah penderita tidak digunakan obat anti nyamuk, atau

kelompok tidak berisiko bila pada jurnal sumber data penelitian

tercatat di rumah penderita digunakan obat anti nyamuk

f. Penggunaan kelambu : akan di ambil penggunaan kelambu dari jurnal

sumber data penelitian kemudian dikelompokkan menjadi kelompok

berisiko bila pada jurnal sumber data penelitian tercatat di rumah

penderita tidak digunakan kelambu, atau kelompok tidak berisiko bila

pada jurnal sumber data penelitian tercatat di rumah penderita

digunakan kelambu

9. Semua data akan dikumpulkan dengan meng-input ke dalam komputer

dengan menggunakan program Microsoft Excel.

10. Selanjutnya akan dilakukan pengolahan dan analisa data dari artikel

penelitian tentang keberadaan breeding site, pemakaian kawat kasa

pada ventilasi, dan kerapatan dinding rumah, keberadaan rumah,

penggunaan obat nyamuk, dan penggunaan kelambu yang akan yang

akan diolah dan dianalisa program microsoft excel dan SPSS yang

disajikan dalam tabel sintesis, diagram bar, dan diagram pie serta

dilakukan pembahasan sesuai dengan pustaka yang ada.

11. Setelah analisis data selesai, peneliti akan melakukan penulisan hasil

penelitian sebagai penyusunan laporan tertulis dalam bentuk skripsi.


67

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk lisan dan tulisan. skripsi. Hasil

penelitian disajikan dalam bentuk lisan dan tulisan.

H. Rencana Pengolahan dan Analisa Data Penelitian

Data yang telah dikumpulkan dari jurnal sumber data penelitian

tentang keberadaan breeding site, pemakaian kawat kasa pada ventilasi,

dan kerapatan dinding rumah, keberadaan rumah, penggunaan obat

nyamuk, dan penggunaan kelambu akan diolah diolah menggunakan

perangkat lunak komputer program Microsoft Excel kemudian kemuian

dianalisa menggunakan perangkat lunak SPSS 23. Adapun analisis

statistik yang digunakan adalah analisa bivariant menggunakan cara chi

square.
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil analisis bivariat menunjukkan rangkuman masing-masing hasil

penelitian terkait faktor-faktor lingkungan yang ada hubungan dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2007

sampai tahun 2018. Dari sepuluh penelitian tersebut dapat mewakili hal

hal yang ada hubungan dengan keberadaan breeding site, pemakaian

kawat kasa pada ventilasi, dan kerapatan dinding rumah, keberadaan

rumah, penggunaan obat anti nyamuk, dan penggunaan kelambu. Jumlah

sampel yang diteliti bervariasi antara 30 – 150 sampel dan desain

penelitian yang diterapkan menggunakan case control. Penggunaan

metode case control banyak digunakan pada penulisan skripsi.


57

Tabel 2. Rangkuman Data Hasil Penelitian tentang Faktor-Faktor Lingkungan yang ada Hubungan dengan Malaria di Beberapa Lokasi di
Wilayah Indonesia periode Tahun 2007 sampai Tahun 2018.

N Jurnal Penelitian Keberadaan Pemakaian Kawat Kerapatan Keberadaan Penggunaan Obat Penggunaan
o Breeding Site Kasa pada Dinding Rumah Langit-Langit Nyamuk Kelambu
Ventilasi Rumah
KSS KNT KSS KNT KSS KNT KSS KNT KSS KNT KSS KNT

N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N %

1. Analisis Faktor-Faktor Risiko 14 46, 6 20 0 0 0 0 26 86, 19 63, 30 100 28 3,3 29 96, 28 93, 2 6,7 0 0
yang Mempengaruhi Kejadian 7 7 3 7 3
Malaria di Desa Awiu
Kecamatan Lambandia
Kabupaten Kolaka

16 53, 24 80 0 0 0 0 4 13, 11 36, 0 0 2 96, 1 3,3 2 6,7 28 93, 30 100


3 3 7 7 3

2. Faktor-Faktor Risiko 69 69 55 55 69 69 45 45 53 53 18 18 0 0 0 0 28 28 14 14 89 89 78 78
Yang Mempengaruhi
Kejadian Malaria Di Wilayah
Kerja Puskesmas Hamadi
Kota Jayapura
58

