PNDAHULUAN
Obat adalah senyawa kimia unik yang dapat berinteraksi secara selektif dengan
sistem biologi. Obat dapat memicu suatu sistem dan menghasilkan efek, dapat menekan
suatu sistem, atau tidak berinteraksi secara langsung dengan suatu sistem, tetapi dapat
memodulasi efek dari obat lain. Untuk dapat menghasilkan efek, obat harus melewati
berbagai proses yang menentukan, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme, dan
eliminasinya. Namun, yang terpenting adalah bahwa obat harus dapat mencapai tempat
aksinya (Ikawati, 2018).
Obat dapat digolongkan dengan berbagai cara, misalnya berdasarkan aksi
farmakologinya atau berdasarkan struktur kimianya. Untuk kepentingan terapi, obat
mungkin lebih mudah jika digolongkan berdasarkan aksi farmakologinya, seperti
antihipertensi. Namun, untuk memprediksi suatu reaksi alergi atau idiosinkrasi,
penggolongan obat berdasarkan struktur kimia mungkin akan membantu karena obat
dengan struktur kimia serupa mungkin menghasilkan reaksi yang hampir sama. Untuk itu,
penggolongan berdasar aksi farmakologi dan struktur kimia kadang digabung. Dengan
semakin diketahuinya interaksi obat dan reseptornya pada tingkat molekuler dan untuk
kepentingan pengembangan dan penemuan obat baru, berkembanglah penggolongan obat
berdasarkan tempat aksinya yang kemudian bisa dirinci lebih jauh. Misalnya, obat yang
beraksi pada kanal Na, obat yang beraksi pada enzim atau obat yang beraksi pada subtipe
reseptor tertentu (Ikawati, 2018).
Ada beberapa tempat yang bisa menjadi target aksi obat, yaitu kanal ion, enzim,
suatu transporter (carrier atau protein pembawa), atau pada reseptor. Reseptor merupakan
target aksi obat yang utama dan paling banyak. Reseptor didefinisikan sebagai suatu
makromolekul seluler yang secara spesifik dan langsung berikatan dengan ligan (obat,
hormon, neurotransmiter) untuk memicu proses biokimia antara dan di dalam sel yang
akhirnya menimbulkan efek. Suatu senyawa/ligan dapat beraksi sebagai agonis dan
antagonis. Jika agonis adalah suatu ligan yang jika berikatan dengan reseptor dapat
menghasilkan efek, antagonis dapat berikatan dengan reseptor, tetapi tidak menghasilkan
efek. Dalam hal ini, agonis dikatakan memiliki afinitas (kemampuan berikatan) dengan
reseptor dan efikasi (kemampuan menghasilkan efek). Sementara itu, memiliki afinitas,
tetapi tidak memiliki efikasi. Aktivasi reseptor oleh suatu agonis atau ligan akan diikuti
oleh respons biokimia atau fisiologi yang melibatkan molekul-molekul "pembawa pesan"
yang dinamakan second messengers (Ikawati, 2018).
Ikatan antara suatu ligan/obat dan reseptornya tergantung pada kesesuaian antara
dua molekul tersebut. Semakin sesuai dan semakin besar afinitasnya, akan semakin kuat
interaksi yang terbentuk. Selain itu, ikatan antara ligan-reseptor juga memiliki spesifisitas,
yaitu bahwa suatu ligan dapat mengikat satu tipe reseptor tertentu. Jika suatu ligan dapat
berikatan dengan beberapa tipe reseptor, ligan itu dinyatakan kurang spesifik. Spesifisitas
ini dapat bersifat kimiawi atau biologi. Spesifisitas kimiawi artinya adanya perubahan
struktur kimia atau stereoisomerisasi saja dapat menyebabkan perbedaan kekuatan ikatan
dengan reseptor yang pada gilirannya memengaruhi efek farmakologinya. Sementara itu,
spesifisitas biologi artinya efek yang dihasilkan oleh interaksi antara ligan dan reseptor
yang sama dapat berbeda kekuatannya jika terdapat pada jaringan yang berbeda. Aktivasi
reseptor oleh suatu agonis atau hormon akan diikuti oleh respons biokimia atau fisiologi
yang melibatkan molekul-molekul yang dinamakan Second messengers (Ikawati, 2018).
Reseptor berfungsi mengenal dan mengikat suatu ligan/obat dengan spesifisitas
yang tinggi dan meneruskan signal tersebut ke dalam sel melalui beberapa cara yaitu
(Ikawati, 2018):
1. Perubahan permeabilitas membrane
Adanya ikatan ligan dengan reseptor dapat menyebabkan membran menjadi lebih
permeabel dengan adanya pembukaan kanal tertentu sehingga ion-ion tertentu dapat
mengalir melintasi membran.
PEMBAHASAN
Angiotensin merupakan stimulan bagi sekresi aldosteron dari adrenal korteks, dan
merupakan bagian dari sistem RAA (Renin-Angiotensin-Aldosteron). Prekursor
angiotensin adalah angiotensinogen yang disekresi oleh hati, yang akan berubah menjadi
angiotensin I dan oleh enzim "Angiotensin Convertizing Enzim" akan diubah menjadi
Angiotensi II.
1) Angiotensin I (Asp-Arg-Val-Tyr-Ile-His-Pro-Phe-His-Leu | Val-Ile-...)
Angiotensin I atau proangiotensin dibentuk oleh aksi renin terhadap
angiotensinogen. Renin membelah ikatan peptida antara residu leusina (Leu) dan
valina (Val) dalam angiotensinogen, dan membentuk dekapeptida (peptida sepanjang
sepuluh asam amino) (desp-Asp) angiotensin 1. Renin diproduksi oleh ginjal sebagai
respons terhadap aktivitas saraf simpatetik, penurunan tekanan darah intrarenal
(<90mmHg sistolik) di sel-sel juxtaglomerular, atau penurunan pengantaran Na⁺ (ion
natrium) dan Cl⁻ (ion klorida) ke makula densa. Kalau penurunan konsentrasi NaCl
dideteksi oleh makula densa, sekresi renin oleh sel-sel juxtaglomerular ditingkatkan.
Mekanisme deteksi oleh macula densa sekresi renin tampaknya tergantung spesifik
terhadap ion klorida dan bukan ion natrium. Studi yang mengunakan preparat isolasi
dari saluran asenden tebal lengkung Henle dengan glomerulus dalam perfusi NaCl
rendah tidak mampu menghambat sekresi renin ketika banyak jenis garam natrium
ditambahkan, tapi bisa menghampat sekresi renin ketika garam klorida ditambahkan.
Studi ini dan studi serupa lain dalam in vivo telah membuat beberapa orang percaya
bahwa mungkin "signal pertama untuk kontrol MD sekresi renin adalah perubahan
tingkat serapan NaCl yang terutama melalui Na, K, 2Cl ko-transporter di dalam lumen,
yang aktivitas fisiologisnya ditetapkan oleh perubahan konsentrasi klorida di dalam
lumen.” Angiotensin I tampaknya tidak mempunyai aktivitas biologikal langsung
terhadap sel badan dan organ, dan hanya digunakan sebagai prekursor untuk
angiotensin II.
2) Angiotensin II (Asp-Arg-Val-Tyr-Ile-His-Pro-Phe)
Angiotensin I dikonversi menjadi angiotensin II (AII) melalui penghilangan dua
residu ujung C (C-terminal) oleh enzim angiotensin-converting (ACE). ACE adalah
sejenis enzim yang banyak ditemukan pada pembuluh kapiler paru, tapi juga bisa
ditemukan di sel endotel, sel epitelial ginjal dan otak). ACE membelah angiotensin I
pada rantai His-Leu menjadi angiotensin II.
Angiotensin II mempengaruhi sistem saraf pusat (CNS) untuk meningkatkan
produksi vasopressin, dan juga mepengaruhi otot polos vena dan arteriol untuk
mengakibatkan vasokontriksi. Angiontensin II juga meningkatkan sekresi aldosterone,
karena itu angiotensin II berfungsi sebagai hormon endokrin, autokrin, parakrin dan
intrakrin. Angiotensin II mempengaruhi sistem saraf pusat (CNS) untuk meningkatkan
produksi vasopressin, dan juga mepengaruhi otot polos vena dan arteriol untuk
mengakibatkan vasokontriksi. Angiontensin II juga meningkatkan sekresi aldosterone,
karena itu angiotensin II berfungsi sebagai hormon endokrin, autokrin, parakrin dan
intrakrin.
ACE adalah target obat penghambat enzim ACE, yang mennurunkan kadar
produksi angiotensin II. Angiontensin II meningkatkan tekanan darah dengan
merangsang protein Gq di dalam sel otot polos vaskular, yang selanjutnya
mengaktivasi mekanisme yang tergantung IP3 dan meningkatkan kadar intraselular
kalsium dan menyebabkan kontraksi. Ketika sel kardiak terstimulasi, sebuah sistem
RA teraktivasi di dalam miosit kardiak dan menstimulasi perkembangan sel kardiak
tersebut dengan protein kinase C. Sistem yang sama juga teraktivasi pada sel otot
halus, saat terjadi hipertensi.
Pada kelenjar adrenal, hormon ini menyebabkan sekresi hormon aldosteron.
Angiotensin II mempengaruhi penukar Na⁺ /H⁺ yang berada di tubulus proksimal
dalam ginjal dan merangsang reabsorpsi ion natrium dan ekskesi ion hidrogen yang
digabungkan dengan reabsorpsi bikarbonat. Proses ini menghasilkan peningkatan
volume darah, tekanan dan pH. Sebab itu, obat penghambat ACE adalah obat anti-
hipertensi utama.
Hasil pembelahan ACE yang lain, sepanjang tujuh atau sembilan asam amino, juga
diketahui sebagal mempunyai afinitas berbeda kepada reseptor-reseptor angiotensin,
walaupun peran mereka masih tidak terlalu jelas. Tindakan AII sendiri itu ditargetkan
oleh antagonis reseptor angiotensin II, yang memblokir reseptor angiotensin II AT1
secara langsung. Angiotensin II didegradasi menjadi angiotensin III oleh enzim
angiotensinases di dalam sel darah merah dan pembuluh darah di jaringan tubuh.
Angiotensin II bisa menghasilkan peningkatan inotropi, kronotropi, sekresi
katekolamin (norepinefrin), sensitivitas terhadap katekolamin, kadar aldosteron, kadar
vasopressin dan perombakan bentuk jantung dan vasokonstriksi melalui reseptor AT1
di pembuluh darah perifer (sebaliknya, reseptor AT2 menghambat perombakan bentuk
jantung).
2. Angiotensin Receptor Blockers
a. Farmakoterapi
Angiotensin Receptor Blockers (First-Line Agents)
ARB memodulasi RAAS dengan secara langsung memblokir situs reseptor angiotensin
II tipe 1, mencegah vasokonstriksi yang dimediasi angiotensin II dan pelepasan aldosteron.
Secara keseluruhan, ARB adalah yang terbaik ditoleransi dari agen lini pertama. Mereka
tidak mempengaruhi bradikinin dan karena itu berhubungan dengan insiden batuk yang
lebih sedikit. Karena aldosteron secara tidak langsung ditekan, pemantauan kalium penting
untuk menghindari hiperkalemia. Mirip dengan ACEI, pasien dengan CKD atau deplesi
volume mungkin lebih rentan terhadap hiperkalemia atau disfungsi ginjal lebih lanjut
(Alldredge, et al., 2013).
(Alldredge, et al., 2013).
b. Farmakologi Molekuler
Reseptor angiotensin merupakan keluarga GPCR, suatu reseptor yang terikat pada
protein Gq yang mengaktivasi sistem fosfolipase. Jika angiotensin II berikatan dengan
reseptornya, maka protein Gq yang teraktivasi akan menstimulasi PLC yang akan
memecah fosfoinositida (PIP2) menjadi inositol trifosfat (IP3) dan diasilgliserol (DAG).
IP3 akan memicu pelepasan Ca2+ dari retikulum endoplasma. Selain itu, aktivitas protein G
juga memicu terbukanya kanal Ca2+ pada membran sel, yang menyebabkan masuknya Ca2+
ekstrasel ke dalam sel. Ca2+ yang berasal dari retikulum endoplasma maupun ruang
ekstrasel bersama-sama DAG akan mengaktivasi enzim, termasuk PKC dan calcium-
calmodulin protein kinase.
Berbagai protein selanjutnya akan difosforilasi oleh protein kinase dan memicu
berbagai fungsi sel yang terkait seperti vasokonstriksi, aktivasi sistem saraf simpatik,
menyebabkan retensi garam dan air, dan melepaskan aldosteron dan kelenjar adrenal. Pada
reseptor angiotensin II terdapat dua daerah tempat angiotensin II atau antagonisnya dapat
berikatan. Antagonis reseptor ini (dalam hal ini sartan) dapat berinteraksi dengan asam
amino pada domain transmembran, yang dapat mencegah angiotensin II untuk berikatan
dengan reseptornya. Anatagonisme terhadap angitensin II ini menyebabkan signal
transduksi terhenti dan meniadakan efek-efek angiotensin seperti vasokonstriksi, aktivasi
sistem saraf simpatik, dll.
1. Definisi
Pembawa pesan intraseluler yang mengontrol fungsi seluler termasuk kontraksi otot
pada otot polos dan otot jantung.Pemblokan saluran Ca2+ menghambat masuknya Ca
yang diinduksi secara depolarisasi kedalam sel otot dalam sistem kardiovaskular sehingga
menyebabkan penurunan tekanan darah,kontraktilitas jantung dan efek aritmia. Calcium
Channel Bloker dignakan u tuk mengobati hipertensi, iskemia miokard dan aritmia
jantung.
2. Mekanisme
Menghambat vasokontriksi dengan mengikat kalsium L-Type di sel otot pembuluh darah.
Meskipun tidak melepaskan neutransmitter yang cepat dari saraf namun saluran
tipe L menyediakan Ca2+ untuk tempat pelepasan nuetrasmitter di sensorik ( sel rambut
koklea,fotoreseptor retina, sel endokrin (sekresi insulin dalam sel β pankreas dan
berkontribusi ke otak yang berfungsi menggabungkan aktivitas sinaptik ke transkripsi gen
di neuron. Meskipun memiliki fungsi yang banyak,blok saluran Ca tipe L secara in vivo
dengan konsentrasi terapeutik hanya menyebabkan efek farmakologis pada sistem
kardiovaskular.Dengan memblokir saluran tipe-L di otot polos arteri akan mengurangi
masuknya Ca selama depolarisasi. Jadi lebih sedikit Ca tersedia untuk aktivasi kalmodium,
yang mengaktifkan miosin kinase. Otot polos berkontraksi setelah stimulasi jalur
diaktifkan oleh reseptor.
Tiga kelas kimia yang berbeda dari Ca2+ channel blocker dapat dibedakan:
Dihydropyridines (DHPs; prototipe nifedipine), phenylalkylamines (prototipe verapamil),
dan benzothiazepines (prototipe diltiazem). Meskipun strukturnya berbeda, mereka semua
mengikat dalam domain pengikatan obat tunggal yang dekat dengan saluran pori . Dalam
pengikatan radioligand, obat-obatan ini berinteraksi secara reversibel dengan domain ini
secara stereoselektif dan dengan▶konstanta disosiasi dalam kisaran (sub) nanomolar (0,1-
50 nM).
a) Golongan Dihidropiridine
Gambar diatas adalah membran sel jantung/ sel otot polos pembuluh darah,ada
suatu kanal ion kalsiumnya. Suatu protein integral yang ada di membran bilayer dan
menjadi penghubung anatar intraseluler dan ekstraseluler tempat keluar masuknya ion
kalsium secara selektif. Ada senyawa amlodipin (bulatan merah ) yang mengeblok
kanal,sehingga ion kalsium tidak bisa masuk kedalam intraseluler sehingga mengakibatkan
ion kalsium inyraseluler menurun dan tidak terjadi kontraksi.
b) Golongan nondihiropiridine
i. Verapamil
ii. Diltiazem
5. Diuretika
Mekanisme kerja diuretik Kebanyakan diuretik bekerja dengan mengurangi reabsorbsi
natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih dapat diperbanyak. Obat-obat ini
bekerja khusus terhadap tubuli, yaitu:
Tubuli proksimal Di tubuli ini kurang lebih 70% dari ultrafiltrat diserap
kembali secara aktif glukosa, ureum, ion-ion Na+ dan Cl- . Filtrat tidak
berubah dan tetap isotonik terhadap plasma. Diuretik osmotik (mannitol,
sorbitol) bekerja ditempat ini dengan mengurangi reabsorbsi Na+ dan air (Tjay
dan Rahardja, 2002).
Lengkung Henle (Henle’s loop) Di segmen ini lebih kurang dari 25 % Cl-
diangkut secara aktif kedalam sel-sel tubuli dengan disusul secara pasif oleh
Na+ , tetapi tanpa air, sehingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretik lengkung
(furosemid, bumetanid dan etakrinat) bekerja di tempat ini dengan merintangi
transport Cl- dan reabsorbsi Na+ sehingga pengeluaran K+ dan air juga
diperbanyak (Tjay dan Rahardja, 2002).
Tubuli distal bagian depan Di ujung atas Henle’s loop yang terletak dalam
korteks, Na+ diserap kembali secara aktif tanpa penarikan pula, sehingga filtrat
menjadi lebih cair dan lebih hipotonik. Senyawa tiazid, klortaridon bekerja di
tempat ini dengan merintangi reabsorpsi Na+ dan Cl- (Tjay dan Rahardja,
2002).
Tubuli distal bagian belakang Di bagian ini, ion Na+ ditukar dengan ion K+
atau NH4+ . Antagonis aldosteron (spironolakton) dan zat-zat penghemat
kalium (amilorida, triamteren) bertitik kerja dengan cara mengekskresikan Na+
dan meretensikan K+ (Tjay dan Rahardja , 2002).
Saluran pengumpul Hormon antidiuretik vasopresin dari hipofise bertitik kerja
disini dengan jalan mempengaruhi permeabilitas air dari sel-sel saluran ini
(Tjay dan Rahardja, 2002)
Diuretika di bagi menjadi beberapa:
Golongan diuretik Thiazide bekerja dengan mengurangi penyerapan natrium
atau klorida pada distal tubulus ginjal, sehingga meningkatkan produksi urine.
Selain itu, thiazide dapat merelaksasi pembuluh darah, sehingga efektif dalam
menurunkan tekanan darah.
Golongan Diuretik loop bekerja dengan menurunkan penyerapan kalium,
klorida, dan natrium pada loop (lengkung) Henle di dalam ginjal. Hal ini akan
meningkatkan jumlah air dan garam yang dikeluarkan melalui urine.
Golongan Diuretik hemat kalium bekerja dengan meningkatkan volume cairan
dan natrium di dalam urine dengan tetap mempertahankan kadar kalium di
dalam tubuh.
Golongan Diuretik jenis penghambat karbonat anhidrase bekerja dengan
meningkatkan pengeluaran asam bikarbonat, natrium, kalium, dan air pada
bagian tubulus renalis ginjal.
Golongan Diuretik osmotik meningkatkan jumlah cairan tubuh yang disaring
keluar oleh ginjal, sekaligus menghambat penyerapan cairan kembali oleh
ginjal.
1) Thiazide
Digunakan untuk pengobatan sembab pada keadaan dekompesasi jantung
dan sebagai penunjang pada pengobatan hipertensi karena dapat mengurangi
volume darah dan secara langsung menyebabkan relaksasi otot polos arteriolida.
Diuretik turunan tiazida menimbulkan efek samping hipokalemi, gangguan
keseimbangan elektrolit, dan menimbulkan penyakit pirai yang akut.
Tempat Aksi golongan diuretik Thiazide pada (Tubulus Distal) saluran berliku-liku
yang berada di paling akhir dari saluran nefron.
Tempat Aksi golongan diuretic loop pada bagian tubulus berbentuk huruf U yang
menghantarkan cairan urine dalam nefron ginja (Lengkung Henle), bagian Thick
Ascending
Mekanisme obat yang bekerja di loop menghambat reabsorpsi NaCl dalam ansa
henle ansendes segmen tebal. Segmen ini memiliki kapasitas yang besar untuk
mengabsorpsi NaCl sehingga obat yang bekerja pada tempat ini mengakibatkan diuresis
yang lebih hebat dari pada diuresis lain. Diuretik loop bekerja pada membran lumen
dengan cara menghambat kotranpor Na+/K+/2Cl-. Contoh obat golongan diuretik loop
ialah furosemid, torsemid, bumetamid, asam etakrinat
3) Golongan Diuretik hemat
Tempat Aksi golongan diuretik hemat kalium bagian akhir tubulus distal
dan duktus pengumpul.
Diuretik hemat kalium adalah senyawa yang mempunyai aktifitas
natriuretik ringan dan dapat menurunkan sekresi ion H+ dan K+ . Senyawa tersebut
bekerja pada tubulus distalis dengan cara memblok penukaran ion Na+ dengan ion
K+ dan H+ , menyebabkan retensi ion K+ , dan meningkatkan sekresi ion Na+ dan
air. Golongan obat ini menimbulkan efek samping hiperkalemi, dapat memperberat
penyakit diabetes dan pirai, serta menyebabkan gangguan pada saluran cerna.
Diuretik hemat kalium bekerja pada saluran pengumpul, dengan mengubah
kekuatan pasif yang mengontrol pergerakan ion-ion, memblok absorbsi kembali
ion Na+ dan ekskresi ion K+ sehingga meningkatkan ekskresi ion Na+ dan Cl-
dalam urin . Efek obat-obat ini lemah dan khusus digunakan terkombinasi dengan
diuretik lainnya guna menghemat ekskresi kalium. Aldosteron menstimulasi
reabsorbsi Na+ dan ekskresi K+ , proses ini dihambat secara kompetitif oleh
antagonis aldosterone.
4) Golongan Diuretik jenis penghambat karbonat anhydrase.
Penggunaan diuretik penghambat karbonik anhidrase terbatas karena cepat
menimbulkan toleransi. Zat ini merintangi enzim karbohidrase di tubuli proksimal,
sehingga disamping karbonat juga Na+ dan K+ diekskresikan lebih banyak,
bersaman dengan air. Khasiat diuretiknya lemah.