Anda di halaman 1dari 12

1. Mengapa perlu mempelajari karakteristik individu!

Tujuan pertama mempelajari perilaku atau karakteristik individu khususnya dalam


organisasi adalah untuk dapat memahami dan menjelaskan kejadian-kejadian yang terjadi dalam
organisasi. Dengan demikian hal tersebut dapat mengembangkan cara berpikir tentang kejadian-
kejadian di dalam lingkungan organisasi. Memahami perilaku yang terjadi di dalam lingkungan
organisasi saja belum cukup, sehingga tujuan yang kedua mempelajari perilaku individu dalam
organisasi adalah agar dapat meramalkan kejadian- kejadian tersebut.Jika kita menjumpai pola
kejadian yang berulang-ulang dalam organisasi, kita tentu ingin mengidentifikasi kekuatan-
kekuatan dan faktor-faktor kelemahan yang menyebabkan perilaku tertentu terjadi. Hal ini
penting karena dengan demikian kita akan dapat meramalkan apa yang akan terjadi kemudian
hari jika kondisi yang sama muncul, sehingga membuat lingkungan organisasi menjadi lebih
stabil. Selain itu, tujuan yang sangat penting dalam mempelajari perilaku individu organisasi
adalah mengendalikan perilaku-perilaku dalam organisasi. Jika pimpinan organisasi dapat
memahami dan menjelaskan secara seksama perilaku-perilaku yang terjadi dalam organisasi,
maka ia akan dapat menciptakan situasi yang menghasilkan perilaku-perilaku yang diinginkan
dan mengurangi perilaku- perilaku yang tidak diinginkan. Kemampuan kita untuk
mengendalikan moralitas dan perilaku dari anggota organisasi menjadi isu yang sangat penting
pada masa sekarang. Dengan demikian,mempelajari karaktersitik atau perilaku individu itu
sangat penting.

2. Sebutkan dan jelaskan apa saja dasar-dasar dalam karakteristik Individu, dan jelsakan dalam
contoh
a. Karakteristik Biografis

Karakter Biografis merupakan Salah satu faktor penyebab yang erat kaitannya dengan dasar-dasar
prilaku individu adalah karakteristik biografis, antara lain faktor usia, jenis kelamin, status
perkawinan, dan masa kerja dalam organisasi.

1). Usia Dalam suatu organisasi,

usia dan kinerja karyawan merupakan isu yang paling penting mulai abad ini dan seterusnya. Hal
ini disebabkan karena beberapa hal, di antaranya adalah sebagai berikut:

 Terdapat keyakinan bahwa kinerja seseorang cenderung menurun karena usia yang semakin
lanjut. Secara alami dapat dipahami, karena semakin bertambahnya usia seseorang, akan
dibarengi dengan proses penurunan kemampuan fisik. Secara teoritis mungkin kurang referensi
yang membahas tentang hal itu, tetapi kenyataannya dapat dirasakan oleh setiap orang. Apalagi
ditambah dengan beban kerja yang berat dan kurang memperhatikan keselamatan kerja,
mungkin karena terlalu lama duduk dan kurang berolahraga, pengaruh radiasi dan polusi,
pengaruh zat kimia yang digunakan dalam produksi, dan sebagainya. Penurunan kemampuan
fisik ditandai dengan berkurangnya daya lihat, daya dengar, daya refleks, dan daya gerak.
Kesemuanya ini akan berpengaruh terhadap kinerja seseorang.
 Realita menunjukkan bahwa karyawan atau pegawai setiap saat usianya bergerak semakin
menua. Pada posisi usia 55 tahun atau lebih, penurunan kinerja semakin cepat dan sulit
dihindari. Penurunan kinerja bagi angkatan tua ini bukan hanya disebabkan karena
berkurangnya daya fisik, kemampuan jiwa pun cenderung menurun, terutama semangat dalam
merespon perkembangan teknologi. Di samping itu, secara psikologis, pada masa ini ditandai
dengan menurunnya kemampuan saseorang dalam fisik dan psikis. Antara lain menurunnya
kemampuan pendengaran, penglihatan, daya ingat,bahkan pikun seperti kembali ke masa
kanak-kanak. Sementara itu, tugas yang harus dikerjakan pada masa ini adalah lebih
memantapkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama; mampu menyesuaikan diri dengan
penurunan kemampuan; menyesuaikan diri dengan masamasa menjelang pensiun;
menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup; membentuk hubungan dengan orang lain
yang seusia; serta memantapkan hubungan yang harmonis dengan anak, cucu, dan menantu.
Dengan demikian, kemampuan kerja seseorang akan semakin menurun, karena terdapat
pergeseran orientasi hidup.
 Terkait dengan perundang-undangan,misalnya di Amerika terdapat kaidah bahwa dengan
maksud dan tujuan apa pun, melarang perintah pensiun. Dalam arti para pegawai tidak harus
pensiun pada usia 70 tahun. Sedangkan di Indonesia, istilah pensiun lebih banyak dikenal di
lingkungan pegawai negeri sipil, sementara di dunia bisnis (swasta) kurang populer. Keluar dan
masuk sebagai pegawai sangat bervariasi, berhenti karena usia lanjut hanya salah satu dari
sekian banyak penyebab pemberhentian pegawai.
Untuk memahami lebih banyak tentang fenomena pekerja usia lanjut di dunia bisnis,
berikut dikemukakan persepsi pihak perusahaan dan pihak pegawai. Seorang majikan,
mempunyai perasan yang campuraduk berkenaan dengan pegawainya yang telah berusia lanjut.
Dilihat dari sisi positifnya, seorang pegawai yang telah tua membawa sesuatu yang berharga
bagi perusahaan, misalnya memiliki pengalaman di bidang pekerjaan tertentu, memiliki
pertimbangan yang matang, etika kerja yang kuat, dan komitment terhadap mutu yang solid. Di
sisi lain, para pekerja tua dianggap kurang luwes dalam, bekerja dan cenderung menolak
teknologi baru.Pada saatsaat perusahaan akan melakukanseleksi terhadap pegawai yang siap
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi, keberadaan mereka dianggap mengganggu
dan cenderung dibiarkan untuk mengundurkan diri. Sementara itu, terdapat hasil analisis yang
cukup ekstrim di dunia kerja swasta. Para pegawai usia lanjut memiliki kemungkinanyang kecil
untuk berhenti bekerja, walaupun secara teknis kinerja mereka semakin menurun sesuai dengan
alasan yang telah dikemukakan tadi. Dengan kata lain, mereka cenderung bertahan pada
pekerjaannya selama mereka tidak diberhentikan oleh pihak perusahaan(majikan), dengan
alasansebagai berikut:
o Bagi yang masih memerlukan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya,
akan tetap bertahan karena alternatif pekerjaan lain semakin sedikit bagi orang
seusianya.
o Di dunia kerja masih terdapat kaidah bahwa semakin lama masa kerja, upah akan
semakin bertambah dengan adanya peningkatan gaji berkala dan sejenisnya, di samping
memperoleh jaminan kesehatan dan liburan yang semakin panjang serta tunjangan
pensiun yang lebih menarik.

Secara umum, korelasi antara usia tua dengan keabsenan, kepuasan kerja dan
produktivitas berbeda-pendapat. Sebagian berpendapat bahwa tingkat mangkir semakin
menurun karena tingginya komitment kerja, tetapi dapat juga meningkat karena berbagai alasan
kesehatan. Produktivitas juga demikian, mungkin meningkat karena pengalaman dan
keterampilannya, mungkin juga menurun karena berkurangnya kecepatan, kecermatan,
kekuatan dan koordinasi. Dalam hal kepuasan kerja, berbeda antara pegawai yang profesional
dan tidak profesional. Bagi profesional semakin tua semakin banyak memperoleh 34 kepuasan,
karena ukuran kepuasan tidak semata-mata diukur dari sisi keuntungan financial. Sedangkan
bagi yang bukan profesional akan menurun pada usia setengah baya, tetapi meningkat lagi
menjelang tua.

2). Jenis kelamin

Perbedaan jenis kelamin di dunia kerja kurang banyak diperbincangkan, terutama dalam
hal kinerja dan kepuasan kerja. Namun demikian, secara individual merupakan hal yang menarik
untuk dikaji. Menurut hasil penelitian, terdapat sedikit perbedaan antara pria dan wanita dalam
bekerja, dan kadang-kadang perbedaan tersebut tidak nampak sama sekali. Wanita tampak
lebih siap untuk mematuhi wewenang sedangkan pria cenderung lebih agresif. Dalam hal
mencapai keberhasilan kerja pria berkembang lebih luas, sementara wanita agak terbatas.
Perbedaan lain yang sering dijumpai adalah bagi kaum wanita pekerja yang memiliki anak pra
sekolah. Dalam hal memilih jadwal kerja wanita cenderung memilih paruh waktu, jadwal yang
fleksibel, dan menyelesaikan pekerjaan di rumah agar dapat sambil memenuhi tanggungjawab
mereka terhadap keluarga. Dalam hal-hal lain yang bersifat umum, sulit untuk membedakan,
atau tidak ada bukti yang konsisten. Walaupun ada hanya bersifat kasus, tidak berlaku untuk
keseluruhan.

3). Status perkawinan

Berdasarkan hasil penelitian para ahli terhadap karyawan yang sudah menikah, status
perkawinan tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap kinerja secara keseluruhan.Hanya dalam
hal tingkat keabsenan, tingkat pengunduran diri, dan kepuasan kerja terdapat sedikit
perbedaan. Bagi mereka yang sudah menikah, tingkat keabsenan rendah, tingkat pengunduran
diri juga rendah, dan merasa lebih puas dengan pekerjaan dibandingkan dengan kawannya yang
belum menikah. Hal ini diprediksi bahwa perkawinan menuntut tanggungjawab lebih besar
terhadap keluarga, sehingga pekerjaan dipandang sebagai sesuatu yang penting bagi mereka.
Hanya alasan ilmiah yang secara empiris memang tidak jelas, sebab ada kemungkinan terdapat
salah seorang karyawan yang belum menikah lebih rajin bekerja justru menjelang pernikahan.

4). Masa Kerja dalam Organisasi

Menurut para ahli, masa kerja merupakan faktor lain yang akan mempengaruhi
terhadap kinerja seseorang yang menjadi penyebab adanya senioritas. Di dunia kerja, senioritas
dianggap paling memungkinkan sebagai salah satu variabel yang erat hubungannya dengan
produktivitas kerja. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa masa kerja identik dengan pengalaman,
dan pengalaman akan berpengaruh terhadap kinerja dan produktivitas kerja. Masa kerja pun
erat kaitannya dengan tingkat keabsenan, karena masa kerja merupakan variabel penjelas
tunggal yang sangat penting bagi tingkat keabsenan dan pengunduran diri. Para ahli
mengemukakan bahwa perilaku kerja seorang karyawan di masa lalu merupakan indikator
peramalan terbaik untuk memprediksi perilaku di masa depan. Selain itu, perilaku seorang
pegawai di masa lalu menjadi 36 indikator bagi pengunduran diri di masa depan. Dengan
demikian, masa kerja merupakan variabel penting berkaitan dengan tingkat keabsenan dan
perilaku kerja seseorang.

b. Karakteristik Kemampuan
Hal lain yang menjadi bahan pertimbangan dalam mempelajari dasar-dasar perilaku individu
dalam organisasi adalah karakteristik kemampuan. Hal ini sangat penting dalam mendorong
seseorang untuk berprestasi, karena berapa pun besarnya motivasi yang dimiliki, tidak mungkin
melakukan sesuatu dengan baik tanpa ditunjang oleh kemampuan. Secara teoritis kemampuan
adalah kapasitas individu untuk melaksanakan berbagai tugas dalam pekerjaan tertentu.
Kemampuan secara keseluruhan pada hakekatnya tersusun dan ditentukan oleh dua faktor yang
saling menunjang, yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
 Kemampuan Intelektual

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk menjalankan


kegiatan mental. Pada umumnya, test IQ merupakan suatu metode yang dirancang untuk
mengukur dan memastikan kemampuan intelektual umum seseorang. Dimensi kemampuan
intelektual seseorang mencakup hal-hal sebagai berikut:

o Kemampuan Numerik, yaitu kemampuan untuk melakukan penghitungan cepat dan


akurat.
o Pemahaman Verbal, yaitu kemampuan memahami apa yang dibahas atau didengar dan
hubungannya antara kata.
o Kecepatan Perseptual, yaitu kemampuan mengidentifikasi kesamaan dan perbedaan
visual dengan cepat dan akurat.
o Penalaran Induktif, yaitu kemampuan mengidentifikasi rangkaian logis masalah yang
kemudian mampu memecahkan masalah tersebut.
o Penalaran Deduktif, yaitu kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi
argumentasi.
o Visualisasi Ruangan, yaitu kemampuan menggambarkan bagaimana penampakan obyek
tertentu jika posisinya dalam ruangan berubah.
o Memori, yaitu kemampuan mempertahankan dan mengingat kembali pengalaman
masa silam.

Di berbagai organisasi, pekerjaan membebankan tuntutan yang berbeda kepada pelaku


(pekerja) untuk menggunakan kemampuan intelektualnya. Semakin banyak tuntutan pengolahan
informasi dalam suatu pekerjaan, akan semakin banyak membutuhkan kecerdasan dan kemampuan
verbal yang dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut.

Namun demikian perlu digarisbawahi bahwa IQ yang tinggi bukan satu-satunya prasyarat untuk
berprestasi, karena fakta membuktikan bahwa terdapat beberapa jenis pekerjaan yang tidak terlalu
membutuhkan tingkat kecerdasan tinggi, apalagi menghadapi jenis pekerjaan yang rutinitasnya konstan.
Oleh karena itu, tes yang dilakukan untuk memilih pekerja yang cocok untuk suatu pekerajan tertentu
seyogyanya ditujukan kepada dimensi kecerdasan yang sesuai dengan jenis pekerjaan itu. Tentu saja
dengan tidak mengesampingkan indikator kecerdasan intelegensi sebagai unsur kunci dalam proses
wawancara.

Dilema utama yang dihadapi para manajer dalam menggunakan tes kemampuan mental untuk
seleksi, promosi, pelatihan, dan keputusan personalia adalah bahwa ujian itu mungkin berdampak
negatif kepada kelompok-kelompok ras dan etnis tertentu. Salah satu cara untuk menghindari hal itu,
dalam proses seleksi diperlukan adanya pertimbangan terhadap human capital dan social capital, agar
kemampuan intelektual tidak menjadi satu-satunya prasyarat untuk diterima sebagai pegawai.
Perkembangan selanjutnya, pemahaman terhadap kemampuan intelegensi melebar ke beberapa aspek
lain, yakni kecerdasan kognitif, sosial, emosi, dan budaya.

Kecerdasan kognitif meliputi bakat yang sudah lama ditemukan oleh tes-tes intelegensi
tradisional. Kecerdasan sosial meliputi kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain secara
efektif, Kecerdasan emosi mencakup kemampuan untuk mengidentifikasi, memahami, dan mengelola
emosi, Kecerdasan budaya adalah kesadaran atas keberagaman antar kebudayaan dan kemampuan
untuk menjalankan fungsi secara sukses dalam situasi lintas budaya.

c. Kemampuan Fisik

Kemampuan fisik adalah kemampuan seorang karyawan dalam menjalankan tugas yang menuntut
stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik-karakteristik serupa. Kemampuan intelektual besar
peranannya dalam memproses informasi guna menunjang prestasi kerja yang kompleks. Sedangkan
kemampuan fisik khusus bermakna penting bagi keberhasilan menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang
kurang menuntut keterampilan dan pekerjaan yang lebih standar. Misalnya pekerjaan-pekerjaan yang
menuntut stamina prima, kecekatan fisik, kekuatan tungkai, atau bakat- 39 bakat serupa yang menuntut
manajemen untuk mengenali kapabilitas fisik seorang karyawan/pegawai.
Menurut hasil penelitian para ahli, terdapat sembilan kemampuan fisik dasar yang banyak
diperlukan di dunia kerja. Kesembilan kemampuan fisik dasar tersebut meliputi beberapa faktor, yaitu
sebagai berikut:

1) Faktor-faktor kekuatan

a) Kekuatan Dinamik, yaitu kemampuan memanfaatkan otot secara berulang-ulang atau terus-
menerus dalam waku tertentu.

b) Kekuatan otot bawah, kemampuan memanfaatkan kekuatan otot bagian bawah tubuh (terutama
otot perut).

c) Kekuatan Statis, kemampuan memanfaatkan kekuatan untuk membendung obyek-obyek


eksternal.

d) Kekuatan Eksplosif, kemampuan memanfaatkan energi maksimum dalam satu atau serangkaian
kegiatan eksplosif.

2) Faktor-faktor Fleksibilitas

a) Fleksibilitas Jangkauan, yaitu kemampuan menggerakkan otot-otot bawah atau belakang sejauh
mungkin.

b) Fleksibilitas Dinamik, kemampuan melakukan gerakan-gerakan meregang cepat dan berulang-


ulang.

3) Faktor-faktor Lain

a) Koordinasi tubuh, kemampuan mengkoordinasikan tindakan-tindakan simultan anggota-anggota


tubuh berbeda.

b) Keseimbangan, kemampuan menjaga keseimbangan meski terdapat kekuatan yang berupaya


menggoyahkan.

c) Stamina, kemampuan mengerahkan upaya maksimum yang mensyaratkan upaya terus-menerus.

Secara psikologis manusia adalah makhluk yang unik, karena terdapat perbedaan dalam persamaan.
Pada diri setiap individu manusia, terdapat beberapa aspek yang sama, misalnya sama-sama memiliki
pancaindera, jasad dan ruh, kemampuan berpikir dan mencipta, berkeinginan dan memiliki motivasi,
sistem anatomi tubuh yang sama, dan sebagainya. Namun dalam kesamaan tersebut terdapat
perbedaan yang sangat nyata, antara lain minat, bakat, dan kemampuan. Dengan demikian, dari
serangkain bentukbentuk kemampuan yang diuraikan di atas, masing-masing individu memiliki kadar
yang berbeda.

Dalam hal pencapaian tujuan organisasi yang ditopang oleh kinerja pegawai, berbagai jenis
kemampuan individu baik kemampuan intelektual maupun kemampuan fisik belum menjadi jaminan.
Karena masih bergantung kepada keterampilan para manajer dalam mengelola sumber daya tersebut.
Setiap kemampuan masing-masing individu harus diselaraskan dengan jenis pekerjaan yang menuntut
keterampilan tertentu.

d. Kesesuaian Pekerjaan dengan Kemampuan

Untuk menjelaskan dan memperkirakan prilaku orangorang yang bekerja dalam organisasi, selain
memahami kemampuan intelegensi dan fisik masih diperlukan analisa terhadap kesesuaian pekerjaan
dengan kemampuan yang dimiliki karyawan. Berdasarkan kenyataan yang menunjukkan bahwa
kemampuan setiap individu berbeda-beda, maka para manajer dituntut untuk mampu menyesuaikan
beban kerja dengan kemampuan masing-masing pegawai. Apabila terdapat kesesuaian di antara
keduanya, sudah dapat diprediksi bahwa kinerja pegawai akan baik dan memuaskan.

Apabila ternyata kesesuaian antara kemampuan dan pekerjaan tersebut buruk, maka prediksi yang
kita perkirakan adalah kegagalan dalam menjalankan pekerjaan. Sebagai contoh, apabila seorang
pegawai ditugaskan untuk mengolah kata (membuat laporan, deskripsi, teks iklan, brosur. dsb),
sedangkan orang tersebut tidak memiliki keterampilan itu maka pekerjaan tersebut dipastikan akan
gagal. Efek lain yang akan terjadi, pegawai yang bersangkutan tidak akan memperoleh kepuasan kerja,
bahkan mungkin dirinya merasa tersiksa secara psikologis, dan akhirnya akan memperlihatkan perilaku
yang tidak dikehendaki organisasi. Akibat yang paling patal adalah terjadinya stres kerja atau frustasi
sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan.kesesuaian antara kemampuan dan pekerjaan tersebut
buruk, maka prediksi yang kita perkirakan adalah kegagalan dalam menjalankan pekerjaan. Sebagai
contoh, apabila seorang pegawai ditugaskan untuk mengolah kata (membuat laporan, deskripsi, teks
iklan, brosur. dsb), sedangkan orang tersebut tidak memiliki keterampilan itu maka pekerjaan tersebut
dipastikan akan gagal. Efek lain yang akan terjadi, pegawai yang bersangkutan tidak akan memperoleh
kepuasan kerja, bahkan mungkin dirinya merasa tersiksa secara psikologis, dan akhirnya akan
memperlihatkan perilaku yang tidak dikehendaki organisasi. Akibat yang paling patal adalah terjadinya
stres kerja atau frustasi sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan.

Teori Pembelajaran c.Kepribadian

Kepribadian merupakan terjemahan dari personality, berasal dari bahasa Latin yang dapat
ditafsirkan sebagai suatu perwujudan dari prilaku seseorang yang sebenarnya (substansi) atau yang
tidak sebenarnya (memakai topeng). Menurut Mangkunegara, kepribadian adalah keseluruhan dari
prilaku individu yang sangat menentukan dirinya secara khas dalam menyesuaikan diri atau berinteraksi
dengan situasi atau lingkungannya.

Selanjutnya Robbins mengemukakan tentang penentupenentu kepribadian, antara lain ditentukan


oleh faktor keturunan dan lingkungan. Keturunan, merujuk kepada faktor-faktor yang ditentukan sejak
lahir. Ukuran fisik, daya tarik wajah, jenis kelamin, temperamen, komposisi dan refleksi otot, level
energi, serta ritme biologis adalah karakteristik umum yang dianggap sebagai faktor yang
mempengaruhi kepribadian seseorang. Bukti terakhir dari hasil penelitian yang mendukung teori ini
diperoleh fakta bahwa ciri-ciri seperti rasa malu, takut, dan sedih besar kemungkinan disebabkan oleh
karakteristik genetik yang diwariskan. Lingkungan, faktor lain yang memberikan tekanan terhadap
terbentuknya kepribadian adalah kebudayaan di mana seseorang dibesarkan. Pengkondisian awal,
norma yang berada di tengah-tengah keluarga, teman, dan kelompok sosial, serta pengaruh-pengaruh
lain yang dialami. Faktorfaktor ini diakui memiliki pengaruh penting terhadap pembentukan kepribadian
seseorang.

Menurut Mangkenegara (2005:6), kepribadian terbentuk karena berbagai faktor secara menyeluruh.
Oleh karena itu keliru apabila ada yang menyatakan bahwa kepribadian semata-mata hasil kebudayaan
saja, atau sematamata hanya karena ditentukan faktor jasmani saja. Dengan demikian, terbentuknya
kepribadian seseorang dipengaruhi banyak faktor yang satu sama lain saling melengkapi. Faktorfaktor
tersebut antara lain sebagai berikut:

a). Hasil Kebudayaan

Hasil kebudayaan dapat diperhatikan pada sifat-sifat dan kebiasaan seseorang yang berasal dari
suatu daerah tertentu. Apabila diamati, orang yang berasal dari daerah yang sama cenderung memiliki
kesamaan dalam sikap dan prilakunya, demikian juga kepribadiannya.

b). Jasmaniah

Struktur jasmaniah diyakini berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seseorang. Namun


demikian erat juga kaitannya dengan faktor mental, terbukti bahwa apabila seseorang mengalami sakit
(jasmani), ia akan merasa tidak enak makan, kurang nyenyak tidur, cemas, gelisah, bahkan merasa
khawatir.

c). Jumlah sifat/ciri kepribadian

Sifat-sifat atau ciri-ciri kepribadian seperti periang, pemarah, pemalu, sombong, cerdik, pandai
bergaul, luwes, alim, dan bijaksana merupakan ciri yang mudah dikenali oleh orang lain. Di samping itu,
tampak pula ciriciri atau sifat-sifat sebaliknya, seperti sombong, pemarah, licik, ingin menang sendiri dan
yang lainnya. Namun perlu dipahami bahwa ciri-ciri dan sifat-sifat tersebut tidak secara absolut
merupakan kepribadian, karena munculnya sifat tersebut bertautan dengan faktor lainnya. Dengan
demikian, keliru apabila kepribadian diartikan sebagai sejumlah sifat atau ciri kepribadian.

d). Turunan

Senada dengan pendapat Robbins, bahwa keturunan pun ikut mempengaruhi terhadap
terbentuknya kepribadian seseorang. Horton beranggapan bahwa kepribadian dipengaruhi oleh
keturunan (heriditas). Bahkan ada yang berpendapat bahwa keturunan sudah ditentukan sebelum ia
dilahirkan, artinya ketika ia dilahirkan telah membawa sifat-sifat kepribadian berdasarkan keturunannya.
E). Lingkungan

John Locke, salah seorang pakar psikologi berpendapat bahwa perkembangan kepribadian
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan (empirisme). Bahkan menolak paham tentang pembawaan,
menurut pandangan ini bakat tidak berpengaruh sama sekali.
Berdasarkan uraian di atas, kepribadian seseorang tidak dibentuk secara sederhana, melainkan
banyak faktor yang mempengaruhinya, sehingga dalam diri seseorang terdapat pertautan secara sinergis
dan terpadu yang akan direfleksikan dalam wujud kepribadian. Kepribadian dimaksud, mencakup hal-hal
yang bersifat jasmaniah dan rohaniah secara terpadu. Sedangkan dalam ajaran Islam, antara bakat
(pembawaan) dan pengaruh lingkungan merupakan dua kekuatan yang saling melengkapi.

e. Pembelajaran

Definisi pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relative permanent yang terjadi
sebagai hasil dari pengalaman.

Komponen pembelajaran terdiri dari:


 pembelajaran melibatkan perubahan menjadi baik atau buruk
 perubahan itu harus relative permanent
 perubahan tindakan/perilaku

a. Pengkondisian klasik  respon terkondisi melibatkan pembinaan ikatan antara


rangsangan terkondisi dengan rangsangan tak terkondisi
b. Pengkondisian operan  Perilaku sukarela atau yang dipalajari sebagai lawan dari
perilaku refleksif atau tak dipelajari. (ex. Reward and punishment)
c. Pembelajaran social  manusia dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman
langsung. Terdapat empat proses yang menentukan pengaruh model pada individu, yaitu :
proses perhatian, proses retensi, proses reproduksi motor, proses penguatan.

Dengan memahami teori pembelajaran, maka akan dapat dilakukan upaya untuk membentuk
perilaku individu.Adapun metode-metode Pembentukan perilaku
a. penguatan positif : respon dengan sesuatu yang menyenangkan
b. penguatan negative : bila tanggapan diikuti oleh penghentian atau penarikan kembali
sesuatu yang tidak menyenangkan

Penguatan positif dan negative memberikan hasil dalam proses belajar, memungkinkan
terjadinya pengulangan.
c. hukuman : mengakibatkan kondisi yang tidak menyenangkan dalam upaya untuk
menyingkirkan perilaku yang tidak diinginkan.
d. Pemusnahan : menghapuskan penguatan apa saja yang mempertahankan perilaku
tertentu.Hukuman dan pemusnahan dapat melemahkan perilaku dan cenderung
mengurangi frekuensi selanjutnya.

Jadual Penguatan
Proses penguatan dapat dilakukan secara berkesinambungan atau berkala
 Penguatan Berkesinambungan : perilaku yang diinginkan diperkuat setiap saat perilaku
itu dijalankan
 Penguatan Berkala : perilaku yang dinginkan diperkuat secara cukup sering untuk
membuat perilaku tersebut layak diulangi namun tidak setiap saat ketika perilaku itu
dijalankan

3. Sebutkan dan jelaskan apa saja yang dibahas dalam keterhubungannya antara karakteristik
Individu dengan pekerjaan! Berikan contoh dalam menjelskannya!

1). Karakteristik Biografis

a. Usia

 Hubungan Usia dengan Kinerja

Terdapat keyakinan bahwa kinerja seseorang cenderung menurun karena usia yang semakin lanjut.
Secara alami dapat dipahami, karena semakin bertambahnya usia seseorang, akan dibarengi dengan
proses penurunan kemampuan fisik. Secara teoritis mungkin kurang referensi yang membahas tentang
hal itu, tetapi kenyataannya dapat dirasakan oleh setiap orang. Apalagi ditambah dengan beban kerja
yang berat dan kurang memperhatikan keselamatan kerja, mungkin karena terlalu lama duduk dan
kurang berolahraga, pengaruh radiasi dan polusi, pengaruh zat kimia yang digunakan dalam produksi,
dan sebagainya. Penurunan kemampuan fisik ditandai dengan berkurangnya daya lihat, daya dengar,
daya refleks, dan daya gerak. Kesemuanya ini akan berpengaruh terhadap kinerja seseorang.

 Hubungan Usia dengan Turnover


Hal ini dapat dipahami dengan kasus bahwa semakin tua makin kecil kemungkinan untuk
berhenti bekerja. Hal ini dikarenakan makin sedikitnya kesempatan alternatif pekerjaan lain,msa
kerja yang lebih panjang cenderung upah yang lebih tinggi,dan mendapatkan tunjangan yang
lebih menarik.
 Hubungan Usia dengan Kemangkiran
Semakin Tua maka tingkat keabsenan akan semakin rendah, namun tidak selalu demikian, karyawan
tua mempunyai tingkat keabsenan dapat dihindari lebih rendah disbanding yang muda, namun
karyawan tua mempunya tingkat kemangkiran tak terhindarkan lebih lebih tinggi.
 Hubungan Usia dengan Produktivitas
Sebagian berasumsi bahwa semakin bertambahnya usia maka produktivitas akan menurun, namun
tidak kajian lain menyatakan bahwa antara usia dan kinerja tidak ada hubungan, sebab usia yang
bertambah biasanya akan dapat ditutupi dengan pengalaman  yang cukup lama.
 Hubungan Usia dengan Kepuasaan Kerja
Sebagian penelitian menunjukkan hubungan positif antara bertambahnya usia dengan kepuasan
kerja sampai pada umur 60 tahun, namun sebagian penelitian mencoba memisahkan antara karyawan
professional dengan non profesional, bahwa karyawan yang profesional kepuasannya akan terus
menerus meningkat seiring bertambahnya usia, dan karyawan yang non profesional merosot selama
usia setengah baya dan kemudian naik lagi pada tahun-tahun berikutnya.
b. Jenis Kelamin
 Hubungan Jenis Kelamin dengan Pekerjaan
Dari segi jenis kelamin, umumnya tidak ada perbedaan yang konsisten antar pria dan wanita dalam
hal kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas,
produktivitas pekerjaan, kepuasan kerja, atau kemampuan belajar. Namun hasil studi menunjukkan
bahwa wanita lebih bersedia mematuhi wewenang dibandingkan pria yang lebih agresif dan lebih besar
kemungkinannya dalam memiliki pengharapan untuk sukses, namun tetap saja perbedaannya
kecil.Biasanya, yang membuat ada perbedaan adalah karena posisi wanita sebagai ibu yang juga harus
merawat anak-anaknya. 'ni juga yang mungkin menimbulkan anggapan bahwa wanita lebih sering
mangkir daripada pria. Jika anak-anak sakit, tentulah ibu yang akan merawat dan menemani dirumah
C. Status Perkawinan
 Hubungan Status Perkawinan dengan Pekerjaan
Hasil riset menunjukkan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami
pergantian yang lebih rendah, dan lebih puas terhadap pekerjaan mereka. $engan adanya perkawinan,
karyawan memiliki peningkatan tanggung jawab yang besar seperti memiliki pekerjaan tetap atau
kehidupan yang mapan.
D. Masa Kerja
 Hubungan Masa Kerja dengan Pekerjaan
Karyawan yang telah menjalankan suatu pekerjaan dalam masa tertentu produktivitas dan
kepuasannya akan meningkat, sementara tingkat kemangkiran berkurang dan kemungkinan keluar
masuk karyawan lebih kecil. asa kerja adalah peramal yang cukup baik mengenaike#enderungan
karyawan seperti diatas
2). Karakteristik Kemampuan
 Hubungan Kemampuan dengan Pekerjaan
Kemampuan sangat dibutuhkan dalam pekerjaan baik itu kemampuan intelektual maupun
kemampuan fisik. Agar kinerja yang baik dapat dicapai, kesesuaian antara pekerjaan dengan
kemampuan yang dimiliki karyawan sangat penting. Apabila karyawan kekurangan
kemampuan yang disyaratkan, kemungkinan besar mereka akan gagal. Jika karyawan
memiliki kemampuan tambahan yang tidak disyaratkan dalam pekerjaan, tentu hal tersebut
dapat menjadi nilai tambah. Namun jika jumlah kelebihan jauh melampaui apa yang
dibutuhkan pekerjaan, akan ada ketidakefisienan organisasional dan kepuasan.
3). Kepribadian
 Hubungan Kepribadian dengan Pekerjaan
Kepribadian seseorang sangat menentukan kualitas pekerjaannya. Sebagai contoh, jika kita
terbiasa bangun siang daan begadang, maka itu akan sangat mempengaruhi kualitas kerja kita. Kita
akan datang terlambat ke teempat kerja, daan tidak bisa berkonsentrasi dalam bekerja karena
ngantuk yang terlalu berat. Ada juga orang yang terbiasa bekerja karena mengharap imbalan. Itu
juga sangat mempengaruhi kualitas kerjanya. Ia tidak akan pernah ikhlas dalam melakukan
pekerjaan, sehingga karya yang dihasilkan tidak begitu maksimal.
4). Pembelajaran
 Hubungan Pembelajaran dengan Pekerjaan
Adanya pembelajaran yang berupa pengalaman sangat dibutuhkan dalam dunia kerja. Contohnya,
seseorang yang memiliki banyak pengalaman cenderung memiliki pola kerja yang baik dan teratur
karena didasarkan pada adanya pengalaman yang sudah dilewati

Anda mungkin juga menyukai