Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN EKONOMI : PERSPEKTIF

TEORI DAN EMPIRIS SERTA PERAN PENDIDIKAN DALAM


PEMBANGUNAN EKONOMI SEBUAH NEGARA

Ditulis oleh :
Riki Vansuardi (170212187)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI INFORMASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas segala berkah,
taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Hubungan Pendidikan
dan Ekonomi : Perspektif Teori dan Empiris serta Peran Pendidikan dalam
Pembangunan Ekonomi Sebuah Negara..

Tugas ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu tugas mata
pelajaran Psikologi Pendidikan. Dalam penulisan tugas ini, penulis mendapatkan
bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa tugas ini
masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu, penulis mohon kepada pembaca untuk
memberi kritik dan saran untuk penyempurnaan penulisan di masa yang akan datang.
Demikian tugas ini kami buat semoga bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...............................................................................................................2
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1. Latar Belakang....................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................5
A. Teori Ekonomi....................................................................................................5
B. Peran Pendidikan dalam Pertumbuhan Ekonomi...............................................6
C. Kondisi Indonesia.............................................................................................10
BAB III........................................................................................................................12
PENUTUP...................................................................................................................12
1. Kesimpulan.......................................................................................................12
2. Saran.................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Pendidikan memberikan kontribusi signifikan terhadap pembangunan ekonomi
telah menjadi kebenaran yang bersifat aksiomatik dan diakui keberadaannya. Tidak
selamanya pendidikan dianggap sebagai konsumsi atau pembiayaan karena
pendidikan merupakan investasi dalam pembangunan sumber daya manusia, yang
mana dalam jangka panjang kontribusinya dapat dirasakan.

Bagaimana hubungan dan keterkaitan antara pendidikan dengan ekonomi?


Jawaban terhadap pertanyaan tersebut, tidak dapat dilepaskan dari masalah
pembangunan. Konsep pembangunan dalam bidang sosial ekonomi sangat beragam
tergantung konteks penggunaanya. Para ahli ekonomi mengembangkan teori
pembangunan yang didasari pada kapasitas produksi tenaga manusia di dalam proses
pembangunan, yang kemudian dikenal dengan istilah invesment in human capital
(Schultz, 1961). Konsep ini pada intinya menganggap bahwa manusia merupakan
suatu bentuk modal atau kapital sebagaimana bentuk-bentuk kapital lainnya, seperti
mesin, teknologi, tanah, uang, dan material. Manusia sebagai human capital tercermin
dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas, keterampilan, dan produktivitas
kerja. Tidak seperti bentuk kapital lain yang hanya diperlakukan sebagai alat saja,
human capital ini dapat menginvestasikan dirinya sendiri melalui berbagai bentuk
investasi, misalnya pendidikan formal/informal, pengalaman kerja, kesehatan, atau
gizi, bahkan migrasi.

Secara umum dapat dinyatakan bahwa faktor utama yang mendukung proses
pembangunan adalah tingkat pendidikan masyarakat. Dalam proses tersebut didasari
pertimbangan bahwa cara yang paling efisien dalam melakukan pembangunan
nasional suatu negara terletak pada peningkatan kemampuan masyarakatnya –
pendidikan termasuk di dalamnya.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Ekonomi
Eksistensi teori ekonomi sangat ditentukan oleh kemampuannya dalam
menjelaskan fenomena perekonomian aktual. Analisis teoritis dan pembuktian
empiris selalu menjadi aktivitas kembar yang dilakukan secara koheren pada setiap
bidang ilmu termasuk ilmu ekonomi (Henderson dan Quant, 1980). Pertumbuhan
ekonomi umumnya merupakan proses kenaikan output per kapita dalam jangka
panjang yang terkait dengan proses, output per kapita, dan jangka panjang.
Pertumbuhan sebagai proses berarti bahwa pertumbuhan ekonomi bukan gambaran
perekonomian pada satu saat saja/kurun waktu yang sebentar. Pertumbuhan ekonomi
berkaitan dengan output per kapita, berarti harus memperhatikan dua hal, yaitu output
total atau Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah penduduk, karena output per
kapita adalah output total dibagi dengan jumlah penduduk. Sedangkan pertumbuhan
terkait aspek jangka panjang mengandung arti bahwa kenaikan output per kapita
harus dilihat dalam kurun waktu yang cukup lama, misalnya 10 atau 20 tahun dan
bahkan lebih lama.

Smith (1776), dalam bukunya ang berjudul ‘An Inquiry into the Nature and
Causes of the Wealth of Nations’, mengajukan teori yang sangat terkenal, yaitu
mengenai spesialisasi dan pembagian kerja. Stok kapital (K) mempunyai dua
pengaruh terhadap tingkat output total (Q), yaitu pengaruh langsung dan pengaruh tak
langsung. K berpengaruh langsung terhadap Q karena pertambahan K yang diikuti
pertambahan tenaga kerja (L) akan meningkatkan Q. Secara matematis, ditulis
sebagai berikut: Q = f (K, L).
Pengaruh tidak langsung dari K terhadap Q adalah berupa peningkatan
produktivitas per kapita melalui dimungkinkannya spesialisasi dan pembagian kerja
(specialization and devision of labor) yang lebih tinggi. Makin besar kapital (K) yang
digunakan, makin besar kemungkinan dilakukan spesialisasi dan pembagian kerja,
dan selanjutnya akan meningkatkan produktivitas per pekerja.

Peningkatan produktivitas bersumber dari tiga hal. Pertama, spesialisasi justru


akan meningkatkan keterampilan setiap tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya.
Kedua, melalui sistem pembagian kerja akan menghemat waktu, saat pekerja beralih
dari jenis pekerjaan yang satu ke pekerjaan yang lain. Ketiga, ditemukannya mesin-
mesin berteknologi semakin baik, yang mempermudah dan mempercepat proses
pekerjaan.

Dari uraian di atas, dapat diartikan bahwa peningkatan stok kapital (K) secara
terus menerus dengan berasumsi bahwa tenaga kerja (L) selalu terpenuhi, juga akan
diikuti oleh peningkatan output total (Q) secara terus menerus sampai mencapai batas
atas sumber daya. Di sini terjadi proses pertumbuhan ekonomi berhenti, yang disebut
sebagai keadaan dalam posisi stasioner (stationary state). Pada posisi ini, semua
proses pertumbuhan berhenti; pertumbuhan kapital berhenti, pertumbuhan penduduk
berhenti, dan pertumbuhan output berhenti.

B. Peran Pendidikan dalam Pertumbuhan Ekonomi


Pendidikan tidak dapat terlepas dari masalah ekonomi, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Berbagai kajian akademis dan penelitian empiris telah
membuktikan keabsahannya. Alhumami (2004), menyatakan pendidikan bukan
hanya melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, serta menguasai teknologi, melainkan juga dapat menumbuhkan iklim
bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut mendorong
setiap warga negara untuk mandiri berwirausaha secara adil dan sehat. Kata lainnya,
turut serta memberikan kontribusi aktif dalam pembangunan, melalui
produktivitasnya dapat meningkatkan pendapatan serta akhirnya mendongkrak
pertumbuhan ekonomi.

Studi tentang investasi sumber daya manusia telah dilakukan oleh Schultz
(1961:8), menyatakan bahwa investasi sumber daya manusia akan mampu
meningkatkan kualitas sumber daya itu menjadi lebih produktif dan merupakan salah
satu cara untuk keluar dari perbudakan. Meningkatnya sumber daya manusia ini akan
menjadikan manusia memiliki lebih banyak pilihan sehingga akan tercipta
peningkatan kesejahteraan. Beberapa kegiatan yang menurut Schultz dapat
memperbaiki kemampuan sumber daya manusia adalah pendidikan formal yang
paling memiliki hubungan erat dengan peningkatan kemampuan sumber daya
manusia.

Investasi pada bidang pendidikan tidak hanya berfaedah bagi perorangan,


melainkan juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan
pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas
masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian
kesejahteraan sosial dan ekonomi, sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan
melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan
narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.
Istilah welfare dependency merupakan keadaan di mana seseorang atau rumah tangga
yang sangat bergantung pada tunjangan kesejahteraan dari pemerintah untuk
pendapatan mereka dalam jangka waktu lama, dan tanpanya mereka tidak akan
mampu untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari. Istilah tersebut sangat kontroversial,
sering membawa konotasi menghina bahwa penerima tidak bersedia untuk bekerja
(Bane and Ellwood, 1996).

United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990-an dengan


tegas menjelaskan betapa pentingnya pembangunan manusia, dimana kualitas
manusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Disebutkan juga, bahwa
tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan
bagi rakyatnya untuk menikmati usia panjang, badan sehat, dan menjalankan
kehidupan yang produktif. Laporan tersebut menjelaskan bahwa, pembangunan
berpusat pada manusia dipromosikan melalui penegasan bahwa pembangunan
manusia adalah tujuan akhir pembangunan (the ultimate end), sedangkan
pertumbuhan ekonomi adalah sarana (the principal means) untuk mencapai tujuan
akhir pembangunan tersebut.

Semakin jelas bahwa perluasan pilihan dimaksud berada pada tataran proses
dan tataran hasil akhir pembangunan. Perluasan pilihan dalam tataran proses
disediakan untuk manusia dalam perannya sebagai pelaku pembangunan, sedangkan
perluasan pilihan dalam tataran hasil akhir disediakan untuk manusia dalam perannya
sebagai penikmat pembangunan.

Pembangunan manusia pada dasarnya adalah suatu upaya dalam rangka


membangun kemampuan manusia, tidak perduli apakah mereka miskin atau kaya,
melalui perbaikan taraf kesehatan, pengetahuan dan keterampilan, sekaligus sebagai
pemanfaatan (utilizing) kemampuan atau keterampilan mereka tersebut. Qureshi
(2010), menyatakan konsep pembangunan manusia jauh lebih luas pengertiannya
dibandingkan dengan konsep pembangunan ekonomi yang menekankan kepada
pertumbuhan ekonomi (economic growth), kebutuhan dasar (basic needs),
kesejahteraan masyarakat (social welfare), atau pengembangan sumber daya manusia
(human resource development).

Uraian-uraian di atas semakin memperkokoh paradigma pembangunan berpusat


pada manusia (people centered development) yang menempatkan manusia sebagai
tujuan akhir pembangunan dan bukan hanya sebagai alat pembangunan. Untuk
mewujudkan tujuan akhir pembangunan dimaksud, terdapat empat hal pokok
(productivity, equality, sustainability, dan empowerment) yang harus diperhatikan
sebagai komponen kunci pembangunan manusia, sebagaimana uraian dari UNDP
berikut.

Pertama, produktivitas (productivity), mengandung makna bahwa manusia yang


produktif akan mampu menghasilkan pendapatan bagi dirinya dan bagi keluarganya
serta bagi daerahnya. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi merupakan bagian dari
model pembangunan manusia, dan merupakan variabel endogen yang akan
berpengaruh terhadap indeks pembangunan manusia.

Kedua, keadilan (equality), mengandung makna bahwa manusia sebagai


mahluk sosial harus memiliki kesempatan yang sama untuk hidup lebih baik. Praktik
monopoli, seperti monopoli ekonomi dan monopoli politik, harus dihapuskan melalui
pengaturan-pengaturan yang dilakukan secara demokratis. Semua orang boleh
memilih apa yang terbaik bagi kehidupannya sepanjang tidak melanggar aturan main
yang telah disepakati bersama secara konstitusional dan demokratis.

Ketiga, keberlanjutan (sustainability), mengandung makna bahwa sumber daya


yang tersedia dapat digunakan secara bijaksana untuk kepentingan manusia, baik
generasi masa kini maupun generasi masa yang akan datang. Generasi masa kini
harus sadar dan menjamin ketersediaan sumber daya yang sama-sama diperlukan oleh
generasi masa yang akan datang. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui hanya
digunakan secara hemat sambil menanamkan kewajiban bagi generasi sekarang untuk
mencari alternatif sumber daya substitusi dari sumber daya yang dapat diperbaharui.

Keempat, pemberdayaan (empowerment), mengandung arti bahwa adalah fitrah


manusia yang tidak selalu memiliki kemampuan untuk mengakses peluang dan
kesempatan yang sama untuk mensejahterakan diri dan keluarganya. Karena itu perlu
adanya pemberdayaan agar pembangunan manusia dapat dilakukan oleh semua
orang, bukan semata-mata dilakukan untuk semua orang. Dengan pemberdayaan,
maka semua orang dapat berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan dan
proses mempengaruhi kesejahteraan mereka.

Para ekonom telah sepakat bahwa sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa,
bukan hanya modal fisik atau sumber daya material merupakan faktor paling
menentukan karakter dan kecepatan pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa
bersangkutan (Todaro dan Smith, 2009). Proses tersebut mempunyai minimal dua
syarat pokok; pertama, adanya SDM yang secara kuantitas maupun kualitas mampu
mengolah dan memanfaatkan sumber daya lain dalam proses pembangunan, dan
kedua, adanya pasar yang mendukung transaksi barang dan jasa yang dihasilkan
dalam pembangunan tersebut.Interaksi antara keluaran pendidikan dengan kebutuhan
tenaga kerja hampir dapat dipastikan bakal selalu mengalami kesenjangan. Salah satu
penyebabnya, karena pendidikan dan ketenagakerjaan merupakan dua entitas yang
memiliki ranah serta karakteristik berbeda. Perbedaan yang mencolok dan selalu
menciptakan kesenjangan adalah sifat pendidikan yang merupakan faktor demografis,
sementara ketenagakerjaan merupakan faktor ekonomis dan sebagian dari tujuan
pendidikan itu sendiri.

Faktor demografis dalam arti bahwa pendidikan yang bersifat pelayanan kepada
masyarakat secara merata dan adil di manapun, terkait di Indonesia yang terkendala
dengan luasnya negara kepulauan dan harus memberikan akses dan pemerataan yang
sama. Faktor ekonomis merujuk ketenagakerjaan yang merupakan optimasi pilihan
dalam hal ini tenaga kerja berpendidikan dan berketrampilan. Manakala terjadi
kesenjangan antara pendidikan dan kebutuhan ketenagakerjaan semakin melebar
maka hal ini akan mengancam produktivitas individu dan selanjutnya mempengaruhi
pertumbuhan secara keseluruhan.

Oleh karena itu, pemerintah harus mempunyai proyeksi terhadap kebutuhan


tenaga kerja dan bidang apa saja untuk mendukung pembangunan masa depan. Hal
ini guna mengurangi terjadinya kegagalan pasar ketika pasar bebas berfungsi atau
gagal untuk memberikan alokasi sumber daya yang efisien (market failure), sehingga
terwujud adanya equilibrium atau kesetimbangan antara permintaan dan kebutuhan
tenaga kerja.

C. Kondisi Indonesia
Menurut data BPS (2004-2013), secara makro perkembangan PDB Indonesia
tahun 2004 dari 257 (US$ Milyar) mengalami kenaikan yang sangat tinggi menjadi
1.063,1 (US$ Milyar) tahun 2013 atau sekitar empat kali lipat, dengan laju
pertumbuhan antara 4,6 sampai 6,5 persen. Sisi lain, apabila ditinjau Indek
Pembangunan Manusia (IPM) juga mengalami peningkatan cukup signifikan.
Dimulai dari indek sebesar 65,8 pada tahun 2002 meningkat menjadi 73,29 pada
tahun 2012. Artinya, seiring dengan semakin meningkatnya PDB dibarengi pula
adanya peningkatan IPM.

Sebagai kebijakan nasional, pembangunan bidang pendidikan telah diposisikan


secara strategis sebagai prioritas program pembangunan nasional. Hal ini ditunjukkan
dengan jumlah anggaran pendidikan yang ditetapkan sebesar 20 persen pada berbagai
level pemerintahan dalam amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.

Belanja fungsi pendidikan pemerintah pusat dalam APBN 2013 baru mencapai
10,3% atau Rp 1.154,38 triliun (Data Pokok APBN 2007-2013, Kemenkeu),
sedangkan pada tahun 2008 diperkirakan jumlah belanja pendidikan berkisar 7,98%.
Secara ideal, dengan semakin meningkatnya pemenuhan anggaran pendidikan dapat
mengakibatkan mutu dan perluasan akses pendidikan menjadi semakin baik dan luas.

Indikasi lain yang perlu menjadi perhatian lebih untuk menjadikan pendidikan
sebagai basis perubahan dalam meningkatkan pembangunan, khususnya
pembangunan ekonomi adalah indikator pendidikan yang dilihat dari perubahan rata-
rata lama sekolah, angka buta huruf, dan angka partisipasi murni (APM) serta angka
partisipasi kasar (APK). Berdasarkan data indikator pendidikan, rata-rata lama
sekolah penduduk Indonesia yang berumur 15 tahun ke atas semakin baik. Pada tahun
2011 rata-rata selama 7,9 tahun, meningkat menjadi selama 8,2 tahun pada 2013,
yang artinya setara dengan kelas 2 SMP atau sederajat.

Senada dengan hasil penelitian Subroto (2013), bahwa rata-rata lama sekolah
penduduk Indonesia pada tahun 2004-2010 adalah selama 7,8 tahun. Dalam model
simulasinya bahwa peningkatan alokasi dana pendidikan sebesar 10 persen
berdampak terhadap variabel rata-rata lama sekolah akan meningkat sekitar 0,13
persen dan variabel kemiskinan turun sebesar -1,92 persen.
BAB III

PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan pembahasan di atas, dapat ditarik dua simpulan.
Pertama, hubungan kausalitas antara peran pendidikan dan pertumbuhan ekonomi
menjadi semakin nyata, kuat dan solid. Sebagai ilustrasi, Jepang merupakan negara
Asia pertama yang menjadi pelopor pembangunan perekonomian berbasis ilmu
pengetahuan. Menyusul, negara-negara Asia Timur lain, China, Hongkong, Korea
Selatan, Malaysia, dan Singapura. Jadi jelas pendidikan mempunyai pengaruh sangat
kuat terhadap pertumbuhan ekonomi. Kedua, menjadikan bidang pendidikan sebagai
penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi akan semakin mendorong proses
transformasi struktural berjangka panjang, karena pendidikan membuahkan high rate
of return di masa akan datang.

2. Saran
Mengacu pada simpulan, dapat dirumuskan empat alternatif pilihan kebijakan.
Pertama, kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga mendorong perlunya peningkatan alokasi
anggaran secara proporsional dan efektif terhadap penyelenggaraan pendidikan dasar
dan menengah secara langsung. Menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun
dan peningkatan pendidikan universal umum sebagai wujud perluasan pelayanan
pendidikan 12 tahun, untuk mendorong tenaga kerja muda, terampil, serta semakin
kreatif.
Kedua, memberikan dorongan melalui penambahan kegiatan-kegiatan
penelitian dan pengembangan sebagai inovasi yang berkesinambungan untuk
mendukung pembangunan yang berbasis teknologi tepat guna serta sesuai dengan
kebutuhan masyarakat luas, khususnya penyerapan tenaga kerja.

Ketiga, dalam kondisi daya saing kompetitif produk/komoditi yang tidak


mungkin terhindarkan jika tidak diimbangi daya saing kompetitif sumber daya
manusia. Dalam arti, mengandalkan keunggulan komparatif sumber daya manusia
yang melimpah dan murah sudah kurang relevan. Oleh karena itu, perluasan akses
terhadap pendidikan perlu semakin ditingkatkan, melalui pemberian insentif atau
beasiswa dengan berbagai skema afirmatif terhadap pemerataan serta kesempatan
bagi masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah semakin digiatkan.

Terakhir, untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan, perlu


dilaksanakan program peningkatan pendapatan masyarakat, penciptaan
lapangan/kesempatan kerja, serta pengurangan kemiskinan secara simultan.
Peningkatan pengeluaran pemerintah terhadap program pendidikan (seperti program
rintisan wajib belajar 12 tahun atau pendidikan menengah universal) akan
memberikan dampak percepatan pertumbuhan ekonomi. Artinya, semua program
bermuara pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya melalui pertumbuhan
yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Alhumami, Amich. 2004. Tiga Isu Kritis Pendidikan, Opini Kompas, Jum’at, 2 Juli
2004.
Bane, M.J., and Ellwood, D.T., 1996. Welfare Realities: From Rhetoric to Reform.
Cambridge, MA: Harvard University Press.
Becker, Gary S., 1993. Human Capital, The University of Chicago Press, Chicago.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai