Anda di halaman 1dari 16

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Matematika merupakan cabang ilmu yang mempelajari hal-hal yang bersifat abstrak,
menekankan proses deduktif yang memerlukan penalaran logis dan aksiomatik yang mungkin
diawali dari proses induktif, yang meliputi penyusunan konjektur, model matematika, analogi
dan atau generalisasi berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah data. Karakteristik lain dari
matematika adalah merupakan ilmu terstruktur dan sistematis. Dalam arti bagian-bagian
matematika tersusun secara hierarkis  dan terjalin dalam hubungan fungsional yang erat dan sifat
keteraturan yang indah, yang akan membantu menghasilkan model matematis yang diperlukan
dalam pemecahan masalah di berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu, ada ungkapan “mathematics as a human activity”, yang maksudnya dalam
kegiatan hidupnya setiap orang akan terlibat dalam matematika, baik dalam bentuk sederhana
dan bersifat rutin, dan mungkin dalam bentuknya yang sangat kompleks. (Sumarmo, 2006)
Walaupun matematika sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, penyelesaian terhadap
soal aplikasi matematika masih sering sulit dilakukan. Padahal  jika merujuk pada kurikulum
standar yang telah dikembangkan oleh NCTM (National Council Of Teachers Mathematics,
USA), maka kompetensi yang dikembangkan dalam pelajaran matematika meliputi kemamuan
dalam materi matematika dan kemampuan doing math. Kemampuan dalam materi matematika
disesuaikan dengan materi atau topik yang dibahas di kelas sesuai dengan jenjang kelas atau
sekolahnya, Sedangkan kemampuan doing math meliputi matematika sebagau pemecahan
masalah (mathematic as problem solving), matematika sebagai komunikasi (mathematics as
communication), matematika sebagai penalaran (mathematics as reasoning) dan koneksi-koneksi
matematika (mathematical connections).
B.  Pengertian Problem Solving
Istilah problem solving sering digunakan dalam berbagai bidang ilmu dan memiliki
pengertian yang berbeda-beda pula. Tetapi problem solving dalam matematika memiliki
kekhasan tersendiri. Secara garis besar terdapat tiga macam interpretasi istilah problem
solving dalam pembelajaran matematika, yaitu (1) problem solving sebagai tujuan (as a goal),
(2) problem solving sebagai proses (as a process), dan (3) problem solving sebagai keterampilan
dasar (as a basic skill). (Sumardyono, 2010)
1.   Problem solving  sebagai tujuan (problem solving as a goal)
Para pendidik, matematikawan, dan pihak yang menaruh perhatian pada pendidikan
matematika seringkali menetapkan problem solving sebagai salah satu tujuan pembelajaran
matematika. Bila problem solving  ditetapkan atau dianggap sebagai tujuan pengajaran maka ia
tidak tergantung pada soal atau masalah yang khusus, prosedur, atau metode, dan juga isi
matematika. Anggapan yang penting dalam hal ini adalah bahwa pembelajaran tentang
bagaimana menyelesaikan masalah (solve problems) merupakan “alasan utama” (primary
reason) belajar matematika.
Salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam KTSP yang tercantum dalam standar
isi adalah agar peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.  Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam
pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah
terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai penyelesaian.
2. Problem solving  sebagai proses (problem solving as a process)
Pengertian lain tentang problem solving adalah sebagai sebuah proses yang dinamis.
Dalam aspek ini, problem solving dapat diartikan sebagai proses mengaplikasikan segala
pengetahuan yang dimiliki pada situasi yang baru dan tidak biasa. Dalam interpretasi ini, yang
perlu diperhatikan adalah metode, prosedur, strategi dan heuristik yang digunakan siswa dalam
menyelesaikan suatu masalah.

Masalah proses ini sangat penting dalam belajar matematika dan yang demikian ini sering
menjadi fokus dalam kurikulum matematika. Sebenarnya, bagaimana seseorang melakukan
proses problem solving  dan bagaimana seseorang mengajarkannya tidak sepenuhnya dapat
dimengerti. Tetapi usaha untuk membuat dan menguji beberapa teori tentang pemrosesan
informasi atau proses problem solving  telah banyak dilakukan. Dan semua ini memberikan
beberapa prinsip dasar atau petunjuk dalam belajar problem solvingdan aplikasi dalam
pengajaran.
Beberapa prinsip dasar atau karakteristik pembelajaran menggunakan pendekatan
Problem Soving adalah sebagai berikut :
a.       Adanya interaksi antar siswa dan interaksi guru dan siswa.
b.      Adanya dialog matematis dan konsensus antar siswa.
c.       Guru menyediakan informasi yang cukup mengenai masalah, dan siswa mengklarifikasi,
menginterpretasi, dan mencoba mengkonstruksi penyelesaiannya.
d.      Guru menerima jawaban ya-tidak bukan untuk mengevaluasi.
e.       Guru membimbing, melatih dan menanyakan dengan pertanyaan-pertanyaan berwawasan dan
berbagi dalam proses pemecahan masalah.
f.       Sebaiknya guru mengetahui kapan campur tangan dan kapan mundur membiarkan siswa
menggunakan caranya sendiri.
g.      Karakteristik lanjutan adalah bahwa pendekatan problem solving dapat menggiatkan siswa
untuk melakukan generalisasi aturan dan konsep, sebuah proses sentral dalam matematika.

3.  Problem solving  sebagai keterampilan dasar (problem solving as a basic skill)


Ketiga problem solving sebagai keterampilan dasar (basic skill). Problem solving
merupakan suatu keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh siswa. Apalagi kompetensi yang
diperlukan untuk menghadapi tantangan global semakin meningkat, salah satunya kemampuan
memecahkan masalah.
C.    Problem Solving dalam Pembelajaran Matematika
Tujuan utama dari penggunaan Problem Solving adalah mengembangkan kemampuan
siswa memecahkan masalah secara tepat. Adapun tujuan spesifik Problem Solving dalam
matematika adalah sebagai berikut :
1.   Meningkatkan minat siswa untuk mencoba menyelesaikan masalah dan meningkatkan
kemampuan mereka memecahkan msalah.
2.   Mengembangkan kemampuan konsep diri siswa sesuai dengan kemampuan untuk memecahkan
masalah.
3.   Membuat siswa tanggap dengan strategi-strategi Problem-solving.
4.   Membuat siswa tanggap dengan nilai-nilai pendekatan masalah dalam cara yang sistematis.
5.   Membuat siswa dapat menyelesaikan masalah dalam lebih dari satu cara. 
6.   Mengembangkan kemampuan siswa untuk memilih strategi penyelesaian yang sesuai..
7.   Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengimplementasikan strategi penyelesaian secara
akurat.
8.   Meningkatkan kemampuan siswa untuk memperoleh jawaban yang lebih tepat dari permsalahan.
Polya dalam bukunya ‘How to Solve it’ memaparkan kerangka kerja dalam pemecahan
masalah. Langkah-langkah dalam pembelajaran menggunakan problem solving dalam
matematika dapat dibedakan menjadi empat tahap, yaitu
1.      Memahami masalah
Pada tahap ini siswa diminta untuk memahami permasalahan terlebih dulu sebelum
menentukan strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pemahaman tersebut
meliputi :
a.   Apa yang tidak diketahui?
b.   Apa saja data yang ada pada soal?
c.  Bagaimana kondisinya
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam memahami masalah, yaitu :
a.   Bacalah permasalahan dengan teliti
b.   Temukan informasi-informasi penting
c.   Tulislah bilangan-bilangan tersebut.
d.   Identifikasi masalah-masalah yang harus diselesaikan
2.      Merencanakan strategi penyelesaian
Setelah memahami permasalan, langkah berikutnya adalah merencakan strategi yang
akan digunakan dalam memecahkan masalah. Strategi-strategi yang dapat digunakan antara lain :
a.  Membuat table (make a table)
Mengorganisasi data ke dalam sebuah table dapat membantu kita dalam mengungkapkan suatu
pola tertentu serta dalam mengidentifikasi informasi yang tidak lengkap. Penggunaan table
merupakan langkah yang sangat efisien untuk melakukan klasifikasi serta menyusun sejumlah
besar data sehingga apabila muncul pertanyaan baru berkenaan dengan data tersebut, maka kita
akan dengan mudah mengidentifikasi data dan menjawab pertanyaan dengan baik.
b.  Membuat gambar atau diagram (make a picture or diagram)
Strategi ini dapat membantu siswa untuk mengungkapkan informasi yang terkandung dalam
masalah sehingga hubungan antar komponen dalam masalah tersebut dapat terlihat jelas. Pada
saat guru mencoba mengajarkan strategi ini, penekanan perlu dilakukan bahwa gambar atau
diagram yang dibuat tidak terlalu sempurna, terlalu bagus atau terlalu detail. Hal yang perlu
digambar atau dibuat diagramnya adalah bagian-bagian terpenting yang diperkirakan mampu
memperjelas permasalahan yang dihadapi.
c.  Menuliskan persamaan (Write an equation)
Untuk memudahkan dalam memecahkan masalah matematika, maka dapat dilakukan dengan
merumuskan permasalahan ke dalam model matematika melalui persamaan matematika
d. Menemukan pola (look for a pattern)
Menemukan pola artunya mengobservasi sifat-sifat yang dimiliki bersama oleh sekumpulan
gambar atau bilangan yang tersedia. Kita hanya dapat menggunakan strategi ini hanya bila pola
yang diperoleh benarbenar dapat dipertanggungjawabkan atau benar-benar diyakini berlaku
umum. Pola yang diperoleh kadang hanya berupa dugaan
(dengan cara induktif) sehingga perlu dilanjutkan dengan pembuktian deduktif.

e.   Membuat dugaan atau memeriksa kembali (guess and check)


Strategi menebak yang dimaksudkan disini adalah menebak yang didasarkan pada alasan tertentu
serta kehati-hatian. Selain itu, untuk dapat melakukan tebakan dengan baik seseorang perlu
memilikipengalaman cukup berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi. Kita mendug (guess)
cara penyelesaian, lalu menerapkan atau memriksanya. Jadi yang perlu diduga buka saja
jawaban, tetapi apa yang dapat kita lakukan untuk menyelesaian masalah.
f.    Bekerja dari belakang (moving towards)
suatu masalah kadang-kadang disajikan dalam suatu cara tertentu sehingga yang diketahui
sebenarnya merupakan hasil dari proses tertentu, sedangkan komponen yang ditanyakan
merupakan komponen yang seharusnya muncul lebih awal. Penyelesaian masalah seperti ini
biasanya dapat dilakukan dengan menggunakan strategi muncur. Contoh masalahnya sebagai
berikut :
Jika jumlah dua bilangan bulat adalah 12, sedangkan hasil kalinya 45. Tentukan kedua
bilangan tersebut.
g.   Menyelesaikan masalah yang lebih sederhana (solve a simple problem)
Suatu masalah kadang lebih mudah diselesaikan bila kita membuatnya menjadi lebih sederhana.
Cara ini dapat ditempuh dengan menyederhakan bentuk atau variabel.
Selain itu cara lain yang dapat digunakan antara lain :
a.   Membaca dan mengerjakan kembali masalah (Reading and restating problem)
b.   Bertukar pikiran (Brainstroming)
c.   Melihat dengan cara lain (Looking in another way)
d.   Membuat model (Making a model)
e.   Mengidentifikasi kasus (Identifying cases)
3.      Melaksanakan rencana
Tahap selanjutnya adalah melaksanakan rencana sesuai dengan strategi yang kita pilih
untuk menyelesaikan permasalahan. Kita harus memeriksa setiap langkah dalam rencana dan
menuliskannya secara detail untuk memastikan bahwa setiap langkah sudah benar.
4.      Memeriksa kembali
Pada tahap ini, kita memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh apakah telah sesuai
dengan data pada soal. Memikirkan atau menelaah kembali langkah-langkah yang telah
ditentukan dalam pemecahan masalah merupakan kegiatan yang sangat penting untuk
meningkatkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa diskusi dan mempertimbangkan kembali proses penyelesaian yang telah dibuat
merupakan faktor yang sangat signifikan untuk meningkatkan kemampuan anak dalam
pemecahan masalah. (Suherman, 2001)

Contoh penerapan langkah-langkah di atas dalam pemecahan masalah matematika adalah


sebagai berikut.
Diketahui permasalahan sebagai berikut :
Lusi memperoleh 14 poin pada keterampilan membaca pada minggu pertama bulan November.
Pada akhir minggu berikutnya dia mempunyai total 31 poin. Berapa poin yang dia peroleh pada
minggu kedua.
Langkah-langkah pemecahan masalah di atas adalah sebegai berikut :
1.     Memahami data
     a.  Apa yang diketahui :
Yang diketahui adalah jumlah poin yang diperoleh pada minggu pertama adalah 14 dan total
poin adalah 31.
b.  Apa yang tidak diketahui atau ditanyakan?
     Yang ditanyakan adalah jumlah poin pada minggu kedua.
c.  Bagaimana kondisinya?
Jumlah poin pada minggu kedua akan lebih kecil dari total poin, tetapi dapat lebih kecil atau
lebih besar dari jumlah poin pada minggu pertama.
2.   Merencanakan strategi pemecahan masalah
Strategi untuk pemecahan masalah di atas adalah dengan menuliskan persamaan (write an
equation). Permasalahan di atas dapat ditulisakan dalam persamaan matematika sebagai berikut :
14 + s = 31,   dimana s adalah jumlah poin yang diperoleh pada minggu kedua.
Untuk memperoleh nilai s dapat menggunakan operasi invers dari persamaan ini yaitu : s = 31 –
14
3.   Melaksanakan rencana
               s = 31 – 14 = 17
4.   Memeriksa kembali
Setelah diperoleh nilai s, kita periksa kembali langkah-langkah yang telah kita lakukan dengan
membaca kembali soal dan mensubtitusi nilai s yang kita peroleh ke persamaan awal, yaitu 14 +
17 = 31. Jadi, jumlah poin pada minggu kedua yang diperoleh adalah 17.

B. Penalaran dan Pembuktian


 Proof (Penalaran)
Pang (2009) berpendapat bahwa penalaran merupakan komponen utama dalam matematika
terutama dalam pemecahan masalah. Hal tersebut sesuai dengan NCTM (2000) yang
mengemukakan bahwa kemampuan penalaran merupakan bagian yang penting dalam
matematika. Sementara itu, Russefendi (2006) mengatakan bahwa matematika terbentuk sebagai
hasil pemikiran yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Oleh karena itu,
matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Bieda (2013)
mengatakan bahwa penalaran melibatkan proses untuk menggeneralisasi kejadian matematis atau
konjektur tentang hubungan matematis.
Selanjutnya, Dhebora(2003) mengatakan bahwa penalaran merupakan instrument
penyelidikan untuk menemukan dan bereksplorasi ide-ide baru dan berfungsi sebagai
pembenaran atau pembuktian klaim matematis. Sedangkan, Boesen (2010) mengatakan bahwa
penalaran adalah membuat pernyataan dan menemukan konklusi dalam menyelesaikan suatu
masalah. Hal tersebut menunjukkan bahwa penalaran merupakan proses berfikir yang
menghasilkan kesimpulan/dugaan dari suatu masalah yang bisa dinyatakan dalam bentuk kalimat
atau simbol (generalisasi), sehingga kebenaran proses membuat kesimpulan tersebut dapat
dipertimbangkan. Ketika yang dihadapi merupakan masalah atau ide matematika maka
penalaran/pembuktian tersebut dinamakan penalaran/pembuktian matematis (Sumarmo, 2012).
Penalaran merupakan proses berpikir untuk menarik kesimpulan yang berdasarkan beberapa
pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.
Menurut Shurter dan Pierce (Dahlan, 2011) istilah penalaran diterjemahkan dari
reasoning yang didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan
sumber yang relevan. Dengan demilian, penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau
suatu aktivitas berpikir untuk menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru berdasarkan
pada pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan sebelumnya dengan cara mengaitkan fakta-
fakta yang ada.
Adapun ciri-ciri penalaran adalah sebagai berikut:

a. Adanya suatu pola berpikir yang disebut logika. Dalam hal ini dikatakan bahwa kegiatan
penalaran merupakan suatu proses berpikir logis. Berpikir logis ini diartikan sebagai berpikir
menurut suatu pola tertentu atau menurut logika tertentu.

b. Proses berpikirnya bersifat analisis. Penalaran merupakan suatu kegiatan yang mengandalkan
diri pada suatu analisis, dalam rangka bepikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah
logika penalaran yang bersangkutan.

Selanjutnya, kemampuan penalaran matematis merupakan tahapan berpikir matematik


tingkat tinggi yang mencakup kapasitas berpikir secara logik dan sistematik. Menurut Ball &
Bass (Lithner, 2012)” Mathematical reasoning is no less than a basic skil” yang artinya
"Penalaran matematika tidak kurang dari keterampilan dasar" dan menurut Umay (Gunhan,
2014)’’ Reasoning is a skill that is demonstrated during the advanced stages of thought yag
diartikan dengan penalaran adalah keterampilan yang ditunjukkan selama tahap lanjutan dari
pemikiran, dengan kata lain, selama proses penalaran matematis dan yang merupakan pemikiran
matematika. Webster (Gunhan, 2014)’’ the ability to think coherently and logically and draw
inferences or conclusions from facts known or assumed ’’ yang diartikan penalaran sebagai
"kemampuan berpikir runtut dan logis dalam menarik kesimpulan atau kesimpulan dari fakta-
fakta yang diketahui atau diasumsikan. Selanjutnya Rizky (2017) menyatakan bahwa penalaran
adalah tindakan atau proses berfikir untuk menyimpulkan sesuatu. Matematika berarti ilmu
pengetahuan yang diperoleh dari bernalar dan merupakan ilmu pengetahuan tentang penalaran
yang logik dan masalah yang berhubungan dengan bilangan. Penalaran atau kemampuan untuk
berpikir melalui ide-ide yang logis merupakan dasar dari matematika. Dengan demikian,
penalaran matematis adalah suatu aktivitas atau proses penarikan kesimpulan yang ditandai
dengan adanya langkah-langkah proses berpikir.
Menurut Subanidro (2012) kemampuan penalaran matematik adalah kemampuan untuk
menghubungkan antara ide-ide atau objek-objek matematika, membuat, menyelidiki dan
mengevaluasi dugaan matematik, dan mengembangkan argumen-argumen dan bukti-bukti
matematika untuk meyakinkan diri sendiri dan orang lain bahwa dugaan yang dikemukakan
adalah benar. Senada dengan hal itu Hartati (2017) menyatakan bahwa kemampuan penalaran
matematis merupakan salah satu bagian yang utama yang hendak dicapai dalam tujuan
pembelajaran matematika.
Anjar dan Sembiring (dalam Mulia, 2014) seseorang dikatakan melakukan penalaran
matematika jika dia dapat melakukan validasi, membuat konjektur, deduksi, justifikasi, dan
eksplorasi.

a. Validasi yaitu menerapkan dan menguji suatu pernyataan pada kasus-kasus khusus tertentu.

b. Konjektur yaitu membuat dugaan yang berdasarkan penalaran logika ataupun fakta.

c. Deduksi yaitu mencari dan membuktikan akibat-akibat yang diimplikasikan oleh suatu
pernyataan.
d. Justifikasi yaitu membuktikan suatu pernyataan dengan didasarkan pada definisi, teorema
ataupun lemma yang sudah dibuktikan sebelumnya.

e. Eksplorasi yaitu mengutak atik segala kemungkinan.

Indikator kemampuan penalaran matematis yang dikemukakan oleh TIM PPPG Matematika
(dalam Damayanti, 2012) adalah sebagai berikut:

a. Mengajukan dugaan

b. Melakukan manipulasi matematik

c. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran
solusi

d. Menarik kesimpulan dari pernyataan

e. Memeriksa kesahihan suatu argument

f. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.

Secara garis besar penalaran terbagi menjadi dua, yaitu penalaran deduktif dan penalaran
induktif. Dapat dilihat dalam gambar dibawah ini.

1. Penalaran deduktif
Penalaran deduktif merupakan penarikan kesimpulan dari hal yang umum menuju hal yang
khusus berdasarkan fakta-fakta yang ada. Menurut Sumarmo dan Hendriana (2014) penalaran
deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati. Nilai kebenaran
dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan tidak kedua-duanya bersama-
sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau tingkat tinggi. Beberapa kegiatan
yang tergolong pada penalaran deduktif adalah sebagai berikut:
a) Melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu

b) Menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi berdasarkan proporsi yang sesuai,
berdasarkan peluang, korelasi antara dua variabel, menetapkan kombinasi beberapa variabel

c) Menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi
matematika

d) Menyusun analisis dan sintesis beberapa kasus

Penalaran deduktif menjamin kesimpulan yang benar jika premis dari argumennya benar,dan
argumennya valid (logis). Adapun jenis-jenis penalaran deduktif yaitu modus ponens, modus
tollens, dan silogisme.

2. Penalaran induktif
Penalaran induktif merupakan suatu proses berpikir dengan mengambil suatu kesimpulan yang
bersifat umum atau membuat suatu pernyataan baru dari kasus-kasus yang khusus. Sumarmo dan
Hendriana (2014) mengemukakan beberapa kegiatan yang tergolong penalaran induktif yaitu
sebagai berikut

1. Transduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan
pada kasus yang khusus lainnya

2. Analogi yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan keserupaan data atau proses

3. Generalisasi yaitu penarikan kesimpulan umum berdasarkan sejumlah data yang teramati.

4. Memperkirakan jawaban, solusi atau kecenderungan, interpolasi, dan ekstrapolasi.

5. Memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada.
6. Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun konjektur

Penalaran induktif terdiri dari tiga jenis, yaitu generalisasi, analogi, dan sebab–akibat. Penalaran
induktif yang penulis kaji dalam penelitian ini adalah generalisasi, analogi dan kausal.

 Pembuktian ( Reasoning)
NCTM (2000) mengatakan bahwa pembuktian matematis merupakan suatu cara formal
mengekspresikan penalaran dan pembenaran. Pembuktian melibatkan pembenaran dugaan
matematis menjadi benar dalam rangka dugaan tersebut dapat berlaku, menggunakan
penalaran yang valid secara logis (Bieda, 2013). Pembuktian menurut Dhebora (2003) lebih
mengacu pada menguji kredibilitas suatu asumsi dari pada menetapkan kebenaran dari suatu
pernyataan. Sedangkan menurut Almeida (dalam Knapp, 2005) pembuktian melibatkan
proses menguji kebenaran, menjelaskan, mengkomunikasikan, mempengaruhi, dan
membangun pengetahuan atau kejadian baru dalam bentuk aksioma. Oleh karena itu, pembuktian
merupakan proses menguji dugaan/klaim/kesimpulan sehingga dugaan/klaim/kesimpulan
tersebut terbukti kebenarannya.

Penalaran dan pembuktian tidak dapat diajarkan dalam satu unit terpisah (NCTM, 2000).
Halini berarti bahwa dalam mengajarkan pembuktian juga harus diajarkan penalaran. Sehingga

siswa bisa mempertanggungjawabkan setiap proses yang dilakukan ketika membuktikan.

Sebagai contoh, “membuktikan identitas trigonometri”. Kadangkala mengembangkan

pembuktian diberikan melalui masalah (NCTM). Pada proses memperjelas penyelesaian

masalah melibatkan penalaran sebagai penguat hasilnya, selain itu dibutuhkan berbagai

strategi untuk memecahkan masalah, diantaranya adalah membuat tabel, gambar, atau

menyederhanakan permasalahan (Nelson Primary School, 2014).

Pengembangan penalaran dan pembuktian pada tingkat pengalaman yang sesuai harus

menjadi bagian terpenting dalam pembelajaran matematika untuk siswa di segala usia
(Stacey, 2009). Hal ini berarti penalaran dan pembuktian bisa diajarkan kepada siswa di

semua tingkat pendidikan. Standar penalaran dan pembuktian untuk pembelajaran di kelas

play group sampai di sekolah menengah atas (SMA) yang tercantum dalam NCTM (2000)

dalam kode Reasoning and Proof (RP) sebagai berikut.

1. Mengenali penalaran dan pembuktian sebagai bagian dasar matematika (kode RP1)

2. Membuat dan menginvestigasi konjektur matematis (RP2)

3. Mengembangkan dan mengevaluasi argumen dan pembuktian matematis (RP3)

4. Memilih dan menggunakan berbagai macam penalaran dan metode pembuktian (RP4)

Disposisi Matematis
Menurut Karlimah (2010:10) belajar matematika tidak hanya mengembangkan
aspek kognitif melainkan juga perlu untuk mengembangkan aspek afektif
diantaranya adalah memiliki rasa ingin tahu, perhatian, refleksi atas cara berfikir
dan percaya diri serta sikap ulet dalam memecahkan masalah yang diberikan.
Sikap-sikap tersebut dinamakan dengan disposisi. Ada beberapa pengertian dari
disposisi itu sendiri, diantaranya yaitu menurut Ritchhart (Yunarti, 2013:23) yang
mendefinisikan disposisi sebagai “perkawinan” antara kesadaran, motivasi,
inklinasi, dan kemampuan atau pengetahuan yang diamati. Sementara itu, Gavriel
Salomon (Yunarti, 2011:36) mendefinisikan disposisi sebagai kumpulan sikapsikap
pilihan dengan kemampuan yang memungkinkan sikap-sikap pilihan tadi
muncul dengan cara tertentu. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat dikatakan
bahwa disposisi merupakan kecenderungan seseorang untuk bersikap yang
memungkinkan sikap tersebut muncul dengan cara tertentu. Kecenderungankecenderungan
tersebut membentuk pola perilaku dan karakter seseorang yang
melekat dengan sendirinya secara alami.
Menurut Maxwell (2001), disposisi terdiri dari (1) inclination
(kecenderungan), yaitu bagaimana sikap siswa terhadap tugas-tugas; (2) merefleksikan
performance dan penalaran mereka sendiri; (6) menilai
aplikasi matematika ke situasi lain yang timbul dalam matematika dan
pengalaman sehari-hari; (7) penghargaan (appreciation) peran matematika
dalam kultur dan nilai, baik matematika sebagai alat, maupun matematika
sebagai bahasa.
Sedangkan menurut (Syaban, 2008:33) untuk mengukur disposisi matematis
siswa indikator yang digunakan adalah sebagai berikut :
(1) Menunjukkan gairah/antusias dalam belajar matematika.
(2) Menunjukkan perhatian yang serius dalam belajar matematika.
(3) Menunjukkan kegigihan dalam menghadapi permasalahan.
(4) Menunjukkan rasa percaya diri dalam belajar dan menyelesaikan masalah.
(5) Menunjukkan rasa ingin tahu yang tinggi.
(6) Menujukkan kemampuan untuk berbagi dengan orang lain.
Menurut NCTM (2000), disposisi matematis mencakup beberapa komponen
sebagai berikut.
(1) Percaya diri dalam menggunakan matematika untuk menyelesaikan
masalah, mengomunikasikan ide-ide matematis, dan memberikan
argumentasi.
(2) Berpikir fleksibel dalam mengeksplorasi ide-ide matematis dan mencoba
metode alternatif dalam menyelesaikan masalah.
(3) Gigih dalam mengerjakan tugas matematika.
(4) Berminat, memiliki keingintahuan (curiosity), dan memiliki daya cipta
(inventiveness) dalam aktivitas bermatematika. (5) Memonitor dan merefleksi pemikiran dan
kinerja.
(6) Menghargai aplikasi matematika pada disiplin ilmu lain atau dalam
kehidupan sehari-hari.
(7) Mengapresiasi peran matematika sebagai alat dan sebagai bahasa
Disposisi matematis siswa dikatakan baik jika siswa tersebut menyukai
masalah-masalah yang merupakan tantangan serta melibatkan dirinya secara
langsung dalam menemukan atau menyelesaikan masalah. Selain itu siswa
merasakan dirinya mengalami proses belajar saat menyelesaikan tantangan
tersebut. Dalam prosesnya siswa merasakan munculnya kepercayaan diri,
pengharapan dan kesadaran untuk melihat kembali hasil berpikirnya.
Berdasarkan definisi dan pertimbangan subjek penelitian maka indikator
kemampuan disposisi matematis yang menjadi fokus penelitian ini adalah (1)
percaya diri, (2) keingintahuan, (3) fleksibel, (4) bertekad kuat.
(1) percaya diri
Menurut Hasan
(Iswidharmanjaya, 2004) menyatakan percaya diri adalah percaya akan
kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki,
serta dapat memanfaatkan secara tepat.
Menurut Ignoffo (1999), terdapat beberapa karakteristik yang menggambarkan
individu yang memiliki percaya diri yaitu :
a. Memiliki cara pandang yang positif terhadap diri.
b. Yakin dengan kemampuan yang dimiliki.
c. Melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dipikirkan.
d. Berpikir positif dalam kehidupan.
e. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan.
f. Memiliki potensi dan kemampuan.
Menurut Lauster (Fasikhah, 1994), terdapat beberapa karakteristik untuk menilai
percaya diri dalam diri individu, diantaranya:
a. Percaya kepada kemampuan sendiri
Suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang
berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi
fenomena yang terjadi tersebut.
b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan
Dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap apa yang dilakukan secara
mandiri tanpa adanya keterlibatan orang lain. Selain itu, mempunyai kemampuan
untuk meyakini tindakan yang diambilnya tersebut.

(2) Keingintahuan
Nasoetion (Hadi dan Permata, 2010:3) berpendapat rasa ingin tahu adalah suatu
dorongan atau hasrat untuk lebih mengerti suatu hal yang sebelumnya kurang atau
tidak kita ketahui, sedangkan Sulistyowati (2012 : 74) berpendapat ingin tahu
adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari apa yang dipelajarinya, dilihat. Menurut Wardhani
(2008:232) terdapat empat indiktor keingintahuan sering mengajukan pertanyaan,
melakukan penyelidikan, antusias atau semangat dalam belajar, banyak
membaca atau mencari sumber lain.
(3) Fleksibel
Fleksibel atau Keterbukaan merupakan perwujudan dari sikap jujur, rendah hati,
adil, mau menerima pendapat, kritik dari orang lain. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, fleksibel (keterbukaan) adalah hal terbuka, perasaan toleransi dan hatihati
serta merupakan landasan untuk berkomunikasi. Sifat fleksibel ditunjukkan
dengan kerjasama atau berbagi pengetahuan, menghargai pendapat yang berbeda,
berusaha mencari solusi atau strategi lain.
(4) Bertekad kuat
Sifat bertekad kuat ditunjukkan dengan sikap gigih , menurut KBBI gigih adalah
keteguhan memegang pendapat (atau mempertahankan pendirian dan sebagainya);
keuletan (dalam berusaha). Menurut Wardhani (2008:232). tekun serta bersungguh-sungguh
dalam pelajaran matematika serta dalam menghadapi
masalah dan tugas matematika, seperti mengerjakan latihan dan pr.

Anda mungkin juga menyukai