31 31 45 45 31 31 55 55 47 47 82 82 0 0 0 0 72 72 86 86 11 11 22 22

3. Analisis Faktor Risiko 88 58, 67 44, 92 61, 57 38 78 52 64 42, 80 53, 59 39, 91 60, 61 40, 10 68, 53 35,3
Kejadian Malaria di Wilayah 7 7 3 7 3 7 7 7 3 7
Kerja Puskesmas
Sukamerindu Kota Bengkulu
Tahun 2016 62 41, 83 55, 58 38, 93 62 72 48 86 57, 70 46, 91 60, 59 39, 89 59, 47 31, 97 64,7
3 3 7 3 7 7 3 3 3

4. Faktor-Faktor yang 2 97, 11 12, 81 90 79 87, 23 25, 16 17, 50 55, 47 52, 0 0 0 0 52 57, 58 64,4
Berhubungan Dengan 8 2 8 6 8 6 2 8
Kejadian Malaria di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas
Rajabasa Kecamatan
Rajabasa 88 2,2 79 87, 9 10 11 12, 67 74, 74 82, 40 44, 43 47, 0 0 0 0 38 42, 32 35,6
Kabupaten Lampung Selatan 8 2 4 2 4 8 2

5. Faktor Determinan Kejadian 12 12, 36 38, 88 93, 64 68, 72 76, 30 31, 0 0 0 0 20 21, 22 23, 60 63, 32 34
Malaria di Kecamatan 8 3 6 1 6 9 3 4 8
Toho Kabupaten Pontianak 82 87, 58 61, 6 6,4 30 31, 22 23, 64 68, 0 0 0 0 74 78, 72 76, 34 36, 62 66
2 7 9 4 1 7 6 2
6. Analisis Faktor Risiko 10 81, 10 86, 92 74, 52 42, 61 49, 25 20, 97 78, 39 31, 0 0 0 0 66 53, 8 6,5
Kejadian Malaria di Wilayah 0 3 6 2 8 3 6 3 9 7 7
Kerja
Puskesmas Biha Kabupaten
Pesisir Barat
59

23 18, 17 13, 31 25, 71 57, 62 50, 98 79, 26 21, 84 68, 0 0 0 0 57 46, 11 93,5
7 8 2 7 4 7 1 3 3 5

7. Hubungan Faktor Internal dan 60 82, 31 42, 67 91, 31 42, 57 78, 17 23, 64 87, 58 79, 0 0 0 0 0 0 0 0
Eksternal Lingkungan Rumah 2 5 8 5 1 3 7 5
dengan Kejadian Malaria di
Kecamatan Putri Hijau
Kabupaten Bengkulu Utara
13 17, 42 57, 6 8,2 42 57, 16 21, 56 76, 9 12, 15 20, 0 0 0 0 0 0 0 0
8 5 5 9 7 3 5

8. Hubungan Kondisi Fisik 60 90, 34 51, 66 100 65 1,5 46 69, 16 24, 45 67, 27 59 0 0 0 0 0 0 0 0
Rumah dan Lingkungan 6 5 5 5 9
Sekitar
Rumah dengan Kejadian
Malaria di Desa Tanjung
Satai
Kecamatan Pulau Maya
Karimata Kabupaten Kayong
6 9,4 32 48, 0 0 1 98, 20 30, 50 75, 21 32, 39 41 0 0 0 0 0 0 0 0
Utara Tahun 2010
5 5 5 5 1

9. Hubungan antara Kondisi 69 92 57 76 70 69, 58 77, 40 53, 43 57, 70 93, 45 60 70 93, 45 60 33 44 45 60


Fisik Rumah dan Perilaku 3 3 3 3 3 3
Penderita Dengan Kejadian
Malaria di Wilayah
Kerja Puskesmas 6 8 18 24 5 6,7 17 22, 35 46, 32 42, 5 6,7 30 40 5 6,7 30 40 42 56 30 40
Banjarmangu 7 7 7
Kabupaten Banjarnegara
Tahun 2016
60

10 Hubungan Faktor Lingkungan 28 75, 5 13, 35 94, 33 89, 23 62, 6 16, 35 94, 33 89, 30 81, 34 91, 14 37, 4 10,8
. Fisik dan Perilaku 7 5 6 2 2 2 6 2 1 9 8
Penghuni Rumah dengan
Kejadian Penyakit Malaria di
Wilayah Kerja Puskesmas 9 24, 32 86, 2 5,4 4 10, 14 37, 31 83, 2 5,4 4 10, 7 18, 3 8,1 23 62, 33 89,2
Kokap II, Kabupaten Kulon 3 5 8 8 8 8 9 2
Progo, Daerah Istimewa
Yogyakarta
TOTAL 83 83 80 80 83 83 64 64 48 48 69 69
8 8 8 8 8 8 4 4 6 6 9 9
64

Tabel 2. Hubungan Antara Keberadaan Breeding Site dengan Malaria


di Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007 Sampai
dengan Tahun 2018.

Kasus Kontrol
N Keberadaan
N % N % Total P
O Breeding Site

1. Berisiko 502 59,9 408 48,7 910


2. Tidak Berisiko 336 40,1 430 51,3 766
0,000
838 100 838 100 1.676
Total

Keterangan : N: Jumlah

%: Persentase

Tabel 2. Menunjukkan tabel hubungan keberadaan breeding site dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia, jumlah sampel yang

memilki keberadaan breeding site kategori berisiko sebanyak 910 orang,

diantaranya 502 sampel (59,9%) pada kelompok kasus dan 408 sampel

(48,7%) pada kelompok kontrol. Sedangkan jumlah sampel yang memiliki

keberadaan breeding site kategori tidak berisiko sebanyak 766 sampel,

diantaranya 336 sampel (40,1%) pada kelompok kasus dan 430 sampel

(51,3%) pada kelompok kontrol. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

(0,000) < 0.05, maka hipotesis diterima yakni terdapat hubungan antara

keberadaan breeding site dengan kejadian malaria.


65

Tabel 3. Hubungan Antara Pemakaian Kawat Kasa pada Ventilasi


dengan Malaria di Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun
2007 Sampai dengan Tahun 2018.

Kasus Kontrol
Pemakaian
N N % N %
Kawat Kasa Total P
O
pada Ventilasi

1. Berisiko 660 81,2 484 60 1.144

2. Tidak Berisiko 148 18,8 324 40 472


0,000
808 100 808 100 1.616
Total

Keterangan : N: Jumlah

%: Persentase

Tabel 3. Menunjukkan tabel hubungan pemakaian kawat kasa pada

ventilasi dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia, jumlah

sampel yang memilki pemakaian kawat kasa pada ventilasi kategori

berisiko sebanyak 1.144 orang, diantaranya 660 sampel (81,2%) pada

kelompok kasus dan 484 sampel (60%) pada kelompok kontrol.

Sedangkan jumlah sampel yang memiliki pemakaian kawat kasa pada

ventilasi kategori tidak berisiko sebanyak 472 sampel, diantaranya 148

sampel (18,8%) pada kelompok kasus dan 324 sampel (40%) pada

kelompok kontrol. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p (0,000) < 0.05,

maka hipotesis diterima yakni terdapat hubungan antara pemakaian kawat

kasa pada ventilasi dengan kejadian malaria.


66

Tabel 4. Hubungan Antara Kerapatan Dinding Rumah dengan Malaria


di Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007 Sampai
dengan Tahun 2018.

Kasus Kontrol
Kerapatan
NO N % N % Total P
Dinding Rumah

1. Berisiko 479 57,2 254 30,3 733


2. Tidak Berisiko 359 42,8 584 69,7 943
0,000
838 100 808 100 1,676
Total

Keterangan : N: Jumlah

%: Persentase

Tabel 4. Menunjukkan tabel hubungan kerapatan dinding rumah dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia, jumlah sampel yang

memiliki kerapatan dinding rumah kategori berisiko sebanyak 733 orang,

diantaranya 479 sampel (57,2%) pada kelompok kasus dan 254 sampel

(30,3%) pada kelompok kontrol. Sedangkan jumlah sampel yang memiliki

kerapatan dinding rumah kategori tidak berisiko sebanyak 943 sampel,

diantaranya 359 sampel (42,8%) pada kelompok kasus dan 584 sampel

(69,7%) pada kelompok kontrol. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

(0,000) < 0.05, maka hipotesis diterima yakni terdapat hubungan antara

kerapatan dinding rumah dengan kejadian malaria.


67

Tabel 5. Hubungan Antara Keberadaan Langit-Langit Rumah dengan


Malaria di Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007
Sampai dengan Tahun 2018.

Kasus Kontrol
Keberadaan
NO N % N % Total P
Langit-Langit
Rumah

1. Berisiko 473 73,4 336 52,2 809


2. Tidak Berisiko 171 26,6 308 47,8 479
0,000
644 100 644 100 1.288
Total

Keterangan : N: Jumlah

%: Persentase

Tabel 5. Menunjukkan tabel hubungan keberadaan langit-langit rumah

dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia, jumlah sampel

yang memiliki keberadaan langit-langit rumah kategori berisiko sebanyak

809 orang, diantaranya 473 sampel (73,4%) pada kelompok kasus dan

336 sampel (52,2%) pada kelompok kontrol. Sedangkan jumlah sampel

yang memiliki keberadaan langit-langit rumah kategori tidak berisiko

sebanyak 479 sampel, diantaranya 171 sampel (26,6%) pada kelompok

kasus dan 308 sampel (47,8%) pada kelompok kontrol. Dari hasil uji

statistik diperoleh nilai p (0,000) < 0.05, maka hipotesis diterima yakni

terdapat hubungan antara keberadaan langit-langit rumah dengan

kejadian malaria.
68

Tabel 6. Hubungan Antara Penggunaan Obat Anti Nyamuk dengan


Malaria di Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007
Sampai dengan Tahun 2018.

Kasus Kontrol
Penggunaan
NO N % N % Total P
Obat Anti
Nyamuk

1. Berisiko 268 55,1 204 42 472


2. Tidak Berisiko 218 44,9 282 58 500
0,000
486 100 486 100 972
Total

Keterangan : N: Jumlah

%: Persentase

Tabel 6. Menunjukkan tabel hubungan penggunaan obat nyamuk dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia, jumlah sampel yang

memiliki penggunaan obat nyamuk kategori berisiko sebanyak 472 orang,

diantaranya 268 sampel (55,1%) pada kelompok kasus dan 204 sampel

(42%) pada kelompok kontrol. Sedangkan jumlah sampel yang memiliki

penggunaan obat nyamuk kategori tidak berisiko sebanyak 500 sampel,

diantaranya 218 sampel (44,9%) pada kelompok kasus dan 282 sampel

(58%) pada kelompok kontrol. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

(0,000) < 0.05, maka hipotesis diterima yakni terdapat hubungan antara

penggunaan obat nyamuk dengan kejadian malaria.


69

Tabel 7. Hubungan Antara Penggunaan Kelambu dengan Malaria di


Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007 Sampai dengan
Tahun 2018.

Kasus Kontrol
N Penggunaan
N % N % Total P
O Kelambu

1. Berisiko 439 60 278 40 717


2. Tidak Berisiko 260 40 421 60 681
0,000
699 100 699 100 1.398
Total

Keterangan : N: Jumlah

%: Persentase

Tabel 6. Menunjukkan tabel hubungan penggunaan kelambu dengan

malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia, jumlah sampel yang

memiliki penggunaan kelambu kategori berisiko sebanyak 717 orang,

diantaranya 439 sampel (62,8%) pada kelompok kasus dan 278 sampel

(39,8%) pada kelompok kontrol. Sedangkan jumlah sampel yang memiliki

penggunaan kelambu kategori tidak berisiko sebanyak 681 sampel,

diantaranya 260 sampel (37,2%) pada kelompok kasus dan 421 sampel

(60,2%) pada kelompok kontrol. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai p

(0,000) < 0.05, maka hipotesis diterima yakni terdapat hubungan antara

penggunaan kelambu dengan kejadian malaria.


70

B. Pembahasan

1. Hubungan Antara Keberadaan Breeding Site dengan Malaria di

Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007 Sampai

dengan Tahun 2018.

Dari hasil analisisis bivariat, hubungan antara keberadaan breeding

site dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018 dengan total sampel berisiko sebanyak

910 dan total sampel tidak berisiko sebanyak 766 sehingga menunjukkan

hasil p-value 0.000 atau p-value < 0.05, maka hipotesis diterima dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara statistik

antara keberadaan breeding site dengan kejadian malaria.

Berdasarkan hasil observasi, beberapa genangan air seperti bekas

kolam ikan dan bekas lubang galian di sekitar rumah responden terdapat

jentik nyamuk, namun tidak dilakukan identifikasi lebih lanjut apakah jentik

yang ditemukan tersebut merupakan jentik nyamuk anopheles atau bukan.

Akan tetapi hal ini dapat menjelaskan bahwa keberadaan genangan air

tersebut dapat berpotensi menjadi tempat perindukan nyamuk. Nyamuk

anopheles lebih suka berkembang biak di air yang berhubungan langsung

dengan tanah. Curah hujan juga berpengaruh dalam penyebaran malaria

dengan terbentuknya tempat perindukan nyamuk (breeding places) yaitu

genangan air di sekitar rumah masyarakat. Sebagai implikasinya,


71

masyarakat yang tinggal di rumah dan terdapat genangan air di sekitar

rumahnya mempunyai risiko digigit nyamuk dan risiko tertular malaria 35.

2. Hubungan Antara Pemakaian Kawat Kasa pada Ventilasi dengan

Malaria di Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007

Sampai dengan Tahun 2018.

Dari hasil analisisis bivariat, hubungan antara pemakaian kawat kasa

pada ventilasi dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia

periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 dengan total sampel

berisiko sebanyak 1.144 dan total sampel tidak berisiko sebanyak 472

sehingga menunjukkan hasil p-value 0.000 atau p-value < 0.05, maka

hipotesis diterima dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan secara statistik antara pemakaian kawat kasa pada ventilasi

dengan kejadian malaria.

Kondisi fisik rumah sangat berkaitan dengan kejadian malaria,

terutama yang berkaitan dengan jalur masuk dan keluar nyamuk seperti

ventilasi. Dengan tidak adanya kawat kasa pada ventilasi yang dapat

mempermudah nyamuk masuk ke dalam rumah. Penggunaan kawat kasa

sangat membantu dalam mengurangi jumlah nyamuk yang masuk ke

dalam rumah dan apabila terpasang dengan baik dapat mengurangi risiko

penyakit malaria. Pemakaian kawat kasa ventilasi yang tidak menyeluruh

mengakibatkan nyamuk dapat masuk ke dalam rumah melalui ventilasi


72

yang tidak menggunakan kasa, sehingga meningkatkan kontak antara

nyamuk dan manusia35.

3. Hubungan Antara Kerapatan Dinding Rumah dengan Malaria di

Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007 Sampai

dengan Tahun 2018.

Dari hasil analisisis bivariat, hubungan antara kerapatan dinding

rumah pada ventilasi dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah

Indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 dengan total

sampel berisiko sebanyak 733 dan total sampel tidak berisiko sebanyak

943 sehingga menunjukkan hasil p-value 0.000 atau p-value < 0.05, maka

hipotesis diterima dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan secara statistik antara kerapatan dinding rumah dengan

kejadian malaria.

Dinding rumah sebaiknya tidak berlubang karena akan menjadi tempat

keluar masuknya nyamuk maupun hewan lainnya. Beberapa nyamuk lebih

senang menggigit di dalam rumah dan ada yang suka menggigit di luar

rumah kemudian istirahat di dinding rumah atau tempat gelap. Dinding

rumah yang terbuat dari kayu paling disenangi oleh nyamuk sebagai

tempat peristirahatan35.
73

4. Hubungan Antara Keberadaan Langit-Langit Rumah dengan

Malaria di Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007

Sampai dengan Tahun 2018.

Dari hasil analisisis bivariat, hubungan antara keberadaan langit-langit

rumah pada ventilasi dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah

Indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 dengan total

sampel berisiko sebanyak 809 dan total sampel tidak berisiko sebanyak

479 sehingga menunjukkan hasil p-value 0.000 atau p-value < 0.05, maka

hipotesis diterima dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan secara statistik antara keberadaan langit-langit rumah dengan

kejadian malaria.

Menurut American Public Health Association (APHA), plafon rumah

atau langit-langit rumah merupakan salah satu aspek konstruksi rumah

yang harus ada sebagai syarat rumah sehat. Keberadaan plafon rumah ini

berfungsi sebagai penahan panas sinar matahari serta melindungi

masuknya debu, angin, dan air hujan. Hubungannya dengan kejadian

malaria, rumah yang tidak terdapat plafon atau ada celah antara dinding

bagian atas dengan atap akan memudahkan nyamuk untuk masuk ke

dalam rumah36.
74

5. Hubungan Antara Pemakaian Obat Anti Nyamuk dengan Malaria

di Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007 Sampai

dengan Tahun 2018.

Dari hasil analisisis bivariat, hubungan antara pemakaian obat anti

nyamuk dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode

tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 dengan total sampel berisiko

sebanyak 472 dan total sampel tidak berisiko sebanyak 500 sehingga

menunjukkan hasil p-value 0.000 atau p-value < 0.05, maka hipotesis

diterima dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan

secara statistik antara pemakaian obat anti nyamuk dengan kejadian

malaria.

Upaya menggunakan obat anti nyamuk adalah upaya yang sangat

mudah dilakukan oleh masyarakat. Obat anti nyamuk ini dapat berupa

obat nyamuk bakar untuk mengusir nyamuk, obat semprot untuk

membunuh nyamuk, obat oles untuk melindungi dari gigitan nyamuk 35.

6. Hubungan Antara Pemakaian Kelambu dengan Malaria di

Beberapa Wilayah di Indonesia Periode Tahun 2007 Sampai

dengan Tahun 2018.

Dari hasil analisisis bivariat, hubungan antara pemakaian kelambu

dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia periode tahun

2007 sampai dengan tahun 2018 dengan total sampel berisiko sebanyak
75

717 dan total sampel tidak berisiko sebanyak 681 sehingga menunjukkan

hasil p-value 0.000 atau p-value < 0.05, maka hipotesis diterima dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara statistik

antara pemakaian kelambu dengan kejadian malaria.

Kebiasaan menggunakan kelambu merupakan upaya yang efektif

untuk mencegah dan menghindari kontak antara nyamuk anopheles

dengan orang sehat disaat tidur malam hari, disamping pemakaian obat

penolak nyamuk. Karena kebiasaan nyamuk anopheles untuk mencari

darah adalah pada malam hari, dengan demikian selalu tidur

menggunakan kelambu yang tidak rusak atau berlubang pada malam hari

dapat mencegah atau melindungi dari gigitan nyamuk anopheles37.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dari sepuluh jurnal yang khusus mengkaji

faktor-faktor lingkungan yang ada hubungan dengan malaria di beberapa

lokasi di wilayah Indonesia periode tahun 2007 sampai dengan tahun

2018 maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan keberadaan breeding site berisiko maupun tidak

berisiko dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia

periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2020.

2. Terdapat hubungan pemakaian kawat kasa pada ventilasi berisiko

maupun tidak berisiko dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah

Indonesia periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2020

3. Terdapat hubungan kerapatan dinding rumah berisiko maupun tidak

berisiko dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia

periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2020.

4. Terdapat hubungan keberadaan langit-langit rumah berisiko maupun

tidak berisiko dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia

periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2020.


77

5. Terdapat hubungan pemakaian obat anti nyamuk berisiko maupun

tidak berisiko dengan malaria di beberapa lokasi di wilayah Indonesia

periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2020.

6. Terdapat hubungan pemakaian kelambu berisiko maupun tidak

berisiko dengan demam tifoid di beberapa lokasi di wilayah Indonesia

periode tahun 2012 sampai dengan tahun 2020.

B. Saran

Adapun saran yang dapat direkomendasikan penulis dari hasil

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebaiknya setiap fasilitas kesehatan melakukan promosi kesehatan

mengenai malaria yang bertujuan untuk pengendalian malaria melalui

penyuluhan, sehingga komplikasi dapat dihindari.

2. Bagi Institusi Pendidikan dan Kedokteran

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan pendekatan yang sama

untuk penelitian analitik tentang hal-hal yang berhubungan dengan

malaria cakupan data dan berdasarkan stratifikasi waktu sehingga

kepustakaan yang lebih banyak untuk tiap variabel.


78

3. Bagi Peneliti

Karena keterbatasan penelitian akibat pandemi COVID-19, maka

diharapkan sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mencari faktor

risiko lain yang berkaitan dengan malaria secara langsung terhadap

masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Koes Irianto. 2014. Epidemologi Penyakit Menular & Tidak Menular.

