Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

SOP TRANSFUSI DARAH, PENCEGAHAN INFEKSI LINGKUNGAN PADA


BBL, PHOTOTHERAPY, EXCHANGE TRANSFUSION DAN PEMBERIAN
OBAT PADA ANAK

Disusun Oleh :

KELOMPOK 7

1. M. Romy Pardiansah
2. Nisya Rofikoh TJ
3. Nurul Diah Anggriani
4. Sucita Efendi
5. Yulia Pasha Tirani

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN JENJANG S.1
MATARAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Dalam menyelesaikan makalah ini kami dibantu oleh berbagai pihak. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah, serta semua pihak yang
dengan caranya masing-masing telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Sebagai makhluk yang lemah kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak kami terima dengan lapang dada.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama
dalam meningkatkan kualitas pendidikan kita.

Mataram, 15 April 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah……..................................................................................1
1.2 Tujuan............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................2
2.1 SOP Transfusi Darah.....................................................................................5
2.2 SOP Pencegahan Infeksi Lingkungan BBL...................................................5
2.3 SOP Phototherapy..........................................................................................7
2.4 SOP Exchange Transfusion...........................................................................9
2.5 SOP Pemberian Obat Pada Anak...................................................................9
BAB III PENUTUP............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hiperbiliruninemia adalah kondisi tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi
dalam darah dan ditandai dengan ikterus, yaitu timbulnya warna kuning pada kulit,
sclera dan kuku. Hiperbilirubinemia adalah masalah yang sering terjadi pada bayi baru
lahir. Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan
transfuse tukar.
Fototerapi bekerja memaparkan neonates pada cahaya dengan intensitas tinggi
akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan
cara memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjungsi. Efektivitas fototerapi tergantung
pada kualitas cahaya dipancarkan lampu (panjang gelombang), intensitas cahaya
(iradiasi), luas permukaan tubuh, jarak lampu fototerapi.
Terapi transfuse tukar dilakukan apabila fototerapi tidak dapat mengendalikan
kadar bilirubin. Transfuse tukar merupakan cara yang dilakukan dengan tujuan untuk
mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pemberian transfuse tukar
dilakukan apabila kadar bilirubin 20 mg/dl, kenaikan kadar bilirubin 0,3-1 mg/jam,
anemia berat dengan gejala gagal jantung dan kadar hemoglobin tali pusat 14 mg/dl, dan
uji Coombs direk positif.
Pertimbangan pengobatan pada anak, tidak saja diambil berdasarkan ketentuan
dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian seperti dosis dan perhatian lebih besar pada
kemungkinan efek samping. Karena adanya imaturitas fungsi organ-organ tubuh,
sehingga mungkin diperlukan penyesuaian dosis serta pemilihan obat yang benar-benar
tepat. Selain itu, pengobatan pada anak juga memerlukan pertimbangan lebih kompleks,
antara lain karena berbagai masalah cara pemberian obat, pemilihan bentuk sediaan, dan
masalah ketaatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana SOP tindakan transfuse darah?
2. Bagaimana SOP pencegahan infeksi lingkungan BBL?
3. Bagaimana SOP phototherapy?
4. Bagaimana SOP exchange transfusion?
5. Bagaimana SOP pemberian obat pada anak?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui SOP tindakan transfuse darah.
2. Untuk mengetahui SOP pencegahan infeksi lingkungan BBL.
3. Untuk mengetahui SOP phototherapy.
4. Untuk mengetahui SOP exchange transfusion.
5. Untuk mengetahui SOP pemberian obat pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SOP Transfusi Darah
1. Pengertian
Terapi invasive (medis) untuk memberikan darah / komponen darah dengan resiko
tinggi, berupa morbiditas dan mortalitas baik dalam jangka panjang maupun jangka
pendek.
2. Tujuan
Memperbaiki sirkulasi darah, Hb dan kadar protein serum.
3. Memantau bayi yang ditransfusi
a. Untuk setiap transfuse, pantau bayi pada beberapa tahap berikut :
1) Sebelum memulai transfuse
2) Pada awal transfuse
3) Setiap lima menit selama 15 menit pertama setelah memulai transfuse
4) Minimal setiap jam selama transfuse
5) Setiap empat jam selama 24 jam setelah transfuse selesai
Catatan:
Pantau bayi secara ketat selama 15 menit pertama transfuse dan secara
teratur setelahnya untuk mendeteksi tanda-tanda awal reaksi transfuse.

b. Pada setiap tahap tersebut, catat informasi berikut pada kardeks bayi :
1) Keadaan umum
2) Suhu tubuh
3) Frekuensi jantung
4) Frekuensi pernapasan
5) Keseimbangan cairan (yaitu asupan, cairan melalui oral IV dan pengeluaran
urine)
c. Selain itu, catat:
1) Waktu transfuse dimulai dan selesai
2) Volume dan golongan semua darah yang ditransfusikan
3) Setiap efek merugikan

4. Mentransfusi Darah

1. Tinjau prinsip umum penggunaan darah secara klinis


2. Jika slang IV belum dipasang, pasang slang IV
3. Sebelum memulai transfuse, periksa (bersama anggota staff kedua, jika
memungkinkan) untuk memastikan bahwa:
a. golongan darah benar untuk bayi, informasi bayi ditandai dengan jelas,
dan darah telah dicocokkan dengan darah ibu dan bayi. Dalam situasi
darurat, gunakan darah golongan O, Rh negative
b. kantung transfuse darah belum dibuka dan tidak bocor
c. kemasan darah belum dikeluarkan dari lemari pendingin selama lebih dari
dua jam, plasma tidak berwarna merah muda, sel darah merah tidak
terlihat ungu atau hitam, dan darah tidak membeku
d. slang IV peten dan jarum yang digunakang cukup besar (mis, ukuran 22)
sehingga darah tidak membeku dalam jarum selama transfusi
4. Catat suhu tubuh dan frekuensi jantung serta pernapasan bayi
5. Lepaskan tutup pelindung dari kantung darah atau botol darah tanpa menyentuh
lubangnya, dan pasang ke set infus darah
6. Buka klem pada slang set infus darah, biarkan darah mengalir ke ujung slang
dari set transfuse darah
7. Lepaskan slang pada tempat infus dan segera pasang slang dari set transfuse
darah
8. Transfusikan seluruh darah dengan kecepatan 20ml/kg berat badan selama 4
jam
9. Pantau suhu tubuh dan frekuensi jantung serta pernapasan bayi, dan lambatkan
kecepatan infus menjadi setengahnya saat tanda-tanda vitall bayi mulai
membaik

Jangan membiarkan unit darah tergantung selama lebih dari empat jam

10. Gunakan alat infus untuk mengendalikan kecepatan transfudi, jika tersedia
11. Pastikan bahwa darah mengalir dengan kecepatan yang benar
12. Setelahh transfuse selesai, kaji ulang bayi. Jika dibutuhkan transfuse lain,
transfusikan darah dengan kecepatan dan volume yang sama

2.2 SOP Pencegahan Infeksi Lingkungan pada BBL


1. Pengertian
Suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi
mikroorganisme antara pasien, tenaga kesehatan, dan pengunjung.
2. Tujuan
Sebagai acuanpetugas dalam melakukan langkah-langkah pencegah infeksi.
3. Prosedur
a. Aspek pencegahan dan pengendalian infeksi pada kala I
1) Batasi vagina vagina toucher / pemeriksaan dalam
2) Cuci tangan (sebelum dan sesudah) pemeriksaan dalam
3) Sarung tangan dan masker bekas pakai segera di lepaskan dan di buang ke
tempat sampah infeksius
4) Tindakan obstetri hanya dilakukan atas indikasi
b. Aspek pencegahan dan pengendalian pada kala II dan III
1) Penolong menggunakan alat pelindung diri yang lengkap (apron, sarung
tangan steril,kaca mata, masker, penutup kepala, pelindung kaki)
2) Episiotomi hanya atas indikasi
3) Dalam pengkleman talipusat menerapkan prinsip steril
4) Periksa apakan plasenta dan selaput ketuban lahir lengkap
5) Dalam penanganan bayi :
a) Setiap petugas kesehatan yang menangani bayi harus menggunakan
APD
b) Jika diperlukan suction pada bayi pertahankan kesterilan
c) Jaga supaya tidak terjadi transmisi mikroorganisme dari petugas, bayi
dan lingkungan
6) Jika terjadi rupture atau robekan pada jalan lahir :
a) Bersihkan daerah perineum dari cairan atau darah
b) Buka sarung tangan kotor, buang ke tempat sampah infeksius
c) Pakai sarung tangan steril untuk melakukan jahitan efisiotomy
d) Hati-hati pada saat melakukan penjahitan agar terhindar dari luka
tusuk secara tak sengaja
e) Gunakan pemegang jarum dan pinset pada saat menjahit. jangan
pernah meraba ujung atau memegang jarum jahit dengan tangan
c. Aspek pencegahan dan pengendalian pada kala IV dalam persiapan untuk
menyusui :
1) Perhatikan hygien ibu
2) Bersihkan area payudara areola mamae dengan air matang
3) Apakah kondisi bayi dilakukan rawat gabung
d. Cuci tangan
1) Segera setelah tiba di tempat kerja
2) Sebelum melakukan kontak fisiksecara langsung dengan ibu dan bayi baru
lahir
3) Setelah kontak fisik langsung dengan ibu dan bayi baru lahir
4) Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril
5) Setelah melepas sarung tangan
6) Setelah menyentug benda yang mungkin terkontaminasioleh darah atau
cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaputmukosa (misalnya
hidungn, mulut, mata, vagina) meskipun saat itusedang menggunakan
sarung tangan
7) Setelah ke kamar mandi
8) Sebelum pulang kerja

e. Memakai sarung tangan


1) Gunakan sarung tangan tingkat tinggi atau steril
2) Gunakan sarung tangan yang bersih untuk menangani darah atau cairan
tubuh
3) Gunakan sarung tangan rumah tangga atau tebal untuj mencuci peralatan,
menangani sampah, jugamenbersihkandarah dan cairan tubuh
f. Menggunakan tekhnik aseptic
1) Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi
2) Antisepsis
3) Menjaga tingkat sterilitas atau disinfeksitingkat tinggi
g. Memproses alat bekas pakai
1) Dekontaminasi
Segera setelah digunakan, masukkan benda-benda yang terkontaminasi ke
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit,
2) Pencucian dan pembilasan
a) Pakai sarung tangan karet yang tebal pada kedua tangan
b) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah di dekontaminasi (hati-hati
bila memegang peralatan yang tajam, seperti gunting dan jarum jahit)
c) Agar tidak merusak benda-benda yang terbuat dari plastik atau karet
jangan di cuci secara bersamaan dengan peralatan dari logam
d) Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati
e) Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah
dan kotoran
f) Buka ensel gunting dan klem
g) Sikat dengan seksama terutama di bagian sambungan dan sudut
peralatan
h) Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal pada
peralatan
i) Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air
dan sabun atau deterjen
j) Bilas benda-benda tersebut dengan air bersih
k) Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain
l) Jika peralatan akan di disinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi
(misalkan dalam larutan klorin 0,5%) tempatkan peralatan dalam
wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT.
Alasan : jika peralatan masih basah mungkin akan mengencerkan
larutan kimia dan membuat larutan menjadi kurang efektif
m) Peralatan yang akan di disinfeksi tingkat tinggi dengan di kukus atau
di rebus, ataudi sterilisasi didalam otoklaf atau oven panas kering,
tidak perlu dikeringkan dulu sebelum proses DTT atau sterilisasi
dimulai
n) Selagi masih memakai sarung tangan, cuci sarung tangan dengan air
dan sabun dan kemudian bilas dengan seksama menggunakan air
bersih

Untuk mencuci kateter (termasuk kateter penghisap lendir), ikuti


tahap-tahap berikut :
a) Pakai sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga
dari lateks pada kedua tangan
b) Lepaskan penutup wadah penampung lendir (untuk kateter penghisap
lendir)
c) Gunakan tabung suntik besar untuk mencuci bagian dalam kateter
sedikitnya tiga kali (atau lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau
deterjen
d) Bilas kateter menggunakan tabung suntik dan air bersih
e) Letakkan kateter dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum
dilakukan DTT
Catatan : kateter harus di disinfeksi tingkat tinggi secara kimia (lihat
dibawah). Kateter bisa rusak jika di disinfeksi tingkat tinggi dengan
direbus.
3) DTT dengan cara merebus
a) Gunakan panci dengan penutup yang rapat
b) Ganti air setiap kali mendisinfeksi peralatan
c) Rendam peralatan dalam air sehingga semuannya terendam dalam air
d) Mulai panaskan air
e) Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih
f) Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah
perhitungan waktu dimulai
g) Rebus selama 20 menit
h) Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus
i) Biarkan peralatan kering dengan cara di angin-anginkan sebelum
digunakan atau disimpan (jika peralatan dalam keadaan lembap maka
keadaan disinfeksi tingkat tinggi tidak terjaga)
j) Pada saat peralatan kering, gunakan segera atau simpan dalam wadah
disinfeksi tingkat tinggi dan berpenutup. Peralatan bisa disimpan
sampai satu minggu asal penutupnya tidak di buka.
4) DTT kimiawi
a) Persiapkan larutan klorin 0,5%
b) Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah didekontaminasi dan
cuci-bilas) ke dalam wadah dan tuangkan disinfektan.ingat : jika
peralatan basah sebelum direndam dalam larutan kimia maka akan
terjadi pengenceran larutan tersebut sehingga dapat mengurangi daya
kerja atau efektifitasnya
c) Pastikan peralatan terendam seluruhnya dalam larutan kimia
d) Rendam peralatan selama 20 menit
e) Catat lama waktu peralatan di rendam dalaml arutan kimia di buku
khusus
f) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan sampai kering
di wadah disinfeksi tingkat tinggi yang berpenutup
g) Setelah kering, peralatan dapat segera digunakan atau disimpan dalam
wadah disinfeksitingkat tinggi berpenutup rapat
5) Penggunaan peralatan tajam secara aman
a) Letakkan benda-benda tajam di atas baki steril
b) Jangan menutup kembali, melengkungkan, mematahkan atau
melepaskan jarum yang akan dibuang
c) Buang benda-benda tajam dalam wadah tahan bocor dan segel dengan
perekat jika sudah 2/3 penuh. Jangan memindahkan benda tajam
tersebut ke wadah lain. Wadah benda tajam yang sudah di segel tadi
harus dibakar di dalam incinerator.
h. Pengelolaan sampah
Setelah selesai melakukan suatu tindakan (misalnya asuhan persalinan),
dan sebelum melepas sarung tangan, letakkan sampah terkontaminasi (kasa,
gulungan kapas, perban, dll) kedalam tempat sampah tahan air / kantong plastic
sebelum dibuang. Hindari kontaminasi bagian luar kantong dengan sampah yang
terkontaminasi.
i. Mengatur kebersihan dan kerapian
1) Pastikan selalu tersediannya satu ember larutan pemutih (kloron 0,5%) yang
belum terpakai
2) Gunakan desinfektan yang sesuai untuk membersihkan peralatan yang tidak
bersentuhan dengan darah atau sekresi tubuh (stetoskop, pinnards, Doppler,
thermometer, incubator) diantara pemakaian, terutama sekali diantara ibu
atau bayi yang berbeda
3) Jika menggunakan oksigen, gunakan kanula nasal yang bersih, steril atau DTT
setiap kali akan digunakan. Mengusap kanula dengan alcohol tidak mencegah
terjadinya infeksi
4) Segera bersihkan pecikan darah. Tuangkan larutan klorin 0,5% pada percikan
tersebut kemudian sekat dengan kain
5) Bungkus atau tutupi linen bersih dan simpan dalam kereta dorong atau lemari
tertutup untuk mencegah kontaminasi dari debu
6) Setiap selesai menggunakan tempat tidur, meja dan troli prosedur, segera
sekat permukaan dan bagian-bagian peralatan tersebut dengan kain di basahi
klorin 0,5% dan deterjen
7) Setiap selesai menolong persalinan, sekat celemek dengan menggunakan
larutan klorin 0,5%
8) Bersihkan lantai dengan lap kering, jangan di sapu. Seka lantai, dinding atau
permukaan datar lain (setiap hari atau setelah digunakan) dengan larutan
klorin 0,5% dan deterjen
9) Ikuti pedoman umum kebersihan dan kerapian
10) Bersihkan dari atas ke bawah sehingga kotoran yang jatuh dapat dihilangkan
11) Selalu gunakan sarung tangan lateks atau sarung tangan rumah tangga
12) Sekadan gosok hingga bersi permukaan datar atau lantai setiap setelah
digunakan
13) Temepelkan petunjuk khususkebersihan di unit tertentupada area yang mudah
dilihatatau di baca. Cantumkan secara rinci dan jelas tentang apa dan seberapa
sering pedoman kebersihan dilaksanakan dan minta stap ikut beranggung
jawab untuk mengatur kebersihan dan kerapian. Buat daftar tilik prosedurrutin
kebersihan dan kerapian
14) Bersihkan sesering mungkin dinding, tirai kain, plastikatau logam.
2.3 SOP Phototherapy
1. Persiapan pasien
1) Pastikan identitas pasien
2) Kaji kondisi anak (adanya hambatan, riwayat perdarahan, fraktur)
3) Jaga privasi pasien
4) Jelaskan maksud dan tujuan pada anak/keluargaLibatkan orang tua/ pengasuh
2. Persiapan alat
1) Penutup mata
2) Penutup plastic
3) Lampu fluorense
4) Box bayi
5) Alas box bayi
3. Cara kerja
1) Berikan salam, perkenalkan nama dan tangungg jawab perawat
2) Jelaskan procedure, tujuan dan lamanya tindakan pada eluarga
3) Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya
4) Berikan petunjuk alternative komunikasi jika keluarga mersa tidak nyaman
dengan procedure yang dilakukan
5) Jaga privasi klien
6) Cuci tangan dengan air mengalir dan keringkan dengan handuk
7) Siapkan box dengan penutup plastic dibawahnya untuk menghindari cedera
apabila lampu pecah
8) Hangatkan ruangan box dengan menyalakan lampu sehingga suhu dibawah
sinar lampu hingga suhu 28-30◦C.
9) Nyalakan lampu dan pastikan semua lampu fluorense menyala
10) Ganti tabungan lampu yang sudah terbakar pemakaian 2000 jam atau 3 bulan
walaupun lampu masih berkerja
11) Pasang sprei putih/alas kasur pada pelbet, tempat tifdur bayi atau incubator
dan letakkan tirai putih disekitarnya untuk memantulkan kembali sinar ke
bayi sebanyak mungkin
12) Letakkan bayi dibawah sinar fototerapi
13) Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
14) Jika berat bayi 2 kg, letakkan bayi telanjang
15) Tutup mata bayi dengan penutup mata
16) Ubah posisi bayi setiap 3 jam
17) Pastikan bayi juga diber makan/ minum
18) Ukur suhu bayi, bila lebih dari 37,5◦C hentikan sementara
19) Cek kadar bilirubin setelah 12 jam
20) Hentikan bila selama 3 hari billirubin tidak terukur
21) Rapikan alat
22) Cuci tangan
4. Evauasi
1) Evaluasi respon klien
2) Berikan reinforcement positif
3) Lakukan kontrak atau tindakan selanjutnya
5. Dokumentasi
1) Catat tindakan yang sudah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan pada
catatan keperawatan
2) Catatat respon klien dan hasil pemeriksaan
3) Dokumentasi evaluasi tindakan

2.4 SOP Exchange Transfusion


1. Pengertian
Transfusi tukar merupakan tindakan yang bertujuan untuk memperbaiki
kondisi bayi dengan menurunkan kadar bilirubin indirek neonates dan menurunkan
bahan toksik serta mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah dengan cara
mengeluarkan dari tubuh bayi ditukar dengan darah pengganti, dengan syarat
sebagai berikut : darah harus segar <24 jam, dalam keadaan suhu sesuai dengan
suhu ruangan ±24°C (1 jam sebelumnya sudah dikeluarkan dari lemari pendingin).
2. Tujuan
a. Mencegah kematian
b. Mencegah kerusakan otak
3. Darah donor untuk tranfusi tukar
a. Darah yang digunakan golongan O
b. Gunakan darah baru. Kerjasama dengan dokter kandungan dan bank darah
adalah penting untuk persiapan kelahiran bayi yang membutuhkan transfuse
tukar.
c. Pada penyakit hemolitik rhesus, jika darah disiapkan dari sebelum persalinan,
harus golongan O dengan rhesus (-), crossmatched terhadap ibu. Bila darah
disiapkan setelah kelahiran, dilakukan juka crossmatched terhadap bayi.
d. Pada inkomptabilitas ABO, darah donor harus O, rhesus (-) atau rhesus yang
sama dengan ibu dan bayinya. Crossmatched terhadap ibu dan bayi yang
mempunyai titer rendah antibody A dan anti B. Biasanya menggunakan
aritrosit golongan O dengan plasma AB, untuk memastikan bahwa tidak ada
antibody anti A dan anti B yang muncul.
e. Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh berisi
antigen tersentisasi dan harus di crossmatched terhadap ibu.
f. Pada hiperbilirubinemia yang nonimun darah donor ditiping dan crossmatched
terhadap plasma dan eritrosit pasien/bayi.
g. Transfuse tukar biasanya memakai 2 kali volume darah (160 mL/kgBB)
sehingga diperoleh darah baru sekitar 78%.
4. Teknik transfusi tukar
a. Simple Double Volume. Push Pull technique : jarum infus dipasang melalui
kateter vena umbilikalis/vena saphena magna. Darah dikeliuarkan dan
dimasukkan bergantian.
b. Isovolumetric. Darah secara bersamaan dan simultan dikeluarkan melalui
arteri umbilikalis dan dimasukkan melalui vena umbilikalis dalam jumlah
yang sama.
c. Partial Exchange Transfusion. Transfusi tukar sebagian, dilakukan biasanya
pada bayi dengan polisitemia. (Di Indonesia untuk kedaruratan, transfusi tukar
pertama menggunakan golongan darah O rhesus (+).
5. Petunjuk dan keselamatan kerja
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk transfusi tukar.
b. Perhatikan petunjuk pelaksanaan tindakan.
c. Lakukan tindakan secara lembut, hati-hati dan teliti.
d. Perhatikan keadaan bayi sebelum bekerja agar tindakan dapat dilaksanakan
dengan baik.
e. Letakkan bayi dan alat-alat pada tempat yang aman.
6. Alat dan bahan
a. Sarung tangan satu atau dua pasang.
b. Vena section set
c. Kateter (polyethylene) 1-2 buah
d. Spuit 2, 5cc, 20cc (masing-masing 2 buah)
e. Knop sonde
f. Botol kecil untuk pemeriksaan (4 buah)
g. Lidi kasa
h. Duk lubang
i. Kassa
j. Infuse set 2 buah
k. Cairan
l. Obat-obatan seperti heparin, kalsium glukonas 10%
m. NaCl 0,9%
n. Iodium tincture 1%
o. Betadine 10%
p. Alat resusitasi, oksigen, thermometer, stetoskop, lampu pemanas, darah sesuai
dengan identitas.
7. Persiapan
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Dapatkan persetujuan tindakan dari orangtua bayi
c. Lakukan untuk puasa 3-4 jam
d. Siapkan hasil pemeriksaan laboratorium seperti kadar bilirubin, Hb, golongan
darah, uji Coomb, kadar G6PD
8. Prosedur pelaksanaan
1) Terangkan tentang prosedur dan indikasi transfuse tukar pada orangtua dan
keluarga
2) Meminta persetujuan tertulis untuk melakukan tindakan medis kepada orangtua
atau keluarga pasien
3) Melakukan pemeriksaan golongan darah anak pada kedua orang tuanya
4) Lakukan comb’s test darah penderita bila dibutuhkan (Untuk mendeteksi adanya
ab pada permukaan eritrosit pada serum).
5) Memesan darah 200cc/kgBB PRC cuci
6) Pindahkan pasien ke ruang khusus
7) Mempersiapkan pasien dengan posisi tidur terlentang
8) Menyalakan lampu pemanas dan diarah ke pasien
9) Mencuci tangan
10) Bila memungkinkan pasang saluran umbilicus, bila tidak memungkinkan
lakukan vena section
11) Lakukan tindakan antiseptic pada daerah kateter pembuluh darah
12) Pergunakan handscoon
13) Siapakan 2 buah blood transfusion set
14) Pasangan transfuse set ke dalam wadah darah untuk jalur pengisian darah
15) Pasang transfuse set ke wadah pembuang darah
16) Hubungkan kedua transfuse set dengan 2 buah three way, sedemikian rupa
sehingga terdapat jalur pengisian dan pembuangan darah
17) Awasi keadaan umum pasien
18) Lakukan pengisapan darah sebanyak 200cc, lalu dibuang
19) Masukkan darah sebanyak 20cc, diamkan selama ±5 menit, lalu dihisap kembali
sebanyak 20cc untuk dibuang ulangi prosedur ini sampai ±9 kali atau 180cc
20) Setiap 160cc darah ditukar, beri heparin sebanyak 0,5cc/kgBB
21) Setiap 180cc darah ditukar tambahkan Ca Glukonas 0,5cc/kgBB
22) Ulangi prosedur 18 dan 21 sampai dengan jumlah darah tertukar 200cc/kgBB
23) Mencatat jumlah darah yang keluar dan dan yang masuk
24) Menyiapkan obat-obat yang diperlukan bila pelaksanaan tindakan sudah selesai
25) Merapikan pasien dan membawa ke tempat semula
26) Membersihkan, merapika, mengembalikan peralatan ke tempat semula.

2.5 SOP Pemberian Obat pada Anak

1. Pertimbangan farmakokinetik pemberian obat

a. Absorpsi
Secara umum, kecepatanan absorbsi obat ke dalam sirkulasi sistematik
tergantung pada cara pemberian dan sifat fisikokimiawi obat,seperti misalnya
berat molekul dan sifat lipofilik obat. Sifat fisikokimiawi obat terutama
menentukan kecepatan dan luasnya transfer molekul obat melalui membran. Hal
ini berlaku pada semua golongan usia.
Umumnya absorpsi oral pada bayi dan anak tidak jauh berbeda dengan
dewasa. Hal-hal berikut perlu dipertimbangkan sehubungan dengan absorpsi obat
pada anak, yaitu :
1) Beberapa saat setelah lahir akan terjadi perubahan-perubahan biokimiawi dan
fisiologis pada traktus gastrointensital. Pada 24 jam pertama kelahiran/
kehidupan, terjadi peningkatan keasaman lambung secara menyolok.oleh
sebab itu obat-obat yang terutama dirusak oleh asam lambung (pH
rendah)sejauh mungkin di hindari.
2) Pengosongan lambung pada hari I dan II kehidupan relatif lambat (6-8 jam),
keadaan ini berlangsung selama kurang lenih 6 bulan untuk akhirnya
mencapai nilai normal seperti pada dewasa. Pada tahap ini obat yang absorpsi
utamanya yang di lambung akandi absorpsi secara lengkap dan sempurna,
sebaliknya untuk obat-obat yang diabsorpsi di intestimun efeknya menjadi
sangat lambat/ tertunda
3) Absorpsi obat setelah pemberian injeksi IM atau subkutan tergantung pada
kecepatan aliran darah ke otot atau area subkutan tempat injeksi. Keadaan
fisiologis yang bisa menurunkan aliran darah antara lain syok kardiovasskuler,
vasokontriksioleh karena pemberian obat simpatotimetik, dan kegagalan
jantung. absorpsi obat yang diberikan perkutan meningkat pada neonatus, bayi
dan anak, terutama jika terdapat ekskoriasi kulit atau luka bakar. Dengan
meningkatnya absorpsi ini kadar obat dalam darah akanmeningkat pula secara
menyolok, ynag kadang mencapai dosis toksik obat. Keadaan ini sering di
jumpai pada penggunaan kortikosteroid secara berlebihan, asam borat (yang
menimbulkan efek samping diare,, muntah,kejang hingga kematian) serta
aminoglikosida/ polimiksin spray pada luka bakar yang dapat menyebabkan
tuli.
4) Pada keadaan tertentu dimana injeksi diperlukan sementara oleh malnutrisi
anak menjadi sangat kurus dan volume otot menjadi kecil,pemberian injeksi
harus sangat hati-hati. Pada keadaan ini absorbsi obat menjadi sangat tidak
teratur dan sulit di duga oleh karena obat mungkin masih tetap berada di
ototdan di absorbsi secara lambat. Pada keadaan ini otot berlaku sebagai
reservoir..tetapi bila perfusi tiba-tiba mambaik,, maka jumlah obat yang
masuk sirkulasimeningkat secara mendadak dan menyebabkan tingginya
konsentrasi obat dalam darah yang mencapai kadar toksik.obat-obat yang
perlu di waspadai penggunaannya antara lain: glikosida jantung,
aminoglikosida dan anti kejang.
5) Gerakan peristaltik usus bayi baru lahir relatif belum teratur, tetapi umumnya
lambat. Sehingga jumlah obat-obat yang diabsorpsi di intestimun tenue sulit
diperkirakan. Jika peristaltik lemah maka jumlah obat yang diabsorpsi
menjadi lebih besar. Yang ini memberi konsekuensiberupa efek toksik obat.
Sebaliknya jika terjadi peningkatan peristaltik, misalnya pada diare, absorbsi
obat cendrung menurun oleh karena lama kontak obat pada tempat-tempat
yang mempunyai permukaan absorbsi luas menjadi sangat singkat.
b. Distribusi
Proses distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh massa
jaringan, kandungan lemak, aliran darah, permeabilitas membran dan ikatan
protein. Obat didistribusikan secara berbeda berdasar sifat-sifat
fisikokimiawinya.perbedaan ini dapat ditunjukkan oleh obat-obat yang
mempunyai sifat lipofilikkecil, misalnya sulfonamida, dimana volume
distribusinya meningkat sampai 2 kali pada neonatus.
1) Barier darah otak pada bayi baru lahir relatif lebih permeabel. Hal ini
memungkinkan beberapa obat melintasi aliran darah otak secara mudah.
Keadaan ini menguntungkan, misalnya pada pengobatan meningitis dengan
antibiotika
2) Ikatan protein plasma obat sangat kecil pada bayi (neonatus) dan baru
mencapai normal pada umur 1 tahun. Hal ini oleh karena rendahnya
konsentrasi albumin dalam plasma dan rendahnya kapasitas albumin untuk
mengikat molekul obat. Keadaan ini menjadi penting pada bayi malnutrisi dan
hipoalbuminemia.
3) Interaksi antara obat dengan bilirubin pada ikatannya dengan protein plasma
sangat penting diperhatikan. Bilirubin bebas dapat menembus barier darah
otak pada neonatus dan dapat menyebabkan kem-ikterus. Obat-obat
sultonamida, novobiosin, diazoksida dan analog vitamin K dapat menggeser
bilirubin dari ikatannya pada albumin plasma. Bila mekanisme konjugasi
hepatal belum sempurna, bilirubin bebas dalam darah akan meningkat dan
dapat menyebabkan kem-ikterus.
c. Metabolisme
Hepar merupakan organ terpenting untuk metabolisme obat. Perbandingan
relatif volume hepar terhadap berat badan menurun dengan bertambahnya umur.
Dengan perbandingan relatif ini, volume hepar pada bayi baru lahir ini kurang
lebih 2x dibandingkan anak usia 10 tahun. Itulah sebabnya, mejelaskan mengapa
kecepatan metabolisme obat paling besar pada masa bayi hingga awal masa
kanak-kanak, dan kemudian menurun mulai anak sampai dewasa.
d. Ekskresi
Pada neonatus, kecepatan filtrasi glomeruler dan fungsi tubulus masih
imatur. Diperlukan waktu sekitar 6 bulan untuk mencapai nilai normal.
Umumnya GFR pada anak adalah sekitar 30-40% dewasa. Oleh karena itu,pada
anak obat dan metabolit aktif yang dieksresi lewat urin cendrung terakumulasi.
Sebagai keonsekuensinya, obat-obat yang diekskresi dengan filtrasi glomerulus,
seperti misalnya digoksin dan gentamisin, dan obat-obat yang sangat terpengaruh
sekresi tubuler, misalnya pensilin, paling lambat diekskresi pada bayi baru lahir.
Dengan demikian, seiring dengan bertambahnya usia, diperlukan evaluasi ulang
terhadap dosis yang digunakan.

2. Prinsip-Prinsip Peresepan Pada Bayi Dan Anak


Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan pada anak, kita
harus renungkan terlebih dahulu.
a. Apakah obat benar-benar diperlukan
Sebagian besar penyakit pada anak sebetulnya dapat sembuh sendiri tanpa
pemberian obat sekalipun.jika tidak terpaksa sekali, alternatif intervensi non-
koterapi (seperti misalnya diet, istirahat, dan memperbaiki masukan cairan) lebih
diutamakan.kecendrungan peresepan yang semata-mata didasarkan kekhawatiran
dan permintaan orang tua anak tidak dibenarkan sama sekali. Jika diagnosa tidak
ditegakkan secara meyakinkan (tanpa dilandasi bukti-bukti kuat yang mengarah
ke diagnosis definitif), maka sebagai akibatnya pengobatanpun cendrung tanpa
alasan medik yang jelas.
b. Jika terapi diperlukan, obat apa yang sesuai
Penentuan apakah obat yang diresepkan benar-benar sesuai dengan
diagnosis yang ditegakkan sangat ditentukan oleh kemapuan dan pengalaman
dokter. Namun demikian prinsip-prinsip ilmiah peresepan pada anak hendaknya
tetap di taati. Beberapa jenis obat mutlak tidak boleh diberikan pada bayi dan
anak, beberapa lagi disertai peringatan dan ketentuan khusus.
c. Jenis sediaan yang diperlukan
Pemberian obat secara oral adalah yang paling dianjurkann untuk anak.
Untuk memerluka apakah diperlukan obat dalam bentuk sediaan cair, tablet,
puyer, atau yang lain, perlu dipertimbangkan kondisi anak, tingkat penerimaan,
dan faktor-faktor lain yang sekiranya akan mempengaruhi masuknya obat secara
komplit kedalam tubuh, misalnya apakah anak sudah dapat menelan tablet.
Sejauh ini obat-obat yang diperlukan per rektal sangat sedikit,mengingat
sulitnya memperkirakan tingkat absorbsi. Namun, diazepam perrektal saat ini
masih dianggap paling bermanfaat dalam mengatasi kejang demam.
Pemakaian obat secara inhalasi mungkin kurang cocok pada anak. Obat
bentuk ini memerlukan cara penyedotan yang konsisten dan dalam, yang sulit
diterapkan pada anak. Akibatnya, dikhawatirkan dosis obat ynag masuk tidak
dapat konsisten pula. Untuk itu nebulizer lebih dapat diterima.
d. Memperkirakan dosis obat
Penentuan dosis obat pada anak dapat dilakukan dengan mengacu buku-
buku standard pediatrik, pada keadaan terpaksa dapat menggunakan package
insert. Jika informasi ini tidak di peroleh, dapat digunakan formulasi berdasarkan
umur, BB, atau luas permukaan tubuh.
e. Lama pemberian
Untuk memutuskan berapa lama obat sebaiknya diberikan pada anak
sebetulnya tidak ada standard yang pasti. Namun perlu di garis bawahi, bahwa
riwayat penyakit akan menentukan berapa lama obat harus diminum untuk
penyakit-penyakit yang berlangsung kronis dan akut.
f. Informasi pengobatan
Keberhasilan terapi tidak saja ditentukan oleh tepat dan benarnya jenis obat
yang diberikan higga cara pemakaiannya, tetapi juga adanya informassi mengenai
pengobatan yang seyogyanya diikuti oleh pasien. Informasi yang seharusnya di
sampaikan tidak hanya mencakup cara minum oobat tetapi juga meliputi
kemungkinan terjadinya efek samping dan penanggulangannya. Informasi
hendaknya sederhana, jelas dan mudah dipahami oleh orang tua si anak.
g. Ketaatan minum obat dan pendidikan pasien
Pada anak, ketaatan minum obat ini tergantung pada ketaatan orang tua
dalam memberikan obat secara benar dan tepat. Tingkat pendidikan dan informasi
yang diterima orang tua anak mempunyai korelasi positif dengan ketaatan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi ketaatan minum obat antara lain:
1) Faktor obat
2) Frekuensi pemberian dan keragaman jenis obat
3) Pola penyakit
4) Hubungan dokter-pasien dan dokter-orang tua pasien
h. Penilaian manfaat dan efek pengobatan
Seorang dokter hendaknya mampu melakukan penilaian terhadap hail
pengobatan yang diberikan secara ilmiah. Sebagai contoh jika kriteria diagnostik
yang ditegakkan didasarkann pada pemeriksaan klinik dan laboratik, maka kriteria
diagnostik yang ditegakkan didasarkan pada pemeriksaan klinikdan laboratik,
maka kriteria penyembuhan juga harus di dasarkan pada panilaian kedua hal
tersebut. Kemanfaatan suatu hasil terapetik harus dapat dibuktikan secara ilmiah
beradsarkan kriteria yang lazim, misalnya pada demam kriteria penyembuhan
dapat berupa menurunnya temperatur ke normal, dimana pengukuran di lakukan
dengan termometer.

3. Sop Pemberian Obat Oral Pada Anak

1. Pengertian

Pemberian obat oral adalah memberikan obat yang dimasukkan melalui mulut.

2. Tujuan Pemberian:

a. Untuk memudahkan dalam pemberian

b. Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari obat
tersebut dapat segera diatasi

c. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan nyeri

d. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan


jaringan

3. Tahap Persiapan

a. Persiapan Pasien

Jelaskan tujuan pemberian obat dan waktu minum obat

b. Persiapan Lingkungan

1) Bekerja sebaiknya dari sebelah kanan pasien


2) Meletakkan alat sedemikian rupa sehingga mudah bekerja

c. Persiapan Alat

1) Baki berisi obat

2) Kartu atau buku berisi rencana pengobatan

3) Pemotong obat (bila diperlukan

4) Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan)

5) Gelas pengukur (bila diperlukan)

6) Gelas dan air minum

7) Sedotan

8) Sendok

9) Pipet

10) Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak-anak

4. Tahap Pelaksanaan

a. Pengetahuan

1) Menjelaskan pemberian obat dengan memperhatikan 12 benar.

2) Menjelaskan jenis dan bentuk obat yang dapat diberikan melalui mulut
serta waktu pemberianny

b. Sikap

1) Teliti

2) Disiplin

3) Motivasi
4) Kerja sama

5) Tanggung jawab

6) Komunikasi

7) Kejujuran

8) Penampilan Fisik

9) Menjaga privasi pasien

5. Prosedur kerja

a. Siapkan peralatan dan cuci tangan

b. Kaji kemampuan klien untuk dapat minum obat per oral (menelan, mual,
muntah, adanya program tahan makan atau minum, akan dilakukan
pengisapan lambung dll)

c. Periksa kembali perintah pengobatan (nama klien, nama dan dosis obat,
waktu dan cara pemberian) periksa tanggal kedaluarsa obat, bila ada
kerugian pada perintah pengobatan laporkan pada perawat/bidan yang
berwenang atau dokter yang meminta

d. Ambil obat sesuai yang diperlukan (baca perintah pengobatan dan ambil
obat yang diperlukan)

e. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan. Siapkan jumlah obat yang sesuai
dengan dosis yang diperlukan tanpa mengkontaminasi obat (gunakan tehnik
aseptik untuk menjaga kebersihan obat).

1) Tablet atau kapsul

a) Tuangkan tablet atau kapsul ke dalam mangkuk disposibel tanpa


menyentuh obat.
b) Gunakan alat pemotong tablet bila diperlukan untuk membagi obat
sesuai dengan dosis yang diperlukan.
c) Jika klien mengalami kesulitan menelan, gerus obat menjadi bubuk
dengan menggunakan martil dan lumpang penggerus, kemudian
campurkan dengan menggunakan air. Cek dengan bagian farmasi
sebelum menggerus obat, karena beberapa obat tidak boleh digerus
sebab dapat mempengaruhi daya kerjanya.
2) Obat dalam bentuk cair

a) Kocok /putar obat/dibolak balik agar bercampur dengan rata sebelum


dituangkan, buang obat yang telah berubah warna atau menjadi lebih
keruh.

b) Buka penutup botol dan letakkan menghadap keatas. Untuk


menghindari kontaminasi pada tutup botol bagian dalam

c) Pegang botol obat sehingga sisa labelnya berada pada telapak


tangan, dan tuangkan obat kearah menjauhi label. Mencegah obat
menjadi rusak akibat tumpahan cairan obat, sehingga label tidak bisa
dibaca dengan tepat.

d) Tuang obat sejumlah yang diperlukan ke dalam mangkuk obat


berskala.

e) Sebelum menutup botol tutup usap bagian tutup botol dengan


menggunakan kertas tissue. Mencegah tutup botol sulit dibuka
kembali akibat cairan obat yang mengering pada tutup botol.

f) Bila jumlah obat yang diberikan hanya sedikit, kurang dari 5 ml


maka gunakan spuit steril untuk mengambilnya dari botol.

g) Berikan obat pada waktu dan cara yang benar.

3) Identifikasi klien dengan tepat.

4) Menjelaskan mengenai tujuan dan daya kerja obat dengan bahasa yang
mudah dimengerti oleh klien.
5) Atur pada posisi duduk, jika tidak memungkinkan berikan posisi lateral.
Posisi ini membantu mempermudah untuk menelan dan mencegah
aspirasi.

6) Beri klien air yang cukup untuk menelan obat, bila sulit menelan anjurkan
klien meletakkan obat di lidah bagian belakang, kemudian anjurkan
minum. Posisi ini membantu untuk menelan dan mencegah aspirasi.

7) Catat obat yang telah diberikan meliputi nama dan dosis obat, setiap
keluhan, dan tanda tangan pelaksana. Jika obat tidak dapat masuk atau
dimuntahkan, catat secara jelas alasannya.

8) Kembalikan peralatan yang dipakai dengan tepat dan benar, buang alat-
alat disposibel kemudian cuci tangan.

9) Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada klien.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Transfuse darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis darah dari
satu organ ke system peredaran orang lainnya. Transfuse darah berhubungan dengan kondisi
medis seperti kehilangan darah dalam jumlah besar disebabkan trauma dan tidak
berfungsinya organ pembentuk sel darah merah.
Pencegahan infeksi lingkungan pada BBL adalah Suatu usaha yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikroorganisme antara pasien, tenaga
kesehatan, dan pengunjung.
Hiperbiliruninemia adalah kondisi tingginya kadar bilirubin yang terakumulasi
dalam darah dan ditandai dengan ikterus, yaitu timbulnya warna kuning pada kulit, sclera
dan kuku. Hiperbilirubinemia adalah masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir.
Pasien dengan hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan transfuse
tukar.
Fototerapi bekerja memaparkan neonates pada cahaya dengan intensitas tinggi akan
menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar bilirubin dengan cara
memfasilitasi ekskresi bilirubin tak terkonjungsi. Efektivitas fototerapi tergantung pada
kualitas cahaya dipancarkan lampu (panjang gelombang), intensitas cahaya (iradiasi), luas
permukaan tubuh, jarak lampu fototerapi.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Ayu dkk. 2016. Efektivitas fototerapi terhadap penurunan kadar bilirubin total pada
hiperbilirubinemia neonatal di rsup sangkah. Vol.18. Ilmu kesehatan anak,
fakultas kedokteran universitas udayana.

Rahmawati, I. &. (2018). PENCEGAHAN INFEKSI PADA PERTOLONGAN


PERSALINAN DI PRAKTIK MANDIRI BIDAN KOTA BANJARMASIN.
Proceeding of Sari Mulia University Midwifery national Seminars , 136-147.
WHO. 2007. Buku Saku Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir Panduan untuk Dokter,
Perawat & Bidan. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai