Anda di halaman 1dari 29

Tugas Resume Audit II

Rahma Dian Dwi H 182018

SEKOLAH TINGI ILMU EKONOMI MUHAMMADIYAH


CILACAP
Jl. UripSumoharjo No.21A, Limbangan, Mertasinga, Kec. Cilacap Utara,
KabupatenCilacap, Jawa Tengah 53233
BAB I
AUDITING & PROFESI AKUNTAN PUBLIK
A. Pengertian Auditing
Auditing atau pengauditan adalah pemeriksaan untuk menguji
kesesuaian objek pemeriksaan dengan standar atau ketentuan yang
berlaku. Auditing dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menguji
bukti pendukung objek pengauditan. Saldo kas di neraca diperiksa
kebenarannya (diaudit), dicocokkan dengan kas yang ada di kasir dan juga
yang ada di bank.
Agar hasil audit dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, auditor
(pemeriksa) harus mendokumentasikan pekerjaan audit yang telah
dilakukannya. Dokumentasi pekerjaan audit disebut dengan kertas kerja
audit.
Mengapa auditing penting untuk dilakukan?
 Karena ada potensi kesalahan atau penyimpangan pada objek audit.
 Ada dua kemungkinan kesalahan atau penyimpangan:
1. Tidak disengaja (disebut error)
2. Disengaja (disebut kecurangan/fraud/irregularity)

Auditing atau pengauditan adalah proses pengumpulan dan


pengujian bukti audit secara sistematis dan objektif tentang objek audit,
untuk menentukan tingkat kesesuaian objek audit dengan kriteria yang
berlaku, serta mengkomunikasikan hasil audit kepada para pihak yang
berkepentingan. Contoh objek audit adalah: (1) laporan keuangan, (2)
laporan pelaksanaan kegiatan, (3) sistem dan prosedur, dan seterusnya.

PROSES AKUNTANSI:
1. Pencatatan/perekaman transaksi ke dalam bukti transaksi.
2. Identifikasi/analisis transaksi.
3. Pencatatan/klasifikasi transaksi ke dalam buku jurnal.
4. Pengelompokan transaksi ke dalam buku pembantu dan buku besar.
5. Pelaporan transaksi dalam bentuk: laporan manajerial dan laporan
keuangan.
6. Acuan: laporan manajerial mengacu pada kebijakan manajemen,
laporan keuangan mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan
(SAK).

PROSES AUDITING:
1. Penerimaan penugasan audit.
2. Perencanaan audit.
3. Pengumpulan bukti audit.
4. Pengujian audit.
5. Pelaporan hasil audit.
6. Acuan: SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik)

Acuan praktik Akuntansi Keuangan:


Standar Akuntansi Keuangan (SAK), yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI).
Acuan praktik Auditing:
Standar Profesioan Akuntan Publik (SPAP), yang diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Publik Indonesia (IAPI).

B. Proses Akuntansi
Proses akuntansi berurutan mulai dari bukti transaksi hingga laporan
keuangan. Proses auditing bisa dilakukan dengan dua arah:
1. Dari laporan keuangan ke bukti transaksi, namanya Vouching.
2. Dari bukti transaksi ke laporan keuangan, namanya Tracing.

Audit hanya bisa dilakukan jika terdapat kriteria atau standar untuk
menyimpulkan hasil audit. Pelaksanaan audit untuk setiap jenis audit akan
selalu mengacu pada kriteria atau standar untuk penilaian hasil audit.
Contoh kriteria adalah: (1) Standar Akuntansi Keuangan atau SAK, (2)
Kebijakan dan Prosedur, (3) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP).

Terdapat tiga jenis audit: (1) Audit Operasional, (2) Audit Kepatuhan,
(3) Audit Laporan Keuangan, (4) Audit SPI.
1. Audit Operasional, adalah audit untuk mengevaluasi efisiensi dan
efektifitas proses bisnis.
 Contoh: evaluasi efisiensi dan efektifitas sistem penggajian.
 Informasi: jumlah data penggajian yang diproses per bulan, biaya
pemrosesan, dan jumlah kesalahan.
 Kriteria: standar efisiensi dan efektivitas pemrosesan data
penggajian.
 Bukti tersedia: laporan kesalahan data/informasi, data gaji, dan
biaya pemrosesan gaji.
2. Audit Kepatuhan, adalah audit untuk menguji kepatuhan praktik
terhadap aturan atau prosedur yang berlaku.
 Contoh: menentukan apakah setiap faktur pembelian dilampiri
dokumen permintaan pembelian yang diotorisasi.
 Informasi: praktik pengadaan barang dan jasa.
 Kriteria: ketentuan tentang kelengkapan faktur pembelian.
Bukti tersedia: arsip faktur pembelian.
3. Audit Laporan Keuangan, adalah audit untuk menguji kewajaran
laporan keuangan.
 Contoh: audit laporan keuangan PT Garuda Indonesia.
 Informasi: laporan keuangan PT Garuda Indonesia.
 Kriteria: framework pelaporan keuangan (SAK dan peraturan lain
yang berlaku)
 Bukti tersedia: dokumen transaksi, dokumen pembukuan, bukti-
bukti lain yang relevan.

Jenis jenis Auditor


1. Auditor Independen, adalah auditor bersertifikasi akuntan publik
(CPA) yang menjalankan praktik profesional secara independen
melalui KAP (Kantor Akuntan Publik) atau Accounting Firm.
2. Auditor Internal, adalah auditor dalam suatu entitas yang melakukan
praktik profesional bidang audit untuk kepentingan manajemen atau
komisaris.
3. Auditor Pemerintah, adalah auditor yang dibentuk oleh pemerintah untuk
menjalankan praktik profesional audit dalam lingkungan lembaga
pemerintahan, misalnya auditor di BPK atau di BPKP.

ORGANISASI AKUNTAN DI INDONESIA


 IAI = Ikatan Akuntan Indonesia www.iaiglobal.or.id Penyempurnaan
Stadar Akuntansi Keuangan menjadi tanggungjawab IAI.
 IAPI = Ikatan Akuntan Publik Indonesia  www.iapi.or.id
Penyempurnaan standar auditing atau “Standar Profesional Akuntan
Publik/SPAP” menjadi tanggungjawab IAPI.
BAB II
STNDART AUDIT
Standar audit adalah pedoman umum pelaksanaan audit untuk membantu
auditor dalam memenuhi tanggungjawab profesionalnya dalam audit laporan
keuangan. Standar audit mencakup aturan tentang:
1. Kualitas profesional, seperti kompetensi dan independensi
2. Pelaporan hasil audit, dan
3. Bukti audit
Contoh Standart Audit:
1. International Standards on Auditing (ISA)
2. AICPA Auditing Standards
3. PCAOB Auditing Standards
4. Di Indonesia (SPAP – Standar Profesional Akuntan Publik – Diterbitkan
oleh IAPI – Ikatan Akuntan Publik Indonesia).
Catatan:
AICPA = the American Institute of Certified Public Accountants.
PCAOB = Public Company Accounting Oversight Board

International Standards on Auditing (ISA)


 ISA diterbitkan oleh IAASB (the International Auditing and Assurance
Standards Board), yaitu badan yang dibentuk oleh IFAC (the International
Federation of Accountants).
 IAASB bertugas meningkatkan keseragaman praktik audit di seluruh dunia
 ISA tidak sepenuhnya mengatur (override) standar audit yang
berlaku di suatu negara, oleh sebab itu tetap dimungkinkan
pemberlakuan standar audit sesuai dengan kententuan dan undang-undang
masing-masing negara.

AICPA – Auditing Standards


Di Amerika nama standar audit yang berlaku adalah SASs (Statements on
Auditing Standards), diterbitkan oleh ASB (the Auditing Standards Board),
sebuah badan di bawah AICPA (the American Institute of Certified Pablic
Accountants). Karena ASB telah melakukan harmonisasi dengan IAASB, maka
AICPA Auditing Standards isinya hampir sama dengan ISA, tidak ada
perbedaan signifikan.

PCAOB – Auditing Standards


PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) adalah badan
yang dibentuk berdasarkan The Sarbanes – Oxly Act (SOX), yaitu undang-
undang tentang reformasi praktik akuntansi perusahaan publik serta
perlindungan investor. SOX juga dikenal dengan nama "Public Company
Accounting Reform and Investor Protection Act“ atau  "Corporate and
Auditing Accountability and Responsibility Act”.
 PCAOB ditunjuk dan diawasi oleh SEC (Securities and Exchange
Commission).
 PCAOB bertugas:
1. Mengawasi praktik audit perusahaan publik.
2. Menentukan standar audit dan standar pengendalian mutu KAP.
3. Melakukan inspeksi pengendalian mutu KAP melalui asesmen atas
tingkat kepatuhan terhadap aturan PCAOB dan SEC.
Pada awalnya standar audit PCAOB mengacu pada standar audit ASB,
tetapi selanjutnya mengacu pada standar audit ISA. Sebelum SOX, ASB
menetapkan standar audit untuk perusahaan privat dan perusahaan publik,
tetapi paska SOX, standar audit perusahaan publik ditetapkan oleh PCAOB.
Standar Audit yang ditetapkan PCAOB selanjutnya dikenal dengan PCAOB
Auditing Standards.

Hubungan Antar Standar Audit di US


 ISA  Diterapkan untuk entitas di luar Amerika.
 AICPA Auditing Standards  Diterapkan pada perusahaan privat di
Amerika.
 PCAOB Auditing Standards  Diterapkan pada perusahaan publik di
Amerika.
Catatan:
Perusahaan publik adalah perusahaan yang menjual sahamnya di bursa efek.

PRINSIP AUDIT AICPA DAN PCAOB


AICPA menetapkan standar audit berdasarkan empat prinsip, yaitu:
1. Purpose of Audit (Purpose)
2. Personal responsibilities of the auditor (Responsibilities)
3. Auditor actions in performing the audit (Performance).
4. Reporting (Reporting)

STANDAR AUDIT AICPA DAN PCAOB


PCAOB menetapkan standar audit berdasarkan empat kelompok standar, yaitu:
1. Standar Umum (General Standards)
2. Standar Pekerjaan Lapangan (Standards of Field Work)
3. Standar Pelaporan (Standards of
Reporting)
STANDAR AUDIT – AICPA
1. Tujuan Audit (Purpose of an Audit)
Memberikan opini atas laporan keuangan.
2. Tanggungjawab (Responsibilities)
a. Memiliki kompetensi dan kapabilitas yang tepat
b. Mematuhi persyaratan etika
c. Menjaga skeptisme profesional dan menerapkan pertimbangan
profesional secara tepat
3. Pelaksanaan audit (Performance)
a. Mendapatkan keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan
bebas dari salah saji material.
b. Membuat perencanaan audit dan melakukan supervisi terhadap asisten
auditor.
c. Menentuan dan menerapkan tingkat materialitas (salah saji).

BAB III
LAPORAN AUDIT
OPINI AUDITOR

Bentuk laporan audit ditentukan oleh jenis opini auditor atas laporan keuangan
yang diaudit. Terdapat 4 (empat) jenis opini auditor:

1. Opini wajar tanpa pengecualian (an unqualified opinion)

2. Opini wajar dengan pengecualian (a qualified opinion)

3. Opini tidak wajar (an adverse opinion)

4. Menolak memberikan opini (a disclaimer of opinion)

Opini wajar tanpa pengecualian, diberikan pada saat laporan keuangan


secara keseluruhan bebas dari salah saji material, atau disajikan sesuai dengan
Rerangka Pelaporan Keuangan (Financial Reporting Framework). Yang
dimaksud dengan Rerangka Pelaporan Keuangan adalah Standar Akuntansi
Keuangan (SAK/IFRS) dan peraturan yang berlaku di negara tempat penerbitan
laporan keuangan.

Opini wajar dengan pengecualian, diberikan pada saat laporan keuangan


secara keseluruhan disajikan secara wajar, tetapi pada bagian tertentu dari laporan
keuangan terdapat salah saji material, atau terdapat keterbatasan luas pemeriksaan
(scope limitation). Keterbatasan luas pemeriksaan terjadi pada saat auditor tidak
bisa memperoleh data atau informasi yang diperlukan untuk pengujian audit.

Opini tidak wajar, diberikan pada saat laporan keuangan yang diaudit
mengandung salah saji material secara ekstrim, karena penyimpangan terhadap
SAK/IFRS.

Menolak memberikan pendapat, diberikan pada saat terjadi keterbatasan


luas pemeriksaan secara ekstrim.

Catatan:
Salah saji yang mengakibatkan pengecualian dari opini wajar atau opini
tidak wajar, adalah salah saji yang tidak memungkinkan lagi untuk dibuatkan
usulan revisi oleh auditor, karena kesalahannya bersifat pervasive atau akut.

BENTUK LAPORAN AUDIT

1. Laporan audit bentuk standar  dibuat pada saat opini auditor Wajar
Tanpa Pengecualian  paragraf dan kalimat dalam laporan audit bersifat
standar.

2. Laporan audit yang menyimpang dari bentuk standar  dibuat pada saat
opini auditor selain Wajar Tanpa Pengecualian (Wajar Dengan
Pengecualian, Tidak Wajar, atau Menolak Memberikan Opini)  paragraf
dan penjelasan atas laporan audit tidak dibuat dalam bentuk standar.

ELEMEN LAPORAN AUDIT

1. Judul laporan

2. Alamat tujuan laporan audit

3. Paragraf pembuka

4. Paragraf tanggungjawab manajemen

5. Paragraf tanggungjawab auditor

6. Paragraf luas audit

7. Paragraf opini auditor

8. Paragraf tanggungjawab pelaporan lain (other reporting responsibilities)


 lihat ISA 700 hal 18

9. Tanda tangan auditor

10. Tanggal laporan audit (sesuai dengan tanggal berakhirnya pekerjaan


lapangan)
BAB IV
TANGGUNGJAWAB LEGAL AUDITOR
 Auditor dituntut untuk bekerja dengan tingkat kehati-hatian profesional
yang memadai.

 Auditor dituntut bertanggungjawab dalam memenuhi seluruh komitmen


yang tertulis dalam surat penugasan audit, dengan segala implikasinya.

 Jika auditor gagal dalam memenuhi komitmen dalam kontrak audit, atau
tidak menjalankan tugas dengan kehati-hatian profesional, auditor
dikatakan telah melakukan kecerobohan (negligence) dan atau pelanggaran
komitmen kontrak audit.

Faktor pemicu meningkatnya tanggungjawab legal auditor:

1. Peningkatan kesadaran pengguna laporan keuangan atas tanggungjawab


legal auditor

2. Peningkatan kesadaran bursa efek dalam melindungi kepentingan investor

3. Peningkatan kompleksitas fungsi akuntansi dan auditing karena


peningkatan ukuran entitas, globalisasi bisnis entitas, serta kompleksitas
kegiatan operasional serta transaksi keuangan entitas.

4. Kecenderungan praktik penuntutan dari pihak yang merasa dirugikan


terhadap siapapun yang dipandang mampu memberikan kompensasi atas
kerugian yang dideritanya.

5. Resesi ekonomi global serta situasi ekonomi yang berat, yang


menyebabkan beragam kegagalan bisnis, mengakibatkan kecenderungan
stakeholders berusaha mendapatkan kompensasi kerugian dari pihak lain,
termasuk auditor independen.

6. Merebaknya tuntutan hukum terhadap KAP, telah mendorong


pengacara menawarkan jasa legal berbasis contingent-fee (biaya
bersyarat), yaitu dengan menjanjikan potensi keuntungan besar jika
tuntutan menang, dan potensi rugi minimum jika tuntutan kalah.
7. Kecenderungan KAP untuk bersedia menyelesaikan tuntutan legal di
luar pengadilan, untuk menghindari biaya pengadilan yang besar serta
publikasi yang merugikan, dan bukannya berusaha menyelesaikan
permasalahan legal melalui proses hukum.
Meningkatnya tuntutan terhadap KAP banyak disebabkan oleh
ketidakfahaman masyarakat terhadap tiga permasalahan sebagai berikut:

1. Kegagalan bisnis (business failure), adalah kerugian dalam bisnis karena


kesalahan keputusan bisnis atau karena faktor-faktor ekonomi yang lain.

2. Kegagalan audit (audit failure), adalah kesalahan auditor dalam


memberikan opini atas laporan keuangan karena kecerobohan dalam
melaksanakan tugas audit.

3. Risiko audit (audit risk), adalah kesalahan auditor dalam memberikan


opini atas laporan keuangan pada saat audit telah direncanakan dan
lilaksanakan dengan kehati-hatian profesional serta sesuai dengan standar
audit yang berlaku.

Tuntutan terhadap auditor pada dasarnya hanya bisa dilakukan pada saat yang
terjadi adalah audit failure. KAP atau auditor independen bertanggungjawab
terhadap seluruh aspek pekerjaan akuntan publik, yang bisa mencakup jasa
audit, perpajakan, konsultasi manajemen, dan jasa pembukuan/akuntansi.

Istilah legal dalam jasa akuntan publik:

1. Ordinary negligence, adalah situasi dan kondisi tertentu, yang


membuat secara tidak sengaja auditor tidak menerapkan kehati-
hatian profesional, dan kasus serupa bisa saja terjadi pada auditor
profesional yang lain.

2. Gross negligence, adalah secara sadar auditor melakukan tindakan


yang membahayakan, atau terlalu berani mengambil risiko. Namun
demikian bisa jadi sulit untuk membedakan ordinary negligence dan
gross negligence.
3. Constructive fraud, adalah kecerobohan ekstrim yang dilakukan
auditor, tetapi tidak ada maksud untuk menyembunyikan informasi
atau merugikan pihak lain. Contoh, auditor menyadari bahwa
prosedur audit tidak dilaksanakan dengan memadai, tetapi auditor
berani memberikan opini wajar tanpa pengecualian
(clean/unqualified opinion).

4. Fraud, adalah auditor sengaja berbuat curang dalam melaksanakan


audit laporan keuangan atau dalam memberikan opini atas laporan
keuangan.

5. Breach of contract (mengingkari kontrak), auditor tidak memenuhi


komitmen yang telah disepakati dalam kontrak kerja atau dalam surat
penugasan audit.

6. Third-party beneficiary (keuntungan pihak ketiga), adalah adanya


pihak ketiga yang tidak disebutkan dalam kontrak audit, tetapi
mereka mendapatkan keuntungan dari kontrak audit. Misalnya
kontrak audit dengan bank berhubungan dengan posisi auditor
sebagai salah satu debitur besar bank yang diaudit. Dalam kasus ini
auditor diragukan independensinya.

ISTILAH LEGAL YANG LAIN

1. Common law, adalah hukum yang dikembangkan melalui keputusan


pengadilan, bukannya melalui hukum yang telah ditentukan secara
formal oleh pemerintah.

2. Statutory law, adalah hukum yang telah ditentukan secara formal


oleh pemerintah.

3. Joint and several liability, asesmen terhadap pihak yang dituntut


atas total kerugian yang diderita penuntut, dengan tanpa
mempertimbangkan tingkat keterlibatan pihak yang dituntut dalam
melakukan tindakan yang dipandang merugikan pihak lain.
4. Seperate and proportionate liability, adalah asesmen terhadap
pihak yang dituntut tentang tingkat kerugian penuntut atas tindakan
ceroboh pihak yang dituntut.

JENIS TANGGUNG JAWAB LEGAL AUDITOR

1. Tanggungjawab kepada klien, misalnya klien menuntut auditor atas


kegagalan mengungkap kecurangan material (material fraud) yang
merugikan entitas.

2. Tanggungjawab kepada pihak ketiga, misalnya bank menuntut


auditor karena gagal mengungkap salah saji material dalam laporan
keuangan debitur bank.

3. Tanggungjawab kepada publik, misalnya pemegang saham


menuntut auditor atas kegagalan mengungkap salah saji material
dalam laporan keuangan.

4. Tanggungjawab atas tindakan kriminal, misalnya pemerintah


menuntut auditor atas kesengajaan menerbitkan laporan audit yang
menyesatkan.

Asosiasi profesi dapat menempuh sejumlah langkah untuk melindungi


anggota profesi dari potensi tuntutan hukum, antara lain:

1. Mengembangkan model perlindungan hukum dari potensi tuntutan


legal yang tidak objektif (nonmeritorious litigation).

2. Meningkatkan kualitas audit (standar audit) untuk meningkatkan


kualitas pelayanan kepada pengguna laporan audit.

3. Mengedukasi pengguna laporan audit tentang keterbatasan praktik


audit.

Anggota profesi dapat meminimalkan potensi tuntutan legal melalui berbagai


hal sbb.:
1. Hanya berhubungan dengan klien yang memiliki integritas

2. Menjaga independensi

3. Memahami bisnis klien dengan baik

4. Menjaga kualitas pelaksanaan audit

5. Mendokumentasikan pekerjaan dengan tepat

6. Mempraktikkan skeptisme profesional secara sehat (healthy


professional skepticism)
BAB V
ETIKA PROFESI IAPI & AICPA
Etika adalah seperangkat prinsip moral atau nilai yang berterima umum
di masyarakat. Perilaku beretika adalah perilaku yang berterima umum dalam
masyarakat, diperlukan untuk membuat kehidupan bermasyarakat berfungsi
dengan baik. Perilaku tidak beretika adalah perilaku yang tidak sesuai dengan
tata kehidupan yang berterima umum dalam masyarakat, merugikan masyarakat
baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

ELEMEN ETIKA SECARA UMUM

 Terpercaya, mencakup kejujuran, integritas, dan loyalitas.

 Respek, mencakup sopan santun, toleransi, serta rasa hormat terhadap


pihak lain.

 Bertanggungjawab, mencakup usaha melakukan yang terbaik,


mengendalikan diri, memberi contoh yang baik, serta melakukan
perbaikan secara berkelanjutan.

 Bersikap adil, mencakup sikap proporsional, terbuka, dan berperilaku


secara tepat.

 Perhatian, mencakup ketulusan perhatian terhadap kesejahteraan pihak


lain serta berperilaku baik.

 Bermasyarakat, mencakup patuh aturan serta kesediaan berbagi untuk


kesejahteraan bersama.

KEBUTUHAN ETIKA DALAM PROFESI

 Anggota profesi dituntut untuk menjalankan profesinya secara profesional.

 Kata profesional bermakna menjalankan tugas dan tanggungjawab lebih


dari yang dilakukan oleh kebanyakan orang, atau lebih dari tuntutan
hukum dan peraturan.
 Profesionalisme diperlukan dalam membangun kepercayaan publik
terhadap kualitas jasa dan profesi.

Prinsip-prinsip dasar etika profesi menurut Ikatan Akuntan Publik


Indonesia (IAPI) adalah:

1. Prinsip integritas

Dalam menjalin hubungan profesional, setiap praktisi harus bersikap tegas


dan jujur.

2. Prinsip objektivitas

Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan


kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-
pihak lain memengaruhi pertimbangan profesionalnya.

3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian


profesional (professional competence and due care)

Setiap praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya


pada tingkat yang dipersyaratkan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat
menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan
perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode
pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara profesional
dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku.

4. Prinsip kerahasiaan

Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh


sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta
tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa
persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban
untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan
lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan
profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh praktisi untuk
keuntungan pribadi atau pihak ketiga.

5. Prinsip perilaku profesional

Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan
harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Struktur kode etik profesional AICPA (the American Institute of Certified Public
Accountants) terdiri dari:

1. Prinsip (principle), berisi standar ideal etika profesional yang dinyatakan


dalam terminologi filosofis.

2. Aturan etika (rule of conduct), berisi aturan spesifik tentang minimum


standar etika profesional.

3. Interpretasi aturan etika (interpretation of the rules of conduct), berisi


interpretasi atas aturan etika divisi etika profesional AICPA.

4. Implementasi etika (ethical rulings), berisi publikasi tentang penjelasan


dan jawaban atas pertanyaan mengenai aturan etika.

KODE ETIK PROFESIONAL AICPA

1. Bertanggungjawab (responsibilities)

2. Menghormati kepentingan publik (the public interest)

3. Berintegritas (integrity)

4. Bersikap objektif dan independen (objectivity and independence)

5. Mempraktikkan kehati-hatian profesional (due care)

6. Mempertimbangkan luas dan sifat jasa (scope and nature of services)


BAB VI
TUJUAN AUDIT
 Menurut AICPA:
Tujuan audit laporan keuangan adalah untuk memberikan opini atas
laporan keuangan tentang apakah laporan keuangan disajikan secara wajar, dalam
semua hal yang material, sesuai dengan rerangka akuntansi keuangan yang
berlaku (the applicable financial accounting framework). Opini auditor ditujukan
untuk meningkatkan kepercayaan terhadap laporan keuangan – Aren hal. 162
 Menurut ISA 200:
Tujuan audit adalah untuk meningkatkan kepercayaan pengguna laporan
keuangan. Tujuan ini dicapai melalui pemberian opini auditor tentang apakah
laporan keuangan, dalam semua hal yang material, disajikan sesuai dengan
rerangka pelaporan keuangan yang berlaku (applicable financial reporting
framework).
Catatan:
 Kewajaran laporan keuangan diukur dari tingkat kesesuaiannya dengan
framework akuntansi keuangan.
 Yang dimaksud dengan framework akuntansi keuangan adalah SAK
(IFRS) dan berbagai peraturan yang berlaku yang belum diatur dalam
SAK/IFRS.
Manajemen bertanggungjawab terhadap ketepatan penerapan standar
akuntansi, penyelenggaraan pengendalian internal yang memadai, dan penyajian
laporan keuangan secara wajar. Tanggungjawab manajemen atas penyajian
laporan keuangan dan penyelenggaraan sistem pengendalian internal dimasukkan
dalam laporan tahunan.
Tanggungjawab Auditor menurut AICPA:
a. Mendapatkan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan secara
keseluruhan bebas dari salah saji material, baik karena kesalahan yang
tidak disengaja (error) maupun karena kecurangan (fraud), sabagai dasar
bagi auditor untuk memberikan opini tentang apakah laporan keuangan
disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan
rerangka pelaporan keuangan yang berlaku (applicable financial
reporting framework).
b. Melaporkan hasil audit atas laporan keuangan sesuai dengan standar audit
serta sesuai dengan hasil temuan audit.
Catatan:
Auditor hanya bertanggungjawab terhadap opini yang diberikan atas laporan
keuangan, berdasarkan audit yang telah dilakukan sesuai dengan standar audit.
TERMINOLOGI PENTING
1. Salah saji material
Salah saji material adalah tingkat kesalahan dalam laporan keuangan
yang bisa menyesatkan penggunanya, baik dalam bentuk penyimpangan dari SAK
mupun dalam bentuk ketidaklengkapan informasi. Ukuran materialitas salah saji
ditentukan berdasarkan pertimbangan profesional auditor.
2. Keyakinan memadai (reasonable assurance)
Adalah ukuran tingkat kepastian yang diperoleh aditor setelah melakukan
pengujian audit. Standar audit mengatakan bahwa keyakinan memadai adalah
keyakinan tingkat tinggi, tetapi tidak absolut, bahwa laporan keuangan bebas dari
salah saji material.
3. Kesalahan (error) vs kecurangan (fraud)
Kesalahan (error) adalah salah saji tidak sengaja dalam laporan keuangan,
sedangkan kecurangan (fraud) adalah salah saji yang disengaja.
4. Skeptisme profesional (professional skepticism), adalah prinsip untuk
hanya mempercayai kebenaran atau kewajaran suatu asersi (pernyataan)
berdasarkan pengujian audit. Jadi sebelum dilakukan pengujian audit,
auditor harus bersikap spektis.
Terdapat enam karakteristik skeptisme profesional, yaitu:
1. Pola pikir mempertanyakan (questioning mindset) - karena meragukan
kebenaran/kewajaran suatu asersi.
2. Penundaan kesimpulan (suspension of judgment) - sampai diperoleh
bukti yang memadai.
3. Memperluas pemahaman (search of knowledge) - melakukan
investigasi melampaui hal-hal yang nampaknya sudah jelas (investigate
beyond the obvious).
4. Pemahaman interpersonal (interpersonal understanding) – mengenali
bahwa motivasi dan persepsi seseorang bisa mendorong ke penyajian
informasi yang bias dan menyesatkan.
5. Otonomi (autonomy) – berpendirian kuat, independen, mampu membuat
keputusan, mampu bersikap analitis terhadap pernyataan orang lain.
6. Menjaga harga diri (self-esteem) – tidak mudah dipengaruhi serta berani
mengkritisi asumi dan kesimpulan pihak lain yang dipandang tidak
argumentatif.
Audit laporan keuangan dilakukan dengan pendekatan siklus transaksi keuangan.
Siklus transaksi keuangan terjadi sesuai dengan urutan kegiatan dalam organisasi,
yang terdiri dari:
1. Siklus pendanaan  berhubungan dengan pendanaan melalui saham,
obligasi, atau utang bank.
2. Siklus investasi aset tetap  berhubungan dengan transaksi aset tetap,
mulai dari perolehan, pemeliharaan, hingga penghentian.
3. Siklus operasional  berhubungan dengan kegiatan operasional
perusahaan, yang mencakup:
a. Siklus pengeluaran  berhubungan dengan pengadaan barang/jasa
untuk kegiatan operasional perusahaan.
b. Siklus produksi/konversi  berhubungan dengan aktivitas produksi
untuk mengubah bahan baku menjadi barang jadi.
c. Siklus SDM/penggajian  berhubungan dengan transaksi untuk
Sumberdaya Manusia, mulai dari rekrutmen, penempatan, pendidikan
dan pelatihan, hingga pensiun.
d. Siklus pendapatan  berhubungan dengan transaksi penjualan
tunai/kredit dalam kegiatan utama perusahaan.
4. Siklus investasi instrumen keuangan  berhubungan dengan transaksi
investasi sekuritas.
Asersi manajemen adalah pernyataan langsung dan tak langsung oleh
manajemen tentang transaksi keuangan, akun, dan pengungkapan, yang disajikan
dalam laporan keuangan. Asersi manajemen berhubungan langsung dengan
SAK/IFRS, karena asersi manajemen adalah bagian dari kriteria tentang apakah
manajemen membukukan dan mengungkapkan transaksi keuangan sesuai dengan
SAK/IFRS.
Klasifikasi Asersi Manajemen Menurut PCAOB:
1. Eksistensi atau terjadinya  saldo akun benar-benar ada dan transaksi
benar-benar terjadi
2. Kelengkapan  tidak ada saldo akun atau transaksi yang tidak
dilaporkan.
3. Hak dan kewajiban  saldo akun benar-benar haknya perusahaan atau
kewajiban perusahaan.
4. Penilaian dan alokasi  transaksi dinilai dan dibukukan dengan tepat.
5. Penyajian dan pengungkapan  saldo akun disajikan dengan tepat dan
diungkap dengan memadai sesuai dengan SAK/IFRS.
Asersi manajemen digunakan sebagai pedoman umum dalam menentukan dan
menjalankan prosedur serta pengujian audit untuk memastikan pencapaian tujuan
audit.
Jadi: yang terpenting adalah memahami prosedur yang tepat untuk
menguji asersi manajemen, bukan hanya mengenali istilah asersi
manajemen.
Klasifikasi asersi manajemen menurut AICPA adalah:
1. Asersi tentang transaksi
2. Asersi tentang saldo akun
3. Asersi tentang penyajian dan pengungkapan

Asersi Tentang Transaksi


1. Occurence (terjadinya transaksi)
Transaksi dan peristiwa yang dibukukan benar-benar terjadi dan
merupakan transaksi dan peristiwa dari entitas yang bersangkutan.
2. Completeness (kelengkapan)
Semua transaksi dan peristiwa yang seharusnya dibukukan, telah
dibukukan dengan lengkap.
3. Accuracy (keakuratan)
Perhitungan dan pembukuan transaksi dilakukan dengan akurat. Tidak
terjadi kesalahan perhitungan dalam angka-angka, jumlah-jumlah, dan data
lain yang terkait dengan transaksi dan peristiwa yang dibukukan.
4. Cut-off (pisah batas transaksi)
Transaksi dan peristiwa dibukukan dengan tepat sesuai dengan periode
terjadinya transaksi.
5. Classification (klasifikasi)
Transaksi dan peristiwa dibukukan dalam akun yang benar.
Asersi Tentang Saldo Akun
1. Existence (eksistensi)
Aset, kewajiban, ekuitas , pendapatan, dan beban dapat dibuktikan
keberadaannya.
2. Rights and Obligations (hak dan kewajiban)
Aset dan pendapatan dapat dibuktikan sebagai haknya perusahaan.
Utang, modal, dan beban dapat dibuktikan sebagai kewajiban
perusahaan.
3. Completeness (kelengkapan)
Aset, utang, modal, pendapatan, dan beban dibukukan secara lengkap.
4. Valuation and allocation (penilaian dan alokasi)
Aset, utang, modal, pendapatan, dan beban, dinilai serta dialokasikan
ke dalam akun dengan tepat.
Asersi Tentang Penyajian dan Pengungkapan
1. Occurence, rights, and obligations (terjadinya, hak, dan
kewajiban)
Transaksi dan saldo akun yang disajikan dalam laporan keuangan
adalah benar-benar tejadi serta benar-benar merupakan hak serta
kewajiban entitas (perusahaan).
2. Completeness
Transaksi dan saldo akun disajikan dalam laporan keuangan secara
lengkap.

3. Classification and understandability (klasifikasi dan kejelasan)


Akun-akun disajikan dengan klasifikasi yang tepat dan pengungkapan
dibuat secara memadai, untuk kejelasan laporan keuangan.
4. Accuracy and Valuation (keakuratan dan penilaian)
Informasi keuangan dan informasi lainnya diuangkapkan dengan wajar
(fairly disclosed) dan dalam jumlah yang tepat (at appropriate amounts).
BAB VII
BUKTI AUDIT DAN KERTAS KERJA AUDIT

Bukti audit adalah bukti yang dikumpulkan dan diuji oleh auditor untuk
menentukan apakah laporan keuangan disajikan sesuai dengan standar pelaporan
keuangan yang berlaku (sesuai dengan SAK/sesuai dengan framework pelaporan
keuangan – financial reporting framework).
 Bukti audit laporan keuangan terdiri dari:
1. Bukti pembukuan (accounting records), seperti jurnal, buku pembantu, dan
buku besar, atau file transaksi dan file induk (master file).
Bukti pendukung (corroborating information), seperti bukti transaksi dan bukti-
bukti pendukung pembukuan yang lain
Untuk menjamin pencapaian tujuan audit secara efektif, yaitu memberikan
opini auditor dengan tepat, auditor diwajibkan mengumpulkan bukti audit yang
kompeten (tepat/appropriate) dalam jumlah yang cukup (sufficient), atau
sufficient appropriate evidence. Kompetensi atau ketepatan bukti berhubungan
dengan kualitas bukti, sedangkan kecukupan bukti berhubungan dengan
jumlah atau kuantitas bukti.
 Kompetensi bukti dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:
1. Relevansi bukti
2. Sumber bukti
3. Kemutakhiran bukti
4. Objektivitas bukti
5. Sirkulasi bukti
Kecukupan jumlah bukti dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:
1. Potensi salah saji: dipengaruhi oleh risiko bawaan dan risiko
pengendalian serta materialitas salah saji.
2. Pertimbangan ekonomis: penambahan sampel dipandang tidak akan
mempengaruhi kesimpulan auditor.
3. Variabilitas atau heteroginitas populasi bukti.
4. Risiko bawaan: adalah risiko salah saji yang disebabkan oleh
karakteristik objek audit, bukan karena kelemahan sistem pengendalian,
misalnya kesalahan karena faktor kerumitan standar akuntansi, faktor
volume transaksi dst.
5. Risiko pengendalian: adalah risiko salah saji yang disebabkan oleh
kegagalan sistem pengendalian dalam mencegah dan mendeteksi salah saji
dengan segera.
6. Materialitas salah saji: adalah ukuran tingkat kesalahan yang
mempengaruhi kesimpulan tentang kewajaran saldo akun. Ukuran
materialitas salah saji dipengaruhi oleh risiko bawaan dan risiko
pengendalian.
Prosedur audit adalah langkah-langkah yang ditempuh oleh auditor untuk
mengumpulkan dan menguji bukti audit.Kategori prosedur audit:
1. Prosedur pemahaman SPI (Sistem Pengendalian Internal)
2. Prosedur pengujian SPI
3. Prosedur pengujian substantif
Prosedur pemahaman SPI dan pengujian SPI ditujukan untuk mengukur
kecukupan dan efektifitas SPI dalam mencegah potensi salah saji. Hasil
pemahaman dan pengujian SPI digunakan untuk menentukan: sifat, saat, dan
luas pengujian substantif. Sifat audit berhubungan dengan kedalaman audit, saat
audit berhubungan dengan waktu pelaksanaan audit, dan luas audit berhubungan
dengan jumlah bukti audit.
Pengujian substantif adalah pengujian kewajaran saldo akun atau asersi
manajemen. Prosedur pengujian substantif bisa diklasifikasi dengan urutan
sebagai berikut:
1. Prosedur awal
2. Prosedur pengujian analitis
3. Prosedur pengujian detil transaksi
4. Prosedur pengujian saldo akun
5. Prosedur pengujian estimasi akuntansi
6. Prosedur pengujian penyajian dan pengungkapan
Prosedur audit dapat diklasifikasi secara detil menjadi sebagai berikut:
1. Prosedur analitis, adalah prosedur pengujian yang dilakukan dengan cara
membandingkan angka objek audit dengan angka pembanding, seperti:
angka periode sebelumnya, angka anggaran, dan angka rata-rata industri.
2. Prosedur tracing, adalah prosedur pengujian dengan cara menelusur dari
bukti transaksi ke bukti pembukuan.
3. Prosedur vouching, adalah prosedur pengujian dengan cara menelusur
dari bukti pembukuan ke bukti transaksi.
4. Prosedur inspeksi, adalah prosedur pengujian/pemeriksaan langsung
terhadap bukti audit, misalnya pemeriksaan fisik aset dan pemeriksaan
fisik dokumen.
5. Prosedur matematis, adalah prosedur pengujian kebenaran perhitungan
matematis, seperti penjumlahan, perkalian, dan pembagian.
6. Prosedur penghitungan, adalah prosedur pengujian dengan cara
melakukan penghitungan ulang objek audit, seperti penghitungan fisik aset
tetap dan penghitungan fisik persediaan.
7. Prosedur konfirmasi, adalah prosedur pengujian dengan cara
mempertanyakan secara tertulis kepada pihak ketiga tentang kebenaran
objek audit, misalnya konfirmasi piutang dan konfirmasi persediaan yang
disimpan di gudang umum.
8. Prosedur observasi, adalah prosedur pengujian dengan cara menyaksikan
suatu proses pelaksanaan kegiatan untuk menghasilkan bukti audit
tertentu, misalnya proses perhitungan fisik persediaan.
9. Prosedur pengerjaan ulang, adalah prosedur pengujian dengan cara
mengerjakan oleh suatu proses yang biasa dilakukan untuk menghasilkan
bukti audit tertentu.
10. Prosedur wawancara, adalah prosedur pengujian bukti audit yang
dilakukan dengan melakukan wawancara dengan petugas/perjabat yang
terkait. Untuk bisa menjadi bukti audit, wawancara harus dilakukan secara
tertulis.
11. Prosedur audit berbantuan komputer (computer assisted audit
techniques/CAAT), adalah prosedur pengujian yang dilakukan dengan
bantuan komputer terhdap bukti audit yang diproses dengan
menggunakan komputer.
Prosedur audit akan menghasilkan bukti audit.Bukti audit bisa dikelompokkan
menjadi:
1. Bukti analitis, hasil dari prosedur analitis
2. Bukti dokumen, hasil dari prosedur tracing, vouching, dan inspeksi
dokumen
3. Bukti fisik, hasil dari inspeksi fisik dan perhitungan fisik, serta prosedur
observasi.
4. Bukti matematis, hasil dari pengujian matematis, seperti perkalian,
penjumlahan dst.
5. Bukti konfirmasi, hasil dari pengujian konfirmasi.
6. Bukti observasi, hasil dari prosedur observasi atas suatu proses dan
prosedur. Prosedur observasi juga bisa menghasilkan bukti fisik.
7. Bukti pernyataan tertulis, hasil dari prosedur wawancara yang diikuti
dengan permintaan bukti tertulis.
8. Bukti pengerjaan ulang, hasil dari pengerjaan ulang suatu prosedur atau
proses yang biasa dilakukan untuk menghasilkan bukti audit tertentu.
9. Bukti elektronik, hasil dari pengujian proses prosedur yang dilakukan
secara elektronik serta hasil dari pengujian audit berbantuan komputer.

KERTAS KERJA AUDIT


Kertas kerja audit adalah seluruh dokumen pelaksanaan audit yang dikumpulkan
atau dibuat oleh auditor selama proses pelaksanaan audit, mulai dari perencanaan
audit sampai dengan pelaporan hasil audit.
 Fungsi Kertas Kerja Audit:
1. Sebagai alat perencanaan audit
2. Sebagai alat koordinasi pelaksanaan audit
3. Sebagai alat kontrol pelaksanaan audit
4. Sebagai alat pembuktian pelaksanaan audit
5. Sebagai alat pendukung kesimpulan audit

1. Program audit, berfungsi untuk mendeskripsikan:


1. Tujuan audit
2. Cara atau prosedur yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan
audit
3. Pedoman dalam membuat kesimpulan audit.
4. Siapa yang harus melaksanakan audit, termasuk siapa yang harus
mereviu kertas kerja audit.
5. Target waktu pelaksanaan dan penyelesaian audit.
2. Memo audit, adalah catatan auditor dalam bentuk narasi untuk
mendeskripsikan fakta, pandangan, serta catatan-catatan penting lain.
3. Daftar pendukung (supporting schedules), adalah tabel atau analisis
tertulis untuk mendeskripsikan secara detil saldo akun tertentu.
4. Daftar utama (lead schedule) adalah dokumen yang digunakan untuk
meringkas daftar pendukung.
5. Kompilasi kertas kerja (working trial balance/WTB), adalah tabel
untuk mengkompilasi seluruh kertas kerja (daftar utama) yang dibuat
selama proses pelaksanaan audit. WTB berfungsi untuk memudahkan
auditor dalam melihat pengaruh seluruh kertas kerja terhadap
laporan keuangan yang diaudit. WTB terdiri dari WTB untuk neraca
dan WTB untuk laporan rugi-laba.
6. Informasi pendukung, adalah berbagai dokumen yang dikumpulkan
untuk kepentingan audit, misalnya: copy manual akuntansi, copy
notulen rapat manajemen atau komisaris, copy kontrak-kontrak
bisnis, serta copy dari dokumen penting yang lain.
Kertas kerja audit memuat elemen sebagai berikut:
1. Nama dan alamat KAP
2. Nama kertas kerja
3. Indeks (kode) kertas kerja, untuk kepentingan pengarsipan kertas kerja.
4. Indeks silang (cross indexing), untuk menandai dari kertas kerja mana asal
suatu data dan ke kertas kerja mana data dipindahkan.
5. Tick marks, untuk menjelaskan prosedur audit yang telah dilakukan
auditor.
6. Tanggal, tanda tangan dan nama pembuat kertas kerja serta pe-review
kertas kerja.
Kertas kerja audit adalah milik auditor, Auditor tidak diperkenankan
mengungkap kertas kerja kepada siapapun, karena kertas kerja memuat berbagai
informasi rahasia klien, Auditor hanya boleh mengungkap kertas kerja kepada
fihak lain jika mendapatkan izin klien atau karena untuk memenuhi tuntutan
hukum.
ARSIP KERTAS KERJA AUDIT
1. Arsip sementara: adalah untuk kertas kerja yang hanya berhubungan
dengan kebutuhan audit tahun berjalan.
2. Arsip permanen: adalah untuk kertas kerja yang bermanfaat untuk
mendukung pelaksanaan audit tahun-tahun yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai