Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS

THYPOID ABDOMINALIS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

1. MASAYU LAELA NUR FITRIA


2. NINA KANIA SAFITRI
3. NURUL IFMI RAMADHINI
4. ROHLIANA SAFITRI
5. YENI SAFITRI

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
limpahan rahmat, karunia dan hidayah Nya-lah kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan
pada kasus Thypoid Abdominalis pada mata kuliah Komperhensif, Selain bertujuan untuk
memenuhi tugas kuliah asuhan keperawatan ini juga disusun dengan maksud agar pembaca
dapat memperluas ilmu dan pengetahuan tentang Komperhensif.
Kami juga mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada Dosen-dosen yang telah
membimbing kami. Kritik dan saran selalu kami harapkan demi penyempurnaan asuhan
keperawatan selanjutnya. Semoga laporan ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca dan dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram , 20 September 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..........................................................................................i


KATA PENGANTAR .......................................................................................ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar Belakang ................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................1
1.3 Tujuan ..............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................3
2.1 Konsep Dasar Penyakit ...................................................................3
2.2 Asuhan Keperawatan ......................................................................13
BAB 3 PENUTUP ..............................................................................................22
3.1 Kesimpulan .......................................................................................22
3.2 Saran .................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Demam thyfoid merupakan kuman yang disebabkan oleh infeksi kuman
salmonella typhi. Salmonella typhi mampu hidup dalam tubuh manusia,
karena manusia sebagai natural resevior. Manusia yang terinfeksi oleh
salmonella thypi ini mampu mengeluarkan melalui urin dan tinja dalam jangka
yang bervariasi. Penyakit ini sangat erat dengan sanitasi lingkungan, seperti
sumber air yang bersih, hygiene makanan dan minuman, lingkungan yang
kumuh ,serta kehidupan masyarakat yang kurang mendukung hidup sehat.
Anak kecil lebih rentan terkena demam tifoid karena daya tahan tubuhnya
tidak sekuat orang dewasa atau bisa juga karena angka kurang menjaga
kebersihan saat makan dan minum, tidak mencuci tangan dengan baik saat
setelah buang air kecil maupun buang air besar.
Salah satu tanda dan gejala demam tifoid yaitu Hipertermi. Demam yang
biasanya disebabkan oleh tifoid karena adanya bakteri yang masuk kealiran
darah, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan limfe selanjutnya
bakteri berkembangbiak di organ tersebut dan masuk kembali kealiran darah
dan bakteri mengeluarkan endotoksin sehingga ada peningkatan peradangan
lokaldan terjadi gangguan pada pusat termogulasi (pusat pengaturan suhu
tubuh) dan menjadi hipertermi. Peningkatan suhu badan pada klien tifoid akan
menunjukkan suhu diatas normal yang diukur melalui Suhu rektal >37,5oC
(100,4 F) dan suhu aksila >37,5oC. Kejadian demam tifoidpada anak
biasanyadiawali dengan demam selama 7 hari atau lebih .Demamtifoid jika
tidak ditangani dapat menyebabkan dehidrasi yang akan mengganggu
keseimbangan elektrolit dan dapat menyebabkan kejang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa konsep dasar penyakit pada kasus thypoid abdominalis..?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus thypoid abdominalis..?

1
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar penyakit pada kasus thypoid
abdominalis..?
2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada kasus thypoid
abdominalis?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 KONSEP DASAR PENYAKIT THYPOID ABDOMINALIS


2.1.1 Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan
Sistem pencernaan /sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut
sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi
untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zatzat gizi dan
energi, menyerap zat-zat gizi kedalam aliran darah serta membuang
bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses
tersebut dari tubuh. Saluran pencernaan terdiri dari mulut,
tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan dan juga meliputi organ-
organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu: pankreas, hati
dan kandung empedu. (Fauzan, 2019).
1. Mulut
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian
dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat dipermukaan lidah.
Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan
juga pahit. Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus)
dan dikunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi
bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari
kelenjar ludah akan membungkus bagian_bagian dari makanan
tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai
mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim
(misalnya lisozim), yang memecah protein dan juga menyerang
bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan
berlanjut secara otomatis.
2. Kerongkongan (Esofagus)
Makanan yang sudah dikunyah oleh gigi kemudian akan masuk
ke kerongkongan melalui faring. Faring adalah daerah

3
persimpangan saluran dari rongga mulut ke kerongkongan.
Kerongkongan merupakan organ yang berperan sebagai tempat
jalannya makanan menuju lambung. Tidak ada proses
pencernaan makanan di kerongkongan. Kerongkongan itu relatif
lurus dan cukup panjang sekitar 25 sentimeter, berbentuk tabung
dengan diamater 2 sentimeter. Kedua ujung kerongkongan
ditutup oleh penyempitan otot dibagian atas dan bawah. Dinding
kerongkongan terdapat otot –otot yang bisa mengembang dan
mengempis saat mendorong makanan yang berbentuk gumpalan
menuju lambung. Gerakan otot yang demikian disebut peristaltik.
(Mertajaya, 2019).
3. Lambung
merupakan kantung tempat menyimpan makanan untuk
sementara. Lambung terletak di dalam rongga perut sebelah kiri
di bawah rongga dada. Dalam lambung ada tiga bagian, yakni
bagian atas (kardiak), bagian tengan (fundus), dan bagian bawah
(pylorus). Pada kedua ujung lambung terdapat dua klep, yaitu
spingter esophangeal yang berbatasan antara kerongkongan, dan
berfungsi untuk menjaga makanantetap dilambung dan akan
terbuka jika ada makanan yang masuk. Kemudian klep (spingter)
pylorus berbatasan dengan usus dua belas jari. Di dalam proses
pencernaan protein dimulai.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting:
a. Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung darikerusakan oleh asam
lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini,bisa
menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya
tukak lambung.

4
b. Asam klorida(HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangatasam, yang
diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman
lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengancara membunuh berbagai bakteri.
c. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
(Fauzan, 2019).
4. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus /usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan
yang terletak diantara lambung dan usus besar. Dinding usus
kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap kehati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu
melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna
protein, gula dan juga lemak. Lapisan usus halus meliputi,
lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot melingkar
(Msirkuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan
lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian
yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong (jejenum) dan
usus penyerapan (ileum). Villi usushalus terdiri dari pipa berotot
(>6cm), pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan.
Terbagi /usus 12 jari (duodenum), usus tengah (jejenum), usus
penyerapan (ileum)
a. Usus dua belas jari (Duodenum) Usus dua belas jari atau
duodenum adalah bagian dari usushalus yang terletak setelah
lambung dan juga menghubungkannya ke usus kosong
(jejenum).
b. Usus Kosong (jejenum) Usus kosong atau jejenum
(terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari usus
halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan jugausus
penyerapan (ileum).

5
c. Usus Penyerapan (ileum) Usus penyerapan /ileum adalah
bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan
manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak
setelah duodenum dan juga jejunum, dan dilanjutkan oleh
usus buntu. (Fauzan, 2019).
5. Usus Besar (Kolon)
Usus besar /kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air
dari feses. Usus besar terdiri dari kolon asendens (kanan), kolon
transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan
dengan rectum). Anus merupakan lubang diujung saluran
pencernaan, dimana bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian
besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan juga
sebagian lainnya dari usus. Pembukaan dan juga penutupan anus
diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses
defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama
anus. (Fauzan, 2019).
6. Anus
Anus merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana
bahan limba keluar dari tubuh. Sebagian besar anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan juga sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan juga penutupan anus diatur oleh otot spinter.
Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar
– BAB), yang merupakan fungsi utama anus. (Fauzan, 2019).
2.1.2 Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut disebabkan
infeksi salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh feses dan urine dari orang
yang terifeksi kuman salmonella. (padila, 2013)
Typhoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari 1 minggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaran. Penyakit infeksi dari

6
salmonella, iyalah segolongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus salmonella,
biasanya mengenai saluran saluran pencernaan.

2.1.1 Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella
thypi A,B, dan C. Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram
negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan
mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatic yang terdiri
atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen
VI. Dalam serum penderita, terdapat zat (agglutinin) terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan
fakultatif anaerob pada suhu 15-41ºC (optimum 37ºC) dan pH
pertumbuhan 6-8. Factor pencetus lainnya adalah lingkungan, system
imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang terkontaminasi,
fomitus, dan lain sebagainya. (Azizah, 2020).
Selain itu, Penularan demam tifoid dapat terjadi melalui berbagai
cara, yaitu dikenal dengan 5F yaitu (food, finger, fomitus, fly, feses)
Feses dan muntahan dari penderita demam tifoid dapat menularkan
bakteri Salmonella typhi kepada orang lain. Kuman tersebut ditularkan
melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dan melalui
perantara lalat, di mana lalat tersebut akan hinggap di makanan yang
akan dikonsumsi oleh orang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan
yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhi masuk ke tubuh orang
yang sehat melalui mulut selanjutnya orang sehat tersebut akan menjadi
sakit.(Hilda,2016).

7
2.1.2 Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu : food (makanan), fingers (jari tangan
atu kuku), fomitus (muntah), fly (lalat), dan melalui feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat di
tularkan melalui perantara lalat akan hinggap dimakanan yang akan di
konsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
mempperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ketubuh orang
yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk kedalam lambung,
sebagai kuman aka di musnahkan oleh asam lambung dan Sebagian lagi
masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di
dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lallu masuk
kealiran darah dan mencapai sel sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelia ini kemudian melepaskan kuman dalam sirkulasi darah
dan menimbulkan baktermia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus
halus dan kandungan emedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid di
sebabkan oleh endotoksemia. Terapi bedasarkan penelitian
eksperimental disimpulkaan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada typhoid, karena disebabkan karena
salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan
zat pyrogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.

8
2.1.3 Phatway

Salmonella thyposa

Masuk bersama
makanan
dan minuman

Masuk ke saluran
gastrointestinal

Lolos dari asam lambung


( HCL )

Inflamasi Thypus
Bakteri masuk ke usus
(peradangan) abdominalis

Pembuluh lifme

Penyebaran dalam
darah
(bakterimia
Bakteri primer)
Masuk ke dalam Retikulo endotelea
Mengeluarkan
darah (RES)
endotoksin
terutama hati dan
lifme
Peradangan Ganguan pada
lokal pusat termoregulasi HIPERTERMI
meningkat (pusat pengaturan A
suhu dan tubuh

Gb. 2.1 Pathway Demam Tifoid (Nurarif A.H, Kusuma H, 2016)

9
2.1.4 Pemeriksaan Penunjang
ada pun pemeriksaan penunjang yang ada pada demam tifoid antara lain
1. Pemeriksaan darah perifer
Leucopenia/leukositosis, anemia jaringan, trombositopenia
2. Uji widal
Deteksi titer terhadap salmonella parathypi yakni agglutinin O
(daritubuh kuman dan agglutinin H (flagetakuman). Pembentukan
agglutinin dimulai dari terjadi pada awal minggu pertama demam,
puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi dalam beberapa
minggu denganpeningkatan agglutinin O terlebih dahulu dengan
diikuti agglutinin H. agglutinin O menetap selama 4-6 bulan
sedangkan agglutinin H menetap sekitar 9-12 bulan. Titer antibody
O >1:320 atau antibody H >1:6:40 menguatkan diagnosis pada
gambaran klinis yang khas.
3. Uji TURBEX
Uji semi kuantitatif kolometrik untuk deteksi antibody anti
salmonella thypi0-9. Hasil positif menunjuk kan salmonella
serogroup D dan tidak spesifik salmonella paratyphi menunjuk kan
hasil negative.
4. Uji typhidot
Detekai IgM dan IgG pada protein. Membrane luar salmonella
typhi. Hasil positif didapat dari hasil 2-3 hari setelah infeksi dan
spesifik mengidentisifikasi IgM dan IgG terhadap salmonella typhi.
5. Uji IgM Dipstick
Deteksi khusus IgM spesifik salmonella typhi specimen serum
ataudarah dengan menggunakan strip yang mengandung anti
genlipopolisakarida salmonella tiphy dan anti IgM sebagai control
sensitivitas 65-77% dan spesitivitas 95%-100%. Akurasi
didapatkan dari hasil pemerikasaan 1 minggu setelah timbul gejala

10
6. Kultur darah
Hasil positif memastikan demam thyfoid namun hasil negative
tidak menyingkirkan.
2.1.5 Manifestasi klinis
masa tunas sekitar 10-14 hari. Gejala yang timbul bervariasi dari ringan
sampai berat. Tanda gejalanya yaitu :
1. Minggu pertama muncul tanda infeksi akut seperti demam, nyeri
kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak nyaman diperut. Demam yang terjadi berpola
seperti anak tangga dengan suhu semakin tinggi dari hari kehari.
Lebih rendah pada pagi hari dan tinggi pada sore hari.
2. Pada minggu kedua gejala menjadi lebih jelas dengan demam,
bradikardia, relatif, lidah thyfoid (koyor ditengah, dan ujung
berwarna merah disertai tremor). Hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, gangguan kesadaran.
2.1.6 Komplikasi
Demam tifoid dapat memilki komplikasi pada berbagai sistem organ
tubuh, diantaranya adalah :
1. Perdarahan usus
Bila hanya sedikit ditemukan perdarahan maka dilakukan
pemeriksaan bendizine. Jika perdarahan banyak terjadi melena
dapat disertai nyeri perut.
2. Perforasi usus
Timbul biasanya pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi
bagian distal ileum.
3. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat juga terjadi tanpa
perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut
leher dan dinding abdomen tegang.

11
2.1.7 Penatalaksanaan
penatalaksanaan pada pasien demam tifoid meliputi:
1. Medis
a. Antibiotic (Membunuh kuman):
a) Klorampenicol
b) Amoxilin
c) Kotrimoxasol
d) Ceftriaxon
e) Cefixim
b. Antipiretik (menurunkan panas)
a) Paracetamol
2. Keperawatan
a. Observasi kesehatan
b. Pasien harus tirah baring absolute sampai 7 hari bebas demam
kurang lebih 14 hari .hal ini untuk mencegah terjadinya
komplikasi perforasi usus.
c. Mobilisasi bertahap bila tidak panas, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien
d. Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya
harus diubah pada waktu–waktu tertentu untuk menghindari
komplikasi pneumonia dan dekubitus.
e. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena
kadangkadang terjadi konstipasi dan diare
f. Pola hidup bersih dan sehat
a) Cuci tangan sebelum dan sesudah makan
b) Menjaga kebersihan lingkungan rumah
3. Diet
a. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein
b. Pada penderita yang akut dapat diberi bubur sarig
c. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi
tim

12
d. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari
demam selama 7 hari (Muzalina,2019).
2.1.8 Pendidikan Kesehatan Pada Anak Dengan Thypoid
Memberikan penyuluhan kesehatan tentang demam typhoid,
menjelaskan kebiasaan-kebiasaan lain yang mesti dilakukan untuk
menghindari penularan demam tifoid adalah mencuci bahan makanan yang
akan dimasak dengan baik, membiasakan mencuci tangan sebelum masak,
sebelum makan, atau sebelum menyuapi anak. Menjelaskan pencegahan
sejak dini ialah dengan suntikan imunisasi tipa (imunisasi untuk mencegah
penyakit tifus dan para tifus) yang masih banyak dipakai hingga sekarang,
yang dapat memberikan kekebalan secara aktif selama kurang lebih 3
bulan. (Azizah,2020)
Selain itu orang tua harus menjaga kesehatan anak dan lingkungan
melalui kebiasaan sehari-hari yang baik. Misalnya, mengurangi kebiasaan
jajan sembarangan. Selain itu, orang tua juga mesti membiasakan
memasak air minum hingga mendidih selama 10-15 menit. Sebab, kuman
Salmonella thypi hanya bisa mati jika dipanaskan pada suhu di atas 50°C
selama 15 menit. Orang tua juga harus memperhatikan bahwa kuman ini
mampu bertahan selama beberapa minggu di dalam es. (Azizah,2020)
2. 2 ASUHAN KEPERAWATAN THYPOID ABDOMINALIS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien.
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, jenis kelamin, usia,
agama, suku bangsa, Pendidikan nomor registrasi, dan penanggung
jawab. (Mia, 2019).
2. Keluhan utama :
Pada umumnya klien dengan demam thypoid mengeluh tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing, kurang semangat serta nafsu
makan berkurang (pada masa inkubasi).
3. Riwayat kesehatan sekarang :
Ditemukan adanya keluhan klien yang mengalami peningkatan suhu
tubuh >37,5℃ selama lebih dari 1 minggu, disertai menggigil. Naik

13
turunnya panas terjadi pada waktu pagi dan sore dan berlangsung
selama lebih dari 1 minggu. Keadaan semakin lemah ,kadang disertai
dengan keluhan pusing, akral hangat, takikardia, serta penurunan
kesadaran. (Ningsih,2017).
4. Riwayat kesehatan dahulu :
Apakah sudah pernah mengalami sakit demam thypoid sebelumnya
dan pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama.
5. Riwayat kesehatan keluarga
a. Penyakit yang pernah diderita keluarga : kemungkinan ada
keluarga yang pernah menderita penyakit demam tifoid
b. Lingkungan rumah & komunitas : mengkaji kondisi lingkungan
disekitar rumah yang mempengaruhi demam tifoid yaitu
rendahnya hygine perorangan, hygine makanan, lingkungan
rumah yang kumuh, serta perilaku masyarakat yang tidak
mendukung untuk hidup sehat.
c. Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : tidak melakukan cuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas, jajan
sembarangan. (Fauzan,2019).
6. Persepsi keluarga terhadap penyakit anak
Mampukah keluarga menjelaskan mengenai penyakit anaknya,gejala
dan penyebab dari penyakit anaknya.
7. Pemeriksaan pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan fisik : BB (1,8-2,7kg), TB (BB/TB, BB/U, TB/U),
lingkarkepala (49-50cm), LILA, lingkar dada, lingkar dada > dari
lingkar kepala
b. Perkembangan : melakukan aktivitas secara mandiri (berpakaian)
, kemampuan anak berlari dengan seimbang, menangkap benda
tanpa jatuh, memanjat, melompat, menaiki tangga,menendang
bola dengan seimbang, egosentris dan menggunakan kata ”
Saya”, menggambar lingkaran, mengerti dengan kata
kata,bertanya, mengungkapkan kebutuhan dan keinginan,
menyusun jembatan dengan kotak –kotak.

14
c. Riwayat imunisasi
d. Riwayat sosial: bagaimana klien berhubungan dengan orang lain.
8. Pola fungsi kesehatan
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan sama sekali.
b. Pola eliminasi
Klien dapat mengalami diare oleh karena tirah baring lama.
Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan, hanya
warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan demam
tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat
banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan
kebutuhan cairan tubuh
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total,
agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien
dibantu
d. Pola persepsi dan konsep diri
Yang perlu dikaji adalah bagaimana sikapklien mengenai
dirinya, persepsi klien tentang kemampuannya, pola emosional,
citra diri, identitas diri, ideal diri, harga diri dan peran diri.
Biasanya anak akan mengalami gangguan emosional
sepertitakut, cemas karena dirawat di RS.
e. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan
penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak
terdapat suatu waham pada klien

15
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di
rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total
h. Pola penanggulangan stress
Anak belum mampu untuk mengatasi stress, sehingga sangat
dibutuhkan peran dari keluarga terutama orangtua untuk selalu
mendukung anak. (Fauzan,2019).
i. Pola reproduksi dan seksualitas
Kaji adakah efek penyakit terhadap seksualitas anak.
9. PemeriksaanFisik
Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status
kesehatan klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi adalah
pemeriksaan fisik dengan jalan mengetuk kan jari tengah ke jari
tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ
tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien.
Auskultasi adalah dengan cara mendengarkan menggunakan
stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui
bisingusus). (Mia,2017).
Adapun pemeriksaan fisik pada Klien demam tifoid diperolehhasil
sebagai berikut :
a. Keadaan umum : klien tampak lemas
b. Kesadaran : Composmentis
c. TandaVital :
Suhu tubuh tinggi >37,5°C ; Nadi dan frekuensi nafas menjadi
lebih cepat
d. Pemeriksaan kepala
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya bentuk kepala
normal cephalik, rambut tampak kotor dan kusam
Palpasi: Pada pasien demam tifoid dengan hipertermia
umumnya terdapat nyeri kepala

16
e. Mata
Inspeksi: Pada klien demam tifoid dengan serangan berulang
umumnya salah satunya, besar pupil tampak isokor, reflek pupil
positif, konjungtiva anemis, adanya kotoran atau tidak
Palpasi: Umumnya bola mata teraba kenyal dan melenting
f. Hidung
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya lubang hidung
simetris, ada tidaknya produksi secret, adanya pendarahan atau
tidak, ada tidaknya gangguan penciuman.
Palpasi: Ada tidaknya nyeri pada saat sinus di tekan
g. Telinga
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya simetrsis, ada
tidaknya serumen.
Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya tidak terdapat nyeri
tekan pada daerah tragus
h. Mulut
Inspeksi: Lihat kebersihan mulut dan gigi, pada klien demam
tifoid umumnya mulut tampak kotor, mukosa bibir kering
i. Kulit dan Kuku
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya muka tampak
pucat, Kulit kemerahan, kulit kering, turgor kullit menurun
Palpasi: Pada klien demam tifoid umumnya turgor kulit
kembali <2 detik karena kekurangan cairan dan Capillary Refill
Time (CRT) kembali <2 detik.
j. Leher
Inspeksi: Pada klien demam tifoid umumnya kaku kuduk jarang
terjadi, lihat kebersihan kulit sekitar leher
Palpasi: Ada tidaknya bendungan vena jugularis, ada tidaknya
pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya deviasi trakea

17
k. Thorax (dada)
Paru-paru
Inspeksi : Tampak penggunaan otot bantu nafas diafragma,
tampak Retraksi interkosta, peningkatan frekuensi pernapasan,
sesak nafas
Perkusi : Terdengar suara sonor pada ICS 1-5 dextra dan ICS 1-
2 sinistra
Palpasi : Taktil fremitus teraba sama kanan dan kiri, taktil
fremitus teraba lemah
Auskultasi : Pemeriksaan bisa tidak ada kelainan dan bisa juga
terdapat bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien
dengan peningkatan produksi secret, kemampuan batuk yang
menurun pada klien yang mengalami penurunan kesadaran
l. Abdomen
Inspeksi : Persebaran warna kulit merata, terdapat distensi perut
atau tidak, pada klien demam tifoid umumnya tidak terdapat
distensi perut kecuali ada komplikasi lain.
Palpasi : Ada/tidaknya asites, pada klien demam tifoid
umumnya terdapat nyeri tekan pada epigastrium, pembesaran
hati (hepatomegali) dan limfe
Perkusi : Untuk mengetahui suara yang dihasilkan dari rongga
abdomen, apakah timpani atau dullness yang mana timpani
adalah suara normal dan dullness menunjukan adanya obstruksi.
Auskultasi : Pada klien demam tifoid umumnya, suara bising
usus normal >15x/menit.
m. Musculoskeletal
Inspeksi : Pada klien demam tifoid umumnya, dapat
menggerakkan ekstremitas secara penuh .
Palpasi : periksa adanya edema atau tidak pada ekstremitas atas
dan bawah. Pada klien demam tifoid umumnya, akral teraba
hangat, nyeri otot dan sendi serta tulang

18
n. Genetalia dan Anus
Inspeksi : Bersih atau kotor, adanya hemoroid atau tidak,
terdapat perdarahan atau tidak, terdapat massa atau tidak. Pada
klien demam tifoid umumnya tidak terdapat hemoroid atau
peradangan pada genetalia kecuali klien yang mengalami
komplikasi penyakit lain
Palpasi : Terdapat nyeri tekanan atau tidak. Pada klien demam
tifoid umumnya, tidak terdapat nyeri kecuali klien yang
mengalami komplikasi penyakit lain.
B. DIAGNOSA
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (thypoid
abdominalis)
2. Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan muntah
C. INTERVENSI
HARI/
SDKI SLKI SIKI RASIONAL
TGL
Hipertermia Setelah Observasi Observasi
berhubungan dilakukan 1. Monitor TTV 1. Untuk
dengan proses tindakan 3x 24 2. Monitor suhu mengetahui
penyakit jam diharapkan tubuh keadaan
(thypoid suhu tubuh 3. Monitor umum
abdominalis) membaik dengan komplikasi pasien
kriteria hasil: akibat 2. Untuk
1. TTV dalam hipertermia mengetahui
batas normal Terapeutik keadaan
2. Suhu tubuh 1. Sediakan suhu tubuh
membaik lingkungan pasien
3. Kulit merah yang dingin 3. Untuk
menurun 2. Longgarkan mendeteksi
4. Takikardi atau lepaskan dini

19
menurun pakaian komplikasi
akibat
Edukasi hipertermia
1. Anjurkan tirah Terapeutik
baring 1. Untuk
menurunka
n suhu
2. Untuk
menurunka
n suhu
tubuh
Edukasi
1. Untuk
mempercep
at
penyembuh
an
Resiko Setelah Observasi Observasi
ketidakseimba dilakukan 1. monitor kadar 1. Untuk
ngan elektrolit tindakan 3x 24 elektrolit mengetahui
berhubungan jam diharapkan serum kadar
dengan kadar serum 2. monitor,mual, elektrolit
muntah elektrolit dalam mutah dan serum
batas normal diare. 5. Untuk
dengan kriteria 3. Monitor memantau
hasil: kehilangan haluaran
1. kadar kalium cairan cairan.
meningkat 4. Monitor status 6. Untuk
2. asupan cairan hidrasi memantau
meningkat Terapeutik kehilangan
3. asupan 1. Catat intake- cairan
makanan output dan 7. Memantau

20
meningkat hitung balans keadaan
4. dehidrasi cairan 24 jam hidrasi
menurun 2. Berikan Terapeutik
5. turgor kulit asupan cairan 1. Mengetahui
membaik sesuai input dan
kebutuhan output
3. Berikan cairan
cairan 2. Mengurangi
intravena dehidrasi
3. Mengurangi
dehidrasi

D. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana yang telah
disusun
E. EVALUASI
Berdasarkan implementasi yang dilakukan, maka evaluasi yang
diharapkan untuk klien dengan gangguan system pencernaan thypoid
adalah : TTV stabil,kebutuhan cairan terpenuhi, kebutuhan nutrisi
terpenuhi, tidak terjadi hipertermia,klien dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluarga klien
mengerti tentang penyakitnya.

21
BAB III
PENUTUP

3. 1 KESIMPULAN
Demam thyfoid merupakan kuman yang disebabkan oleh infeksi kuman
salmonella typhi. Salmonella typhi mampu hidup dalam tubuh manusia,
karena manusia sebagai natural resevior. Penyakit ini sangat erat dengan
sanitasi lingkungan, seperti sumber air yang bersih, hygiene makanan dan
minuman, lingkungan yang kumuh ,serta kehidupan masyarakat yang
kurang mendukung hidup sehat. Anak kecil lebih rentan terkena demam
tifoid karena daya tahan tubuhnya tidak sekuat orang dewasa atau bisa juga
karena angka kurang menjaga kebersihan saat makan dan minum, tidak
mencuci tangan dengan baik saat setelah buang air kecil maupun buang air
besar.

3. 2 SARAN
Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca dan menjadi refrensi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, N. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA An K DENGAN


DIAGNOSA MEDIS THYPOID ABDOMINALIS DI RUANG ASOKA
RSUD BANGIL PASURUAN. KARYA TULIS ILMIAH.

Fauzan Rahmat. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA An Z DENGAN


DEMAM THYPOID DI RUANG ANAK RSUD Dr. ACHMAD
MOCHTAR BUKIT TINGGI. KARYA TULIS ILMIAH.

Hilda Nuruzzaman . (2016). ANALISIS RESIKO KEJADIAN DEMAM


THYPOID BERDASARKAN KEBERSIHAN DIRI DAN KEBIASAAN
JAJAN DI RUMAH. KARYA TULIS ILMIAH, 74-86.

Mertajaya, I, M. (2019). MODUL ILMU BIOMEDIK DASAR.. JAKARTA :


PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN FAKULTAS
VOKASI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA.

Mia, Pratamwati. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Anak Demam Tifoid Dengan
Masalah Hipertemi Di Rumah Sakit Panti Waluya Malang, Karya Tulis
Ilmiah. Malang.

Murzalina, C. (2019, September ). Pemeriksaan Laboratorium Untuk Penunjang


Diagnostik dema Tifoid. Jurnal Kesehatan Cehadum, vol.1, 3.

Ningsih, Windi Yanuarti. 2017. Karya Tulis Ilmiah.:. Asuhan Keperawatan Pada
Klien Rhypoid dengan Masalah Ketidak Seimbangan Nutrisi Kurang Dari
Kebuuhan Tubuh Ruang Seruni RSUD Jombang.

Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakatrta: Nuhamedika

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi


dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi


dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan


Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI

23
24

Anda mungkin juga menyukai