Anda di halaman 1dari 9

LEMBAR PENGAMATAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS ISLAM MALANG
Nama : Intan Trixzi Fradina Praktikum : Ekologi Umum
NPM : 21901061008

NO BAGIAN PENJELASAN

1 Judul Penentuan Luas Minimum


2 Tujuan Untuk mengetahui luas minimum daerah lapangan rumput sekitar rumah.
3 Tinjauan • Luas minimum adalah luas terkecil yang dapat mewakili karakteristik komunitas
Pustaka tumbuhan atau vegetasi secara keseluruhan. Luas minimum dan jumlah minimum
dapat digabung dengan menentukan luas total dari jumlah minimum yang sesuai
dengan luas minimum yang sudah dapat didapat terlebih dahulu (Trisna, 2018).
4 Metode dan Penentuan Luas Minimum
Cara Kerja Alat :
1. Alat tulis
2. Alat dokumentasi
3. Gunting
4. Tali rafia
5. Paku
6. Alat ukur
Bahan :
1. Lahan alami
2. Lahan yang sudah dimodifikasi manusia
Cara kerja :
1. Tentukan satu titik yang reperentif di daerah lokasi sebagai titik awal
pengukuran.
2. Buatlah persegi ukuran 1 m x 1 m, gunakan tali rafia dan paku.
3. Bagi lahan persegi tersebut menjadi ukuran 25 cm x 25 cm (2 plot), 25 cm x
50 cm (1 plot), 50 cm x 50 cm (1 plot), dan 50 cm x 100 cm (1 plot) seperti
gambar dibawah ini.
NO BAGIAN PENJELASAN

1
3
2
5

4
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PENGAMATAN
Penentuan Luas Minimum

1. Lokasi 1 – Pekarangan belakang rumah (modifikasi manusia)

PLOT LUAS AREA PLOT NAMA SPESIES JML JUMLAH TOTAL


1 25 cm x 25 cm 1. Pilea microphylla (L.) 63 74
2. Stellaria media (L.) 5
3. Stemodia verticillata (Mill.) 2 63
% sp 1 : 74 x 75% = 64%
4. Chamaesyce prostrata (Aiton) 1 5
% sp 2 : 74 x 75% = 5%
5. Phyllanthus urinaria (L.) 1
2
6. Oxalis corniculate (L.) 2 % sp 3 : 74 x 75% = 2%
1
% sp 4 : 74 x 75% = 1%
1
% sp 5 : 74 x 75% = 1%
2
% sp 6 : 74 x 75% = 2%
2 25 cm 25 cm 1. Pilea microphylla (L.) 47 65
2. Cosmos caudatus (Kunth.) 1
3. Chamaesyce prostrata (Aiton) 1 47
% sp 1 : 65 x 100% = 72%
4. Stemodia verticillata (Mill.) 2 1
% sp 2 : 65 x 100% = 2%
5. Saponaria ocymoides L. 2
1
6. Stellaria media (L.) 11 % sp 3 : 65 x 100% = 2%
7. Brachypodium sylvaticum 1 2
% sp 4 : 65 x 100% = 3%
2
% sp 5 : x 100% = 3%
65
11
% sp 6 : 65 x 100% = 17%
1
% sp 7 : 65 x 100% = 1%
3 25 cm x 50 cm 1. Cleome rutidosperma DC. 1 87
2. Cosmos caudatus (Kunth.) 11
3. Tribulus terrestris L. 7 1
% sp 1 : 87 x 85% = 1%
4. Stellaria media (L.) 7 11
% sp 2 : 87 x 85% = 11%
5. Pilea microphylla (L.) 61
7
% sp 3 : 87 x 85% = 7%
7
% sp 4 : 87 x 85% = 7%
61
% sp 5 : 87 x 85% = 59%

4 50 cm x 50 cm 1. Pilea microphylla (L.) 28 72


2. Cosmos caudatus (Kunth.) 31
3. Cucumis melo L. 4 28
% sp 1 : 72 x 90% = 35%
4. Stemodia verticillata (Mill.) 9 31
% sp 2 : 72 x 90% = 38,75%
4
% sp 3 : 72 x 90% = 5%
9
% sp 4 : 72 x 90% = 11,25%

5 50 cm x 100 cm 1. Pilea microphylla (L.) 137 305


2. Tribulus terrestris L. 1
3. Cosmos caudatus (Kunth.) 96 137
% sp 1 : 305 x 90% = 40,4%
4. Cucumis melo L. 7 1
% sp 2 : 305 x 90% = 0,3%
5. Ageratum conyzoides (L.) 3
96
6. Stellaria media (L.) 22 % sp 3 : 305 x 90% = 28,3%
7. Oxalis corniculata L. 37 7
% sp 4 : 305 x 90% = 2,1%
8. Stemodia verticillata (Mill.) 2 3
% sp 5 : 305 x 90% = 0,9%
22
% sp 6 : 305 x 90% = 6,5%
37
% sp 7 : 305 x 90% = 10,9%
2
% sp 8 : 305 x 90% = 0,6
2. Lokasi 2 – Rerumputan dipinggir jalan (alami)

PLOT LUAS AREA PLOT NAMA SPESIES JML JUMLAH TOTAL


1 25 cm x 25 cm 1. Synedrella nodiflora L. 1 50
2. Sphagneticola trilobata 1
12 % sp 1 : x 100% = 2%
50
3. Stenotaphrum secundatum 36 12
% sp 2 : 50 x 100% = 24%
4. Atriplex hortensis L. 1
36
% sp 3 : 50 x 100% = 72%
1
% sp 4 : 50 x 100% = 2%

2 25 cm 25 cm 1. Stenotaphrum secundatum 49 63
2. Calyptocarpus vialis 5 49
% sp 1 : 63 x 100% = 77%
3. Sphagneticola trilobata 8 5
% sp 2 : 63 x 100% = 8%
4. Atriplex hortensis L. 1
8
% sp 3 : 63 x 100% = 13%
1
% sp 4 : 63 x 100% = 2%

3 25 cm x 50 cm 1. Chloris barbata Sw. 3 88


2. Atriplex hortensis L. 14 3
% sp 1 : 88 x 100% = 3%
3. Stenotaphrum secundatum 60 14
% sp 2 : 88 x 100% = 16%
4. Sphagneticola trilobata 11
60
% sp 3 : 88 x 100% = 68%
11
% sp 4 : 88 x 100% = 13%
4 50 cm x 50 cm 1. Commelina benghalensis 2 115
2. Sphagneticola trilobata 28 2
% sp 1 : 115 x 100% = 2%
3. Eryngium yuccifolium 6 28
% sp 2 : 115 x100 % = 24%
4. Chloris barbata Sw. 3
6
5. Stenotaphrum secundatum 76 % sp 3 : 115 x 100% = 5%
3
% sp 4 : 115 x 100% = 3%
76
% sp 5 : 115 x 100% = 66%

5 50 m x 100 cm 1. Stenotaphrum secundatum 144 200


2. Spiraea sp. 1 144
% sp 1 : 200 x 100% = 72%
3. Sphagneticola trilobata 45 1
% sp 2 : 200 x 100% = 0,5%
4. Gomphrena agrestis 3
45
5. Synedrella nodiflora L. 2 % sp 3 : 200 x 100% = 22,5%
6. Eryngium yuccifolium 5 3
% sp 4 : 200 x 100% = 1,5%
2
% sp 5 : 200 x 100% = 1%
5
% sp 6 : 200 x 100% = 2,5%

Grafik presentase penambahan jenis


1. Lokasi pertama
PRESENTASE LOKASI 1
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

PLOT 1 PLOT 2 PLOT 3 PLOT 4 PLOT 5

2. Lokasi kedua

PRESENTASE LOKASI 2
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

PLOT 1 PLOT 2 PLOT 3 PLOT 4 PLOT 5

PEMBAHASAN
Beragamnya makhluk hidup yang hidup pada suatu lingkungan terutama untuk jenis tumbuhan maka
mengharuskan kita untuk melakukan penelitian guna mengetahui jumlah keragaman komunitas pada suatu
populasi tertentu tanpa harus mengukur atau bahkan memilah jenis-jenis tanaman satu persatu. Penelitian ini
menggunakan metode kuadrat, yaitu bentuk percontoh atau sampel dapat berupa segi empat atau lingkaran
yang menggambarkan luas area tertentu. Luasnya bisa bervariasi dengan bentuk vegetasi atau ditentukan
dahulu luas minimumnya (Binsasi, 2017).
Luas minimum kuadrat merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi
yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh
(sampling area) yang dianggap representative dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang
sedang dipelajari. Luas petak contoh mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat
pada area tersebut. Makin tinggi keanekaragaman jenis yang terdapat pada area tersebut maka makin luas petak
contoh yang digunakan (Wahyuningtas, 2013).
Pada praktikum penentuan luas minimum ini menggunakan petak dengan metode plot seluas 1 m x 1 m
dimana petak diambil di lokasi yang masih alami dan yang sudah dimodifikasi oleh manusia. Berdasarkan hasil
pengamatan, pada setiap penambahan plot selalu ada penambahan spesies hingga pada plot ke 5 sudah tidak
ada penambahan spesies. Hasil data yang diperoleh yaitu pada lokasi pertama, plot 1 dengan ukuran 25 cm x
25 cm terdapat 6 jenis rumput, dengan ukuran yang sama, pada plot 2 terdapat 7 jenis rumput satu diantaranya
merupakan spesies yang baru muncul atau tidak ditemukan pada plot sebelumnya. Pada plot 3 dengan ukuran
25 cm x 50 cm terdapat 5 jenis rumput, pada plot 4 dengan ukuran 50 cm x 50 cm ditemukan 4 jenis rumput,
terakhir pada plot 5 dengan ukuran 50 cm x 100 cm ditemukan 8 jenis rumput. Hasil data pada lokasi kedua,
plot 1 dengan ukuran 25 cm x 25 cm terdapat 4 jenis rumput, dengan ukuran yang sama, pada plot 2 terdapat
4 jenis rumput. Pada plot 3 dengan ukuran 25 cm x 50 cm terdapat 4 jenis rumput, pada plot 4 dengan ukuran
50 cm x 50 cm terdapat 5 jenis rumput. Terakhir pada plot 5 dengan ukuran 50 cm x 100 cm terdapat 6 jenis
rumput yang ditemukan.
Pada lokasi pertama yaitu lingkungan yang sudah dimodifikasi oleh manusia, jenis tumbuhan yang
ditemukan antara lain: Pilea microphylla (L.), Stellaria media (L.), Stemodia verticillata (Mill.), Chamaesyce
prostrata (Aiton), Phyllanthus urinaria (L.), Oxalis corniculate (L.), Cosmos caudatus (Kunth.), Stemodia
verticillata (Mill.), Saponaria ocymoides L., Brachypodium sylvaticum, Cleome rutidosperma DC., Tribulus
terrestris L., Cucumis melo L., Ageratum conyzoides (L.). Dimana secara keseluruhan ditemukan 14 spesies.
Pada lokasi kedua yaitu lingkungan yang alami, jenis tumbuhan yang ditemukan antara lain: Synedrella
nodiflora L., Sphagneticola trilobata, Stenotaphrum secundatum, Atriplex hortensis L., Calyptocarpus vialis,
Chloris barbata Sw., Commelina benghalensis, Eryngium yuccifolium, Spiraea sp., Gomphrena agrestis.
Dimana secara keseluruhan ditemukan 10 spesies.
Dari data yang sudah diperoleh dapat diketahui bahwa pada lokasi pertama spesies yang paling dominan
adalah Pilea microphylla (L.) yang terdapat pada plot 2. Sedangkan pada lokasi kedua spesies yang paling
dominan adalah Stenotaphrum secundatum yang terdapat pada plot 2. Menurut teori, dikatakan bahwa suatu
plot dapat dikatakan sebagai luas minimum apabila grafik presentase penambahan jenis berada pada saat garis
mulai mendatar atau presentase penambahan kurang dari 10% (Herlisa, 2015). Dari hasil perhitungan yang
kami peroleh, lokasi dengan plot presentase kurang dari 10% ada pada lokasi 1 plot 4 dengan presentase
penambahan jenisnya yaitu 5%. Jadi dapat dikatakan luas minimum pada percobaan ini pada lokasi 1 plot 4.

KESIMPULAN DAN SARAN


Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil praktikum ini adalah luas minimum kuadrat
merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis suatu vegetasi yang menggunakan petak contoh
(kuadrat). Luas minimum digunakan untuk memperoleh luasan petak contoh (sampling area) yang dianggap
representative dengan suatu tipe vegetasi pada suatu habitat tertentu yang sedang dipelajari. Luas petak contoh
mempunyai hubungan erat dengan keanekaragaman jenis yang terdapat pada area tersebut. Makin tinggi
keanekaragaman jenis yang terdapat pada area tersebut maka makin luas petak contoh yang digunakan. Pada
luas minimum diperoleh data pada luasan sebesar 1 m x 1 m dan memerlukan sebanyak 5 plot untuk dapat
mengidentifikasi semua spesies tumbuhan pada lokasi 1 dan 2. Adapun pola penyebaran dari suatu individu
berdasarkan hasil pengamatan dapat beragam, hal tersebut dapat terjadi karena beberapa factor penentu yang
menunjang pola penyebaran suatu individua tau vegetasi.
DAFTAR PUSTAKA

Binsasi, Remigius. Dkk. 2017. ANALISIS EKOLOGIS VEGETASI POHON DI DAERAH TANGKAPAN
AIR (DTA) MATA AIR GEGER KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA. Yogyakarta.
SAINTEKBU: Jurnal Sains dan Teknologi Volume 9 (2) : 57-66.
Herlisa, Sri. Dkk. 2015. STRUKTUR VEGETASI POHON DI PEGUNUNGAN SAWANG BA’U
KECAMATAN SAWANG KABUPATEN ACEH SELATAN. Banda Aceh. Prosiding Seminar
Nasional Biotik
Trisna, dkk. 2018. TUMBUHAN BAWAH PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT TUA (TM) DAN
SAWIT MUDA (TI) DENGAN PEREMAJAAN TEKNIK UNDERPLANTING DI PT. BIO
NUSANTARA TEKNOLOGI. Bengkulu. NATURALIS Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan Volume 7 (2) : 61-69.
Wahyuningtyas, Dwi. dkk. 2013. Petadan StrukturVegetasi Naungan Porang (Amorphophallus muelleri
Blume) Di Wilayah Malang Raya. Malang. Jurnal Biotropika Vol.1 (4) : 139-143.

Anda mungkin juga menyukai