Anda di halaman 1dari 15

Pengaruh Dasar Perilaku Individu terhadap Perilaku Organisasi

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Made Sudarma, SE., MM., Ak.

Disusun Oleh:

Nurul Izzah 185020300111016

Suciati Hanung Pangestu 185020300111025

Fadiel Hidayat 185020300111041

Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya
Malang
2019
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Pada dasarnya tiap-tiap individu memiliki kebiasaan atau perilaku yang
berbeda-beda dalam berorganisasi, perbedaan perilaku tiap individu dalam
berorganisasi dapat disebabkan oleh sejumlah faktor penting, yaitu persepsi
individu, sikap individu, kepribadian individu dan pembelajaran individu. Selain
itu juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu masing-masing lingkungan
individu yang berbeda, serta dipengaruhi oleh faktor internal yaitu proses mental.

Karakteristik yang dipunyai oleh individu akan dibawa-nya manakala


individu tersebut memasuki lingkungan baru yaitu oragnisasi atau yang lainnya.
Selain itu, intelegensi juga merupakan salah satu karakteristik yang dibawa
individu saat bergabung ke dalam suatu organisasi. Ilmu-ilmu yang mempelajari
perilaku individu antara lain, sosiologi, psikologi, psikologi sosial, antropologi,
serta ilmu politik.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Septhen P. Robbins (1986) sangat


penting membahas dasar-dasar perilaku individu dalam berorganisasi, dengan
tujuan menerapkan pengetahuan yang didapat untuk meningkatkan efektivitas
organisasi. Dasar-dasar perilaku individu, dipengaruhi mulai dari karakteristik
biografis individu, kemampuan individu, kepribadian individu, serta pengetahuan
atau pembelajaran individu tersebut.

Kata kunci: dasar-dasar perilaku individu, karakteristik biografis individu,


kemampuan individu, kepribadian individu, serta pengetahuan atau pembelajaran
individu.
PEMBAHASAN

1. Karakteristik Biografis Individu

Merupakan karakteristik pribadi yang dapat diperoleh dalam berkas


personalia dari seorang karyawan seperti usia, jenis kelamin, status kawin,
jumlah tanggungan dan masa kerja.

a. Usia

Hubungan antara usia dengan prestasi kinerja seseorang diperkirakan akan


menjadi isu yang penting dimasa medatang. Hal tersebut disebabkan setidaknya,
oleh 3 alasan:
 Keyakinan yang meluas bahwa kinerja merosot seiring dengan usia
 Realita bahwa angkatan kerja menua
 Mulai adanya perundang-undangan yang melarang segala macam bentuk
pensiun yang bersifat perintah.
Namun, isu-isu tersebut tidak diperhatikan karena usia mempunyai
hubungan positif dengan tingkat keluar masuknya pegawai, produktifitas dan
kepuasan kerja. Semakin tua usia, semakin kecil untuk keluar dari suatu
perusahaan, semakin produktif dan semakin menikmati kepuasan akan pekerjaan.
Tetapi usia berbanding terbalik dengan tingkat kemungkinan walaupun tidak
mutlak. Riset terakhir menemukan bahwa umur dan kinerja tidak memiliki
hubungan. Mc Donald yang mengerjakan karyawan yang sudah berumur di atas
55 tahun ternyata kinerja mereka tidak kalah dengan yang lebih muda.
Keyakinan bahwa makin tuanya sesorang produktivitasnya mersosot, tidak
selalu terbukti. Karyawan tua mempunyai tingkat kemangkiran-yang dapat
dihindari-yang lebih rendah dari karyawan muda. Makin tua semakin kecil
kemungkinan berhenti dari pekerjaan, karena;
semakin terbatasnya pekerjaan alternatif.
Masa kerja yang lebih panjang, berdampak pada tingkat imbalan yang
lebih baik.
Semakin bertambahnya usia, kepuasan meningkat untuk karyawan
profesional, dan diantara non profesional merosot selama setengah baya, dan naik
lagi pada tahun-tahun yang lebih belakangan
b. Jenis Kelamin
Dari segi jenis kelamin, umumnya tidak ada perbedaan yang konsisten
antara pria dan wanita dalam hal kemampuan memecahkan masalah, keterampilan
analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas, produktivitas pekerjaan,
kepuasan kerja atau kemampuan belajar. Namun hasil studi menunjukkan bahwa
wanita lebih bersedia mematuhi wewenang, dibandingkan pria yang lebih agresif
dan lebih besar kemungkinannya dalam memiliki pengharapan untuk sukses,
namun tetap saja perbedaannya kecil.
            Biasanya, yang membuat adanya perbedaan adalah karena posisi wanita
sebagai ibu yang juga harus merawat anak-anaknya. Ini juga yang mungkin
menimbulkan anggapan bahwa wanita lebih sering mangkir daripada pria. Jika
anak-anak sakit, tentulah ibu yang akan merawat dan menemani dirumah.

c. Status Perkawinan dan Jumlah Tanggungan


Hasil riset menunjukkan bahwa pegawai yang sudah berkeluarga tingkat
absennya lebih rendah dan juga mengalami pergantian yang rendah serta
cenderung lebih puas dari pada yang belum berkeluarga. Tidak ada cukup bukti
dari hasil riset bahwa efek perkawinan memiliki dampak produktivitas.
Nirman (1999) menulis bahwa tidak ada informasi yang cukup signifikan
tentang hubungan antara jumlah tanggungan seseorang dengan produktivitasnya.
Tetapi, jumlah anak yang dimiliki oleh pekerja berhubungan erat dengan tingkat
absensi dan kepuasan kerjanya.

d. Masa Kerja

Masa kerja adalah peramal yang cukup baik mengenai kecenderungan


karyawan seperti Karyawan yang telah menjalankan suatu pekerjaan dalam masa
tertentu, produktivitas dan kepuasannya akan meningkat, sementara tingkat
kemangkiran berkurang  dan kemungkinan keluar masuk karyawan lebih kecil.
            Masa kerja juga tidak mempunyai alasan bahwa karyawan yang lebih lama
bekerja (senior) akan lebih produktif dari pada yang junior. Senioritas/masa kerja
berkaitan secara negatif dengan kemangkiran dan dengan tingkat turnover.
Berikut ilustrasinya :
 Masa kerja tinggi = tingkat absensi dan turnover rendah
 Masa kerja rendah = tingkat absensi dan turnover tinggi
Kedua hal di atas berkaitan secara negatif
 Masa kerja tinggi = kepuasan kerja tinggi
 Masa kerja rendah = kepuasan kerja rendah
Kedua hal di atas berkaitan secara positif

2. Kemampuan Individu
Kemampuan adalah suatu kapasitas yang dimiliki seorang individu untuk
mengerjakan berbagai tugas suatu pekerjaan (Robbins, 2001). Ada dua jenis
kemampuan, yaitu:

a. Kemampuan Intelektual
Kemampuan intelektual, berupa kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan
kegiatan mental, seperti kemahiran berhitung, pemahaman verbal, kecepatan perseptual,
penalaran induktif, penalaran diduktif, visualisasi ruang, dan ingatan. Robbins (2001)
mencatat 7 (tujuh) dimensi yang membentuk kemampuan intelektual, yakni:
 Kecerdasan numerik adalah kemampuan berhitung dengan cepat dan tepat,
 Pemahaman verbal, yaitu kemampuan memahami apa yang dibaca atau
didiengar,
 Kecepatan perseptual, yaitu kemampuan mengenal kemiripan dan
perbedaan visual dengan cepat dan tepat,
 Penalaran induktif adalah kemampuan mengenal suatu urutan logis dalam
satu masalah dan pemecahannya,
 Penalaran deduktif adalah kemampuan menggunakan logika dan menilai
implikasi dari suatu argument,
 Visualisasi ruang, yaitu kemampuan membayangkan bagaimana suatu
obyek akan tampak seandainya posisi dalam ruang diubah,
 Ingatan, yaitu kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman
masa lalu.
Beberapa profesi yang erat kaitannya dengan kemampuan intelektual
diantaranya adalah akuntan, periset.

b. Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik merupakan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas
yang menuntut daya stamina, kecekatan dan keterampilan. Penelitian terhadap
berbagai persyaratan yang dibutuhkan dalam ratusan pekerjaan telah
mengidentifikasi sembilan kemampuan dasar yang tercakup dalam kinerja dari
tugas-tugas fisik, yaitu yaitu kekuatan dinamis, kekuatan tubuh, kekuatan statis,
kekuatan eksplosif, fleksibilitas luas, fleksibilitas dinamis, koordinasi tubuh,
keseimbangan dan stamina. Setiap individu memiliki kemampuan dasar tersebut
secara berbeda-beda. Kemampuan intelektual berperanan besar dalam pekerjaan
yang rumit, sedangkan kemampuan fisik hanya menguras kapabilitas fisik.

3. Kepribadian
Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep
dinamis yang mendeskripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem
psikologis seseorang. Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat
oleh Gordon Allport hampir 70 tahun yang lalu. Ia mengatakan bahwa
kepribadian adalah “organisasi dinamis dalam suatu sistem psikofisiologis
individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap
lingkungannya.” Kepribadian juga dapat diartikan keseluruhan jumlah total dari
cara-cara dalam mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang
lain.
sesuatu yang terdapat dalam diri individu yang membimbing dan memberi arah
kepada seluruh tingkah laku individu yang bersangkutan.
 Menurut Umar Nimran, kepribadian adalah keseluruhan cara bagaimana
individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain yang digambarkan
dalam bentuk sifat-sifat yang dapat diukur dan dilihatkan seseorang.
 Menurut Robbins, kepribadian itu sebagai total dari cara-cara dimana
seseorang/individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain, yang
digambarkan dalam bentuk sifat-sifat yang dapat diukur dan dapat
diperlihatkan.
 Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, mendefinisikan kepribadian
sebagai gabungan dari ciri fisik dan mental yang bersifat tetap yang
memberi identitas pada seseorang/individu.

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepribadian seseorang menurut


Robbins disebutkan ada tiga, yaitu:

 Faktor Keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetis seorang individu. Tinggi fisik,
bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi dan
irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya dianggap, entah
sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa orang tua, yaitu
komposisi biologis, psikologis dan psikologis bawaan mereka. Pendekatan
keturunan berpendapat bahwa penjelasan pokok mengenai kepribadian seseorang
adalah struktur molekul dari gen yang terdapat dalam kromosom.
Terdapat tiga dasar penelitian berbeda yang memberikan sejumlah
kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting
dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada
penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua
berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga
meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai
situasi.

 Faktor Lingkungan
Faktor lain yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap pembentukan
karakter kita adalah lingkungan dimana kita tumbuh dan dibesarkan; norma
dalam keluarga, teman-teman, dan kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain
yang kita alami. Faktor-faktor lingkungan ini memiliki peran dalam membentuk
kepribadian kita.

 Faktor Situasi
Faktor lainnya adalah situasi. Ini berarti, kepribadian sesorang yang
banyak ditentukan oleh bawaan lahir, lingkungan yang relatif stabil, akan dapat
berubah karena adanya kondisi situasi tertentu yang berubah.
Robbins (2001) mencatat 16 ciri-ciri kepribadian sebagai sumber prilaku yaitu
sebagai berikut :
a) Pendian vs Ramah
b) Kurang Cerdas vs Cerdas
c) Emosi Labil vs Emosi mantap
d) Mengalah vs Dominan
e) Serius vs Senang-Senang
f) Kompromis vs Hati-Hati
g) Mali-Malu vs Petualang
h) Keras Hati vs Peka
i) Percaya vs Curiga
j) Praktis vs Imajinatif
k) Terus terang vs Lihai
l) Percaya Diri vs Takut-takut
m) Konservatif vs Suka bereksperimen
n) Bergantung Kelompok vs Mandiri
o) Tak Terkendali vs Terkendali
p) Santai vs Tegang

a. Tipe-tipe Kepribadian
Holland dalam Haryono (2001) memformulasikan tipe-tipe kepribadian sebagai
berikut:
 Tipe Realistik
Mereka yang berada area ini adalah cenderung sebagai orang yang memiliki
keengganan sosial, agak pemalu, bersikap menyesuaikan diri, materialistik,
polos, keras hati, praktis, suka berterus terang, asli, maskulin dan cenderung
atletis, stabil, tidak ingin menonjolkan diri, sangat hemat, kurang berpandangan
luas dan kurang mau terlihat.

 Tipe Investigatif
Mereka yang berada dalam tipe ini cenderung berhati-hati, kritis, ingin tahu,
mandiri, intelektual,instropektif, introvert, metodik, agak pasif, pesimis, teliti,
rasional, pendiam, menahan diri dan kurang populer.
 Tipe Artistik
Orang-orang yang masuk dalam tipe ini cenderung untuk memperlihatkan
dirinya sebagai orang yang “agak sulit” (complicated), tidak teratur, emosional,
tidak materaialistik, idealistis, imaginitif, tidak praktis, impulsif, mandiri,
instropektif, intuitif, tidak menyesuaikan diri dan orisinil/asli.
 Tipe Sosial
Mereka yang tergolong dalam tipe sosial ini cenderung untuk memperlihatkan
dirinya sebagai orang yang suka kerjasama, suka menolong, sopan santun,
murah hati, agak konservatif, idealistis, persuasif, bertanggung jawab, bersifat
sosial, bijaksana dan penuh pengertian.
 Tipe Enterprising
Mereka yang masuk dalam tipe ini cenderung memperlihatkan dirinya sebagai
orang yang gigih mencapai keuntungan, petualang, bersemangat (ambisi),
argumentatif, dominan, energik, suka menonjolkan diri, suka spekulasi dan
membujuk, impulsif, optimis, pencari kesenangan, percaya diri, sosial dan suka
bicara.
 Tipe Kovensional
Mereka yang masuk dalam tipe ini adalah orang-orang yang mudah
menyesuaikan diri, teliti, dipensif, efesien, kurang fleksibel, pemalu, patuh,
sopan santun, teratur dan cenderung rutin, keras hati, praktis, tenang, kurang
imajinasi dan kurang mengontrol diri.
The Big Five Model (Model 5 besar)
a. Ekstraversi (Extraversion), mudah bergaul,banyak bicara, tegas, percaya
diri.
b. Sifat menyenangkan (Agreeableness), baik budi, kooperatif, dapat
dipercaya,perhatian
c. Sifat mendengarkan kata hati (Conscientiousness), bertanggung jawab,
pekerja keras, ulet dan memiliki N-Ach (needs of achievement) tinggi
d. Stabilitas emosi (Emotional Stability), tenang, aman, tidak khawatir.
e. Terbuka pada pengalaman (Openness to Experience ), imajinatif,
responsif, kreatif, intelek, fleksibel

Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)


Introvert (I)
Tipe Interaksi Sosial Ekstrovert (E)

Sensing (S)
Dalam Memperoleh Intuitive (N)
Informasi

Feeling (F)
Dalam Membuat Thinking (T)
Keputusan

Perceptive (P)
Gaya Pengambilan Judgemental (J)
Keputusan

INTJ = visionaris
ESTJ = Pengorganisasi
ENTP = penggagas

Atribut Kepribadian Dalam Organizational Behavior


 Lokus Kendali merupakan kendali individu atas pekerjaan mereka dan
kepercayaan mereka terhadap keberhasilan diri
 Machiavelianisme didefinisikan sebagai sebuah proses di mana seseorang
yang memanipulasi memperoleh semacam penghargaan (reward) yang
lebih daripada apa yang seharusnya dia peroleh jika tanpa melakukan
manipulasi, sedangkan seseorang yang lain mendapatkan penghargaan
yang lebih sedikit (Christie dan Geis, 1970, p. 106).
 Mengambil Risiko adalah suatu kepribadian yang mengukur dampak
berapa lama manajer perlu waktu dalammengambil keputusan dan
beberapa informasi yang mereka perlukan sebelum mengambil keputusan.
 Otoriter bentuk organisasi sosial yang ditandai dengan penyerahan
kekuasaan penuh.
 Pemantauan Diri suatu ciri kepribadian yang mengukur kemampuan
seorang individu untuk menyesuaikan perilakunya pada faktor-faktor
situasional luar. Seorang yang tinggi dalam pemantauan diri mempunyai
kemampuan adaptasi yang besar dalam menyesuaikan perilaku mereka
terhadap faktor situasional luar.
 Tipe Kepribadian

Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis,


berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai
perubahan yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif
daalam lingkungan tanpa memedulikan batasan atau halangan.
Achieving Person-Job Fit
Holland mengidentifikasi enam tipe karakteristik jenis pekerjaan
yang di sukai dan cocok.
(a) Tipe realistik : Lebih menyukai kegiatan fisik yang menuntut
ketrampilan dan koordinasi
(b) Tipe Menyelidik : menyukai pekerjaan yang melibatkan
pemikiran,organisasi dan pemahaman.
(c) Tipe Sosial : menyukai kegiatan yang melibatkan bantuan dan
pengembangan.
(d) Tipe Konvensional : menyukai peraturan dan tata tertib
(e) Tipe Pengusaha : menyukai kegiatan yang verbal, dimana ada
kesempatan untuk memengaruhi orang lain
(f) Tipe Artistik : menyukai hal hal yang bersifat seni dan abstrak

3. Pembelajaran
Definisi pembelajaran secara umum adalah setiap perubahan perilaku yang
relatif permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Ironisnya disini kita dapat
mengatakan bahwa perubahan perilaku menunjukkan bahwa pembelajaran telah
terjadi dan pembelajaran adalah perubahan perilaku. Sedangkan definisi lain
menurut Robbins (2001) mengatakan pembelajaran dalam prespektif perilaku
keorganisasian adalah proses perubahan yang relatif konstan dalam tingkah laku
yang terjadi karena pengalaman atau pelatihan. Menurut Robbins ada 3 teori
untuk menjelaskan bagaimana orang mendapatkan pola-pola perilaku, yaitu
sebagai berikut:

a. Pengkondisian Klasik
Pengkondisian klasik tumbuh berdasarkan eksperimen untuk mengajari
anjing mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap bel yang bordering. Model
ini diperkenalkan oleh seorang ahli fisiolog Rusia bernama Ivan Pavlov pada
tahun 1900-an. Pada dasarnya, model ini mempelajari sebuah respons berkondisi
mencakup pembangunan hubungan antara rangsangan berkondisi dan rangsangan
tidak berkondisi. Ketika rangsangan tersebut, yang satu menggoda dan yang
lainnya netral, dipasangkan rangsangan yang netral menjadi sebuah rangsangan
berkondisi dan dengan demikian mengambil sifat-sifat dari rangsangan tidak
berkondisi tersebut.

b. Pengkondisian Operant
Pengkondisian operant menyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari
konsekuensi- konsekuensinya. Individu belajar berperilaku untuk mendapatkan
sesuatu yang mereka inginkan atau menghindari sesuatu yang tidak mereka
inginkan. Perilaku operant berarti perilaku secara sukarela atau yang dipelajari,
kebalikan dari perilaku refleksi atau tidak dipelajari. Kecendrungan untuk
mengulangi perilaku seperti ini dipengaruhi oleh ada atau tidaknya penegasan dari
konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh perilaku. Dengan demikian,
penegasan akan memperkuat sebuah perilaku dan meningkatkan kemungkinan
perilaku tersebut diulangi. Psikolog Harvard, B. F. Skinner, mengemukakan
bahwa menciptakan konsekuensi yang menyenangkan untuk mengikuti bentuk
perilaku tertentu akan meningkatkan frekuensi perilaku tersebut. Ia
mendemonstrasikan bahwa individu berkemungkinan besar akan melakukan
perilaku yang diharapkan jika mereka ditegaskan secara positif untuk
melakukannya, paling efektif, penghargaan diberikan segera setelah respons yang
diharapkan diperoleh dan perilaku yang tidak diberi penghargaan atau dihukum,
berkemungkinan lebih kecil untuk di ulang.

c. Pembelajaran Sosial
Seseorang dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada individu
lain dan hanya dengan diberi tahu mengenai sesuatu, seperti belajar dari
pengalaman langsung. Disini teori pembelajaran sosial adalah sebuah perluasan
dari pengkondisian operant. Teori ini berasumsi bahwa sebuah fungsi dari
konsekuensi- teori ini juga mengakui keberadaan pembelajaran melalui
pengamatan atau observasi dan pentingnya persepsi dalam pembelajaran. Individu
merespons pada bagaimana mereka merasakan dan mendefinisikan konsekuensi,
bukan pada konsekuensi objektif itu sendiri.
Ada empat model yang telah ditemukan oleh Robbins (2001) untuk
menentukan pengaruh sebuah model pada seorang individu, yaitu:
a. Proses perhatian. Individu berminat belajar dari suatu model bila model
itu cukup dikenal, cukup dapat menarik perhatiannya sedemikian rupa serta
apa yang disajikan penting buatnya.
b. Proses penyimpanan. Pengaruh dari suatu model bergantung kepada
seberapa baik individu mengingat tindakan model setelah model tersebut
tidak lagi tersedia.
c. Proses reproduksi motor. Setelah seseorang melihat sebuah perilaku baru
dengan mengamati model, pengamatan tersebut harus diubah menjadi
tindakan. Proses ini kemudian menunjukkan bahwa individu itu dapat
melakukan aktivitas yang dicontohkan oleh model tersebut.
d. Proses penegasan. Individu akan termotivasi untuk menampilkan perilaku
yang dicontohkan jika tersedia insentif positif atau penghargaan. Perilaku
yang ditegaskan secara positif akan mendapat lebih banyak perhatian,
dipelajari dengan lebih baik dan dilakukan lebih sering.
PENUTUP

Kesimpulan
           Sejatinya manusia hidup memiliki kebiasaan yang berbeda-beda, baik dari
cara penyampaian, sikap, kepribadian, motivasi diri, dn lain sebagainya. Pengaruh
dasar perilaku individu dalam sebuah organisasi ialah dimana individu mulai
mengembangkan minat dan bakatnya dalam sebuah organisasi melalui
karakateristik biografis yang mereka miliki, kemampuan individu yang mereka
miliki, kepribadian individu serta pembelajaran individu yang mereka miliki.
Dasar perilaku tersebut dikembangkan di dalam berorganisasi guna
menunjang perkerjaan yang mereka miliki dan untuk meningkatkan efektivitas
organisasi. Dasar perilaku individu sangat penting diteliti dalam organisasi
(perusahaan) agar seseorang dapat menjadi ahli dalam satu bidang pekerjaan
apabila mereka ditempatkan di tempat yang tepat, dan sesuai dengan skill yang
mereka miliki. Apabila individu tersebut merasa sesuai dan nyaman, maka
produktivitas mereka akan meningkat, dan disisi lain perusahaan yang
memperkerjakan individu tersebut diuntungkan oleh kemampuan yang ia miliki.

DAFTRAR PUSTAKA

Stephen P Robbins – Timothy A Judge, 2009, Organizational Behavior 13th


edition, (Terjemahan Diana Angelina) Pearson Eduction Inc Salemba
Empat
Ardana (dkk), 2008 , Perilaku Organisasi, Fakultas Ekonomi, UNUD, Bali
Stephen P Robbins, 1993-1979, Organizational Behavior 6th edition Prenctice-
Hall International edition
Stephen P Robbins, 1992-2003, Essential of Organizatinal Behavior 7th edition
Pearson education Inc

Anda mungkin juga menyukai