Bandung : Alfabeta

2. Siregar (2015) Malaria Berat Dengan Berbagai Komplikasi.

www.rp2u.unsyiah.ac.id/index.php/welcome/prosesDownload/4636/4

World Health Organization. Upaya Pengendalian Malaria selamatkan 3,3


juta nyawa. 2013. Terdapat dalam
http://www.voaindonesia.com/content/whoupaya-pengendalian malaria/
1808301 html. Diakses pada Januari 2021

3.

4. World Health Organization. 2010. Global Marlaria Burden. World

Malaria Report.

Kemenkes RI. Buku Saku Menuju Eliminasi Malaria. Jakarta: Ditjen


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; 2011

5.

6. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta:

Kemenkes RI; 2014.

7. Departemen Kesehatan, 2008. Pedoman Penatalaksanaan kasus

malaria di Indonesia

8. Bruce Chwatt, L.J, Black, H.E, Canfield, C.J, Cylde, D.F, Peters,

Chemotheraphy of Malaria, WHO, Geneva, 1986


80

9. Najmah. 2016. Epidemologi Penyakit Menular. Jakarta: CV. Trans Info

Media

10. James Chin Terjemahan Nyoman Kandun. 2012. Manual

Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: CV. Informadika

11. Andi Arsunan Arsin. 2012. Malaria Di Indonesia, Tinjauan Aspek

Epidemiologi. Makassar: Masagena Press

12. Dewi Susana. 2010. Dinamika Penularan Malaria. Jakarta: Universitas

Indonesia (Ui-Press)

13. White, G. B, Coluzzi, Mario, Zahar, A. R & World Health Organization.

(1975)

14. Laihad FJ, Gunawan S, Malaria di Indonesia dalam Malaria :

Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganannya,

dikutip oleh Harijanto P.N, EGC, Jakarta, 2000

15. CDC, Malaria : Anopheles Masquitoes, National Center for Infectious

Diseases, Division of Parasitic Diseases, 2004

16. Depkes RI. 1987. Ekologi Vektor Dan Beberapa Aspek Perilaku.

Direktor Jendral

Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

Pemukiman : Jakarta

17. Harijanto P.N, Gejala Klinik Malaria dalam Malaria : Epidemiologi,

Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganannya, Harijanto P.N,

EGC, Jakarta 2000


81

Tandayu SA. Masalah data malaria di Sulawesi Utara. Dalam: Tambayong


EH, editor. Penanganan Malaria Secara Terpadu. Manado: FK Unsrat,
1993; p.155-63

18. Sutrisna, P. 2004. Malaria Secara Ringkas dari Pengetahuan Dasar

Sampai Terapan. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

19. Suparman E, Tinjauan Kepustakaan : Malaria Pada Kehamilan, Cermin

Dunia Kedokteran No 146, 200

20.

21. Rampengan T.H, Malaria pada Anak dalam Malaria : Epidemiologi,

Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganannya, dikutip oleh

Harijanto P.N, EGC, Jakarta, 2000

22. P.D.Husna, Malaria Serebral (Komplikasi): Suatu Penyakit Imunologis,

http://www.tempo.co.id, diakses Januari 2021

23. Kemenkes RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI

Departemen Kesehatan R.I. 2003. Modul Entomologi Malaria 3. Jakarta:


Ditjen. PPM & PL Departemen Kesehatan R.I

24.

25. Putu S, Malaria Secara Klinis : dari Pengetahuan Dasar Sampai

Terapan,EGC, Jakarta, 2004


82

26. Wita, Pribadi, Sungkar, Saleh, Malaria, Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

27. Gunawan S, Epidemiologi Malaria dalam Malaria : Epidemiologi,

Patogenesis, Manifestasi Klinis, & Penanganannya, dikutip oleh

Harijanto P.N, EGC, Jakarta, 2000

28. Departemen Kesehatan RI. 1999. Modul Epidemiologi Malaria :

Parasitologi

Malaria. Direktorat PPM & PL. Jakarta

29. Depkes RI, Ekologi Vektor dan Beberapa Aspek Perilaku, Direktorat

jenderal PPM dan PLP, Departemen Kesehatan RI, 1987

30. Achmadi, U.F., 2008, Manajemen Berbasis Wilayah, UI Press, Jakarta.

31. Darmadi. 2002. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Lingkungan

Sekitar Rumah

serta Praktik Pencegahan dengan Kejadian Malaria di Desa Buaran

Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara. Semarang: FKM UNDIP.

32. Natalia Diana. Peranan trombosit dalam patogenesis malaria. MKA.

2014; 37(3): 219-25.

33. Laihad F, 2005. Kebijakan Pemberantasan Malaria di Era

Desentralisasi, Ditjen

PPM & PL. Depkes RI

34. Sucipto, C. D. 2015. Manual Lengkap Malaria. Penerbit : Gosyen

Publishing,

Yogyakarta.
83

35. Sutriyawan A. 2017. Analisis Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah

Kerja Puskesmas Sukamerindu Kota Bengkulu. 2016. FKM URI

36. Hermando. 2008. Faktor Risiko Kejadian Malaria Di Wilayah Kerja

Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka

Provinsi Kepulauan Bangka Balitung. Semarang: Program

Pascasarjana Universitas Diponorogo

37. Harijanto. 2000. MALARIA (Epidemologi, Patogenesis, Menifistasi

Klinis & Penanganan). Jakarta: Buku Kedokteran EGC


BAB VII

LAMPIRAN

A. Lampiran 1. Jadwal Penelitian

Kegiatan
No. Tahun 2019 2020 2021
Bulan 3-7 8 9-12 1-2 3-6 7 8-12 1-4 5 6 7 8 9
I Persiapan
1. Pembuatan proposal
2. Seminar Draft Proposal
3. Ujian Proposal
4. Perbaikan Proposal
5. Pengurusan rekomendasi etik
II Pelaksanaan
1. Pengambilan data
2. Membuat Rangkuman Data
3. Pemasukan data
4. Analisa data
5. Penulisan laporan

III Pelaporan
1. Seminar hasil
2. Perbaikan laporan
85

3. Ujian skripsi
B. Lampiran 2. Tim Peneliti dan Biodata Peneliti Utama

1. Daftar Tim Peneliti

No NAMA KEDUDUKAN KEAHLIAN


DALAM
PENELITIAN
1. Kamal Muqtadir Risq Peneliti Utama Belum ada

2. dr. Andi Machmud Rekan Peneliti 1 Dokter, Magister


Rompegading, M.Kes Kesehatan
3. Dr. M. Rio Andita Rekan Peneliti 2 Dokter,

2. Biodata Peneliti Utama

a. Data Pribadi

Nama : Kamal Muqtadir Risq


Tempat, Tanggal Lahir : Sinjai, 09 Oktober 1998
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jln. Beruang 5 No.2A, Labuang Baji,
Mamajang, Kota Makassar, Sulawesi
Selatan
Nomor Telepon/Hp : 085242586695
E-mail : kamalmuqtadirrr@gmail.com
Status : Mahasiswa

b. Riwayat Keluarga
87

Nama Ayah : Kaimuddin, S.H


Nama Ibu : Nuhrianna
Saudara : Annisa Angriani
Aqilah Azzahra

c. Riwayat Pendidikan

Tahun 2004-2010 : SDN 5 Lappa, Kec. Sinjai Utara


Kab. Sinjai
Tahun 2010-2013 : SMPN 1 Sinjai, Kec. Sinjai Utara
Kab. Sinjai
Tahun 2013-2016 : SMAN 1 Sinjai, Kec. Sinjai Utara
Kab. Sinjai
Tahun 2017 : Program Studi Pendidikan Dokter,
Fakultas Kedokteran Universitas
Bosowa

d. Pengalaman Organisasi

1) Bendahara Rover Scout Ambalan 001.002 SMAN 1 Sinjai


2) Staf Sekretaris Badan Eksekutif Mahasiswa Periode
2018/2019

e. Pengalaman Meneliti

Belum ada
C. Lampiran 3. Rencana Biaya Penelitian Dan Sumber Dana

NO ANGGARAN JUMLAH SUMBER


. DANA
1. Biaya administrasi Rp.250.000,-
rekomendasi etik
2. Biaya administrasi Turnitin Rp. 250.000,-
3. Biaya Penggandaan dan Rp. 1.000.000,-
Mandiri
Penjilidan Dokumen
4. Biaya Pulsa Rp. 500.000
5. Biaya ATK Rp. 100.000,-
5. Lain-lain Rp. 250.000,-
TOTAL BIAYA Rp. 2.300.000,-
D. Lampiran 4. Rekomendasi Etik

Anda mungkin juga menyukai